Disusun Oleh :
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan (Betz & Sowden,2002).
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan
fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga
mengakibatkan renjatan berupa kejang.
B. ETIOLOGI
Infeksi ekstrakranial , misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley
and Wong (1995: 1929)
1. Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul
pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofati toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi
kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau
dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam
lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.
C. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa
sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke
otak melalui sestem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh
membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh
ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion
klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut,
maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na - K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi
ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran
sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15
% dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini
demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu
38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C
atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea.
Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya
suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas,
1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)
D. PATHWAY ANAK KEJANG
Pengobatan perawatan
Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera
Dan diit
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Kejang parsial (fokal, lokal)
a. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
a) Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh;
umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi
pupil.
c) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa
seakan jatuh dari udara, parestesia.
d) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b. Kejang parsial kompleks
a) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks
b) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap–
ngecapkan bibir, mngunyah, gerakan menongkel yang berulang–ulang
pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
c) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum (konvulsi atau non konvulsi)
a. Kejang absens
a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
b) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang
dari 15 detik
c) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi
penuh
b. Kejang mioklonik
a) Kedutan–kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
b) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
c) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
d) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
a) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada
otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari
1 menit
b) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
c) Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
d) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d. Kejang atonik
a) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah.
b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
F. KOMPLIKASI
1. Aspirasi
2. Asfiksia
3. Retardasi mental
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Memberantas kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang,
ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua
dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2
masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui
intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat
diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan
penunjang
a.Semua pakaian ketat dibuka
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah
aspirasi isi lambung
c.Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila
perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
d. Penhisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
3. Pengobatan rumat
a.Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan
dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil
anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira-kira sampai anak umur 4
tahun.
b. Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan
1) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
2) Kejang demam yang mempunyai ciri :
1. Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti
serebral palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali
2. Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat
fokal atau diikuti kelainan saraf yang sementara atau menetap
3. Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
4. Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1
bulan
4. Mencari dan mengobati penyebab
I. KLASIFIKASI
Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah
1. Kejang demam sederhana
yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman
untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria
Livingstone, yaitu :
a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria
Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks
diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple (
lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai
kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat
keluarga.
J. PENCEGAHAN
Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan
kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang
a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang
b. Penkes tentang
1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara
pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal
pada anak ( 36-37ºC)
3) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat
mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat
4) Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah
mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.
2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi :
a. Baringkan pasien pada tempat yang rata
b. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
d. Lepaskan pakaian yang ketat
e. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera
BAB II
A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg
(1980 : 122 – 128)
1. Riwayat Keperawatan
a. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
b. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia,
gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
c. Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
d. Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian fisik
a. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
b. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
c. Adanya kelemahan dan keletihan
d. Adanya kejang
e. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium,
jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas
c. Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada
waktu sakit.
4. Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
Pengkajian neurologik :
1. Tanda – tanda vital
a.Suhu
b. Pernapasan
c.Denyut jantung
d. Tekanan darah
e.Tekanan nadi
2. Hasil pemeriksaan kepala
a.Fontanel : menonjol, rata, cekung
b. Lingkar kepala : di bawah 2 tahun
c.Bentuk Umum
3. Reaksi pupil
a.Ukuran
b. Reaksi terhadap cahaya
c.Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
a.Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
b. Iritabilitas
c.Letargi dan rasa mengantuk
d. Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek
a.Alam perasaan
b. Labilitas
6. Aktivitas kejang
a.Jenis
b. Lamanya
7. Fungsi sensoris
a.Reaksi terhadap nyeri
b. Reaksi terhadap suhu
8. Refleks
a.Refleks tendo superfisial
b. Reflek patologi
9. Kemampuan intelektual
a.Kemampuan menulis dan menggambar
b. Kemampuan membaca
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 – 630) dan carpenito
(2000 : 132), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam
1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak
4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan
dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1 : Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan: NOC NIC
Setelah dilakukan Pengendalian Resiko Mencegah jatuh
tindakan keperawatan a.Pengetahuan tentang a.identifikasi faktor
selama poroses resiko kognitif atau psikis dari
keperawatan b. Monitor pasien yang dapat
diharapkan resiko lingkungan yang dapat menjadiakn potensial
cidera dapat di hindari menjadi resiko jatuh dalam setiap
c.Monitor kemasan keadaan
personal b. identifikasi
d. Kembangkan mkarakteristik dari
strategi efektif lingkungan yang dapat
pengendalian resiko menjadikan potensial
e.Penggunaan sumber jatuh
daya masyarakat untuk c.monitor cara berjalan,
pengendalian resiko keseimbangan dan tingkat
Indkator skala : kelelahan dengan
1 = tidak adekuat ambulasi
2 = sedikit adekuat d. instruskan
3 = kadang-kadan adekuat pada pasien untuk
4 = adekuat memanggil asisten kalau
5 = sangat adekuat mau bergerak
1. : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan
D. EVALUASI
1. Betz, Cecily L & Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta:
EGC.
2. Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny
R.F. Jakarta : EGC.
3. Ngastiyah.( 1997 ). Perawatan Anak Sakit Jakarta : EGC
4. Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : Gaya Baru
5. ………, ( 2003 ). Kejang Pada Anak. www. Pediatrik.com/knal.php