PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nasofaring (bagian antara hidung dan faring atau tenggorokan) dan laring.
Penularan difteri dapat melalui hubungan dekat, udara yang tercemar oleh carier
atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama
permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari
kematian bayi dan anak-anak muda. Penyakit ini juga dijmpai pada daerah padat
penduduk dingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri
difteri jarang dijumpai. Vaksi imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk
Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksi difteri akan lebih rentan terhadap
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Difteri adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang menular, disebabkan
2. Difteri adalah suatu infeksi demam akut, biasanya ditenggorok dan paling
sering pada bulan-bulan dingin pada daerah beriklim sedang. Dengan adanya
3. Difteri adalah suatu infeksi, akut yang mudah menular dan yang sering
diserang adalah saluran pernafasam bagian atas dengan tanda khas timbulnya
“pseudomembran”.
dapat dirasakan ialah sakit letak dan demam secara tiba-tiba disertai
pernafasan.
5. Difteri adalah infeksi bakteri yang bersumber dari Corynebacterium
kerusakan pada jantung, ginjal dan sistem saraf. Kondisi seperti itu pada
6. Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tansil, faring,
laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-
B. Etiologi
ditularkan melalui percikan ludah yang dari batuk penderita atau benda maupun
biak pada atau disekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan
sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak. Masa
inkubasi 1-7 hari (rata-rata 3 hari). Hasil difteria akan mati pada pemanasan suhu
60oc selama 10 menit, tetapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air,
berupa infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas. Ia juga dikenal sebagai
basil Klebs-Löffler, karena ditemukan pada tahun 1884 oleh bakteriolog Jerman,
Kingdom : Bakteri
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Order : Actinomycetales
Keluarga : Corynebacteriaceae
Genus : Corynebacterium
tidak berspora, tidak bergerak, termasuk Gram positif, dan tidak tahan asam. C.
Diphtheriae bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal diperoleh
C. Patofisiologi
akan menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata
atau mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari masa inkubasi kuman dengan
rantai polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis
toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi eksudat
fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari abu-abu
membran tersebut apabila diangkat maka akan terjadi perdarahan dan akhirnya
lain sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia
D. MASA INKUBASI
Masa tunas 3-7 hari khas adanya pseudo membrane, selanjutnya gejala klinis
dapat dibagi dalam gejala umum dan gejala akibat eksotoksin pada jaringan
yang terkena. Gejala umum yang timbul berupa demam tidak terlalu tinggi
sangatlemah sekali. Gejala ini biasanya disertai dengan gejala khas untuk
setiap bagian yang terkena seperti pilek atau nyeri menelan atau sesak nafas
kepada jaringan yang terkena seperti iniokorditis paralysis jaringan saraf atau
nefritis.
serta fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas penderita terhadap toksin
daerah nasofaring yang sudah ada sebelumnya. Masa tunas 2-6 hari. Penderita
pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita keluhan
sistemik. Demam jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta gejala lain
1. Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai
kemudian mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada
2. Diphtheria Tonsil-Faring
Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari
dan dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke
3. Diphtheria Laring
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada
palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan
berbau.
F. Klasifikasi
1. Difteria hidung
hanya tampak pilek, tetapi kemudian secret yang keluar tercampur sedikit
berupa radang pada selaput pada selaput lendir dan tidak membentuk
penderita.
Pada penyakit yang lebih berat, mulainya seperti radang akut tenggorok
dengan suhu yang tidak terlalu tinggi dapat ditemukan pseudomembran yang
Dapat terjadi salah menelan dan suara serak serta stridor inspirasi
walaupun belum terjadi sumbatan faring. Hal ini disebabkan oleh paresisi
palatum mole. Pada pemeriksaan darah dapat terjadi penurunan kadar
albuminuria ringan.
Lebih sering sebagai penjalaran difteria faring dan tonsil (3 kali lebih
banyak dari pada primer mengenai laring. Gejala gangguan jalan nafas
berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih berat dapat
timbul sesak nafas hebat. Slanosis dan tampak retraksi suprastemal serta
dan permukaan ditutupi oleh pseudomembran. Bila anak terlihat sesak dan
payah sekali maka harus segera ditolong dengan tindakan trake ostomi
4. Diftheria Faeraneus
Merupakan keadaan yang sangat jarang sekali terdapat. Tan Eng Tie
3. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala
Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan
pasien :
1. Difteri hidung (nasal diphtheria) bila penderita menderita pilek dengan ingus
yang bercampur darah. Prevalesi Difteri ini 2 % dari total kasus difteri. Bila
penularan.
2. Difteri faring (pharingeal diphtheriae) dan tonsil dengan gejala radang akut
tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat,
difteri jenis ini juga akan tampak membran berwarna putih keabu abuan
(faring).
Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam
G. Komplikasi
1. Aluran Pernafasan
2. Kardiovaskuler
3. Urogenital
menelan sifatnya reversible dan terjadi pada minggu ke satu dan kedua.
gangguan akomodasi, dilatasi pupil atau ptosis, yang setelah minggu ke tiga.
mengenai otot muka, leher anggota gerak dan yang paling penting dan