OLEH:
A. PENGERTIAN
Difteri merupakan penyakit menular yang serius yang menyerang
saluran pernapasan atas yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheria, suatu bakteri Gram positif fakultatif anaerob (Nuryani, 2018).
Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
kuman Corynebacterium diptheriae toksigenik dapat menyerang saluran
nafas, kulit, mata, dan organ lain (Hartoyo, 2018).
Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah
dengan imunisasi, dan disebabkan oleh bakteri gram positif
Corynebacterium diptheriae strain toksin. Penyakit ini ditandai dengan
adanya peradangan pada tempat infeksi, terutama pada selaput mukosa
faring, laring, tonsil, hidung dan juga pada kulit (Kemenkes RI, 2017).
Suspek Difteri adalah orang dengan gejala faringintis, tonsilitis,
laringitis, trakeitis, atau kombinasinya disertai demam tidak tinggi dan
adanya pseudomembran putih keabu-abuan yang sulit lepas, mudah
berdarah apabila dilepas atau dilakukan manipulasi (Kemenkes RI, 2017).
Probable Difteri menurut (Kemenkes RI, 2017) adalah orang dengan
suspek Difteri ditambah dengan salah satu gejala berikut:
a. Pernah kontak dengan kasus (<2 minggu).
b. Imunisasi tidak lengkap, termasuk belum dilakukan booster.
c. Berada di daerah endemis Difteri.
d. Stridor, Bullneck.
e. Pendarahan submukosa atau petechiae pada kulit.
f. Gagal jantung toxic, gagal ginjal akut.
g. Myocarditis.
h. Meninggal.
Dari beberapa definisi di atas dapat diartikan bahwa difteri adalah
penyakit infeksi menular berbahaya pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphtheriae.
CORYNEBACTERIUM DIPHTHERIAE
KLASIFIKASI
Klasifikasi difteri secara klinis menurut lokasinya (Saputra, 2018):
1. Difteri nasal anterior
2. Difteri nasal posterior
3. Difteri fausial (farinks)
4. Difteri laryngeal
5. Difteri konjungtiva
6. Difteri kulit
7. Difteri vulva/vagina
Klasifikasi difteri secara klinis menurut tingkat keparahannya (Saputra,
2018):
1. Infeksi ringan, jika pseudomembrane hanya terdapat pada mukosa
hidung dengan gejala hanya pilek dan nyeri waktu menelan.
2. Infeksi sedang, jika pseudomembrane telah menyerang sampai faring
dan laring sehingga keadaan pasien terlihat lesu dan agak sesak.
3. Infeksi berat, jika terjadi sumbatan nafas yang berat dan adanya gejala-
gejala yang ditimbulkan oleh eksotoksin seperti miokarditis, paralisis,
dan nefritis.
B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit difteri adalah jenis bakteri yang diberi nama
Cornyebacterium Diphteriae. Bakteri ini bersifat polimorf, tidak bergerak
dan tidak membentuk spora, aerobik dan dapat memproduksi eksotoksin.
Terdapat tiga jenis basil, yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius. Basil
dapat membentuk:
1. Pseudomembrane yang sulit diangkat, mudah berdarah, dan berwarna
putih keabu-abuan yang meliputi daerah yang terkena; terdiri dari
fibrin, leukosit, jaringan nekrotik, dan basil.
2. Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah
beberapa jam diabsorbsi dan memberikan gambaran perubahan
jaringan yang khas terutama pada otot jantung, ginjal, dan jaringan
saraf. Minimum Lethal Dose (MLD) toksin ini adalah 0,02 ml
(Saputra, 2018).
Pada daerah endemis, 3%-5% orang sehat bisa sebagai pembawa
kuman difteri toksigenik. Kuman C. diptheriae dapat bertahan hidup dalam
debu atau udara luar sampai dengan 6 bulan (Nuryani, 2018).
C. PATOFISIOLOGI
Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berbiak pada permukaan
mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang
merembes ke sekeliling serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh
melalui pembuluh limfe dan darah. Setelah melalui masa inkubasi selama 2-
4 hari kuman difteri membentuk racun atau toksin yang mengakibatkan
timbulnya panas dan sakit tenggorokan. Kemudian berlanjut dengan
terbentuknya selaput putih di tenggorokan akan menimbulkan gagal nafas,
kerusakan jantung dan saraf. Difteri ini akan berlanjut pada kerusakan
kelenjar limfe, selaput putih mata, vagina. Komplikasi lain adalah kerusakan
otot jantung dan ginjal (Saputra, 2018).
WOC (Web of Caution)
(Saputra, 2018)
D. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit ini ditandai dengan sakit tenggorokan, demam, malaise dan
pada pemeriksaan ditemukan pseudomembran pada tonsil, faring, dan atau
rongga hidung (Nuryani, 2018). Menurut (Saputra, 2018) gejala diphtheria:
1. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38ºC.
2. Batuk dan pilek yang ringan
3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
4. Mual, muntah, sakit kepala
5. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu
abuan kotor
6. Rinorea, berlendir kadang-kadang bercampur darah.
Keluhan serta gejala lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria:
1. Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau
disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi
serosanguinous dan kemudian mukopurulen mengadakan lecet pada
nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan tampak membran putih pada
daerah septum nasi.
2. Diphtheria Tonsil-Faring
Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2
hari timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat
menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle
atau ke distal ke laring dan trachea.
3. Diphtheria Laring
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih
berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.
4. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran
pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata
dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran
pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan
sekret purulen dan berbau. (Saputra, 2018).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis sampel spesimen difteri berupa swab tenggorok dan swab
hidung, bisa juga dengan swab luka (wound swab) dengan metode
pemeriksaan difteri berupa kultur bakteri dan isolasi, uji biokimia, uji
toksigenitas dengan metode PCR atau Elek test (Kemenkes RI, 2017).
Pemeriksaan khas menunjukkan pseudomembran tampak kotor dan
berwarna putih keabuan yang dapat menyebabkan penyumbatan karena
peradangan tonsil dan meluas ke struktur yang berdekatan sehingga dapat
menyebabkan bull neck. Membran mudah berdarah apabila dilakukan
pengangkatan. Diagnosis cepat harus segera dilakukan berdasarkan gejala
klinis, laboratorium (swab tenggorok, kultur, atau PCR) untuk penanganan
lebih awal (Nuryani, 2018).
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin
yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit
yang terjadi minimal, mengeliminasi C. diptheriae untuk mencegah
penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit difteria (Hartoyo,
2018).
Umum Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan
hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut-turut. Pada umumnya, pasien tetap
diisolasi selama 2-3 minggu. Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3
minggu, pemberian cairan serta diet yang adekuat. Khusus pada difteria
laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan
menggunakan humidifier (Hartoyo, 2018).
G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari difteri dapat menyebabkan obstruksi jalan napas,
miokarditis, paralisis otot palatum, otitis media dan juga dapat menyebar ke
paru- paru menyebabkan pneumonia (Nuryani, 2018).
Menurut (Saputra, 2018) racun difteri dapat menyebabkan kerusakan
pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ lainnya
1. Saluran nafas:obstruksi jalan nafas, bronkopneumonia, atelektasis
paru.
2. Kardiovaskular: miokarditis akibat toksin kuman
3. Urogenital: nefritis
4. Susunan saraf: paralisis/paresis palatum mole (minggu I dan II), otot
mata (minggu III), dan umum (setelah minggu IV).
H. PENCEGAHAN
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menangani atau
mencegah penyebaran maupun penularan difteri:
1. Isolasi pasien
Isolasi dihentikan jika hasil pemeriksaan terhadap bakteri
Cornyebacterium Diphteriae dinyatakan negatif setelah melewati dua
hari pemeriksaan.
2. Pemberian imunisasi
Biasanya imunisasi ini bersamaan dengan imunisasi polio, hepatitis B,
sedangkan imunisasi Difteri tergabung dalam Imunisasi DPT atau
Difteri, Pertusis dan Tetanus. Untuk bayi umur sembilan bulan
dilengkapi dengan imunisasi Campak (Morbili). Imunisasi pada bayi
umur dua bulan sebanyak tiga kali dengan selang satu bulan.
3. Pencarian dan pengobatan pasien
Dilakukan dengan uji schick. Bila hasil negatif, dilakukan apusan
tenggorokan. Jika ditemukan bakteri Cornyebacterium Diphteriae
maka harus diobati.
4. Biasakan hidup bersih dan selalu menjaga kebersihan lingkungan.
Prognosis lebih buruk pada pasien dengan usia yang lebih muda,
perjalanan penyakit yang lama, letak lesi yang dalam, gizi kurang, dan
pemberian antitoksin yang terlambat (Saputra, 2018).
IMUNISASI
Menurut (Kemenkes RI, 2017) Penyakit Difteri dapat dicegah dengan
Imunisasi Lengkap, dengan jadwal pemberian sesuai usia. Saat ini vaksin
untuk imunisasi rutin dan imunisasi lanjutan yang diberikan guna mencegah
penyakit Difteri ada 3 macam, yaitu:
1. DPT-HB-Hib (vaksin kombinasi mencegah Difteri, Pertusis, Tetanus,
Hepatitis B dan Meningitis serta Pneumonia yang disebabkan oleh
Haemophylus infuenzae tipe B).
2. DT (vaksin kombinasi Difteri Tetanus).
3. TD (vaksin kombinasi Tetanus Difteri).
Imunisasi tersebut diberikan dengan jadwal:
1. Imunisasi dasar
Bayi usia 2, 3 dan 4 bulan diberikan vaksin DPT-HB-Hib dengan
interval 1 bulan.
2. Imunisasi Lanjutan
a. Anak usia 18 bulan diberikan vaksin DPT-HB-Hib 1 kali.
b. Anak Sekolah Dasar kelas 1 diberikan vaksin DT pada Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
c. Anak Sekolah Dasar kelas 2 dan 5 diberikan vaksin Td pada Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
d. Wanita Usia Subur (termasuk wanita hamil) diberikan vaksin Td.
Perlindungan optimal terhadap difteri pada masyarakat dapat
dicapai dengan cakupan imunisasi rutin, baik dasar maupun
lanjutan, yang tinggi dan merata.
Cakupan harus mencapai minimal 95%, merata di setiap
kabupaten/kota, dan tetap dipertahankan. Selain cakupan yang harus
diperhatikan adalah menjaga kualitas vaksin sejak pengiriman,
penyimpanan sampai ke sasaran. Vaksin difteri merupakan vaksin yang
sensitif terhadap suhu beku sehingga dalam pengiriman maupun
penyimpanan harus tetap berada pada suhu 2 - 8° C. Setiap daerah
menyediakan biaya operasional untuk imunisasi rutin dan imunisasi dalam
penanggulangan KLB (ORI) (Kemenkes RI, 2017).
TEST KEKEBALAN
1. Schick test
Menentukan kerentanan (suseptibilitas) terhadap difteri. Tes dilakukan
dengan menyuntikan toksin difteri (dilemahkan) secara intrakutan.
Bila tidak terdapat kekebalan antitoksik akan terjadi nekrosis jaringan
sehingga test positif (Hartoyo, 2018).
2. Moloney test
Menentukan sensitivitas terhadap produk kuman difteri. Tes dilakukan
dengan memberikan 0,1 ml larutan fluid diphtheri toxoid secara
suntikan intradermal. Reaksi positif bila dalam 24 jam timbul eritema
>10 mm. Ini berarti bahwa: pernah terpapar pada basil difteri
sebelumnya sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas, pemberian
toksoid difteri bisa mengakibatkan timbulnya reaksi yang berbahaya
(Hartoyo, 2018).
I. PENULARAN
Penularan disebarkan melalui droplet, kontak langsung dengan sekresi
saluran napas penderita atau dari penderita karier (Nuryani, 2018).
PENGKAJIAN
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring,
dan saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur
darah
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda-tanda Vital
a. Nadi: meningkat
b. Tekanan darah: menurun
c. Respirasi rate: meningkat
d. Suhu: ≤ 38°C
2. Inspeksi: Lidah kotor, anoreksia, ditemukan pseudomembran.
3. Auskultasi: Napas cepat dan dangkal.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan uji schick di
laboratorium.
2. Untuk melihat kelainan jantung, bisa dilakukan pemeriksaan EKG.
G. PENATALAKSANAAN
Penderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut setelah
masa akut terlampaui. Kontak penderita diisolasi sampai tindakan-tindakan
berikut terlaksana:
1. Biakan hidung dan tenggorok
2. Sebaiknya dilakukan tes schick (tes kerentanan terhadap diphtheria)
3. Diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati.
4. Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan
toksoid diphtheria.
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang lazim muncul dalam pasien dengan
kasus difteri, antara lain: Pola nafas tidak efektif (D.0005), Penurunan curah
jantung (D.0008), Gangguan menelan (D.0063), Hipervolemia (D.0022),
Inkontinensia urine berlebih (D.0043), Ansietas (D.0080), Resiko infeksi
(D.0142), Gangguan komunikasi verbal (D.0119)
1. Manajemen Elektrolit
a. Monitor menifestasi ketidakseimbangan elektrolit
b. Pertahankan kepatenan akses IV
c. Berikan cairan sesuai resep, jika diperlukan
d. Pertahankan pencatatan asupan dan huluaran yang akurat
e. Pertahankan pemberian cairan intravenous berisi elektrolit dengan laju
yang lambat
2. Monitor Cairan
a. Tentukan jumlah dan jenis intake/asupan cairan serta kebiasaan
eliminasi
b. Tentukan faktor-faktor risiko yang mungkin menyebabkan
ketidakseimbangan cairan
c. Periksa turgor kulit dengan memegang jaringan sekitar tulang seperti
tangan atau tulang kering, mencubit kulit dengan lembut, pegang
dengan kedua tangan dan lepaskan (jika kulit turun kembali dengan
cepat apabila terhidrasi dengan baik)
d. Monitor membran mukosa, turgor kulit, dan respon haus
e. Monitor warna, kuantitas, dan berat jenis urin
f. Cek grafik asupan dan pengeluaran berkala
1. Pemberian Makan
a. Identifikasi diet yang disarankan
b. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama makan
c. Identifikasi adanya refleks menelan, jika diperlukan
d. Catat asupan dengan tepat
e. Dorong orangtua/keluarga untuk menyuapi pasien
2. Manajemen Obat
a. Monitor efektifitas cara pemberian obat yang sesuai
b. Monitor pasien mengenai efek terapeutik obat
c. Monitor tanda dan gejala toksisitas obat
d. Monitor efek samping obat
e. Ajarkan pasien dan/atau anggota keluarga mengenai metode pemberian
obat yang sesuai
3. Manaejemen Nutrisi
a. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien
b. Monitor kalori dan asupan makanan
c. Berikan arahan bila diperlukan.
1. Terapi Intravena
a. Verifikasi perintah untuk terapi IV
b. Intruksikan pasien tentang prosedur
c. Jaga teknik aseptik dengan ketat
d. Berikan pengobatan IV, sesuai yang diresepkan, dan monitor untuk
hasilnya
e. Monitor kecepatan aliran intravena dan area intravena selama
pemberian infus
f. Monitor tanda-tanda vital
g. Monitor tanda dan gejala plebitis dan infeksi lokal
h. Dokumentasikan terapi yang diberikan, sesuai prosedur di institusi
2. Manaejemen Berat Badan
a. Hitung berat badan pasien
b. Hitung persentase lemak ideal pasien
c. Bantu pasien membuat perencanaan makanan yang seimbang dan
konsisten dengan jumlah energi yang dibutuhkan setiap harinya
3. Monitor Cairan
a. Cek grafik asupan dan pengeluaran berkala
1. Pengurang Kecemasan
a. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
b. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan dirasakan yang
mugkin akan dialami klien selama prosedur dilakukan
c. Pahami situasi krisis yang terjadi dari perspektif klien
d. Dorong Keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat
e. Kaji untuk tanda verbal dan nonverbal kecemasan
f. Berikan objek yang menunjukkan perasaan aman
g. Dengarkan klien
2. Peningkatan Keamanan
a. Sediakan lingkungan yang tidak mengancam
b. Fasilitasi orang tua agar dapat menginap bersama anak yang dirawat di
rumah sakit
c. Dengarkan ketakutan keluarga pasien
d. Diskusikan situasi khusus atau individu yang mengancam pasien atau
keluarga
e. Bantu pasien/keluarga mengidentifikasi faktor apa yang meningkatkan
rasa keamanan
1. Manajemen Imunisasi/Vaksinisasi
a. Ajarkan pada orang tua imunisasi yang direkomendasikan bagi anak, cara
imunisasinya, alasan dan kegunaan dari imunisasi, efek samping dari
reaksi yang mungkin terjadi
b. Ajarkan pada individu/keluarga mengenai vaksinasi yang diperlukan jika
ada paparan atau insiden khusus
c. Sediakan informasi mengenai vaksin yang disampaikan oleh pusat
pencegahan dan kontrol penyakit
d. Sediakan dan perbarui catatan terkait tanggal dan tipe imunisasi
e. Jadwalkan imunisasi sesuai tenggang waktu yang ada
2. Pengajaran: Proses Penyakit
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga terkait dengan proses penyakit
yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya dengan
anatomi dan fisiologi, sesuai kebutuhan
c. Review pengetahuan pasien mengenai kondisinya
d. Hindari memberikan harapan yang kosong
DAFTAR PUSTAKA
11th2hr
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Hubungan darah
: Tinggal satu rumah
X : Meninggal
B. Psikososial Keluarga
Orang tua pasien mengatakan ayah bekerja sebagai karyawan bengkel,
Ibu pasien sudah tidak bekerja dan menjadi ibu rumah tangga.
C. Sosial Ekonomi Keluarga
Ayah bekerja sebagai karyawan bengkel, dengan penghasilan ± Rp
1.000.000,-/bulan. Ibu tidak bekerja. Menanggung 2 orang anak belum
mandiri. Biaya pengobatan ditanggung KIS.
Kekuatan otot:
Kekuatan otot : 5555 5555
5555 5555
B. Rontgen
1. Elektrokardiografi (31 Mei 2020)
Kesan: Sinus Aritmia
2. X-Foto Thorax (31 Mei 2020)
Kesan:
Cor: tidak membesar
Pulmo: corakan bronkovaskuler normal
C. Pemberian Terapi
1. Konsul Gizi Klinik
Anak diberikan diit via NGT
Saran:
a. Kebutuhan kalori 1900 kkal/hari
b. Karbohidrat 285gram, Protein 60gram, dan Lemak 58 gram
c. Diberikan 6 x 300cc diit cair I
2. Konsul Kardiologi Anak
a. Kesan: sinus aritmia, belum ada tanda-tanda
miokarditis
b. Saran: cek CKMB dan troponin T
3. Program Terapi Pengobatan
Terapi Dosis Indikasi
Infus 2A ½ N 1440/60/15tpm Mengatasi dehidrasi, menambah
kalori, dan untuk mengembalikan
keseimbangan elektrolit
Inj. Penisilin Prokain 2jt unit (boka-boki) Untuk menangani infeksi bakteri
DAT 80.000 unit Untuk mencegah kerusakan akibat
toksin difteri dan melawan bakteri
Inj. Ketorolac 3 x 30mg Untuk mengurangi bengkak,
nyeri, dan demam
Inj. Flukonazol (iv) 2 x 100mg Obat untuk mengobati bagian
tubuh yang terinfeksi jamur pada
vagina, mulut, tenggorokan,
kerongkongan, rongga perut, paru,
saluran kemih, dan aliran darah
Paracetamol 4-6 x 500mg Obat antipiretik dan anlgesik
untuk mengatasi demam, nyeri,
melegakan sakit kepala
NadyaWp
(Mhs. Nadya Wahyu Pratiwi)
ANALISA DATA
No
Data Penyebab Masalah
.
1. DS: Agen pencedera Nyeri Akut
Ibu An. P mengatakan anak fisiologis D.0077
mengeluh nyeri telan (inflamasi)
P: Bercak putih di mulut dan Kategori:
teggorokan Psikologis
Corynebacterium diphteriae (-) Subkategori: Nyeri
Q: nyeri bertambah saat makan dan Kenyamanan
dan minum (SDKI, 2017)
R: mulut sampai tenggorokan
S: skala 5 (1-10)
T: terus-menerus
DO:
a. An.P tampak merintih
kesakitan
b. An.P tampak gelisah
c. Tampak porsi makanan tidak
habis
d. Hasil TTV =
TD: 100/65mmHg
S: 36,8oC
N: 98x/menit
RR: 28x/menit
SpO2: 97%
2. DS: Defek laring Gangguan
Ibu An. P mengatakan anak Menelan
meolak untuk makan, An. P D.0063
mengeluh sulit menelan
DO: Kategori:
a. An.P terlihat merintih Fisiologis
kesakitan Subkategori:
b. An.P tampak gelisah Neurosensori
c. Tampak porsi makanan tidak (SDKI, 2017)
habis
d. An.P terlihat kesakitan
ketika mencoba menelan
makanan
e. Tampak bercak putih
dimulut dan tenggorokan
f. Hasil TTV =
TD: 100/65mmHg
S: 36,8oC
N: 98x/menit
RR: 28x/menit
SpO2: 97%
3. DS: Ketidakmampuan Defisit Nutrisi
Ibu An. P mengatakan nafsu menelan D.0019
makan anak menurun, sebelum makanan
sakit habis 1 porsi, ketika sakit Kategori:
nafsu makan menurun ½ porsi Fisiologis
tidak habis. Subkategori:
DO: Nutrisi dan Cairan
a. A = (SDKI, 2017)
1) BB SMRS 40 kg
2) BB MRS 37 kg
3) TB 148 cm
b. B = Hasil pmx. Lab DL
1) Leukosit: 27,6 10^3/uL
(4-11 10^3/uL)
2) Trombosit: 97,4
10^3/uL (Normal 150-
400 10^3/uL)
3) Hemoglobin: 12,7 g/dL
(Normal 12-15 g/dL)
4) Hematokrit: 41,2%
(Normal 35.0-47.0 %)
c. C =
1) Ada penurunan BB 3kg
2) Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
3) Rambut hitam mengkilat
4) Mukosa bibir lembab
5) Otot menelan lemah dan
nyeri
6) Terdapat bercak putih di
mulut dan tenggorokan
d. D =
Diit cair I (6 x 300cc)
4. Ibu pasien mengtakan anaknya Krisis Situasional Ansietas
sering menangis dan gelisah (D.0080)
karena penyakitnya
DO: Kategori:
a. An.P tampak gelisah Psikologis
b. An.P tampak merintih Subkategori:
kesakitan Integritas Ego
c. An.P cenderung lebih (SDKI, 2017)
banyak diam ketika ditanya
dan kurang aktif
5. DS: Kurang terpapar Defisit
a. Ibu pasien mengatakan tidak informasi Pengetahuan
berani memandikan anaknya (orang tua)
karna takut memperparah (D.0111)
kondisinya
b. Ibu pasien mengatakan tidak Kategori: Perilaku
paham tentang penyakit Subkategori:
yang diderita anaknya Penyuluhan dan
c. Ibu pasien mengatakan Pembelajran
sebelumnya tidak pernah (SDKI, 2017)
diberikan pendidikan
kesehatan tentang difteri
DO:
a. Orang tua pasien hanya
diam saat ditanya tentang
penyakit anaknya
b. Ibu pasien sering bertanya
tentang penyakit anaknya
6. Faktor Risiko: - Risiko Infeksi
a. Peningkatan paparan (D.0142)
organisme pathogen
lingkungan Kategori:
Lingkungan
Subkategori:
Keamanan dan
Proteksi
(SDKI, 2017)
PRIORITAS MASALAH
No Tanggal Nama
Diagnosa Keperawatan
. Ditemukan Teratasi Perawat
1. (D.0077) Nyeri Akut b.d Agen 3 Juni 2020 3 Juni 2020 Nwp
pencedera fisiologis (inflamasi)
2. (D.0063) Gangguan Menelan b.d 3 Juni 2020 3 Juni 2020 Nwp
Defek laring
3. (D.0032) Defisit Nutrisi b.d 3 Juni 2020 3 Juni 2020 Nwp
Ketidakmampuan menelan
makanan
6. (D.0142) Risiko Infeksi 3 Juni 2020 3 Juni 2020 Nwp
RENCANA KEPERAWATAN
No No.
Tgl/jam Tindakan Keperawatan TT Tgl/jam Catatan Perkembangan TT
. DX
1. 3 Juni 2020 3 Juni 2020
10.30 WIB 4 Cuci tangan sebelum kontak dengan Nw 13.30 WIB Diagnosa 1 Nyeri Akut Nw
pasien dan lingkungan pasien p S: p
Ibu An. P mengatakan anak mengeluh
10.32 WIB 1, Observasi tanda-tanda vital An.P nyeri telan
2, Hasil Nw P=
3, TD: 100/70 mmHg p Bercak putih di mulut dan teggorokan
4. S: 37ºC Q=
N: 97 x/menit Nyeri bertambah saat menelan makan
RR: 22 x/menit dan minum
SPO2: 98% R= Mulut sampai tenggorokan
S= Skala 5 (1-10)
10.34 WIB 1 Mengidentifikasi nyeri dengan T= Terus-menerus
menggunakan PQRST (lokasi, O:
karakteristik, durasi frekuensi, kualitas, Nw 1. An.P tampak meringis menahan
intensitas nyeri dan skala nyeri) p sakit
P: Bercak putih di mulut dan 2. An.P tampak merintih kesakitan
teggorokan 3. An.P tampak gelisah
Q: Nyeri bertambah saat makan dan 4. Tampak porsi makanan tidak habis
minum 5. Hasil TTV =
R: Mulut sampai tenggorokan TD: 100/70 mmHg
S: Skala 5 (1-10) S: 37oC
T: Terus-menerus N: 97x/menit
10.36 WIB 1 RR: 22x/menit
Mengidentifikasi respons nyeri non- SpO2: 98%
verbal An.P tampak meringis A:
menahan sakit dan merintih kesakitan Nw Masalah belum teratasi
10.38 WIB 1 p P:
Mengidentifikasi faktor yang Intervensi dihentikan pasien MRS di
memperberat dan memperingan Ruang Isolasi Pav 5
nyeri, An.P mengatakan ketika
menelan makanan dan minuman Nw Discharge planning dan berikan
10.40 WIB 2 p edukasi: Nw
Mengidentifikasi diet yang dianjurkan 1. Menerapkan terapi untuk p
Ibu px mengatakan diet yang mengurangi nyeri dengan
dianjurkan dari rumah sakit sebelumnya mendengarkan musik dan bermain
susu 6x300cc games dengan gadget
10.42 WIB 2 Nw 2. Melanjutkan imunisasi yang belum
Memonitor kemampuan menelan p lengkap
tampak menahan nyeri dan meringis 3. Membiasakan hidup bersih dan
kesakitan saat menelan makanan sehat, sering cuci tangan, menjaga
10.44 WIB 3 kebersihan lingkungan
Mengidentifikasi status nutrisi Keb. 4. Meningkatkan imunitas tubuh
Nutrisi dari rumah sakit sebelumnya Nw dengan makan-makanan yang
susu 6x300cc p mengandung nutrisi seimbang
10.46 WIB 3 5. Mendapatkan cukup istirahat dan
Mengidentifikasi alergi dan intoleransi mengurangi stress
makanan Ibu px mengatakan 6. Menjelaskan kepada ibu mengenai
anaknya tidak mempunyai alergi Nw keadaan anak, bahwa saat ini anak
makanan, minuman, dan obat-obatan p menderita sakit difteri, sehingga
10.48 WIB 3 memerlukan istirahat total, dirawat
Mengidentifikasi makanan yang disukai di ruang isolasi untuk mencegah
An.P mengatakan ayam goreng, nasi penularan
goreng, susu putih Nw 7. Menjelaskan bahwa anak akan
10.50 WIB 3 p mendapat suntikan antibiotik
Memonitor asupan makanan An.P selama 10 hari dan anti toksin
tampak hanya minum susu, tampak 8. Menjelaskan bahwa anak akan
makanan 1 porsi tidak habis dilakukan pengambilan usapan
10.52 WIB 3 tenggorok setiap hari untuk melihat
Memonitor berat badan BB sekarang Nw pertumbuhan kuman difteri, jika
37 kg p sudah tidak ada maka anak boleh
10.54 WIB 4 pindah ruangan
Memonitor hasil pemeriksaan 9. Menjelaskan tentang komplikasi
laboratorium, hasilnya: yang bisa terjadi pada difteri
Nw 3 Juni 2020
1) Leukosit: 27,6 10^3/uL (4-11 p 13.40 WIB Diagnosa 2 Gangguan Menelan
10^3/uL) S: Nw
2) Trombosit: 97,4 10^3/uL Ibu An. P mengatakan anak meolak p
(Normal 150-400 10^3/uL) untuk makan, An. P mengeluh sulit
3) Hemoglobin: 12,7 g/dL Nw menelan
(Normal 12-15 g/dL) p O:
4) Hematokrit: 41,2% (Normal 1. An.P terlihat merintih kesakitan
35.0-47.0 %) 2. An.P tampak gelisah
10.56 WIB 4 Nw 3. Tampak porsi makanan tidak habis
Memonitor tanda dan gejala infeksi p 4. An.P terlihat kesakitan ketika
lokal dan sistemik Leher An. P mencoba menelan makanan
tampak kemerahan, tidak gatal, sedikit
bengkak dan terdapat bercak putih pada 5. Tampak bercak putih dimulut dan
mulut dan tenggorokan tenggorokan
10.58 WIB 1 A:
Memberikan dan mengajarkan teknik Masalah belum teratasi
nonfarmakologis untuk mengurangi P:
rasa nyeri (terapi music dan bermain Intervensi dihentikan pasien MRS di
games gadget) Ruang Isolasi Pav 5
11.02 WIB 1
Menelaskan penyebab, periode, dan Discharge planning dan berikan
pemicu nyeri edukasi:
11.04 WIB 1 Nw 1. Melanjutkan imunisasi yang belum Nw
Menelaskan strategi meredakan nyeri p lengkap p
dengan mendengarkan music dan 2. Membiasakan hidup bersih dan
bermain games di gadget sehat, sering cuci tangan, menjaga
11.06 WIB 2 kebersihan lingkungan
Menganjurkan menciptakan lingkungan 3. Meningkatkan imunitas tubuh
yang menyenangkan selama makan Nw dengan makan-makanan yang
11.08 WIB 2 p mengandung nutrisi seimbang
Menganjurkan mengubah posisi yang 4. Mendapatkan cukup istirahat dan
nyaman untuk makan dan minum mengurangi stress
11.10 WIB 2,3 5. Menjelaskan kepada ibu mengenai
Menganjurkan untuk melakukan oral keadaan anak, bahwa saat ini anak
hygiene sebelum makan (jika perlu) Nw menderita sakit difteri, sehingga
11.12 WIB 3 p memerlukan istirahat total, dirawat
Menganjurkan keluarga menyediakan di ruang isolasi untuk mencegah
makanan dan minuman yang disukai penularan
Nw 6. Menjelaskan bahwa anak akan
11.14 WIB 3 Menganjurkan ibu untuk memberikan p mendapat suntikan antibiotik
makanan tinggi serat untuk mencegah selama 10 hari dan anti toksin
konstipasi 7. Menjelaskan bahwa anak akan
dilakukan pengambilan usapan
11.16 WIB 3 Menganjurkan ibu untuk makanan Nw tenggorok setiap hari untuk melihat
tinggi kalori dan tinggi protein p pertumbuhan kuman difteri, jika
sudah tidak ada maka anak boleh
11.18 WIB 3 Menganjurkan ibu untuk mematuhi diet pindah ruangan
yang diprogramkan kepada An.P Nw 8. Menjelaskan tentang komplikasi
p yang bisa terjadi pada difteri
11.20 WIB 4 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
3 Juni 2020 Diagnosa 3 Defisit Nutrisi
11.22 WIB 4 Mengajarkan cara mencuci tangan Nw 13.50 WIB S:
dengan benar p Ibu An. P mengatakan nafsu makan Nw
anak menurun, sebelum sakit habis 1 p
11.24 WIB 4 Menganjurkan ibu untuk meningkatkan porsi, ketika sakit nafsu makan
asupan nutrisi Nw menurun ½ porsi tidak habis.
p O:
11.26 WIB 4 Menganjurkan ibu untuk meningkatkan 1. A =
asupan cairan BB SMRS 40 kg
Nw BB MRS 37 kg
11.28 WIB 4 Melakukan cuci tangan sebelum dan p TB 148 cm
sesudah kontak dengan pasien dan 2. B = Hasil pmx. Lab DL
lingkungan pasien a. Leukosit: 27,6 10^3/uL (4-11
10^3/uL)
Nw b. Trombosit: 97,4 10^3/uL
p (Normal 150-400 10^3/uL)
c. Hemoglobin: 12,7 g/dL (Normal
12-15 g/dL)
Nw d. Hematokrit: 41,2% (Normal
p 35.0-47.0 %)
3. C =
a. Ada penurunan BB 3kg
Nw b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
p c. Rambut hitam mengkilat
d. Mukosa bibir lembab
Nw e. Otot menelan lemah dan nyeri
p f. Terdapat bercak putih di mulut
dan tenggorokan
4. D =
Nw Diit cair I (6 x 300cc)
p
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dihentikan pasien MRS
Nw di Ruang Isolasi Pav 5
p
Discharge planning dan berikan
edukasi:
Nw 1. Melanjutkan imunisasi yang belum Nw
p lengkap p
2. Membiasakan hidup bersih dan
sehat, sering cuci tangan, menjaga
kebersihan lingkungan
3. Meningkatkan imunitas tubuh
dengan makan-makanan yang
mengandung nutrisi seimbang
4. Mendapatkan cukup istirahat dan
mengurangi stress
5. Menjelaskan kepada ibu mengenai
keadaan anak, bahwa saat ini anak
menderita sakit difteri, sehingga
memerlukan istirahat total, dirawat
di ruang isolasi untuk mencegah
penularan
6. Menjelaskan bahwa anak akan
mendapat suntikan antibiotik
selama 10 hari dan anti toksin
7. Menjelaskan bahwa anak akan
dilakukan pengambilan usapan
tenggorok setiap hari untuk melihat
pertumbuhan kuman difteri, jika
sudah tidak ada maka anak boleh
pindah ruangan
8. Menjelaskan tentang komplikasi
yang bisa terjadi pada difteri