Anda di halaman 1dari 17

Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Penyakit Difteri

Dosen Pengampu :

Ana Farida Ulfa, S. Kep. Ners, M.Kep

Disusun oleh :

Shayla Nur Aida (7121003)

1
PROGRAM STUDI ILMU DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG

2022-2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan Kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya telah memenuhi tugas
kelompok ini untuk mata kuliah Keperawatan Anak dengan judul ” Asuhan
keperawatan pada penyakit difteri.”

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang tulus memberikan doa, saran dan makalah ini terselesaikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak jauh dari kata sempurna karena
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki akhir makalah ini
kami berharap semoga bermanfaat bagi perkembangan dan pendidikan.

Jombang, 9 Desember 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………...

DAFTAR ISI............................................................................................

BAB 1……………………………………………………….................

PENDAHULUAN…………………………………………………………..

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………

1.3 Tujuan penulisan……………………………………………..............................

BAB 2……………………………………………………….................................

TINJAUAN TEORI………………………………………………………………

2.1 Definisi difteri…………………………………………………………

2.2 Etiologi…………………………………………………………………..

2.3 Manifestasi klinis……………………………………………………………...

2.4 Patofisiologi………………………………………………………...

2.5 Pathway difteri………………………………………………………

2.6 Pemeriksaaan penunjang………………………………………………

2.7 Komplikasi…………………………………………………………………….

2.8 Penatalaksanaan…………………………………………………………….

BAB 3…………………………………………………….................................

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ……………………...

3.1 Pengkajian keperawatan…………………………………….............................

3.2 Diagnosa keperawatan…………………………………………………………

3.3 Intervensi keperawatan……………………………………………………...

3
3.4 Implementasi keperawatan…………………………………………………….

3.5 Evaluasi keperawatan…………………………………………………….

BAB 4………………………………………………….................................

PENUTUP……………………………………………………………………..

4.1 Kesimpulan………………………………………………………………...

4.2 Saran …………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………….................................

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious
disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium
diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama
bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan
laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara
yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui
batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10
% kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian.
Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum
dari kematian bayi dan anak - anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada
daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu,
menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang
kesehatan kita.
1.2 Rumusan Masalah
1. Adapun rumusan masalah diantaranya sebagai berikut :
2. Apa saja tinjauan teori difteri?
3. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pasien dengan difteri?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan diantaranya sebagai berikut
1. Untuk mengetahui tinjauan teori difteri
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pasien dengan difteri

5
BAB 2

TINJAUAN TEORI 

2.1 Definsi
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil
toksik (racun) Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008). Difteri adalah
infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae
dengan bentuk basil batang gram positif (Jauhari,nurudin. 2008). Difteri
adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun
Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008). Difteri di kenal sebagai
sebuah pembunuh utama yang menyebabakab ribuan kasus kematian pada
anak.Tingkat mortalitas mulai menurun drastic pada abad ke 21 setelah di
perkenalkanya program imunisasi dan peningkatan taraf hidup
2.2 Etiologi
Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan
melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun
makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri ini
berkembangbiak pada atau disekitar selaput lendir mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan peradangan. Pewarnaan sediaan langsung dapat dilakukan
dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan
dengan sediaan langsung dari lesi.Penyakit difteri di sebabkan terutama oleh
eksoto yang berhasil oleh C,diphtheria.Toksin hanya diproduksi jika bakteri
C. diphtheria diinfeksi oleh virus spesipik yang membawa informasi genetic
toksin terdapat empat stain C,diphtheria yaitu gravis intermedius,mitis dan
belfanti.semua strain ini dapat memproduksi toksin dan menyebabkan
penyakit difteri pada kulit.
2.3 Manifestasi Klinis
1. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius,
2. Batuk dan pilek yang ringan.
3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
4. Mual, muntah , sakit kepala.
5. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu
abuan kotor.

6
2.4 Patofisiologi
Menempelnya Corynobacterium diphteriaa pada sel epitel mukosa merupakan
dasar patofisiologi difteri. Bakteri ini kemufian akan melepasakan eksotoksin
dari ensosomnya yang menyebabkan reaksi inflamasi local diikuti pengurusan
jaringan dan nekrosisBasil hidup dan berkembangbiak pada traktus
respiratorius bagian atas terutama bila terdapat peradangan kronis pada tonsil,
sinus, dan lain-lain. Selain itu dapat juga pada vulva, kulit, mata, walaupun
jarang terjadi. Pada tempat-tempat tersebut basil membentuk pseudomembran
dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran timbul lokal kemudian menjalar
kefaring, tonsil, laring, dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening
sekitarnya akan membengkak dan mengandung toksin. Eksotoksin bila
mengenai otot jantung akan menyebabkan miokarditis toksik atau jika
mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul paralysis terutama otot-otot
pernafasan. Toksin juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan
ginjal, yang dapat menimbulkan nefritis interstitialis. Kematian pasien difteria
pada umumnya disebabkan oleh terjadinya sumbatan jalan nafas akibat
pseudomembran pada laring dan trakea, gagal jantung karena miokardititis,
atau gagal nafas akibat terjadinya bronkopneumonia.
Penularan penyakit difteria adalah melalui udara (droplet infection), tetapi
dapat juga melalui perantaraan alat atau benda yang terkontaminasi oleh
kuman difteria.Penyakit dapat mengenai bayi tapi kebayakan pada anak usia
balita. Penyakit Difteria dapat berat atau ringan bergantung dari virulensi,
banyaknya basil, dan daya tahan tubuh anak. Bila ringan hanya berupa
keluhan sakit menelan dan akan sembuh sendiri serta dapat menimbulkan
kekebalan pada anak jika daya tahan tubuhnya baik. Menurut Iwansain,
2008.

7
2.5 Pathway

8
2.6 Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium: Apusan tenggorok terdapat kuman
Corynebakterium difteri (Buku kuliah ilmu kesehatan anak, 1999).
B. Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan
leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar
albumin. Pada urin terdapat albuminuria ringan (Ngastiyah, 1997).
C. Pemeriksaan bakteriologis mengambil bahan dari membrane atau bahnan
di bawah membrane, dibiak dalam Loffler, Tellurite dan media blood
( Rampengan, 1993 ).
D. Lekosit dapat meningkat atau normal, kadang terkadi anemia karena
hemolisis sel darah merah (Rampengan, 1993 )
E. Pada neuritis difteri, cairan serebrospinalis menunjukkan sedikit
peningkatan protein (Rampengan, 1993 ).
F. Schick Tes: tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita, suatu
pemeriksaan swab untuk mengetahui apakah seseorang telah mengandung
antitoks
2.7 Komplikasi
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal
ataupun organ lainnya:
1. Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung
2. Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi
tidak terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu.
Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan
3. Kerusakan ginjal (nefritis).
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan
EKG yang dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan
minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan
pengobatan spesifik. Pengobatan spesifik untuk difteri :
1. ADS (Antidifteri serum),20.000 U/hari selama 2 hari berturut-
turut dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata. Antibiotik,
diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas

9
demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan
kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
2. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang
sangat membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari
selama 3-4 minggu.

10
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Identitas klien
- Umur : Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang
ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada orang
dewasa diatas 15 tahun
- Suku bangsa : Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara
miskin
- Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat
pemukiman yang rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas
kesehatan yang kurang
B. Keluhan utama
Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia, lemah
C. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia
D. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan
saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
F. Pola Fungsi Kesehatan
- Pola nutrisi dan metabolism
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia
- Pola aktivitas
Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam
- Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur

11
- Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah
asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia

G. Pemeriksaan fisik
a. Pada diphteriae tonsil — faring
1. Malaise
2. Suhu tubuh < 38,9 º c
3. Pseudomembran ( putih kelabu ) melekat dan menutup tonsil dan
dinding faring
4. Bulnec
5. Diphteriae laring
6. Stridor
7. Suara parau
8. Batuk kering
9. Diphteriae hidung ringan
10. Sekret hidung serosanguinus mukopurulen
11. Lecet pada nares dan bibir atas
12. Membran putih pada septum nasi
3.2 Diagnosa
1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
3. Ganguan menelan berhubungan dengan Anomali jalan nafas
3.3 Intervensi
Diagnosa keperawatan : Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan
hambatan upaya nafas di tandai dengan pola nafas abnormal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam, Diharapkan pola nafas tidak
efektif membaik
Kriteria hasil :
1. Dispnea membaik
2. Kapasitas vital membaik
3. Pernafasan cuping hidung membaik

12
Intervensi : Manajemen jalan napas

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas.

Tindakan :

Observasi

1. monitor pola napas (frekuensi,kedalaman,usaha napas)


2. monitor bunyi napas tambahan(mis,gurgling,mengi, wheezing,ronkhi
kering)
3. monitor sputum (jumlah,warna,aroma)

Terapeutik

1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-tilt (jaw-


thrust jika trauma servikal)
2. Posisikan semi Fowler atau Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,jika perlu
5. Lakukan pengisapan lendir kurang 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum pengisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi


2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran,muk olotik,jika perlu

13
Diagnosa keperawatan : Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan makanan ditandai dengan nafsu makan menurun.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1x24jam Diharapkan status nutrisi


membaik

Kriteria hasil :

1. Kekuatan otot mengunyah membaik


2. Kekuatan otot menelan membaik
3. Nafsu makan membaik

Intervensi : Manajemen Nutrisi

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelolah asupan nutrisi yang seimbang

Tindakan :

Observasi

1. Identifikasi status nutrisi


2. Identifikasi alaergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
4. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
5. Monitor asupan makanan
6. Monitor berat badan
7. Monitor hasil pemeriksa laboratorium

Terapeutik

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan,jika perlu


2. Fasilitas menentukan pedoman diet (mis,piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,jika perlu

14
7. Hentikan pemberian makanan melalaui selang nasogatrik jika perlu asupan
oral dapat ditoleransi

Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk, ujika mampu


2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1. Kolaborasikan pemberian medikasi sebelum makan (mis,pereda


nyeri,antiemetic),jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang di butuhkan ,jika perlu
3.4 Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam
rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan
dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan
kesehatan (Ali 2016).
3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan
proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi
(Ali 2016).

15
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
DIFTERI sangat rentang pada usia bayi dan anak seperti yang telah di
jelaskan sebelumnya bahayanya baik pada anak desa.proses penularan
oleh infeksi bakteri corynebacterium diphtheria yaitu kuman yang
menginfeksi saluran pernafasan . Penularan difteri dapat kontak
hubungan dekat,melalui udara yang tercemas melalui udara oleh karier
atau penderita yang akan sembuh juga melalui batuk dan bersin
penderita
4.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca .Makalah ini sangat jauh dari
kata sempurna maka sangat diperlukan kritik dan saran bagi penyempurnaan
makalah ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/498842226/ASKEP-DIFTERI

STANDART DIAGNOSA KEPERAWATAN INDONESIA

STANDART INTERVENSI KEPERAWATAN INDONESIA

STANDART LUARAN KEPERAWATAN INDONESIA

17

Anda mungkin juga menyukai