Anda di halaman 1dari 18

REFARAT

Bronkopneumonia
(Diagnosis dan Tatalaksana Pada Anak)

Pembimbing:
dr. Indah Nur Lestari, M. Ked(Ped), Sp.A

Oleh:
Awi Tifani M. Hrp 160100076

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat ini dengan judul “Bronkopneumonia
(Diagnosis dan Tatalaksana Pada Anak)”.Tujuan penulisan refarat ini adalah untuk melengkapi
persyaratan Kepaniteraan. Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penulisan refarat ini dapat diselesaikan
karena adanya bimbingan, petunjuk, nasihat dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter ruangan, chief of ward dan dokter
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
isi maupun susunan bahasanya. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai masukan dalam penulisan makalah selanjutnya. Semoga laporan kasus ini
bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, 12 September 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR............................................................................................ii
DAFTARISI...........................................................................................................iii
DAFTARTABEL..................................................................................................iv
DAFTARGAMBAR..............................................................................................v
BAB1PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 LatarBelakang............................................................................................1
1.2 TujuanPenulisan........................................................................................2
1.3 ManfaatPenulisan..................................................................................... 2
BAB IITINJAUANPUSTAKA.............................................................................3
2.1 Defenisi.....................................................................................................3
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko........................................................................3
2.3 Patogenesis................................................................................................5
2.4 Manifestasi Klinis ....................................................................................7
2.5 Diagnosis ..................................................................................................8
2.6 Diagnosis Banding .................................................................................11
2.7 Komplikasi .............................................................................................12
2.8 Tatalaksana .............................................................................................13
2.9 Pencegahan ..........................................................................................15

DAFTARPUSTAKA...............................................................................................17

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pneumonia merupakan istilah yang mencakup setiap keadaan radang


paru dimana beberapa atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel
darah. Pneumonia merupakan masalah kesehatan dunia karena angka
kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju
seperti Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Eropa.1

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-
anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi
pada anak di bawah umur 2 tahun. Pneumokokus merupakan penyebab utama
pneumonia. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun
dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu
disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak
remaja, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil
dan bayi2.

Secara anatomis pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris,


pneumonia intersisial dan bronkopneumonia, diantaranya jenis yang terbanyak
diderita neonatus dan anak adalah bronkopneumonia. Bronkopneumonia adalah
peradangan akut bronkiolus yang ditandai dengan bercak-bercak infiltrat di
alveoli paru yang mempengaruhi satu atau lebih situs paru dan dapat pula
melibatkan bronkiolus terminal. Bronko pneumonia pada anak sering
disebabkan oleh infeksi bakteri (Streptococcus, Staphylococcusatau H.
influenzae)2.

6
Pada neonatus penyebabnya adalah Streptokokus group B, Respiratory
Sincytial Virus (RSV). Sedangkan pada bayi yaitu Parainfluensa, H. Influenza,
Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus. Penyebab organisme atipikal yaitu
Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Pada anak-anak yaitu Parainfluensa,
Influensa Virus, Adenovirus, RSV. Sedangkan organisme atipikal yaitu
Mycoplasma pneumonia. Penyebab bakteri pada anak-anak yaitu
Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis. Pada anak besar sampai dewasa
muda penyebab organisme atipikal yaitu Mycoplasma pneumonia, C.
trachomatis. Sedangkan penyebab bakterinya adalah Pneumokokus, Bordetella
pertusis, M. Tuberculosis3.

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan


utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita).
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang
dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar
terjadi di Asia Tenggara dan negara-negara berkembang3.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari pembuatan refarat ini adalah:

1. Dapat mengerti dan memahami tentang Bronkopneumonia (Diagnosis dan


Tatalaksana Pada Anak)
2. Dapat menerapkan teori terhadap pasien Bronkopneumonia (Diagnosis dan
Tatalaksana Pada Anak) Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan
Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

.
1.3 MANFAAT PENULISAN

Refarat ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan


pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan

7
wawasan kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami
tentang Bronkopneumonia (Diagnosis dan Tatalaksana Pada Anak).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan

pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan

juga mengenai alveolus di sekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan

balita. Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang

melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-

bercak (patchy distribution). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut

pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil

disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi

jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat3


.

2.2 Etiologi

Penyebab terjadinya Bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri seperti

diplococus pneumonia, pneumococcus, stretococcus, hemoliticus aureus,

haemophilus influenza, basilus friendlander (klebsial pneumoni),

mycobacterium tuberculosis, disebabkan oleh virus seperti respiratory syntical

8
virus, virus influenza dan virus sitomegalik, dan disebabkan oleh jamur seperti

citoplasma capsulatum, criptococcus nepromas, blastomices dermatides,

aspergillus Sp, candinda albicans, mycoplasma pneumonia dan aspirasi benda

asing4
. Bronkopnemonia seringnya disebabkan oleh bakteri. Bakteri-bakteri ini mampu
menyebar dalam jarak dekat melalui percikan ludah saat penderita bersin atau batuk,
yang kemudian terhirup oleh orang disekitarnya. Inilah sebabnya lingkungan menjadi
salah satu factor risiko berkembangnya bronkopnemonia 5. Salah satu penyebab
Bronkopneumonia menyebabkan perbedaan gejala dan perawatan. Salah satu penyebab
yaitu bakteri yang dimana ketika respon kekebalan alami tubuh menurun karena
penyakit, bakteri normal mulut dan tenggorokkan akan berkembang dan menyebabkan
salah satu lobus yang terinfeksi kemudian mengisi paru-paru dengan nanah dan cairan.
Sehingga mempengaruhi paru-paru yang menyebabkan pertukaran oksigen dan
karbondioksida. Penyebab ini dapat mengganggu okigenasi jaringan serta meningkatkan
kerja miokard dalam pemenuhan suplai oksigen dalam darah 6.

2.3 Patofisiologi

Bronkopneumonia adalah infeksi yang disebabkan oleh virus penyebab


bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernapasan sehingga terjadi
peradangan broncus, alveolus dan jaringan sekiratnya. Inflamasi pada bronkus
ditandai dengan penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif,
ronchi positif serta mual. Setelahnya, mikroorganisme tiba di alveoli dan
membentuk proses peradangan yang meliputi empat stadium diantaranya:
a. Stadium I Kongesti (4-12 jam)
Stadium ini terjadi hiperemia yang mengacu pada respon
peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah yang baru terinfeksi.
Ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler pada
tempat infeksi. Hiperemia terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator ini mencangkup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen

9
bekerja dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan meningkatkan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Terjadi penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus menyebabkan
meningkatnya jarak yang harus ditempuholeh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglibin.
b. Stadium II Hepatisasi (48 jam)
Stadium ini disebut juga hepatisasi merah , terjadi sewaktu alveolus
terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan penjamu
(host) sebagai bagian dari reaksi peradanagan. Lobus yang terkena akan
memadat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah. Pada stadium ini udara alveoli tidak
ada atau minim sehingga anak akan bertambah sesak.
c. Stadium III Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)
Terjadi disaat sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada tahap ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Eritrosit di alveoli mulai
diresorpsi, lobus tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV Resolusi (7-12 hari)
Terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa dari sel
fibrin dan eksudat lisis serta resorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula. Inflamasi pada bronkus ditandai dengan
adanya penumpukan sekret, demam, batuk produktif, ronchi positif dan
mual7.

2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari bronchopneumonia yaitu8:

10
a. Biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas selama beberapa hari.
b. Demam (390 -400C) kadang-kadang disertai dengan kejang karena demam yang
tinggi.
c. Anak sangat gelisah, adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang
dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
d. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut.
e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
f. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi.

2.5 Klasifikasi

WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih


sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan9:

1. Bronkopneumonia sangat berat:

Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.

2. Bronkopneumonia berat:

Bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.

3. Bronkopneumonia:

Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat yakni >60
x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50 x/menit pada anak
usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5 tahun.

4. Bukan bronkopneumonia:

Hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti di atas, tidak perlu
dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.

2.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut:

11
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2. Demam
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan) 10.
Diagnosis pada pneumonia didasarkan pada gejala klinis berupa batuk,
dan kesukaran bernapas. Dapat dilihat pada gambaran rontgen thoraks pasien
bronkopneumonia didapatkan gambaran infiltrat pada paru-paru 11 Gambaran
infiltrat merupakan gambaran terperangkapnya udara pada bronkus karena tidak
adanya pertukaran pada bronkus. Gambaran infiltrat ini merupakan gambaran
khas pada bronkopneumonia12.
a. Gambaran Klinis. Pada diagnosis ini bronkopneumonia dapat dilakukan dengan
melihat hasil dari gambaran klinis, melalui:
b. Pemeriksaan Fisik.
Ditemukan retraksi otot epigastrik, intercostals, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung pada saat inspeksi. Tanda objektif yang
merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada,
penggunaan otot pernafasan tambahan yang terlihat dan cuping hidung,
orthopnea dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura
yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas
menyebabkan retraksi pada bagian-bagian tertentu yang mudah terpengaruh
pada dinding dada, yaitu jaringan ikat interkostal dan subkostal, dan fossa
supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang
melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.
Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana pada jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua
sehingga jaringan tersebut mudah terlihat. Pada bronkopnemonia auskultasi
ditemukan rales/ronki basah. Ronki basah merupakan suara napas tambahan
berupa vibrasi terputus-putus akibat getaran yang terjadi karena adanya cairan
dalam jalan napas dilalui oleh udara.
c. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memperkuat hasil diagnosa.

12
Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu:
 Gambaran Radiologis.
Foto thoraks merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan air bronkogram, penyebab bronkogenik dan intertisial.
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu merupakan
peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang
berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi
bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan
biasanya bersifat bilateral. Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus
bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan
halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat
pada lobus bawah.
 Pemeriksaan Laboratorium.
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan
bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi
20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat
15.000-40.000/mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri yang menandakan infeksi bakteri serta
peningkatan LightEmitting Diode (LED)11

2.7 Diagnosis Banding


a. Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut
yang ditandai dengan inflamasi pada bronkiolus. Bronkiolitis adalah
infeksi saluran napas kecil atau bronkiolus yang disebabkan oleh virus,
biasanya dialami lebih berat pada bayi dan ditandai dengan obstruksi
saluran napas dan mengi. Manifestasi klinik dari bronkiolitis akut
biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas, disertai
dengan batuk, pilek beberapa hari, biasanya disertai kenaikan suhu atau
hanya subfebris. Anak mulai menderita sesak nafas. Semakin lama
semakin berat, pernafasan dangkal dan cepat, disertai serangan batuk.
Terlihat juga pernafasan cuping hidung disertai retraksi intercostal dan
suprasternal, anak menjadi gelisah dan sianotik. Pada pemeriksaan
terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium memenjang disertai mengi
(Wheezing). Bronkopneumonia dapat ditemukan pada bronkiolitis namun

13
biasanya pada bronkiolitis akut didahului dengan batuk kering disertai
demam yang tidak terlalu tinggi11
b. Bronkitis Akut
Bronkitis akut adalah proses inflamasi selintas yang mengenai
trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk,
serta biasanya akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu. Walaupun
diagnosis bronkitis akut seringkali dibuat, pada anak keadaan ini agaknya
bukan merupakan suatu penyakit tersendiri, tapi berhubungan dengan
keadaan lain seperti asma dan fibrosis kistik. Bronkitis akut umumnya
disebabkan oleh virus. Bronkitis akut karena bakteri biasanya dikaitkan
dengan Mycoplasma pneumoniae, Bordetella pertussis, atau
Corynebacterium diphtheriae. Bronkitis pada anak mungkin tidak
dijumpai sebagai wujud klinis tersendiri dan merupakan akibat dari
beberapa keadaan pada saluran respiratori atas dan bawah yang lain.
Manifestasi klinis biasanya terjadi secara akut mengikuti suatu infeksi
respiratori atas karena virus, atau secara kronis mendasari penyakit asma,
fibrosis kistik, aspirasi benda asing, defisiensi imun, immotile cilia
syndrome, serta penyakit lainnya. Diagnosis bronkitis sering ditegakkan
dalam praktek sehari-hari, sehingga seharusnya bronkitis dapat
dibedakan dan ditetapkan dengan mudah. Akan tetapi, manifestasi utama
yang paling menonjol pada penyakit ini adalah batuk, yang bukan
merupakan gejala spesifik dan dapat merupakan gejala/bagian dari
berbagai penyakit respiratori ataupun nonrespiratori. Hingga saat ini, uji
diagnostik spesifik noninvasif untuk mendiagnosis penyakit ini pada
anak masih belum ada.

2.9 Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
a. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk
hilang
b. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm
rongga pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang
d. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
e. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak13

2.10 Tatalaksana
Kriteria Rawat Inap Bayi:
 Saturasi oksigen ≤92%, sianosis
 Frekuensi nafas >60x/menit
 Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
 Tidak mau minum/menetek

14
 Keluarga tidak bias merawat dirumah
Kriteria Rawat Inap Anak:
 Saturasi oksigen 50x/menit
 Distres pernapasan
 Grunting
 Terdapat tanda dehidrasi
 Keluarga tidak bisa merawat dirumah
Tatalaksana Umum

Penatalaksanaan umum Pasien dengan saturasi oksigen <92% saat


bernafas + udara ruangan harus diberikan terapi oksigen dengan kanula
hidung, head box, atau hood untuk menjaga saturasi oksigen> 92%

 Pada pneumonia berat atau asupan oral yang tidak mencukupi,


cairan intravena diberikan dan melakukan keseimbangan cairan
yang ketat.
 Fisioterapi dada tidak berguna dan tidak direkomendasikan untuk
anak-anak dengan pneumonia.
 Antipiretik dan analgesik dapat diberikan untuk menjaga
kenyamanan pasien dan mengendalikan batuk.
 Nebulisasi dengan agonis B2 dan / atau NaCI dapat diberikan
untuk meningkatkan klirens mukosiliar.

 Pasien yang menerima terapi oksigen harus diobservasi setidaknya


setiap 4 jam, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.

Pemberian Antibiotik
 Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral
pada anak <5 tahun karena efektif melawan sebagian besar
patogen yang menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi
dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav,
ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin.
 M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua
maka antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan
pertama secara empiris pada anak 25 tahun
 Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia
dicurigai sebagai penyebab
 Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.
pneumoniae sangat mungkin sebagai penyebab.
 Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, makrolid yang
diberikan atau kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin
 Antibiotik intravena yang diberikan pada pasien pneumonia
yang tidak dapat menerima obat per oral (misal karena muntah)

15
atau termasuk dalam derajat pneumonia berat
 Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan
kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan
cefotaxime
 Pemberian antibiotik oral harus diberikan jika terdapat
perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena

Nutrisi
 Pada anak dengan pernapasan berat, memberikan makanan per oral
harus dihindari. Makanan dapat diberikan melalui nasogastric tube
(NGT) atau intravena.Tetapi harus diingat bahwa pemasangan
NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada bayi / anak
dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan,
sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.
 Perlu dilakukan pemantauan balans cairan yang ketat agar anak
tidak mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat
peningkatan sekresi hormon antidiuretik14.

2.11 Edukasi

Edukasi pada keluarga pasien tentang penyakit bronkopneumonia dan


adanya faktor predisposisi riwayat prematur, memberikan dukungan pada
keluarga untuk meningkatkan status gizi pasien supaya daya tahan tubuh pasien
bertambah.
Intervensi terhadap faktor internal dan eksternal penting untuk dilakukan.
Edukasi kepada ibu dan anggota keluarga pasien yang tinggal 1 rumah mengenai
penyakit pasien berupa bronkopneumonia erat kaitannya dengan kebersihan
udara sekitar. Keluarga diharapkan memahami pentingnya memberi perhatian
pada pasien bila pasien mengalami batuk pilek. Evaluasi follow up diperoleh
hasil sebagai berikut: Pertama, keluhan sesak pasien berkurang. Ditandai
respiratory rate pasien berkurang dan retraksi dada serta nafas cuping hidung
pasien hilang15.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Pramono B, Irawan D, Sukmawardani M, RIZQI NU. Hubungan Usia dan Tingkat Eosinofil Pasien Bronko Pneumonia Pada Balita di
RS Islam Surabaya. Jurnal Keperawatan Universitas Muhammadiyah Bengkulu. 2019;7(1)

2. Suartawan IP. BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK USIA 20 BULAN. JURNAL KEDOKTERAN. 2019 Nov 18;5(1):198-206.

3. Roro RW, Noviana HS. Bayi Usia 28 Hari dengan Bronkopneumonia. Jurnal Agromedicine. 2018 Dec 1;5(2):648-54.

4. Wahyuni NM. Gambaran Asuhan Keperawatan pada Anak Bronkopneumonia dengan


Gangguan Pertukaran Gas di Ruang Cilinaya RSUD Mangusada Badung Tahun
2018 (Doctoral dissertation, Jurusan Keperawatan 2018).
5. Alaydrus S. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Anak Penderita Bronkopneumonia Di Rumah Sakit
Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2017. Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia. 2018 Dec 31;4(02):83-93.

6. FADHILAH DS. PENGARUH TERAPI SLOW DEEP BREATHING (MENIUP BALING-BALING) TERHADAP


SATURASI OKSIGEN PASIEN BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK DI RUANG ALAMANDA RSUD Dr. H.
ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2019 (Doctoral dissertation, Poltekkes Tanjungkarang).

7. Cahyadiningrum AA. GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK BRONKOPNEUMONIA


DENGAN BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF DI RUANG KASWARI RSUD WANGAYA TAHUN
2019 (Doctoral dissertation, Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar Jurusan Keperawatan).

8. Purnama I. KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


BRONKOPNEUMONIA DENGAN DEFISIT NUTRISI DI RUANG CILINAYA RSD MANGUSADA BADUNG
TAHUN 2020 (Doctoral dissertation, Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan).

9. Samuel A. Bronkopneumonia on pediatric patient. Jurnal Agromedicine. 2014 Nov 1;1(2):185-9.


10. Birth P. Manajemen Bronkopneumonia pada Bayi 2 Bulan dengan Riwayat Lahir Prematur.
11. Krisdayanti DS. IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIBIOTIK PADA PENYAKIT BRONKOPNEUMONIA DI
INSTALASI RAWAT INAP RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2017-2018 (Doctoral
dissertation, Universitas Setia Budi).

12. Wulan AJ. Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek. Jurnal Medula.
2017 Apr 14;7(2):6

13. Safi’i AP. Asuhan Keperawatan Pada An. J dan An. Z Bronkopneumonia dengan Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018.

14. IDA
15. Sakina M, Larasati TA. Manajemen Bronkopneumonia pada Bayi 2 Bulan dengan Riwayat Lahir Prematur.
Jurnal Medula. 2016 Jan 1;4(3):104-9.

17

Anda mungkin juga menyukai