Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

PKMRS
FAKULTAS KEDOKTERAN
OKTOBER 2016
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BRONKOPNEUMONIA

Oleh :
Omar Nafiis Bin Hairuddin
C111 12 803
Pembimbing :
dr. Ikhsan Ali
dr. Dyah Aditya IKP
Supervisor:
dr. Rachmawaty, Sp.A (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU
KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN

1
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Omar Nafiis Bin Hairuddin

NIM : C111 12 803

Judul : Bronkopneumonia

Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas


Hasanuddin

Telah menyelesaikan tugas PKMRS dalam rangka


kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar,
15 Oktober
2016

Pembimbing I
Pembimbing II

dr. Ikhsan Ali dr. Dyah

2
Aditya IKP

Supervisor

dr. Rachmawaty, Sp.A (K)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah, rahmat
dan izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul
Bronkopneumonia sebagai salah satu tugas dalam menyelesaikan
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak. Penulis berharap tugas ini
dapat bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai
Bronkopneumonia dan gejala gejala bronkopneumonia pada anak sehingga
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas anak karena
Bronkopneumonia.

Selesainya penyusunan referat ini adalah berkat bimbingan, kerjasama,


serta bantuan moril dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya secara tulus
dan ikhlas kepada yang terhormat:
1. dr. Rahmawaty G,M kes, Sp.A (K) selaku supervisor pembimbing,
dr. Ikhsan Ali serta dr. Dyah Aditya selaku residen pembimbing
atas kesediaan, keikhlasan, dan kesabaran meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
penyusunan referat ini.
2. Orang tua penulis dan keluarga yang senantiasa memberikan
dukungan doa, moril, dan materil selama penyusunan referat ini.

3
3. Teman-teman Sejawat yang saat ini sedang bersama-sama
menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak
serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat
ini.

Penulis menyadari dalam referat ini tidak luput dari


ketidaksempurnaan. Namun, penulis telah berusaha menyusun referat ini
dengan komprehensif berdasarkan berbagai referensi baik dari buku maupun
jurnal. Semoga dapat menjadi bahan introspeksi dan motivasi bagi penulis ke
depannya.Akhir kata, semoga yang penulis lakukan ini dapat bermanfaat dan
mendapat berkah dari Allah SWT.
Makassar, 15 Oktober 2016

Penulis

iii

DAFTAR ISI

4
HALAMAN JUDUL.. i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR............ iii
DAFTAR ISI.............. v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
i. Definisi ..................................... 1
ii. Epidemiologi..................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA 3
iii. Etiologi........................................................... 3
iv. Anatomi & Fisiologi.............................. 4
v. Patofisiologi. ...............................................7
vi. Klasifikasi............................................9
vii. Diagnosa ...10
viii. Penatalaksanaan.13
ix. Komplikasi.15
x. Prognosis15
xi. Pencegahan.16
III. KESIMPULAN 17
DAFTAR PUSTAKA.........18

5
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

i. Definisi
Pneumonia adalah penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.1 Pneumonia merupakan peradangan yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, protozoa).2
Bronkopneumonia adalah salah satu gambaran radiologi bagi
pneumonia yang ditandai dengan inflammasi suppuratif peribronchiolar dan
bercak-bercak konsolidasi di satu atau lebih lobule paru akibat respon dari
infeksi.

ii. Epidemiologi
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang
terbanyak didapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di seluruh
dunia. Angka kematian di Inggris sekitar 5-10%. Sekitar 80% dari seluruh
kasus baru yang berhubungan dengan infeksi saluran napas terjadi di
masyarakat (community-acquired) atau di dalam rumah sakit (hospital-
acquired).3,4 Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih sering terkena
dibanding perempuan. Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa
saja, meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak.3,5,6 Di Amerika
Serikat pneumonia mencapai 13% dari penyakit infeksi saluran napas pada
anak dibawah 2 tahun.3 UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia
meninggal karena penyakit pneumonia setiap tahun. Kasus pneumonia di
negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi juga lebih berat
dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 1-5
tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan
oleh bakteremia oleh karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus
aureus, tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan
kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas, pneumonia merupakan
seperempat penyebab kematian pada anak dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di
negara berkembang. Di negara dengan 4 musim, banyak terdapat pada musim
dingin sampai awal musim semi sedangkan di negara tropis pada musim
hujan.3 Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, menunjukkan prevalensi nasional Infeksi saluran Pernapasan Akut
(ISPA) 25,5 %, angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada bayi 2,2 %,
balita 3% dan angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%.4

II. TINJAUAN PUSTAKA

iii. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme
yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh
bakteri. Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram negatif
Streptococcus pneumoniae. Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda
sesuai dengan distribusi umur pasien dan keadaan klinis terjadinya infeksi. 3
Pada beberapa kota di Indonesia, bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan
dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri gram negatif.4
Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme gram positif atau
gram negatif seperti : Streptococcus pneumoniae (pneumokokus),
Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia,
Haemophilus influenza.4
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, Rhinovirus,
Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus.4
Jamur
Aspergilus, Fikomisetes, blastomisetes dermatitidis, Histoplasma
kapsulatum.4
Etiologi menurut umur, dibagi menjadi4:
1. Bayi baru lahir (neonatus - 2bulan)
Organisme saluran genital ibu: Streptococcus Grup B, Escheria Coli
dan kuman gram negatif lain.
2. Usia 2-12 bulan
Staphylococcus aureus dan Streptococcus Grup A tidak sering terjadi
tetapi fatal. Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan
pertusis.
3. Usia 1-5 tahun
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza, Streptococcus
Grup A, Staphylococcus aureus tersering dan Chlamydia pneumonia
banyak pada usia 5-14 tahun (disebut pneumonia atipikal).
4. Usia sekolah dan remaja
Sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Streptococcus
Grup A, dan Mycoplasma pneumoniae ( pneumonia atipikal).
Lokasi Sumber Penyebab
Masyarakat (community-acquired) Streptococcus pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Rumah Sakit (hospital-acquired) Basil usus gram negatif (misal, Escherchia
coli, Klebsiella pneumoniae)
Pseudomonas aeruginosa
Staphylococcus aureus
Tabel 1 Penyebab paling sering pneumonia yang di dapat di masyarakat (komunitas)
dan nasokomial (rumah sakit)7

iv. Anatomi dan Fisiologi


Sistim respirasi pada tubuh termasuk didalamnya diafragma dan otot
dada, hidung dan mulut, faring dan trakea, bronkus dan paru.9 Paru merupakan
organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya berada di rongga thorax.
Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul dan menjorok ke atas
masuk sekitar 2,5 cm diatas klavikula, fascies costalis yang konveks, yang
berhubungan dengan dinding dada dan fascies mediastinalis yang konkaf
membentuk cetakan perikardium dan struktur mediastinum lain. Sekitar
permukaan kiri, terdapat hillus pulmonis, suatu lekukan dimana bronkus,
pembuluh darah masuk ke paru untuk membentuk radix pulmonis. 8 Pembuluh
darah, jantung dan otak juga berpengaruh dalam sistim respirasi. Pembuluh
darah mengambil oksigen dari paru kemudian membawanya ke seluruh tubuh
dan mengambil karbon dioksida dari seluruh tubuh. Jantung berperan dalam
memompa darah keseluruh tubuh dengan kecepatan dan tekanan yang sesuai.
Sedangkan otak dan sistim nervus autonom mengatur agar proses ini berjalan
dengan baik.9
Gambar 1 Sistim Respirasi9
Udara yang mengandung oksigen masuk ke dalam tubuh melalui
hidung dan mulut. Setelah itu melalui faring atau tenggorokan menuju trakea.
Kemudian trakea dibagi menjadi 2 buah bronkus (kanan dan kiri) yang akan
menuju ke paru. Bronkus akan dicabangkan menjadi cabang yang lebih kecil
yaitu bronkiolus. Setelah itu, bronkiolus akan berakhir pada duktus alveolus.
Diujung setiap duktus alveolus, terdapat sekelompok alveoli (kantung udara).
Oksigen yang dihirup akhirnya bertukar dengan karbon dioksida di pembuluh
darah yang terdapat di dalam alveoli.9
Trakea dan bronkus primer mengandung cincin kartilago untuk
menjaga agar saluran tidak kolaps dan menutup jalan napas. Bronkiolus dan
alveoli tidak mengandung kartilago dan sangat elastis sehingga mampu
merespon perubahan tekanan pada paru saat inspirasi dan ekspirasi. Pertukaran
gas terjadi di membran kapiler alveoli dimana oksigen diambil dan karbon
dioksida dikeluarkan dari pembuluh darah.9
Pergerakan udara keluar dan masuk paru disebut ventilasi. Kontraksi
otot inspiratorik menyebabkan rongga paru mengembang dan tekanan menjadi
negatif. Masuknya udara ke paru disebut inspirasi. Selama inspirasi maksimal,
diafragma berkontraksi menekan abdomen kebawah dan kedepan. Otot
interkostal eksterna yang terdapat diantara tulang iga juga ikut berperan. Otot
tersebut berkontraksi dan mengangkat tulang iga selama inspirasi serta
meningkatkan diameter rongga paru.
Gambar 2 Skema Diagram Saluran Napas
Ekspirasi normal merupakan proses pasif hasil dari natural recoil
akibat elastisitas paru dan rongga dada. paru dapat digambarkan seperti sebuah
spons. Ketika spons ditekan dan dilepaskan, elastisitas dapat membuat
kembali kepada ukuran semula. Pada akhir inspirasi, elastisitas paru
menyebabkan paru kembali kebentuknya yang lebih kecil. Kemampuan ini
disebut recoil elastis.
Kekakuan atau komplians paru berdampak pada tekanan yang
dibutuhkan untuk mengembangkan atau mengempiskan paru. Komplians paru
dapat memberikan dampak pada recoil elastis. Ketika komplians paru
meningkat, paru akan susah kembali ke ukuran semula pada saat ekspirasi.
Adanya resistensi pada udara yang masuk berpengaruh pada volume paru.

v. Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di
paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila
terjadi ketidak seimbangan daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit.4 Resiko infeksi di paru sangat
tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak
permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan4:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara
kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,
mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5-2 melalui
udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveolus dan selanjutnya terjadi
proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian
besar infeksi paru. Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang
tinggi 108-10/ml dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan
terjadi pneumonia.4
Pada pneumonia, mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Bila pertahanan tubuh tidak kuat, maka mikroorganisme dapat
melalui jalan napas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding
alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli
membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu10:
1. Stadium I (4-12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini
ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler
ditempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
meningkatkan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
pemindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan diantara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya/hepatisasi merah)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena
adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah. Pada stadium ini, udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung
sangat singkat yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari/hepatisasi kelabu)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru
yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium
ini, eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7-11 hari/resolusi)


Terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa
sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke struktur semula.

vi. Klasifikasi
Berdasarkan klinis dan epidemiologi, pneumonia dibagi menjadi:
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired Pneumonia) merupakan
pneumonia yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga
termasuk pneumonia yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap
kurang dari 48 jam.4
2. Pneumonia nasokomial (Hospital-acquired Pneumonia) merupakan
pneumonia yang terjadi di rumah sakit, infeksi terjadi setelah 48 jam
dirawat di rumah sakit. Kuman penyebab sangat beragam, yang sering
ditemukan yaitu Staphylococcus aureus atau bakteri gram negatif
lainnya seperti E.coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas
aeroginosa, dll. Tingkat resistensi obat tergolong tinggi untuk bakteri
penyebab pneumonia nasokomial.11
Berdasarkan predileksi infeksi, pneumonia dibagi menjadi:
1. Pneumonia lobaris yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus. Jarang
pada bayi dan orang tua.
2. Bronkopneumonia yang ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Sering pada bayi dan orang tua.
3. Pneumonia interstisial.

vii. Diagnosa
Pneumonia pada anak umumnya didiagnosa berdasarkan gambaran klinis
yang menunjukkan keterlibatan sistim respiratori serta gambaran radiologis.
Prediktor paling kuat adanya pneumoni adalah demam, sianosis, dan lebih dari
satu gejala respiratori berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi,
ronki, dan suara napas lemah.
Anamnesis:
Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan
dahak purulent bahkan bisa berdarah
Sesak napas
Demam
Kesulitan makan/minum
Tampak lemah
Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan
kondisi imunokompromais, kelainan anatomi bronkus atau asma
Tanda bahaya pada anak13:
1. usia 2 bulan - 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran
menurun, stridorn dan gizi buruk.
2. Dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.

Berikut ini adalah klasifikasi takipnea menurut WHO:


Usia Pernapasan/menit
0-2 bulan >60 kali/menit
2-12 bulan >50 kali/menit
1-4 tahun >40 kali/menit
5 tahun >30 kali/menit

Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia menurut WHO:


Bayi kurang dari 2 bulan Pneumonia berat: napas cepat atau
retraksi yang berat

Pneumonia sangat berat: tidak mau


menetek/minum, kejang, letargis,
demam atau hipotermia, bradipnea
atau pernapasan ireguler
Anak umur 2 bulan-5 tahun Pneumonia ringan: napas cepat

Pneumonia berat: retraksi

Pneumonia sangat berat: tidak dapat


minum/makan, kejang, letargis,
malnutrisi

Pada pemeriksaan fisis, dapat ditemukan4:


Rhonki (terdengar pada 33-90% anak dengan pneumonia), suara
terdengar jelas pada bagian yang terinfeksi. Bunyi napas berkurng
disertai dengan pekak pada perkusi memberi gambaran efusi pleura.
Adanya wheezing, utamanya tanpa disertai demam, merupakan tanda
umum pada pneumonia akibat virus dan Mycoplasma.
Pada pemeriksaan penunjang13:
1. Laboratorium (Darah Rutin)
Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma
umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit
meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan
predominan PMN. Leukopenia menunjukan prognosis yang buruk.
Leukositosis hebat hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri ,
sering ditemukan pada bakteriemi, dan resiko terjadinya komplikasi
lebih tinggi. Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadang-kadang
ditemukan eosinofilia. Kadang terdapat anemia ringan dan laju endap
darah (LED) meningkat.
2. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia
berat yang dirawat di rumah sakit. Untuk pemeriksaan mikrobiologis,
spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan
bronkus, darah, pungsi pleura atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan
definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi
paru. Kecuali pada neonatus, kejadian bakteremia sangat rendah
sehingga kultur darah jarang yang positif. Spesimen yang memenuhi
syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25 leukosit dan
kurang dari 40 sel epitel/lapangan pandang pada pemeriksaan
mikroskopis dengan pembesaran kecil.
3. Foto thorax

Gambar 3 menunjukkan adanya konsolidasi pada kedua paru


Pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis
bronkopneumonia adalah foto thorax posisi AP. Posisi AP lateral hanya
dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres
pernapasan. Gambaran foto thorax bronkopneumonia pada anak
ditandai dengan inflammasi suppuratif peribronchiolar dan bercak-
bercak konsolidasi di satu atau lebih lobule paru. Pada suatu penelitian
ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di paru
kanan terutama lobus atas. Bila ditemukan di paru kiri dan terbanyak di
lobus bawah, maka hal itu merupakan prediktor perjalanan penyakit
yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.
Gambaran foto thoraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan
etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata
dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat
alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia dan
airbronchogram sign mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada
pneumonia stafilokokus sering ditemukan abses-abses kecil dan
pneumatiokel dengan berbagai ukuran. Jika terdapat gambaran
retikonodular fokal pada satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh
infeksi mikoplasma. Demikian pula bila terlihat gambaran perkabutan
atau ground glass consolidation, serta transient pseudoconsolidation
karena infiltrasi intersisial yang konfluens, pertimbangkan adanya
infeksi mikoplasma.

viii. Penatalaksanaan
Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotika lini
pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada
pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal
dengan efektifitas yang mencapai 90%. Penelitian multisenter di
Pakistan menemukan bahwa pneumonia rawat jalan, pemberian
amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali sehari mempunyai efektifitas
yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan 25mg/kgBB, sedangkan
kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP20mg/kgBB(sulfametoksazol).13
Pneumonia rawat inap
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik
golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak
responsif, dapat diberikan gentamisin, amikasin atau sefalosporin.
Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien pneumonia
tanpa komplikasi. 13
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi antibiotik harus dimulai
sedini mungkin karena sering terjadi sepsis dan meningitis. Antibiotik
yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti
kombinasi beta laktam/klavulonat dengan aminoglikosid, atau
sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat
diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari. 13
Pada balita dan anak lebih besar, antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik beta laktam/klavunat. Pada kasus
yang lebih berat diberikan beta laktam/klavunat dikombinasi dengan
makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien
sudah tidak demam dan keadaan sudah stabil, antibiotik diganti oral
dan berobat jalan.13
Pathogen Rekomendasi Alternatif
Streptococcus Seftriakson, Sefuroksimaxetil,
pneumoniae sefotaksim, penisilin eritromisin,
G atau penisilin V klindamisin atau
vankomisin
Streptococcus Grup A Penisilin G Sefuroksimaxetil,
eritromisin,
sefuroksim
Streptococcus Grup B Penisilin G
Haemophilus influenza Seftriakson, Sefuroksimaxetil,
tipe B sefotaksim, ampisilin- sefuroksim
sulbaktam, atau
ampisilin
Bakteri aerob gram Sefotaksim dengan Piperacilin-
negatif ataupun tanpa tazobactam ditambah
aminoglikosida sediaan aminoglikosid
Pseudomonas aeruginosa Seftazidim dengan Piperacilin-
ataupun tanpa tazobactam ditambah
aminoglikosida sediaan aminoglikosid
Staphylococcus aureus Nafsilin, sefazolin, Vankomisin
klindamisin
Tabel 2 Tatalaksana pneumonia menurut etiologi13

ix. Komplikasi
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama
infeksi bakterial akut berupa efusi prapneumonik gram negatif sebesar
60%, Staphylococcus aureus 50%, S.pneumoniae 40-60%, kuman
anaerob 35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%.
Cairan transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi
empiema dengan cairan eksudat.2
2. Komplikasi sistemik. Terjadi akibat aktivasi kuman atau bakteriemia
berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia,
anemia pada infeksi kronik, peninggian ureum dan enzim hati.2
3. Hipoksemia akibat gangguan difusi. 2
4. Abses paru. Terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi
infeksi oleh kuman anaerob dan bakteri gram negatif. 2
5. Pneumonia kronik. Terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6
minggu akibat kuman anaeron S. aureus, dan kuman gram negatif
seperti Pseudomonas aeruginosa. 2
6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karenna pneumonia pada masa anak-
anak tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal
pada cystic fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis atau
pneumonia nekrotikans. 2

x. Prognosis
Prognosis pneumonia secara umum baik jika mendapat terapi yang
adekuat, faktor predisposisi pasien dan ada tidaknya komplikasi yang
menyertai.Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan
komplikasi ekstraparu merupakan pertanda prognosis buruk. Kuman gram
negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek. Prognosis pada orang tua dan
anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di rumah sakit kecuali bila
penyakitnya ringan.12

xi. Pencegahan
1. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berat badan lahir rendah,
perlu gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi
yang cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam
kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan
terkenanya infeksi selama kehamilan. 4
2. Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan
oleh malnutrisi. Sebaiknya diberikan ASI pada bayi baru lahir hingga
usia 2 tahun.4
3. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Pemberian imunisasi yang memadai, yaitu anak imunisasi
campak pada umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan. 4
4. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk
Harus segera diberikan pengobatan yang sesuai untuk
mencegah terjadinya batuk disertai napas cepat/sesak napas. 4
5. Menjauhkan balita dari penderita batuk
Sebab balita rentan terserang penyakit terutama saluran
pernapasan4

III. KESIMPULAN
Bronkopneumonia adalah salah satu penyakit akibat infeksi parenkim
paru yang dapat menyerang segala usia, tetapi paling sering pada anak dan
orang tua. Pneumonia paling banyak disebabkan oleh infeksi bakteri
Streptococcus pneumoniae dengan gejala yang muncul seperti demam, batuk
berdahak, sesak napas dan terkadang disertai nyeri dada.
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini thorax konvensional dan CT Scan
menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Gambaran khas
pada pneumonia adalah adanya konsolidasi dengan adanya gambaran air
bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas
tersebut. Untuk mementukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-
mata menggunakan foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit
dan juga pemeriksaan laboratorium.
Penatalaksanaan medis pada pneumonia adalah pemberian antibiotik
yang sesuai dengan kuman penyebab pneumonia disamping terapi suportif
lainnya. Prognosis pneumonia secara umum baik jika mendapat terapi yang
adekuat, faktor predisposisi pasien dan ada tidaknya komplikasi yang
menyertai.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C,
Kaplan SL, Mace SE, McCracken GH, Moore MR, Peter SD, Stockwell JA,
Swanson JT. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and Children Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the
Pediatric Infectious Disease Society of America. 2011; 53(7):617-630.
2. Soedarsono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya. 2004
3. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;
2009.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Pneumonia Komuniti. 2003.
5. Corr, P. Foto Thorax Normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani D, Dwijayanthi
L, Dharmawan D. Mengenali Pola Foto-foto Diagnostik (terjemahan dari
Pattern Recognation in Diagnostic Imaging). Jakarta: Penerbit EGC. 2010;hal
28, 33-5.
6. Kasper L, Dennis et all. Pneumonia in Harrisons Principles of Internal
Medicine 17th Edition. United States of America: McGraw Hill Companies,
Inc. 2008; Chapter 251.
7. Wilson ML, Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Prince SA, Wilson ML.
Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta: Penerbit EGC. 2003;hal 804-806.
8. Ellis H. Clinical Anatomy. USA. BlackWell Pbulishing. 2006; page 20, 23-4
9. CDC. Unit one: Overview of Pulmonary Anatomy and Physiology. 2011
10. Fauci et all. 2009. Harrisons Manual of Medicine. 17th Edition. By the
McGraw-Hill Companies In North America
11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia Nasokomial. 2003.
12. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia
inpatient and outpatient, chest 2007;131;1205.
13. Rahajoe N, Supriyanti B, Setyanto D. Respirologi anak. Edisi ke-1.
Jakarta: IDAI;2013.

Anda mungkin juga menyukai