ULKUS KORNEA
Oleh:
Omar Nafiis Bin Hairuddin
C111 12 803
Pembimbing
dr. Dyah Ayu Windy AP
Supervisor
Dr. Yunita Sp.M(K), M.Kes
Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan
referat dengan judul Ulkus Kornea, yang disusun oleh:
ii
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 23-08-1977 / 40 tahun
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Bugis / Indonesia
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Bunto Morowali, Sulawesi Tengah
No. Register Pasien : 085346
Tanggal Pemeriksaan : 13 September 2017
Pemeriksa :
Rumah Sakit : Rumah Sakit Universitas Hasanuddin
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Putih di tengah mata disertai mata merah pada
mata kanan
Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang ke IGD RSUH dengan keluhan putih di tengah mata disertai
mata merah pada mata kanan, dialami sejak sekitar 2 bulan yang lalu,
awalnya pasien memotong sawit dan buahnya terkena mata. Nyeri ada, air
mata berlebih ada, kotoran mata berlebih ada, berwarna putih kekuningan,
kental, penurunan pengelihatan ada, silau ada, riwayat kacamata tidak ada,
riwayat penyakit diabetes mellitus dan hipertensi tidak ada.
3
Palu dan di rujuk ke UIT. Di UIT pasien dirawat selama 2 minggu lalu
keluhan membaik, dan pasien kembali ke palu. 1 minggu kemudian pasien
kembali berobat dengan keluhan putih di dalam bola mata dan dikonsul ke
palu kembali lalu dirujuk ke UIT. Dari UIT pasien dirujuk ke RSUH.
Riwayat keluarga:
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-). Riwayat penyakit mata
lain sebelumnya tidak ada.
Riwayat sosial:
Riwayat merokok disangkal. Riwayat konsumsi alkohol dan obat-obatan
disangkal.
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5o C
4
IV. FOTO KLINIS
5
Silia Sekret (+) Sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Bola Mata Normal Normal
Mekanisme
muscular
B. Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tekanan Okular Tn Tn
Nyeri tekan (-) (-)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula pre-aurikular Pembesaran (-) Pembesaran (-)
C. Tonometri
NCT : 9/9 mmHg
D. Visus
VOD : 1/300
VOS : 20/30 F
6
E. Sensitivitas Kornea
Tidak dilakukan pemeriksaan
F. Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan.
G. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (+), mixed Hiperemis (-)
injectio (+)
Tampak ulkus kornea di Jernih
Kornea sentral, kornea kesan
melting, fluoresens test (+)
BMD Tampak hipopion 1/3 Normal
BMD
Iris Coklat Coklat, kripte (+)
Pupil Sulit dinilai Bulat, sentral, RC (+)
Lensa Sulit dinilai Jernih
H. Tes fluoresensi
OD (+) defek kesan difus
OS (-) normal
7
Foto flouresensi Oculus Dextra
I. Funduskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan.
J. Slit Lamp
SLOS :Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, edema(-),
fluoresensi (-), BMD VH4, iris coklat kripte (+), pupil bulat
sentral, refleks cahaya (+), lensa jernih
SLOD: Hiperemis (+), mixed injectio (+), kornea tampak ulkus
kornea di sentral, kornea kesan melting, fluoresens test (+), BMD
tampak hipopion 1/3 BMD, iris coklat, pupil sulit dinilai, lensa
sulit dinilai.
K. Pemeriksaan Laboratorium
Scrapping: KOH (-), Pewarnaan Gram (+) Coccus
L. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUH dengan keluhan putih di tengah mata dan mata
merah pada mata kanan, dialami sejak sekitar 2 bulan yang lalu, awalnya
pasien memotong sawit dan buahnya terkena mata. Nyeri ada, air mata
berlebih ada, kotoran mata berlebih ada, berwarna putih kekuningan, kental,
8
penurunan pengelihatan ada, silau ada. Riwayat dirawat di Palu selama 10
hari, lalu pasien dipulangkan. 2 minggu kemudian muncul putih pada bagian
tengah mata lalu pasien kembali ke RS. Palu dan di rujuk ke UIT. Di UIT
pasien dirawat selama 2 minggu lalu keluhan membaik, dan pasien kembali
ke palu. 1 minggu kemudian pasien kembali berobat dengan keluhan putih
di dalam bola mata dan dikonsul ke palu kembali lalu dirujuk ke UIT. Dari
UIT pasien dirujuk ke RSUH.
M. DIAGNOSIS
OD Ulkus Kornea cum hipopion e.c bakteri
N. PENATALAKSANAAN
Debridement
Ceftriaxone 1 gram/12 jam/IV
Ketorolac 1 amp/8 jam/IV
Ranitidine 1 amp/8 jam/IV
Dexamethasone 1 amp/8 jam/IV
C. LFX EDMD 1 tetes/4 jam/OD
Atropin 1% ED 1 tetes/12 jam/OD
9
O. RENCANA PEMERIKSAAN
Kultur & Pemeriksaan sensitivitas
P. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad sanationem : Dubia
Qua ad visum : Dubia et malam
Qua ad kosmeticum : Dubia
10
ULKUS KORNEA
I. PENDAHULUAN
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma oleh benda asing, dan
dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke
dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea
merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan
kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.1
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan
penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya
komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus
11
kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan
penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.1
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara
tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut
yang luas.1
12
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari anterior ke posterior adalah:
1. Lapisan epitel
Terdiri atas 5-6 lapis sel skuamosa bertingkat yang bersambung
dengan epitel dari konjungtiva bulbi pada limbus. Lapisan terdalam
merupakan sel kolumnar, 2-3 lapis selanjutnya adalah sel payung dan
dua lapisan terluar adalah sel gepeng. 2
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang terdiri dari fibril
kolagen. Tebalnya sekitar 12 µm dan mengikat stroma dan membrane
basal epitel kornea. Lapisan ini tidak elastis, tapi resisten terhadap
infeksi.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.2
3. Jaringan Stroma
Lapisan ini tebalnya 0,5 mm dan menyusun 90% dari kornea. Terdiri
atas fibril kolagen (lamella) yang tertanam dalam matriks proteoglikan
yang terhidrasi. Di antara lamella terdapa keratosit, makrofag, histiosit,
dan beberapa leukosit. 2
4. Membran Descemet (lamina elastis posterior)
Merupakan lapisan homogeny yang kuat, berikatan dengan stroma di
posterior. Sifatya sangat resisten terhadap agen kimia, trauma dan
proses patologi lainnya. Sehingga Descematocele dapat
mempertahankan integritas bola mata untuk waktu yang lama. Tidak
seperi membrane bowman, lapisan ini dapat beregenerasi. Normalnya,
lapisan ini tahan terhadap tekanan, dan jika ada robekan maka akan
mengarah ke dalam dengan sendirinya. 2
5. Endotel
Terdiri dari satu lapis sel gepeng polygonal/heksagonal yang terlihat
seperti mosaic pada slit lamp biomikroskop. Densitasnya sekitar 3000
sel/mm2 pada anak muda, dan berkurang seiring denga bertambah usia.
Sel endotel berperan dalam mekanisme pompa aktif.2
13
Gambar 2. Struktur mikroskopik kornea
14
III. DEFINISI
IV. EPIDEMIOLOGI
Ulkus kornea adalah penyebab kebutaan yang dapat dicegah terbanyak
kedua setelah katarak pada daerah tropis, negara berkembang. Ulkus kornea akibat
jamur sendiri mengakibatkan 30-62% dari total kultur ulkus kornea positif.4 Ulkus
kornea yang tidak tertangani dengan baik dapat mencapai stroma sehingga terjadi
pembentukan sikatriks kornea yag menyebabkan penurunan visus. Sikatriks kornea,
berdasarkan rsikesda 2007, terbanyak terdapat di Sumatera Barat, prevalensinya
juga meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan lebih banyak ditemukan di
daerah pedesaan.5
V. PATOFISIOLOGI
Infeksi pada kornea dapat bersumber dari infeksi eksogen, jaringan okular, dan
endogen. Infeksi eksogen seringkali berasal dari conjungtival sac, lacrimal sac,
benda asing terinfeksi, dan infeksi yang diperantarai air atau udara. Infeksi dari
konjungtiva, sklera, dan uvea dapat dengan cepat menyebar ke kornea. Namun,
infeksi endogen biasanya sangat jarang terjadi akibat kornea yang avascular.2
Saat epitel kornea yang mengalami kerusakan oleh patogen, dapat terjadi
perubahan-perubahan yang dapat dideskripsikan menjadi 4 tahap, yakni infiltrasi,
15
ulserasi aktif, regresi, dan sikatrisasi. Fase akhir dari ulkus kornea tergantung dari
virulensi patogen, mekanisme defensif host, dan tatalaksana yang diperoleh.
Terdapat 3 kemungkinan fase akhir dari ulkus kornea, yakni ulkus dapat menjadi
lokal dan sembuh, ulkus dapat berpenetrasi lebih dalam dan menyebabkan perforasi
kornea, atau menyebar dengan cepat dan menyebabkan sloughing (terkelupasnya)
kornea.2
16
Gambar 3. Tahap dari Ulkus Kornea Lokal6
C. Tahap regresi
Tahap ini diinduksi mekanisme defensif host dan tatalaksana yang
mendukung respon host normal. Terdapat garis pembatas di sekitar ulkus,
yang terdiri dari leukosit. Proses ini dapat disertai vaskularisasi superfisial,
yang dapat meningkatkan respon imun. Pada tahap ini ulkus mulai sembuh
dan epitel mulai tumbuh.
D. Tahap sikatrik
Pada tahap ini, penyembuhan berlanjut menjadi epitelisasi progresif. Stroma
menjadi menebal dan memenuhi bagian bawah epitel, menekan permukaan
epitel ke arah anterior. Tahap sikatrik dari proses penyembuhan berbeda-
beda. Pada ulkus sangat superfisal dan hanya melibatkan epitel,
penyembuhan akan terjadi tanpa meninggalkan opasitas. Jika melibatkan
membran Bowman dan lamela stroma superfisial, sikatrik yang tebentuk
17
akan membentuk nebula. Makula dan leukoma dapat terjadi pada proses
penyembuhan ulkus yang meliputi sepertiga dan lebih dari sepertiga stroma
kornea.
VI. ETIOLOGI 6
a. Infeksi
- Bakteri
- Virus
- Jamur
- Chlamidya
- Protozoa
- Spirochaeta
b. Noninfeksi
- Idiopatik
- Alergi : Phlyctenular, vernal, atopic
- Traumatik
- Trofik
- Berhubungan dengan penyakit sistemik
1. Berdasarkan lokasi:
a. Ulkus kornea sentral
b. Ulkus kornea perifer
2. Bedasarkan purulensinya :
a. Ulkus kornea purulent dan ulkus kornea supuratif (kebanyakan bakteri atau
jamur yang supuratif)
b. Ulkus kornea non purulent (kebanyakan virus, chlamidya, dan alergi)
3. Berdasarkan hubungannya dengan hipopyon
a. Ulkus kornea simple (tanpa hipopyon)
18
b. Ulkus kornea dengan hipopyon
4. Berdasarkan kedalamannya
a. Ulkus kornea superfisial
b. Ulkus kornea dalam
c. Ulkus kornea dengan impending perforasi
d. Ulkus kornea dengan perforasi
5. Berdasarkan pembentukan sloughing
a. Ulkus kornea sloughing
b. Ulkus kornea non- sloughing
Ulkus sentralis1,2
Ulkus Pseudomonas aeruginosa : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah
sentral kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Penyebaran ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam,
dirasakan sangat nyeri. Ulkusnya berbetuk ireguler dengan eksudat mukopurulent
kehijauan atau hijau kebiruan dan nekrosis likuefaktif/daerah semiopak pada
sekelilingnya (ground glass). Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang
banyak.
19
Gambar 4. Keratitis bakterialis a. Ulkus dini b. Ulkus besar c. Ulkus dengan
hipopyon d. Perforasi hubungannya dengan infeksi pseudomonas
20
Tabel 5. Bakteri patogen paling sering penyebab keratitis bakteri
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering dengan tepi meninggi. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat
penyebaran seperti bulu (feathery finger-like) pada bagian epitel yang intak.
Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat
satelit-satelit disekitarnya (sterile immune ring). Terdapat injeksi siliar disertai
hipopion.
Diagnosis5 :
1. Manifestasi klinis khas yang terkait dengan riwayat cedera dengan bahan
vegetatif
2. Ulkus kronis memburuk meskipun pengobatan yang paling efisien harus
menimbulkan kecurigaan terhadap keterlibatan mycotic.
21
3. Investigasi laboratorium termasuk pemeriksaan KOH, Calcofluor white,
Pewarnaan Gram dan Giemsa untuk melihat hifa jamur, kecuali Candida
umunya mengandung pseudohifa atau bentuk ragi yang menampakkan
kuncup-kuncup khas.
Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala
kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis,
kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat
berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit
herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresein yang lemah. Kornea
hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai
dengan infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Bentuk dendrit herpes simplex
kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.
Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan karen ainfeksi virus HSV-1
(penyebab herpes labialis) tapi beberapa kasus dilaporkan disebbkan oleh HSV-2
(penyebab herpes genitalis). Kebanyakan kasus ditegakkan berdasarkan ulkus
dendritic atau geografik yang khas dan sensasi kornea yang turun atau menghilang.
22
Keratitis disiformis adalah bentuk penyakit stroma yang paling umum pada infeksi
HSV.
a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat benbentuk simpel atau cincin. Bentuk simpel
berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi
stafilococcus, toksik atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza, disentri,
basilar, gonokok, arteritis nodosa, dan lain-lain.
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea ke arah sentral.
Ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang
belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori
23
hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu
mata dan sangat nyeri. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang
meninggalkan satu daerah yang sehat pada bagian yang sentral.
Gejala Subjektif
Nyeri
Fotofobia
Mata berair
Mata merah
Kotoran mata berlebih
Pandangan kabur
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Gejala Objektif
Edem palpebra
Blefarospasme
Hiperemi konjungtiva and kongesti siliaris
Kekeruhan kornea
24
Hipopion +/-
Sekret
25
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Preparat ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura
dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan
KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea
dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur
dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
X. PENATALAKSANAAN1,2,7,9
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan
26
pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengan steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak
dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
27
dikurangi menjadi per 2 jam. Setelh respon yang diinginkan
tercapai, dapat diganti dengan ciprofloxacin atau ofloxacin
28
Tabel 2. Daftar obat-obatan yang dapat digunakan pada ulkus bakteri, jamur dan
amoeba
Keratoplasti
29
XI. KOMPLIKASI2,7
Sikatrik kornea
Iridosiklitis toxic : berhubungan dengan ulkus kornea purulent karena
absorpsi toksin di anterior chamber.
Glaukoma sekunder ; terjadi akibat eksudasi fibrin yang menghambat
anterior chamber
Descematocele ; jika ulkus mencapai membrane descemet dan terdapat
peningkatan tekanan intraocular.
Perforasi kornea yang dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
XII. PROGNOSIS2,7
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode;
migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan
pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh
dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu
adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi
dan kemudian sikatrik.
30
DAFTAR PUSTAKA
6. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology 17th ed.
USA: The McGrawHill Company; 2007.
7. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology 4thed. New Delhi: New Age
International (P) Limited Publisher; 2007.
8. Lang, Gerhard K. A Short Textbook : Ophthalmology. Thieme Stuttgart, New
York, 2000
9. Bandyopadhyay S, et al. Epidemiology and laboratory of fungal corneal ulcer.
Nepal J Ophthalmol 2012; 4(7): 29-36
10. Erry. Ditribusi dan Karakteristik Sikatrik Kornea di Indonesia, Riskesda 2007.
Media Litbang : Kesehatan Volume 22 Nomor I, Maret 2012.
11. Hema, HV. Nema, Nitin. Textbook of Ophtamology 5th Ed. Jaypee Brothers
Medical
Publishers (P) Ltd. New Delhi. 2008
12. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systemic approach 8th ed.
USA: Saunders Elsevier. 2016
13. Leitman, Mark W. Manual for eye examination an diagnosis 7th Ed. Blackwell
Publishing : 2007
14. Webb, Lennox. Manual of Eye emergencies; diagnosis and management 2nd Ed
. Elsevier : 2004
15. Bartolomei, Ana. Bacterial keratitis. Amrican Academy of Ophthalmology.
Available at : http://eyewiki.aao.org/Bacterial_Keratitis
31