Anda di halaman 1dari 35

Case Report Session

Bronkopneumoni

Oleh :

Satrina Yunita Putri


1610070100138

Preseptor :
dr. Fetria Faisal, SP.A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD M. NATSIR
SOLOK
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
“Bronkopneumoni” yang merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik dari Bagian
Ilmu Kesehatan Anak
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada dr.
Fetria Faisal, Sp.A selaku pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini tepat waktu demi memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik
Senior.
Penulis menyadari bahwa penulisan CRS ini masih jauh dari kata sempurna,
karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk
penyempurnaan nya. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Solok, Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................... 2

1.3 Manfaat Penulisan ................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3

2.1 Pneumonia.............................................................................................. 3

BAB III LAPORAN KASUS ........................................................................ 23

BAB IV ANALISA KASUS .......................................................................... 37

KESIMPULAN .............................................................................................. 40

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 42

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang
terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak anak dan balita yang disebabkan oleh
berbagai macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, benda asing.1
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh virus,
bakteri, protozoa, jamur, atau penyebab non-infeksi lainnya. Umumnya pneumonia
terjadi pada individu dengan imunitas lemah terutama pada anak anak.2
Insiden terjadinya pneumonia ini diperkirakan 0,29 episode per anak balita
setiap tahun di Negara berkembang dan 0,05 episode per anak setiap tahun di Negara
maju. Hal ini menunjukan bahwa terdapat sekitar 156 juta episode baru setiap
tahunnya di seluruh dunia dengan 151 juta episode terdapat di Negara berkembang.
Sebagian kasus pada pneumonia ini terjadi di India (43 juta), Cina (21 juta), Pakistan
(10 juta), dan Bangladesh, Indonesia, dan Nigeria (masing masing 6 juta). Dari semua
kasus pneumonia ini sebanyak 7% - 13% dengan gejala klinis yang dapat mengancam
jiwa dan membutuhkan rawat inap.2
Insiden terjadinya pneumonia di Negara berkembang dipengaruhi oleh berbagai
factor risiko seperti berat badan lahir, status gizi dan imunisasi, pemberian ASI,
kepadatan rumah, lingkungan, dan paparan asap rokok.1
Terapi pneumonia segera diberikan setelah menilai apakah pasien perlu rawat
inap di rumah sakit atau rawat jalan. Indikasi rawat inap adalah pneumonia terjadi
pada usia yang sangat dini (<3 bulan) karena kondisi pasein dapat memburuk dengan
cepat dan lebih rentan terhadap hipoksemia dan bakteremia, hipoksemia persisten
yang membutuhkan oksigenasi suplemental, adanya faktor komplikasi seperti
dehidrasi atau muntah berat yang membutuhkan jalur intravena, penampilan toksis
atau adanya kondisi penyakit kronik yang mendasari. Selain keadaan tersebut, pasien
bisa dirawat.4

1
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan menambah wawasan mengenai Bronkopneumonia
2. Melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior (KKS) dibagian ilmu kesehatan
anak RSUD M. Natsir Solok tahun 2021.

1.3 Manfaat Penulisan


1. Sebagai informasi dan menambah wawasan mengenai Bronkopneumonia
2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda untuk menjalankan
kepaniteraan klinik senior terutama di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD M.
Natsir Solok.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia
2.1.1 Definisi
Pneumonia adalah penyakit peradangan pada parenkim paru yaitu alveolus
yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, protozoa,
atau non-infeksi lainnya. Umumnya pneumonia ditemukan pada individu dengan
imunitas lemah, terutama anak anak.1
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang
terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak anak dan balita yang disebabkan oleh
berbagai macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, benda asing.7

2.1.2 Epidemiologi
Pneumonia menjadi penyebab sekitar satu juta kematian balita di Afrika dan
Asia Selatan. Pada tahun 2015 dan 2016, pneumonia menjadi penyebab dari 15-16%
kematian balita di dunia. Penyakit ini menyerang semua umur di seluruh wilayah.
Namun kasus terbanyak terjadi di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara. Pneumonia
telah membunuh sekitar 2.400 anak per hari dengan besar 16% dari 5,6 juta kematian
balita atau sekitar 880.000 balita pada tahun 2016 dan telah membunuh 920.136
balita pada tahun 2015.8 Pada Profil Kesehatan Republik Indonesia data tahun 2017
didapatkan angka insiden pneumonia di Indonesia sebesar 20,54 per 1000 balita.
Jumlah kasus pneumonia balita di Indonesia tahun pada tahun 2013 hingga 2017
mengalami kenaikan dan penurunan. Pada tahun 2013 ditemukan kasus pneumonia
balita sebanyak 571.547 kasus. Kasus tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2014
menjadi 657.490 kasus. Penurunan angka kasus terjadi pada tahun 2015 dengan
besaran 554.650 kasus. Namun, pada tahun 2016 kembali mengalami kenaikan
hingga sebanyak 568.146 kasus dan menurun pada tahun 2017 sebesar 511.434 kasus.
Provinsi Jawa Tengah menempati urutan ketiga dengan kasus pneumonia balita

3
tertinggi di Indonesia pada tahun 2013 hingga 2017 setelah Provinsi Jawa Barat dan
Jawa Timur. Sedangkan, Kota Semarang berada di posisi ketiga secara berturut-turut
pada tahun 2016 dan 2017. Penemuan kasus pneumonia balita di Kota Semarang
mengalami angka kasus yang naik turun dari tahun 2012 hingga 2017. Tahun 2017
telah ditemukan sebanyak 9.586 kasus, tahun 2016 terdapat 4.173 kasus, dan tahun
2015 sebanyak 7.759 kasus. Berdasarkan jenis kelamin, kasus pneumonia balita di
Kota Semarang tahun 2017 menunjukkan jika jumlah kasus pada perempuan lebih
sedikit dibanding laki-laki, yaitu 46% perempuan dan 54% laki - laki.8
Pneumonia sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan
sebagian kecil oleh hal lain seperti bahan kimia (hidrokarbon, lipoid
substances)/benda asing yang teraspirasi.7 Pola kuman penyebab pneumonia biasanya
sesuai dengan distribusi umur penderita. Sebagian besar kasus penyebabnya adalah
virus, yang tersering yaitu Respiratory Syncytial Virus (RSV), virus Parainfluenza,
virus Influenza dan Adenovirus. Penyebab berikutnya adalah bakteri Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenza Staphylococcus aureus, Streptococcus group B,
serta kuman atipik Chlamydia dan Mycoplasma. Pada masa neonatus Streptococcus
group B dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab pneumonia paling
banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia pra-sekolah dan
berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumoniae
merupakan penyebab paling utama pada pneumonia bakterial. Pada anak usia diatas 5
tahun penyebab yang paling sering yaitu Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia
pneumoniae.7
Diagnosis pneumonia utamanya berdasarkan gejala klinis, sedangkan
pemeriksaan foto thoraks dan laboratorium perlu dibuat untuk menunjang diagnosis,
disamping itu untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat.

2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko

4
Pneumonia sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan
sebagian kecil oleh hal lain seperti bahan kimia (hidrokarbon, lipoid
substances)/benda asing yang teraspirasi.7 Pola kuman penyebab pneumonia biasanya
sesuai dengan distribusi umur penderita. Sebagian besar kasus penyebabnya adalah
virus, yang tersering yaitu Respiratory Syncytial Virus (RSV), virus Parainfluenza,
virus Influenza dan Adenovirus. Penyebab berikutnya adalah bakteri Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenza Staphylococcus aureus, Streptococcus group B,
serta kuman atipik Chlamydia dan Mycoplasma. Pada masa neonatus Streptococcus
group B dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab pneumonia paling
banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia pra-sekolah dan
berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumoniae
merupakan penyebab paling utama pada pneumonia bakterial. Pada anak usia diatas 5
tahun penyebab yang paling sering yaitu Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia
pneumoniae.7

Tabe 1. Patogen Penyebab Pneumonia pada Anak Berdasarkan Usia.7


Us Patogen Keterangan
ia
3 minggu-3 Chlamydia trachomatis Transmisi vertikal, afebris, infiltrat
bulan interstisial pada foto toraks
Respiratory syncytial virus Paling sering bronkiolitis dengan
(RSV) mengi,
fokal pneumonia
Parainfluenza Bronkiolitis atau pneumonia
Streptococcus pneumoniae Bakteri penyebab pneumonia tersering
Bordetella pertussis Trakeobronkitis dengan batuk
paroksismal berat, tidak demam
Pneumonia biasanyaterdapat
aspirasi
3 bulan-4 RSV, parainfluenza, Penyebab utama pneumonia pada
tahun human balita adalah virus
metapneumovirus,
influenza, rhinovirus
Streptococcus pneumoniae Penyebab utama pada kelompok ini
Haemophilus Influenza Dapat terjadi pada semua usia
Mycoplasma pneumoniae Insidensi meningkat menjelang usia
sekolah
5 tahun- Mycoplasma pneumonia Penyebab tersering pada usia sekolah-
remaja Remaja
Chlamydophilia pneumoniae Gejala klinis serupa Mycoplasma

5
Streptococcus pnuemoniae Komplikasi seperti empiema sering
terjadi
Mycobacterium tuberculosis Terutama terjadi di daerah prevalensi
tinggi tuberkulosis
Risiko tinggi pada masa pubertas dan
kehamilan

Faktor non-infeksi 9
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
 Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama menelan muntah atau sonde lambung.
zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah, dan bensin.
 Bronkopneumoni lipoid :
Terjadi akibat pemasuksn obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak
ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung
pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti
susu dan minyak ikan.
• Faktor Risiko yang selalu ada : 7
- Malnutrisi (z score BB/U <-2)
- Berat Badan Lahir Rendah (<2500 g)
- ASI non eksklusif (4 bulan pertama kehidupan)
- Tidak/belum imunisasi campak (dalam 12 bulan pertama kehidupan)
- Polusi udara dalam ruang
- Pemukiman padat
• Faktor Risiko yang sangat mungkin : 7,1
- Orangtua perokok
- Defisiensi Seng
- Pengalaman ibu sebagai pengasuh

6
- Penyakit penyerta (diare, penyakit jantung, asma)
• Faktor Risiko yang masih mungkin : 7
- Tingkat pendidikan ibu
- Curah hujan
- Ketinggian daerah tempat tinggal
- Defisiensi Vitamin A
- Polusi udara luar
- Urutan kelahiran

2.1.4 Patogenesis
Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran
langsung kuman dari saluran napas atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat
sekunder dari viremia/bakteremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam
keadaan normal saluran napas bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah
steril. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barier
anatomi dan barier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. 8
Barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel di hidung,
pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing. melalui refleks
batuk, pembersihan kearah kranial oleh mukosilier. Sistem respon pertahanan tubuh
yang terlibat adalah sekresi lokal imunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh sel-
sel leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, alveolar makrofag, dan cell
mediated immunity.7
Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami gangguan
sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran napas bagian bawah. Inokulasi
patogen penyebab pada saluran napas menimbulkan respon inflamasi akut pada
pejamu yang berbeda sesuai dengan patogen penyebab. Virus akan menginvasi
saluran napas kecil dan alveoli, bersifat patchy dan mengenai banyak lobus. Pada
infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris
ke dalam lumen. Respon inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel mononuklear ke
dalam submukosa dan perivaskular. Sejumlah sel PMN akan didapatkan dalam

7
saluran napas kecil. Bila proses ini meluas, dengan adanya sejumlah debris dan
mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran napas kecil maka akan
menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total.10
Respon inflamasi ini akan diperberat dengan adanya edema submukosa yang
mungkin bisa meluas ke dinding alveoli. Respon inflamasi di dalam alveoli ini juga
seperti yang terjadi pada ruang interstitial yang terdiri dari sel-sel mononuklear.
Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan)
epitel dan akan terbentuk eksudat hemoragik. Infiltrasi ke interstitial sangat jarang
menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral pada anak merupakan predisposisi terjadinya
pneumonia bakterial oleh karena rusaknya barier mukosa.10
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis pneumonia utamanya berdasarkan gejala klinis, sedangkan
pemeriksaan foto thoraks dan laboratorium perlu dibuat untuk menunjang diagnosis,
disamping itu untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat. 11 Sebagian
besar gambaran klinis pneumonia anak-balita berkisar antara ringan sampai sedang
hingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil berupa penyakit berat
mengancam kehidupan dan perlu rawat inap. Secara umum gambaran klinis
pneumonia diklasifikasi menjadi 2 kelompok. Pertama, “gejala umum‟ misalnya
demam, sakit kepala, malaise, nafsu makan kurang, gejala gastrointestinal seperti
mual, muntah dan diare. Kedua, “gejala respiratorik” seperti batuk, napas cepat
(takipnea/fast breathing), napas sesak (retraksi dada/chest indrawing), napas cuping
hidung, air hunger dan sianosis. Hipoksia merupakan tanda klinis pneumonia berat.
Anak pneumonia dengan hipoksemia 5 kali lebih sering meninggal dibandingkan
dengan pneumonia tanpa hipoksemia.7
Diagnosis dapat ditegakkan dari manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis telah diuraikan di atas. Pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Hasil yang dapat ditemukan adalah sebagai berikut :
Hasil pemeriksaan fisik pada pneumonia.12
 Inspeksi : Bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, Limfadenopati
 Palpasi : Vocal Fremitus mengeras

8
 Perkusi : Redup/dullness
 Auskultasi : Suara napas bronkovesikuler hingga bronkial dengan intensitas
yang menurun, Ronki basah halus, Ronki basah kasar (pada stadium
resolusi), Suara nafas tambahan: rales atau wheezing, Pleural friction rub
Pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai antara lain adalah pemeriksaan
radiologis dan laboratorium. Foto toraks (PA/lateral) adalah pemeriksaan penunjang
standar untuk menegakkan diagnosis.12 Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan air bronchogram, penyebab bronkogenik dan interstisial,
serta gambaran kavitas. Foto toraks saja tidak dapat menunjukkan organisme
penyebab secara pasti, tetapi hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi.
Misalnya, gambaran pneumonia lobaris sering terjadi oleh karena Streptococcus
pneumoniae. Infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sering disebabkan
oleh Pseudomonas aeruginosa. Konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan sering
disebabkan oleh Klebsiella pneumonia.12
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/µl kadang-kadang mencapai 30.000/µl, dan terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur
darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20 – 25% penderita yang tidak
diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.12 Pemeriksaan pengecatan Gram dan kultur
pada sputum pasien dapat dilakukan sebelum terapi diberikan. 12 Kriteria agar sputum
dapat diperiksa adalah adanya >25 neutrofil dan <10 sel epitel squamous per lapang
pandang kecil.12
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO:
a. Bayi kurang dari 2 bulan
 Pneumonia berat : napas cepat (>60x/menit) atau retraksi yang berat, harus
dirawat dan diberikan antibiotik
 Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/minum, kejang, letargi,
demam atau hipotermi, bradipneu, atau pernapasan irregular
b. Anak umur 2 bulan – 5 tahun

9
 Pneumonia ringan : napas cepat
 Pneumonia berat : retraksi
Pneumonia sangat berat : tidak dapat minum/makan, kejang, letargi, malnutrisi. 13,14

2.1.6 Terapi
Terapi pneumonia segera diberikan setelah menilai apakah pasien perlu rawat
inap di rumah sakit atau rawat jalan. Indikasi rawat inap adalah pneumonia terjadi
pada usia yang sangat dini (<3 bulan) karena kondisi pasein dapat memburuk dengan
cepat dan lebih rentan terhadap hipoksemia dan bakteremia, hipoksemia persisten
yang membutuhkan oksigenasi suplemental, adanya faktor komplikasi seperti
dehidrasi atau muntah berat yang membutuhkan jalur intravena, penampilan toksis
atau adanya kondisi penyakit kronik yang mendasari. Selain keadaan tersebut, pasien
bisa dirawat.7
Kriteria Rawat Inap
a. Bayi
 Saturasi oksigen ≤92%,sianosis
 Frekuensi napas >60x/menit
 Distress pernapasan, apneu intermitten, atau grunting
 Tidak mau minum/menetek
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah
b. Anak
 Saturasi oksigen <92%, sianosis
 Frekuensi napas >50x/menit
 Distress pernapasan
 Grunting
 Terdapat tanda dehidrasi
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah.13,14
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Tetapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia

10
yang diduga disebabkan oleh bakteri untuk menghindari komplikasi dari pneumonia
yaitu gagal napas. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan
karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih
berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotik empiris
berdasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia
dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis.15
Tabel 2. Antibiotik yang digunakan pada pasien rawat inap.15
Antibiotik Dosis intravena (mg/kgBB/hari) Dosis
maksimum
Ceftriaxone 50 2g
Ampicillin 200 dibagi QID 12 g
Vancomycin 40-60 dibagi BID 3-4 g
Clindamycin 30-40 dibagi TID 2,7 g
Levofloxacin Tidak direkomendasikan pada 750 mg
anak
Azithromycin 10 mg hari 1, 5 mg hari 2-5 500mg, 250 mg
Doxycycline Tidak direkomendasikan pada 200 mg
anak
Nafcillin/Oxacillin 200 dibagi per 6 jam 12 g
Linezolid 30 dibagi TID < 12 tahun 20 600 mg BID
dibagi BID > 12 tahun
Ampicillin- 200 ampicillin dibagi per 6 jam 12 g
Sulbactam
Piperacillin- 300 piperacillin dibagi per 6 jam 16 g
Tazobactam
Meropenem 60 dibagi per 8 jam 3g
QID = 1x/hari, BID = 2x/hari, TID = 3 x/hari, IM = intramuskular

Terapi antibiotik empirik yang direkomendasikan menurut evidencebased guidelines


dari ATS/IDSA:15
 Rawat jalan :
 Kondisi pasien sebelumnya sehat dan tidak ada riwayat pemakaian
antibiotik dalam 3 bulan terakhir (Makrolid dan Doksisiklin)

11
 Ada penyakit komorbid atau ada riwayat pemakaian antibiotik dalam 3
bulan terakhir (Fluorokuinolon, β-Laktam dan Makrolida)
 Rawat inap (non-ICU) : (Fluorokuinolon, β-Laktam dan Makrolida)
Rawat inap (ICU) : β-Laktam (cefotaxime, ceftriaxone, atau ampisilin-sulbaktam),
azitromisin atau fluoroquinolone, Fluorokuinolon dan aztreonam direkomendasikan
untuk pasien alergi penisilin.15 .

12
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. Ny W

No.MR : 230490

Umur : 1 bulan 15 hari

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Sawah lunto

Tanggal Kedatangan : 08 Agustus 2022

Alloanamnesis

Keluhan Utama :

Sesak nafas sejak 2 hari SMRS.

Riwayat penyakit sekarang

• 2 hari SMRS pasien mengeluhkan batuk, batuk tidak disertai dahak, pasien
juga mengeluhkan pilek dengan hidung mampet disertai ingus, ingus tidak
bisa dikeluarkan sehinga membuat pasien semakin sesak.
• 2 hari SMRS pasien mengalami sesak nafas dan memberat sejak 6 jam SMRS,
sesak dirasakan hilang-timbul dengan ada nya suara menciut, sesak dirasakan
semakin memberat saat posisi pasien tidur, dan sesak berkurang pada saat
pasien digendong, tidak ada tanda kebiruan diseluruh tubuh pasien.
• 2 hari SMRS pasien demam, demam terus-menerus, tidak kejang, tidak
mengigil.
• Bayi tampak gelisah, pucat, bayi sering menangis terutama saat pasein sesak.

13
• Bayi susah minum ASI dikarnakan bayi sesak, muntah dan diare tidak ada.
• BAB dan BAK normal, tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Tidak ada penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


• Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.
• Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat atopi.

Riwayat Persalinan
• Cara lahir : SC
• Berat lahir : 3.200 gram
• Saat lahir : langsung menangis
• Ditolong oleh : dokter
• Indikasi : Melintang

Kesan : Tidak ada morbiditas perinatal

Riwayat Nutrisi

(ASI OD)

• Frekuensi : 8-12 kali/hari


• Durasi : selama 20 menit tampa terputus

14
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

IMUNISASI DASAR/UMUR Bosteer/umur

Hepatitis B -
1 Lahir
2 -
3 -
4 -

Polio -
0 1 bulan
1 -
2 -
3 -

BCG 1 bulan -

DPT -
1 -
2 -
3 -

Campak - -

Booster - -

Riwayat Imunisasi
• Riwayat Imunisasi lengkap sesuai usia.

15
Riwayat Pertumbuhan Dan Perkembangan

Riwayat Perkembangan Umur

Ketawa 1 bulan
Miring -
Tengkurap -
Duduk -
Merangkak -
Berdiri -
Lari -
Gigi pertama -
Bicara -
Membaca -
Prestasi sekolah -

Riwayat Perumahan Dan Lingkungan

• Rumah tempat tinggal : Permanen

• Sumber air minum : PDAM

• Buang air besar : Jamban di dalam rumah

• Pekarangan : Cukup luas

• Sampah : Dibuang di TPS

Kesan: Sanitasi lingkungan baik

16
Riwayat Sosial dan kebiasaan
• Pasien Tinggal Bersama kakek, nenek, dan kedua orang tua.
• Dilingkungan rumah pasien terdapat anggota keluarga yang merokok yaitu

kakek pasien.

• Kasur yang digunakan sehari-hari yaitu springbed dan rutin mengganti sprei

1 kali seminggu.

Pemeriksaan Fisik
• Vital Sign
‐ Keadaan Umum : Tampak sakit berat

‐ Kesadaran : compos mentis

‐ Tekanan darah :-

‐ Frekuensi Nadi : 181x/i, kuat angkat

‐ Frekuensi Nafas : 60x/i

‐ Suhu : 38,6 oC

‐ SpO2 : 99% (O2 nasal kanul 2 liter/menit)

‐ Berat badan : 5 kg

‐ Tinggi badan : 55 cm

‐ BB/U : ( -2 - 0 ) Berat badan normal

‐ TB/U : ( 0 ) Perawakan normal

‐ BB/TB : (-1 ) Gizi baik

‐ Status gizi : Gizi baik perawakan cukup

‐ Anemia : tidak ada

‐ Sianosis : tidak ada

17
• Kepala
‐ Ukuran : Normochepal, lingkar kepala 36 cm, ubun-ubun datar.
• Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
• Mata
‐ Posisi : Simetris kanan dan kiri
‐ Konjunctiva : Anemis tidak ada
‐ Sklera : Ikterik tidak ada

• Telinga
‐ Simetris kiri dan kanan, perdarahan(-/-)
• Hidung
‐ Lubang : Tidak ada sumbatan jalan nafas
‐ Cuping hidung : Pernafasan cuping hidung ada
• Mulut : perdarahan pada gusi tidak ada, mukosa mulut
Lembab,sianosis (-), gusi berdarah (-)
• Leher : tidak ada pembesaran KGB dan kelenjar tiroid
• Thorak
Pulmo
‐ Inspeksi : Retraksi dinding dada inter costae
‐ Palpasi : Taktil fremitus sama kiri dan kanan.
‐ Auskultasi : Vesikuler, Wheezing (+/+), Rhonki (+/+)
• Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Auskultasi : Bunyi jantung I – II Reguler, gallop (-), murmur (-)

• Abdomen
- Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit

18
- Auskultasi : Bising usus (+) Normal
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),
hepar teraba 2 jari di bawah arcus costarum dextra, konsistensi kenyal,
permukaan rata, tanpa nyeri tekan
dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani
- Punggung : Tidak ada kelainan
- Alat kelamin :Tidak dilakukan
- Anggota gerak :Akral hangat, CRT < 2 detik, pulsasi arteri baik
-
Pemeriksaan Laboratuarium
Darah Lengkap (08 Agutus 2022)
o Hb : 15,8 g/dL (N)

o Leukosit : 15,6 103 /mm3 (H)

o Trombosit : 511. 103 /mm3 (H)

o Hematokrit : 22 % (N)

o MCV : 86 FL (N)

o MCH : 34 Pq/cell (N)

o MCHC : 39 g/dl (N)

Kesan : Leukositosis, Trombositosis

Pemeriksaan AGD
o PH : 7.389
o PCO2 : 35.40 mmHg (L)
o PO2 : 51.10 mmHg
o BE : -2.3
o Bikarbonat : 21.60 mEq/L (L)

19
o SO2 : 85.70 % (L)
Kesan : Hipoksemia

Pemeriksaan Penunjang
Ro Thorax

Kesan :

 Pulmo : Infiltrat perihiler dan paracardial bilateral.

Daftar Masalah :

- Demam

- Batuk

- Sesak nafas

- Retraksi

- Rhonki (+), Wheezing (+)

20
- Leukositosis

- Hipoksemia

- Infiltrat

Diagnosis Kerja

Bronkopneumonia

Pemeriksaan Anjuran :

- Hitung jenis

Tatalaksana Medikamentosa

- O2 Nasal kanul 2 L/Menit

- IVFD KAEN 1 B 8 tpm/menit

- Ampicillin 4 x 200 mg (IV)

- Gentamicin 1x 40 mg (IV)

- Dexametason 4 x 1 mg (IV)

- Nebu Combivent 4 x 1

Asuhan Nutrisi Pediatrik


a. Assessment
1. BB/U : (-2 SD – 0 SD ) Berat badan normal
2. TB/U : (0 SD ) Tinggi badan normal
3. BB/TB : (1SD – 2 SD ) Gizi baik
Status gizi : Gizi baik perawakan normal
b. Total Kalori
1. BBI : 5 kg
2. RDA : 5x (120) = (600)
3. Kebutuhan kalori : BBI x RDA
5 x (120) = (600) kkal
c. Jenis makanan : ASI
d. Cara pemberian : Oral

21
e. Evaluasi : Tidak ada reaksi simpang (mual, muntah,
diare, konstipasi), pantau demam dan sesak
nafas.

22
Follow Up

Hari Perjalanan Penyakit


dan
Tanggal
Rawata Subjective Objective Assessment Planning
n ke
09/08/22 -Pasien masuk -HR: 187x/menit Bronkopneu - Opac flow
Rawatan bangsal anak -RR: 40x/menit monia - Fiow 5l/i
Hari ke- -batuk ada, -T: 37,5˚C - fi02 40%
1 sesak ada, -SpO2: 98% - KAEN 1B 4cc/jam
demam ada. -dexamethasone
-Nafas cuping 4x1,5 mg
hidung ada - Ampicilin 4 x 200
I :retraksi dinding
mg (IV)
dada (+)
A: - Gentamicin 1 x 30
-bronkovesikuler mg (IV)
-ronki (+)
-wheezing (+)

23
10/08/22 -Batuk masih -HR: 187x/menit Bronkopneu - Opac flow
Rawatan ada -RR: 40x/menit monia - Fiow 5l/i
Hari ke- -sesak sudah -T: 37,7˚C - fi02 40%
2 sedikit -SpO2: 97% -KAEN 1B 16,6
berkurang cc/jam
-demam ada -nafas cuping -dexamethasone 4x1
hidung ada mg
I: retraksi dinding - Ampicilin 4 x 200
dada (+)
mg (IV)
A:
-bronkovesikuler - Gentamicin 1 x 40
-ronki (+) mg (IV)
-wheezing (+)

11/08/20 -demam (-) -HR: 96x/menit Bronkopneu -KAEN 1B 16,6


22 -sesa(+) sudah -RR: 35x/menit monia cc/jam
Rawatan berkurang -T: 36,2˚C - dexamethasone 4x1
Hari ke- -batuk (+) -SpO2: 97% mg (IV)
3 -BAB normal - Ampicilin 4 x 200
-BAK normal -nafas cuping
mg (IV)
hidung (-)
I: retraksi dinding - Gentamicin 1 x 40
d mg (IV)
- nebu combiven 4x1
respule + Nacl 0,9%

ada (+)
A:
-vesikuler
-ronki (+)
-wheezing (-)
-ekspirasi
memanjang (+)

24
12/08/20 -demam (-) Bronkopneu - IVFD KAEN 1B
22 -sesak (-) -HR: 90x/menit monia
- Ampicilin 4 x 200
Rawatan -batuk (+) -RR: 29x/menit
Hari ke- -BAB dan -T: 36,6˚C mg (IV)
4 BAK normal -BB : 7,8 kg
- Gentamicin 1 x 40
mg (IV)
-nafas cuping
- nebu combiven 4x1
hidung (-)
respule + Nacl 0,9%
I: retraksi dinding
dada (-)
A:
-Bronkovesikuler
-ronki (+)
-wheezing (-)
-ekspirasi
memanjang (-)

13/08/20 -demam (-) -HR: 90x/menit Bronkopneu Ampicilin 4 x 200


22 -sesak (-) -RR: 34x/menit monia
mg (IV)
Rawatan -batuk (+) -T: 36,6˚C
Hari ke- berkurang -nafas cuping - Gentamicin 1 x 40
5 -BAB dan hidung (-) mg (IV)
BAK normal I: retraksi dinding - nebu combiven 4x1
dada (-) respule + Nacl 0,9%
A: - fisioterapi dada
-vesikuler
-ronki (+)
-wheezing (-)
-ekspirasi
memanjang (-)

25
14/12/20 demam (-) -HR: 108x/menit Bronkopneu Ampicillin 4x200
22 -sesak (-) -RR: 36x/menit monia mg
Rawatan -batuk (+) -T: 36,5˚C Gentamicin 1x4 mg
Hari ke- sekali sekali Nebu combivent 4x1
6 -BAB dan -nafas cuping respule + Nacl 0,9%
BAK normal hidung (-)
I: retraksi dinding
dada (-)
A:
-vesikuler
-ronki (+)
-wheezing (-)
-ekspirasi
memanjang (-)

15/08/22 -demam sudah -HR: 100x/menit Bronkopneu Ampicillin 4x200


Rawatan tidak ada -RR: 25x/menit monia mg
Hari ke- -sesak(-) -T: 36,6˚C Gentamicin 1x4 mg
7 -mual muntah -SpO2: 98% Nebu combivent 4x1
(-)
-batuk -Nafas cuping
sesekali hidung tidak ada
-BAB dan I :retraksi dinding
BAK normal dada (-)
A:
-vesikuler
-ronki (-)
-wheezing (-)

Pasien Obat pulang :


pulang Salbutamol

26
BAB IV
ANALISA KASUS
Seorang pasien bayi laki-laki berusia 1 bulan 15 hari didiagnosa dengan
Bronkopneumonia. Diagnosa bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesa didapatkan 2 hari SMRS pasien batuk berdahak, flu disertai sesak
dengat bunyi menciut, terdapat demam. Gejala yang ditemukan pada pasien
merupakan gejala infeksi saluran nafas atas dengan gejala berupa: batuk, flu, demam.
Dan juga disertai infeksi saluran nafas bawah denga gejala berupa sesak. Infeksi
saluran nafas bawah pada bayi paling sering disebabkan oleh bronkiolitis dan
bronkopneumoni. Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratori akut bawah yang
ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus, yang secara klinis ditandai dengan
adanya wheezing. Sedangkan pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim
paru, yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil
disebabkan oleh aspirasi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit berat, tanda vital
takipnue ( frekuensi nafas 60x/menit) dengan SpO2 99% dengan nasal canul 2lpm,
demam subfebris (38,6oc), pada hidung didapatkan pernafasan cuping hidung.
Pemeriksaan thoraks didapatkan retraksi dinding dada, rhonki (+/+), wheezing (+/+),
serta ekspirasi memanjang dikedua lapangan paru.

27
Takipnue dan pengunaan otot bantu nafas merupakan kompensasi pasien untuk
mengatasi keadaan hipoksia. Hipoksia pada pneumonia terjadi akibat peradangan yang
menyebabkan alveoli terisi oleh eksudat, sehingga terganggunya proses pertukaran
oksigen dan aliran darah di alveoli terganggu dan alveoli tidak berfungsi maksimal
menyebkan terjadinya hipoksia. Hipoksia terjadi berdasarkarn banyak nya alveoli
yang terisi oleh eksudat akibat peradangan.
Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah lengkap pada pemeriksaan
didapatkan Leukosit 15,6 103 /mm3(H) dan Trombosit 511. 103 /mm3 (H). Dilakukan
pemeriksaan rontgen thorax yang hasilnya terdapat bercak infiltrat dilapangan paru
kanan atas.
Pada pasien ini diagnosis sesuai dengan bronkopneumoni karena didapatkan
leukositosis, hipoksemi dan infiltrat pada pemeriksaan rontgen.
Pada pasien diberikan O2 2 lpm untuk memperbaiki oksigenasi. IVFD KAEN 1 B
20cc/jam untuk kebutuhan cairan dan elektrolit , Pasang NGT. Menurut WHO tahun
2013 pasien diberikan terapi antibiotik yaitu Gentamisin 1 x 30 mg (Iv), Ampicillin 4
x 200 mg (Iv), Dexametason 4 x 1,5 mg (Iv). Direkomendasikan untuk mengatasi
infeksi akibat bronkopneumonia. Secara epidemiologic penyebab pneumonia pada
balita adalah Streptococcus pneumonia, haemophilus influenza, Mycoplasma
pneumonia, sehingga antibiotic yang diberikan adalah antibiotic yang bisa mengatasi
bakteri gram (+) dan bakteri gram (-). Pasien juga diterapi dengan pemberian β2
agonis, ipratropium bromida bersifat bronkodilator yang berguna untuk melapangkan
saluran nafas juga untuk mukosiliar yang kurang. Pasien diberikan inj. Dexametason
4x1,5 mg, dexametason merupakan golongan kortikosteroid yang berfungsi untuk
meredakan proses inflamasi dimana pada bronkopneumonia ini terjadi proses
inflamasi akibat infeksi bakteri.
Prognosis pada pasien ini untuk quo ad vitam adalah bonam. Angka mortalitas
pada pasien bronkopneumonia 22,1% terjadi pada usia 0-1 tahun dan 28,2% pada usia
1-5 tahun, angka mortalitas ini terjadi pada pasien-pasien imunokompromised,
pasien yang memiliki penyakit penyerta seperti gizi buruk dan tuberculosis, serta
pada pasien yang tidak mendapat terapi yang adekuat. Pada kasus ini, pasien tidak

28
memiliki faktor resiko terjadinnya mortalitas pada bronkopneumoni serta pada pasien
selama perawatan mengalami perbaikan serta telah diberikannya pengobatan yang
adekuat sehingga prognosis pada pasien ini baik.
Prognosis untuk quo ad fungsionamnya bonam karena pada bronkopneumonia
gejala sisa jangka panjang jarang terjadi jika ditalaksana dengan baik.
Prognosis untuk quo ad sanationam adalah dubia ad bonam karena pasien
dengan bronkopneumonia dapat terjadi infeksi lagi apabila mengenai faktor risiko,
terlebih pada pasien ini masih umur yang rentan terhadap infeksi dan faktor risiko
lainnya seperti lingkungan yang sempit dan paparan asap rokok, oral hygen yg dapat
memicu terjadinya infeksi kembali.

29
BAB V
KESIMPULAN

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru-paru, yang


disebabkan oleh mikroorganisme. Bronkopneumonia adalah manifestasi klinis yang
paling umum dari pneumonia pada anak. Pneumonia pada neonatus sebagian besar
disebabkan oleh streptokokus grup B atau bakteri enterik gram negative, sedangkan
pada anak disebabkan oleh streptococcus pneumonia. Adapun faktor risiko yang
dapat meningkatkan kejadian dan derajat pneumonia antara lain adanya penyakit
bawaan, imunisasi tidak lengkap, adanya malnutrisi, gizi buruk, berat badan lahir
rendah, anemia, hipoglikemi, kurangnya ASI ekslusif, aspirasi, polusi lingkungan,
kepadatan penduduk dan kurangnya pendidikan orang tua.
Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan epidemiologi, bakteri penyebab,
predileksi infeksi, dan derajat berat. Diagnosis bronkopneumonia dapat ditegakkan
dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan
pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu
penatalaksanaan umum dan khusus. Pada penatalaksanaan khusus dapat diberikan
mukolitik, antipiretik dan antibiotik. Prognosis bronkopneumonia pada anak
umumnya baik.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Tahun, B., Stefani, M., & Setiawan, A. Hubungan Asap Rokok terhadap Derajat
Keparahan Pneumonia Anak Usia di Bawah 5 Tahun. 2021; 23(4), 235–241.
2. Rudan, I., Boschi-Pinto, C., Biloglav, Z., Mulholland, K., & Campbell, H.
Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bulletin of the World
Health Organization. 2008; 86(5), 408–416.
https://doi.org/10.2471/BLT.07.048769
3. Harelina, T., Setyoningrum, R. A., & Sembiring, Y. E. Faktor Risiko Pneumonia
pada Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan. Sari Pediatri. 2020 ; 21(5), 276.
https://doi.org/10.14238/sp21.5.2020.276-81
4. Sloane E. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC 2003
5. Rahajoe Nastiti, Supriyanto Bambang, Setyanto Budi Darmawan. Buku Ajar
Respirologi Anak IDAI. Edisi pertama 2018. Badan penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
6. Permata Sari Merlinda, Cahyati Hary Widya. Tren Pneumonia Balita di Kota
Semarang Tahun 2012-2018. Higeia Journal Of Public Health Research And
Development 2019. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia
7. Bergman EA, Hawk SN. Diseases of the Respiratory System. Dalam: Nelms M,
Sucher K, Lacey K, Roth SL. Editor. Nutrition Therapy and Pathophysiology. Ed
2. Wadsworth : Cangange Learning 2011:648-681.
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009: 183-
250.
9. Fekadu GA, Terefe MW, Alemia GA. Prevalence of pneumonia among under-
five children in Este town and the surrounding rural Kebeles, Northwest
Ethiopia; a community based cross sectional study. Sci J Pub Health 2014;3:150-
5.

31
10. Mathew, J. L., Singhi, S., Ray, P., Hagel, E., Hedengren, S. S., Bansali, Arun.,
Ygberg, Sofia., Sodhi, Kushaljit Singh., Kumar, BV Ravi., Nilsson, Anna.
Etiology of Community Acquired Pneumonia Among Children in India:
Prospective, Cohort Study. Journal of Global Health 2015 ; 5(2).
11. Ghimire M, Bhattacharya SK, Narain JP. Pneumonia in South-East Asia region:
public health perspective. Indian J Med Res 2012;459-68.
12. Bergman EA, Hawk SN. Diseases of the Respiratory System. Dalam: Nelms M,
Sucher K, Lacey K, Roth SL. Editor. Nutrition Therapy and Pathophysiology. Ed
2. Wadsworth : Cangange Learning 2011:648-681.
13. Zainul Islam, Syarah Martiani Qodariyah, Eka Nursehah. Penggunaan Antibiotik
Pada Terapi Community Acquired Pneumonia. Jurnal Sains dan Teknologi
Farmasi 2017 ; Vol. 19 No. 01.

32

Anda mungkin juga menyukai