BRONKOPNEUMONIA
Oleh :
Preseptor :
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus
ini dengan judul “Bronkopneumonia” dalam rangka untuk memenuhi tugas
kepanitraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan anak.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna, karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca
untuk penyempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1 Definisi......................................................................................................3
2.2 Epidemiologi.............................................................................................3
2.3 Etiologi......................................................................................................4
2.5 Imunopatologi...........................................................................................5
2.6 Patogenesis................................................................................................7
ii
2.8.2 Radiologis........................................................................................15
2.8.3 Serologis...........................................................................................16
2.8.5 Mikrobiologi....................................................................................16
2.8.5 Bakteriologis....................................................................................17
2.10 Tatalaksana..........................................................................................19
2.11 Prognosis..............................................................................................27
BAB IV..................................................................................................................27
ANALISA KASUS................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Prevalensi TB pada anak usia <1 tahun sekitar 0,2%, usia 1–4 tahun 0,4%,
dan 5–18 tahun sekitar 0,3%.Sumber infeksi pada anak sebagian besar adalah
orang dewasa yang menularkan di lingkungan terdekat.Paparan ini mengarah pada
perkembangan lesi parenkim primer (fokus ghon) di paru dan dapat menyebar
melalui kelenjar getah bening. Respons imun berkembang sekitar 4–6 minggu
1
setelah infeksi primer. Dalam beberapa kasus, respons imun yang tidak cukup
kuat menahan infeksi dan penyakit terjadi dalam beberapa bulan. Risiko
berkembang menjadi penyakit meningkat ketika infeksi primer terjadi pada remaja
usia kurang dari 10 tahun, anak sangat muda (0–4 tahun), dan pada anak yang
mengalami gangguan sistem imun.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
3
proporsi ini mungkin menunjukkan endemis yang berbeda antara provinsi, tetapi
bisa juga karena perbedaan kualitas diagnosis TB anak pada level provinsi.
2.3 Etiologi
4
2.4.2 Risiko Sakit
Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi
TB menjadi sakit TB. Faktor risiko yang pertama adalah usia. Anak berusia <5
tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB
karena imunitas selularnya belum 4.1.2.2 Risiko sakit TB berkembang sempurna
(imatur). Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring
dengan pertambahan usia. Pada bayi yang terinfeksi TB, 43%-nya akan menjadi
sakit TB, pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia
remaja 15%, dan pada dewasa 5-10%. Anak berusia <5 tahun memiliki risiko
lebih tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB),
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
2.5 Imunopatologi
5
Keempat, kuman TB laten tumbuh dan muncul manifestasiklinis, disebut sebagai
reaktivasi TB (TB pasca-primer)2
6
sitotoksik serta selpembunuh yang memusnahkan makrofag setempat, jaringan
sekitar dan perkijuan.Hipersensitifitas tipe lambat dapat mengisolasi lesi aktif,
menyebabkan M. TB menjadidorman, kerusakan jaringan, fibrosis dan jaringan
parut. Proses ini dapat merugikan tubuh, dimana M. TB dapat keluar dari bagian
pinggir daerah nekrosis dan membentuk hipersensitifitas tipe lambat kemudian
difagositosis oleh makrofag setempat.
7
2.6 Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik ( droplet nuclei ) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme immunologik nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam
makrofag yang terus berkembang-biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag
mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.2
Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada penyakit lain yaitu
waktu yang diperlukan mulai dari masuknya kuman hingga timbulnya gejala.
Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang
waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut kuman tumbuh hingga
mencapai jumla 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respon
imunitas seluler. Selama minggu-minggu awal infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat
terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB dinyatakan telah terjadi. Hal
tersebut ditandai ditandai dengan terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin. Selama
masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,
8
imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Bila imunitas seluler telah
terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan.1
9
infeksi. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan
menyebar ke saluran vaskuler di dekatnya sehingga sejumlah kuman TB akan
masuk dan beredar dalam darah.2
Gejala klinis TB pada anak dapat berupa gejala sistemik/umum atau scsuai
organ terkait. Gejala umum TB pada anak yang terlihat adalah batuk persisten.
berat badan turun atau gagal tumbuh, demam lama serta lesu dan tidak aktif.
Gejala-gejala tersebut sering diangap tidak khas karena juga dijumpai pada
penyakit lain.Namun demikian, sebenarnya gejala TB bersifat khas, yaitu menetap
(lebih dari 2 minggu) walaupun diberikan terapi yang adekuat (misalnya
antibiotika atau anti malaria untuk demam, antibiotika atau obat asma untuk batuk
lama, dan pemberian nutrisi yang adekuat untuk masalah berat badan).
10
A. Tuberkulosis kelenjar
D. Tuberkulosis mata
11
2.8 Pemeriksaan penunjang
Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan
Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi yang
atau
sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm lebih berarti infeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9 mm berarti cross reaction atau
12
BCG, kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada tanda – tanda lain daritubeculosis yang jelas
maka harus dianggap sebagai mungkin sering kali infeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis.4
Pemeriksaan Radiologis
3. Penyebaran milier.
4. Penyebaran bronkogen
5. Atelektasis
13
leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih normal. Laju Endap Darah
mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal
dan laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.4,5
2. Sputum
1. Bilasan lambung
2. Sekret bronkus
3. Sputum
4. Cairan pleura
5. Liquor cerebrospinalis
6. Cairan asites
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang – kurang nya ditemukan
tiga batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000
kuman dalam 1 ml sputum
14
Catatan:
2.8.2 Radiologis
Gambaran rontgen paru pada TB tidak khas
Rontgen paru normal (tidak terdeteksi)tidak menyingkirkan diagnosis TB
jika klinis dan pemeriksaan penunjang lain mendukung
Pemeriksaan rontgen paru saja tidak dapat digunakan untuk mendianosis
tubekulosis
Secara umum gambaran rontgen sugestif TB:(sebaiknya PA dan lateral)
15
Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat
Konsolidasi segmental/lobar
milier
kalsifikasi,atelektasis,kavitas
Efusi pleura
Bila ditemukan gambaran klinis ringan, namun gambaran radiologis berat,
harus dicurigai TB.6
2.8.3 Serologis
Pada anak, terutama anak kecil, sulit mendapatkan spesimen untuk untuk
pemeriksaan basil TB.Karena sulitnya maka dicari alternatif yang mudah
pelaksanaanya yaitu pemeriksaan serologis (pemeriksaan imunitas
humoral).Selain itu pada awalnya dengan pemeriksaan serologis diharapkan dapat
membedakan antara infeksi dan sakit TB.Namun sampai saat ini belum ada
satupun pemeriksaan serologis yang dapat memenuhi harapan itu. Beberapa
pemeriksaan serologis yang ada diantaranya PAP TB, mycobat, ICT dan lain-lain.
Semua pemeriksaan ini masih dalam taraf penelitian untuk pemakaian klinis
praktis.6
2.8.5 Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan
mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan
kuman M. Tuberkulosis dan pemeriksaan PCR.
16
Saat ini PCR masih digunakan untuk keperluan penelitian dan
belum digunakan untuk pemeriksaan klinis rutin. Dalam pemeriksaan PCR harus
diperhatikan aspek pemilihan spesimen. Seperi kita ketahui, kuman TB ada
didalam darah hanya dalam waktu singkat selama dalam masa inkubasi, sehingga
pemeriksaan PCR dengan spesimen darah tidak bermanfaat. Spesimen yang dapat
digunakan adalah sputum, bilas lambung, cairan pleura, atau CSS.7
2.8.5 Bakteriologis
Diagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji
tuberkulin dan gambaran radiologis paru.Diagnosis pasti kalau ditemukan kuman
tuberkulosis pada pemeriksaan mikrobiologis.Pemeriksaan mikrobiologis yang
dilakukan terdiri dari 2 macam yaitu pemeriksaan mikroskopis hapusan langsung
untuk menemukan basil tahan asam (BTA) dan pemeriksaan biakan kuman
M.tuberkulosis.7
Pada uraian diatas terlihat bahwa tidak ada satupun data klinis maupun
penunjang selain pemeriksaan bakteriologis yang dapat memastikan diagnosis TB
perlu analisis kritis terhadap sebanyak mungkin fakta. Diagnosis TB tidak dapat
ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisis atau pemeriksaan penunjang
tunggal misalnya hanya dari pemeriksaan radiologis. Karena sulitnya menegakkan
diagnosis TB pada anak, banyak usaha membuat pedoman diagnosis TB dengan
sistem skoring dan alur diagnostik.Misalnya pedoman yang dibuat oleh
WHO,Stegen and jones, dan UKK Pulmonologi PP IDAI.1
Jika dijumpai pasien dengan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura
pada foto rontgen, terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan
penurunan kesadaran, serta tanda kegawatan lain, misalnya sesak napas; pasien
harus dirawat inap di rumah sakit. Sedangkan bila dijumpai gibbus dan koksitis,
pasien harus dikonsultasikan ke bedah ortopedi dan neurologi anak.4
17
lainnya, seperti bilasan lambung (BTA dan kultur M.tuberkulosis), patologik
anatomi, pungsi pleura, pungsi lumbal,CT-scan, funduskopi, serta foto Rontgen
tulang dan sendi.1
Parameter 0 1 2 3
Demam tanpa
sebab yang jelas - ≥ 2 minggu - -
Batuk - ≥ 3 minggu - -
Pembesaran
kelenjar colli, - ≥ 1 cm, jumlah > - -
aksila, inguinal 1, tidak nyeri
Pembengkakan
tulang atau sendi - Ada - -
pembengkakan
Sistem skoring :
Catatan:
18
Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat datang.
Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku.
Gambaran sugestif TB, berupa; pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrat; konsolidasi segmental/lobar; kalsifikasi dengan
infiltrat; atelektasis; tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam
skor karena diperlakukan secara khusus.
Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak,
maka sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan.
Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG (≤ 7
hari) harus dievaluasi dengan sistim skoring TB anak, BCG bukan
merupakan alat diagnostik.
Didiagnosis TB Anak ditegakkan bila jumlah skor ≥ 6, (skor maksimal
13).
Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto toraks,
dan/atau terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan penurunan
kesadaran serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas, pasien harus di rawat
inap di RS1.
2.10 Tatalaksana
2.8.1. Medikamentosa
19
adalah PAS, viomisisn, sikloserin, etionamid, kanamisin, dan
kpriomisisn, yang digunakan jika terjdi multridrug resistance (MDR).
Rifampisisn dan INH merupakan obat pilihan utama dan di tambah
dengan pirazinamid.Etambutol dan streptomisin.1
Isoniozid (INH)
- Bakterisid dan bakterostatik
- Efektif pada intrasel dan ekstrael kuman
- Dapat melalui LCS, cairan pleura, asites, ASI
- Dosis 5-15 mg/kg/hari, maks 300 mg/hari, 1x pemberian bila
diberikan bersama rifampisin dosis maks 10 mg/kg/hari
- Efek toksik:hepatotoksik dan neuritis perifer.INH tidak
dilanjutkan bila kadar SGOT/SGPT > 3x normal atau
manifestasi klinis hepatitis(kuning, mual, muntah, sakit perut)
- INH di metabolisme malalui asetilasi di hati.
Pirazinamid
- Bakterisid intrasel pada suasana asam
- Dapat melalui LCS, cairan dan jaringan tubuh
- efek samping; hepatotoksik, anoreksia, iritasi saluran cerna
- Dosis 15-30 mg/kg/hari, maks 2 gram/hari
Etambutol
- Jarang diberikan pada anak, karena toksik pada mata
- EMB tidak diberikan pada anak yang belum dapat dilakukan
pemeriksaan penglihatan
- EMB dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan resisten
obat lain
- dosis 15-20 mg/kg/hari, maks 1,25 gram/hari, dosis tunggal
Streptomisin
- Bakterisid dan bakterostatik kuman ekstrasel pada keadaan
basa atau netral
- Jarang digunakan, namun penting pada resisten obat
- Dosis 15-40 mg/kg/hari, maks 1 gram/hari,IM
20
- Sangat baik melewati selaput otak yang meradang, namun tidak
dapat melewati selaput otak yang tidak meradang
- Efek toksik:gangguan tinitus dan pusing.KI pada wanita hamil2
Tabel 2.3. Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa dipakai dan dosisnya1
Nama obat Dosis harian Dosis maksimal Efek samping
(mg)kg)hr) (mg)kg)hr)
Isoniazid 5-15 300 Hepatitis,neuriti
s
perifer,hipersen
Rifampisin 10-20 600 sitifitas.
Gastrointestinal,
reaksi kulit,
hepatitis,
trombositopeni,
peningkatan
enzim hati,
Pirazinami 15-30 2000 cairan tubuh
d berwarna
merah oranye
kemerahan.
15-20 1250
Etambutol Toksisitas
hepar, atralgia,
gastrointestinal.
Neuritis optik,
ketajaman mata
steptomici 15-40 1000 berkurang, buta
n warna merah
hijau,
hipersensitivitas
,
gastrointestinal.
Ototoksik,
nfrotoksik.
21
* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi
10mg/kgBB/hari.
** rifampisisn tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena
dapat mengganggu bioavaibilitas rifampisin
Panduan obat TB
- Prinsip dasar pengobatan TB : minimal 2 macam obat, 6-12 bulan
- Pengobatan dibagi dalam 2 fase :
- Fase intensif (2 bulan pertama); RHZ
- Fase lanjutan;RH
- Pada TB berat (pulmonal/ekstrapulmonal);TB milier, Meningitis
TB, TB tulang dan lain-lain:
• Fase intensif minimal 4 macam obat; (RHZE/S)
22
Memungkinkan petugas kesehatan memberikan pengobatan
standar dengan tepat
Catatan
23
• Obat harus diberikan secara utuh.
Evaluasi Hasil Pengobatan
- Dilakukan setelah 2 bulan
- Apabila respons baik; gejala klinis hilang, BB naik, obat diteruskan
- Apabila respons kurang baik; gejala masih ada, BB tetap, OAT
terus sambil merujuk ke sarana yang lebih tinggi atau konsulen
paru anak
Evaluasi Efek samping pengobatan
- Efek samping jarang terjadi bial dosis INH tidak > 10 mg/kg/hari
dan rifampisin tidak > 15 mg/kg/hari
- Hepatotoksisitas; SGOT/SGPT ↑5X normal
- Bilirubin total > 1,5 mg/dl
- Peningkatan SGOT/SGPT berapapun, disertai anoreksia, ikterus,
nausea, muntah
- Bila peningkatan enzim transaminase >5x, OAT stop
• Cek ulang setelah 1 minggu penghentian
• OAT → Nilai laboratorium normal
Multi-Drug Resistant (MDR-TB)
- MDR-TB:M.TB yang resisten terhadap 2 atau lebih OAT biasanya
INH dan Rifampisin
- Penyebab:
• Pemakaian obat tunggal
• Pencampuran obat yang tidak dilakukan secara benar
• Kurangnya kepatuhan minum obat5
2.8.2. Non-medikamentosa.
Pendekatan DOTS
24
pengertian yang kurang mengenai tuberkulosis dari pasien serta
keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien untuk minum obat.
DOTS
Directly Observed Treatment Shortcourse
25
Sebaliknya jika ditemukan pasien TB dewasa aktif maka anak di
sekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi
tuberkulosis. Pelacakkan tersebut dilakukan dengan cara anamnestik,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin.1
Pencegahan
1. BCG
2.Kemoprofilaksis
26
menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi(uji
tuberkulin negatif).Obat dihentikan bila sumber kontak sudah tidak menular lagi
dan anak ternyata tetap tidak infeksi(setelah uji tuberkulin ulangan).6
2.11 Prognosis
27
BAB IV
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29