Tuberkulosis Milier
Oleh :
Preseptor :
dr.Elli Kusmayati Sp.A
Segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah
SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas segala rahmat dan
“Tuberkulosis Milier” Penyusunan laporan kasus ini sebagai salah satu tugas
Ilmu Kesehatan Anak atas waktu dan tenaga yang telah diluangkan untuk
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan
di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1. TB Milier........................................................................................................31
BAB 4 PEMBAHASAN.......................................................................................33
BAB 5 KESIMPULAN........................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................39
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
Umur : 14 tahun
Agama : Islam
Suku : Aceh
Pekerjaan : Siswa
bersaudara).
3
4
2.3. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada orang tua pasien dan
autoanamnesis pada pasien pada tanggal 5 Juni 2022 pukul 13.30 WIB di kamar
perawatan pasien ruang anak.
2.3.1 Keluhan utama
Demam
2.3.2 Keluhan Tambahan
- Pusing
- Lemas
- Batuk sesekali dan berdahak
- Penurunan nafsu makan dan berat badan
2.3.3 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Cut Meutia dibawa oleh keluarganya
dengan keluhan utama demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam yang dirasakan naik turun dan meningkat terutama pada malam hari
namun suhu demam tidak terlalu tinggi. Pasien juga sering keringat berlebih pada
malam hari sejak satu minggu terakhir. Pasien juga menjadi tidak nafsu makan
dan lemas dikarenakan keluhan demam yang dirasakan. Sebelumnya demam
sudah muncul dan sembuh dengan pengobatan mandiri sejak satu bulan
terakhir bersamaan dengan batuk berdahak yang muncul sesekali.
Keluarga pasien juga mengatakan berat badan semakin menurun sejak satu
tahun terakhir ±3-4 kg. Keluhan seperti muncul benjolan ditubuh disangkal
oleh keluarga dan pasien.
2.3.4 Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya dan di rawat inap
dengan diagnosa demam typhoid. Riwayat batuk lama dengan pengobatan
selama 6 bulan disangkal. Riwayat alergi makanan dan obat di sangkal.
HiB + + + - - -
Kesan : Imunisasi dasar lengkap, imunisasi ulangan dan tambahan tidak lengkap.
2.3.10 Riwayat tumbuh kembang
Riwayat tumbuh kembang normal
2.3.11 Riwayat Pubertas
Pasien sudah mengalami pubertas mulai umur 11 tahun dengan perubahan
suara kemudian diikuti tumbuh rambut pada ketiak dan area kemaluan.
(-)
5. Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), tidak tampak pelebaran
vena, retraksi epigastrium (-), soepel (+)
Palpasi : Defans muscular (+), tidak teraba massa, turgor
kulit normal, nyeri tekan seluruh lapang
abdomen (+)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-), nyeri ketok (-/-)
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, Shifting
dullness (-)
Auskultasi : Peristaltik usus normal
6. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema tungkai (-/-), atrofi
otot (-/-), sianosis (-/-), kelemahan anggota
gerak (-/-), CRT <2 detik
Superior Inferior
Ekstremitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Oedema - - - -
Fraktur - - - -
29-05-2022
HEMATOLOGI KLINIK/KIMIA DARAH
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 12,31 g/dl 13,0-18.0
Eritrosit 5,07 juta/uL 4,5-6,5
Leukosit 18,28 ribu/uL 4.0-11.0
Hematokrit 35,70 % 37-47
MCV 70,42 fl 79-99
MCH 24,28 pg 27-31,2
MCHC 34.48 g/dl 33.0-37.0
Trombosit 398 ribu/uL 150-450
9
31-05-2022
KIMIA DARAH
Fungsi ginjal Hasil Nilai Normal
Ureum 19 mg/dl < 50
Kreatinin 0.88 mg/dl 0.5 – 0.9
Asam urat 5,6 ribu/uL 2.4 – 5.7
Fungsi hati
SGOT 15 U/L < 31
SGPT 16 U/L < 32
Bilirubin total 0.53 mg/dl < 1.0
Bilirubin direct 0.24 mg/dl 0.0-0.5
Bilirubin indirect 0.29 mg/dl 0-0.7
Fosfatase alkali 380 U/L 35-105
2.11. Prognosis
1. Ad vitam : dubia ad bonam
11
A/ susp. TB paru
P/ susul hasil baca rontgen dan
TCM
2 Juni 2022 S/ Demam (-), nyeri perut (+), - Diet TKTP
(H +5) pusing (+), batuk (-), susah - IVFD RL 20 gtt (makro)
menelan dan lidah terasa perih (+) - Drip Paracetamol 40 cc/8 jam
- Inj Ceftriaxone 750 mg/12 jam
- Inj Ranitidin 12.5 mg/12 jam
O/ HR: 119 x/menit; - Inj Ondansetron 2 mg/12 jam
RR: 22 x/menit - Syr. Solvita 2xCII
T: 36,5 oC
SpO2: 99%
A/ susp. TB Paru
P/ susul TCM
3.1.2 Epidemiologi
TB merupakan penyebab kematian utama dari satu agen infeksi serta
termasuk salah satu dari 10 besar penyebab kematian diseluruh dunia. Secara
global pada tahun 2019, diperkirakan terdapat 10 juta kasus tuberkulosis. Secara
geografis, sebagian besar kasus baru TB pada tahun 2019 didominasi wilayah
Asia Tenggara yaitu 44% lalu diikuti oleh Afrika sebesar 25% dan Pasifik Barat
18% sementara persentase lebih kecil terdapat di Mediterania Timur, Amerika dan
Eropa 2.
14
Dari 10 juta pasien TB, 1 jutanya merupakan kelompok umur anak-anak
(0- 14 tahun) dan sekitar 52 % berusia dibawah 5 tahun. Anak dibawah 5 tahun
berisiko lebih besar untuk berkembangnya penyakit TB yang lebih parah terutama
usia
15
15
dibawah 2 tahun. Dari 1,6 juta kematian akibat TB tahun 2017, 233.000 kematian
terjadi pada kelompok umur anak-anak dengan persentase 80% tergolong balita 6.
Indonesia adalah satu dari delapan negara yang menyumbang dua pertiga
dari total global yaitu sebesar 8.5% dengan jumlah penderita yang diperkirakan
56% terjadi pada laki-laki, 32% pada perempuan dan 12% terjadi pada anak-anak
dibawah 15 tahun. Indonesia berada pada posisi kedua setelah negara India dan
diikuti China diurutan ketiga 7. Pada tahun 2019 jumlah kasus tuberkulosis yang
ditemukan sebanyak 543.874 kasus, menurun bila dibandingkan semua kasus
tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2018 yang sebesar 566.623 kasus. Pada
tahun 2020, Amerika Serikat melaporkan kasus TB ada 317 kasus di antara anak-
anak usia 14 tahun atau lebih muda di Amerika Serikat, terhitung 4% dari semua
orang yang dilaporkan dengan TB secara nasional. Selengkapnya dapat dilihat
pada gambar berikut 8:
lisosom tubuh dan juga mempertahankan pewarna fuchin basa merah setelah
pembilasan asam (acid-fast stain) oleh sebab itu disebut juga bakteri tahan asam
(BTA).9
3.1.4 Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infesi TB. Hal ini
disebabkan karena ukuran kuman TB sangat kecil sehingga kuman TB dalam
percik renik (droplet nuclei) yang terhirup dapat masuk mencapai alveolus.
Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non
spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil
kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag.5,10 Faktor virulensi termasuk kandungan asam
mikolat yang tinggi dari kapsul luar bakteri, yang membuat fagositosis menjadi
lebih sulit bagi makrofag alveolar. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.5 Dari
focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan
saluran limfe yang meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak
masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap
disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya
kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung
dalam waktu 4‐8 minggu dengan rentang waktu antara 2‐12 minggu. Dalam masa
inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103‐104 , yaitu jumlah
yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.5
Selama berminggu‐minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
18
(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. TB milier merupakan
hasil dari acute generalized hematogenic spread.3,11
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan
menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan
masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe
ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread.3,11
atau anti malaria untuk demam, obat asma untuk batuk lama, pemeberian nutrisi
yang adekuat untuk masalah berat badan.3
1. Gejala sistemik/umum3
a. Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau
terjadi gagal tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diberikan
upaya perbaikan gizi yang baik dalam waktu 1-2 bulan
b. Demam lama (≥2 minggu) dan/ atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, ISK, dll). Demam umumnya tidak tinggi.
Keringat malam saja tidak spesifik.
c. Batuk lama ≥2 minggu, bersifat non-remitting dan sebab lain batuk
telah disingkirkan. Batuk tidak membaik dengan pemberian
antibiotika atau obat asma (sesuai indikasi)
d. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain
2. Gejala spesifik terkait organ3,12
a. TB kelenjar
biasa didaerah leher (regio colli)
pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai sarana untuk uji tuberkulin dan foto
Gambar 6 Skoring
TB anak
Penemuan Pasien TB Anak Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara
melakukan pemeriksaan pada :3
1) Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular. Yang dimaksud
dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau sering
bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular adalah
terutama pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif
dan umumnya terjadi pada pasien TB dewasa. Pemeriksaan kontak erat
ini akan diuraikan secara lebih rinci dalam pembahasan pada bab
profilaksis TB pada anak.
2) Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB
anak. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ
yang paling sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat
berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu
24
ditekankan bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala
serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.
Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:3
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan
gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah
dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan bakteriologis
Merupakan pemeriksaan yang penting untuk menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan sputum pada anak terutama dilakukan pada anak usia lebih
dari 5 tahun, HIV positif, gambaran kelainan paru luas. Namun, karena
kesulitan pengambilan spesimen sputum pada anak, pemeriksaan ini tidak
rutin dilakukan. Cara mendapatkan sputum pada anak:3
a. Berdahak
Pada anak lebih dari 5 tahun biasanya dapat mengeluarkan spuntum
secara langsung.
25
b. Bilas lambung Menggunakan NGT dan pada anak yang tidak dapat
mengeluarkan dahak. Spesimen dikumpulkan minimal 2 hari berturut-
turut dipagi hari.
c. Induksi sputum
Beberapa pemeriksaan bakteriologis untuk TB :
a. Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum
b. Tes cepat molekuler (TCM)
c. Biakan Merupakan baku emas/gold standar. Namun kekurangannya
memerlukan waktu yang relatif lama
b. Pemeriksaan penunjang lainnya
a. Uji Tuberkulin
Bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada anak,
khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas. Uji
tuberkulin tidak bisa membedakan antara infeksi dan sakit TB,
sehingga harus diikuti pemeriksaan lain. Uji tuberkulin dilakukan
dengan cara Mantoux (penyuntikan intrakutan) dipermukaan volar
lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48‐72 jam setelah penyuntikan.
Diukur diameter transveral dari indurasi yang terjadi. Uji positif bila
indurasi >10 mm. 5-10 mm meragukan, lakukan uji ulang 2 minggu
berikutnya.
b. Foto thoraks
Gambaran radiologis yang menunjang TB secara umum :
- Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, dengan
atau tanpa infiltrate
- Konsolidasi segmental/lobar
- Efusi pleura
- Milier
- Atelektasis
- Kavitas
- Kalsifikasi dengan infiltrate
- Tuberkuloma
- Bronkiektasis
26
- Destroyed lung
27
maksimal
(mg/kgBB/hari)
(mg/hari)
Hepatitis, neuritis
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 perifer,
hipersensitifitas
Cairan tubuh
berwarna orange
kemerahan, GI,
reaksi kulit,
Rifampisin (R) 15 (10-12) 600
hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan
enzim hati
Toksisitas hepar,
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) -
atralgia, GI
Neuritis Optik,
ketajaman mata
berkurang, buta
Etambutol (E) 20 (15-25) - warna merah
hijau,
hipersensitivitas,
GI
Ototoksik,
Streptomisin 15-40 1000
nefrotoksik
4 mgg dosis
Meningitis penuh
TB kemudian
tap-off
12 bulan
Peritonitis 2 mgg dosis
TB 10 HR penuh
kemudian
Skeletal TB
tap-off
Keterangan:
1. Bayi dibawah 5 kg diberikan OAT terpisah, bukan KDT
2. Apabila ada kenaikan BB maka dosis dan jumlah tablet disesuaikan
dengan BB saat itu
3. Untuk anak obesitas, dosis KDT berdasarkan Bb ideal (menurut umur)
4. OAT KDT diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah atau digerus)
5. Obat diberikan saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
6. Bila INH dikombinasikan dengan rifampisin, dosis INH tidak boleh
melebihi 10 mg/kgBB/hari
7. Apabila OAT diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh
dicampur dalam satu puyer
Tambahan:
1. Kortikosteroid3,14
Kortikosteroid dapat digunakan untuk TB dengan komplikasi seperti meningitis
TB, sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar, dan perikarditis TB. Steroid dapat
pula diberikan pada TB milier dengan gangguan napas yang berat, efusi pleura
dan TB abdomen dengan asites. Prednison dengan dosis 2 mg/kg/hari sampai 4
30
mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60 mg/hari selama 4
minggu. Setelha pemberian penuh dilakukan tappering-off.
2. Piridoksin3
Isoniazid menyebabkab defisiensi piridoksin simptomatik, terutama untuk anak
dengan malnutrisi berat dan HIV. Suplementasi piridoksin (5-10 mg/hari).
B. Nutrisi
C. Pemantauan dan evaluasi
a) Idealnya setiap anak dipantau setidaknya: tiap 2 minggu pada fase
intensif dan setiap 1 bulan pada fase lanjutan sampai terapi selesai
b) Penilaian meliputi: penilaian gejala, kepatuhan minum obat, efek
samping, dan pengukuran berat badan
c) Dosis obat mengikuti penambahan berat badan
d) Kepatuhan minum obat dicatat menggunakan kartu pemantauan
pengobatan, ada PMO
e) Pemantauan sputum harus dilakukan pada anak dengan BTA (+) pada
diagnosis awal, yaitu pada akhir bulan ke-2, ke-5 danke-6.
f) Foto toraks tidak rutin dilakukan karena perbaikan radiologis
ditemukan dalam jangka waktu yang lama, kecuali pada TB milier
setelah pengobatan 1 bulan dan efusi pleura setelah pengobatan 2 – 4
minggu.
g) Anak yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi TB harus
dirujuk untuk penilaian dan terapi, anak mungkin mengalami resistensi
obat, komplikasi TB yang tidak biasa, penyebab paru lain atau masalah
dengan keteraturan minum obat
D. Imunisasi BCG
Pengontrolan penyakit TB bergantung pada pencegahan dengan imunisasi
Bacille-Calmete-Guerin (BCG) atau terapi kemoprofilaksis, serta
pengobatan tepat dengan sistem pendekatan directly observed therapy
short course (DOTS). Vaksin BCG berasal dari bakteri Mycobacterium
bovis hidup yang dilemahkan.3
31
kejang atau penurunan kesadaran. Pada kasus yang dicurigai ada infeksi HIV,
harus dilakukan pemeriksaan rapid tes ataupun PCR HIV sesuai umur dan
kondisi. Jika dokter dan petugas di fasyankes primer menemukan kasus dengan
klinis diduga TB milier, maka wajib dirujuk ke RS rujukan. Di RS rujukan, tata
laksana umum diberikan sesuai kondisi pasien. Pada keadaan distres napas yang
berat dapat dipertimbangkan pemakaian ventilator. OAT yang diberikan pada fase
intensif adalah 4 macam yaitu RHZE dan fase lanjutan 2 macam yaitu RH.
Pemberian steroid bertujuan untuk mencegah perlengketan di jaringan paru, amat
bermanfaat jika juga terdapat TB meningitis. Steroid dengan dosis 1-2
mg/kgBB/hari (maksimal 60 mg/hari) diberikan selama 4 minggu , kemudian
dilakukan tapering off selama 2 minggu, lalu dihentikan 5.
Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan TB milier biasanya berjalan
lambat. Respon keberhasilan terapi antara lain adalah menghilangnya demam
setelah 2—3 minggu pengobatan, peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas
hidup sehari-hari, dan peningkatan berat badan. Gambaran milier pada foto toraks
berangsur-angsur menghilang dalam 5—10 minggu, tetapi mungkin juga belum
ada perbaikan sampai beberapa bulan.Pasien yang sudah dipulangkan dari RS
dapat melanjutkan pengobatan di fasyankes primer 5.
34
BAB 4
PEMBAHASAN
Anak laki-laki, 14 tahun, datang ke IGD RSU Cut Meutia dibawa oleh
keluarga dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam yang dirasakan naik turun dan meningkat terutama pada malam hari
namun suhu demam tidak terlalu tinggi. Pasien juga sering keringat berlebih pada
malam hari sejak satu minggu terakhir. Pasien juga menjadi tidak nafsu makan
dan lemas dikarenakan keluhan demam yang dirasakan. Sebelumnya demam
sudah muncul dan sembuh dengan pengobatan mandiri sejak satu bulan terakhir
bersamaan dengan batuk berdahak yang muncul sesekali. Keluarga pasien juga
mengatakan berat badan semakin menurun sejak satu tahun terakhir ±3-4 kg.
Demam disebabkan karena kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau
oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya.
Demam pada infeksi terjadi akibat mikroorganisme merangsang makrofag atau
PMN membentuk PE (faktor pirogen endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumor
necrosis factor), dan IFN (interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan
bantuan enzim cyclooxygenase pembentuk prostaglandin. Prostaglandin-lah yang
meningkatkan set point hipotalamus. Kemampuan anak untuk beraksi terhadap
infeksi dengan timbulnya manifestasi klinis demam sangat tergantung pada umur.
Semakin muda usia bayi, semakin kecil kemampuan untuk merubah set-point dan
memproduksi panas. Batuk merupakan salah satu cara untuk membersihkan
saluran pernafasan dari lendir atau bahan dan benda asing yang masuk sebagai
refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi trakeobronkial. Batuk ini
kemungkinan disebabkan oleh adanya infeksi-inflamasi pada saluran pernapafasan
karena disertai dengan gejala demam.
Berkeringat malam tanpa adanya aktivitas fisik pada penderita
tuberkulosis aktif terjadi sebagai respon salah satu molekul sinyal peptida yaitu
tumour necrosis factor alpha (TNF-α) yang dikeluarkan oleh sel-sel sistem imun
di mana mereka bereaksi terhadap bakteri infeksius (Mycobacterium
tuberculosis). Monosit yang merupakan sumber TNF-α akan meninggalkan aliran
35
adanya penyumbatan jalan napas akibat adanya cairan atau lendir. Hal ini dapat
terjadi pada proses inflamasi yang mengakibatkan berpindahnya eksudat kejalan
nafas.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan kesan
leukositosis yaitu 18,28 ribu/uL. Peningkatan leukosit pada pasien ini merupakan
respon tubuh dalam mengatasi infeksi. Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan
gambaran infiltrate yang tersebar dikedua pulmo, opasitas homogeny di hemitorax
dextra aspeklaterobasal yang menunjukkan kesan TB Milier dengan efusi pleura
dextra dan pleural reaction sinistra. Efusi pleura tuberkulosis terjadi bila rongga
pleura terinfeksi oleh M. Tuberkulosis. Efusi Pleura TB terutama disebabkan oleh
proses eksudasi. Angka kejadian efusi pleura adalah 31% dari seluruh penderita
TB Paru. Hipotesis terakhir mengenai patogenesis efusi pleura TB adalah adanya
fokus perkejuan di daerah subpleural yang pecah ke dalam rongga pleura dalam 6-
12 minggu setelah infeksi primer. Kebanyakan pasien efusi pleura TB memiliki
riwayat kontak dengan pasien TB dalam keluarga.3
Diagnosis tuberkulosis pada anak bisa ditegakkan melalui pemeriksaan
bakteriologis terutama dilakukan pada anak diatas lima tahun yang pada biasanya
sudah dapat mengeluarkan sputum atau dahak secara langsung dengan berdahak,
namun pada anak yang sulit berdahak tidak bisa dilakukan pemeriksaan
bakteriologis sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun
underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama.
Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis tuberkulosis anak
perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor. Pada pasien ini didapatkan
skor tb anak yaitu 5. Berdasarkan skor tersebut, pasien bukanlah tergolong dalam
penderita tuberkulosis namun, rontgen menunjukkan gambaran khas dari tb milier
maka berdasarkan hal tersebut pasien dilanjutkan pengobatan OAT.3
Pasien ini mendapatkan terapi cairan untuk membantu pemenuhan
kebutuhan cairannya dengan infus ringer laktat 30 tpm (makro). Pasien juga
mendapatkan infus PCT dengan kecepatan 40 cc/8jam untuk menurunkan demam
yang di derita pasien. Sebelum di dapatkan hasil pemeriksaan penunjang foto
toraks, pasien di diagnosis terlebih dahulu sebagai obs. Febris ec. dd 1. Demam
37
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronis yang dapat dicegah
dan disembuhkan. TB pada anak menimbulkan gejala yang sangat tidak khas jika
dibandingkan dengan dewasa, sehingga sering terjadi underdiagnose pada anak.
Tes diagnosis yang akurat untuk TB masih belum ada, namun Indonesia melalui
IDAI sudah telah membuat pedoman nasional tuberkulosis anak dengan
menggunakan sistem skoring untuk membantu diagnosis TB anak. Sistem skoring
ini membantu tenaga kesehatan mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun
overdiagnosis TB.
Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang pasien anak laki-laki, berumur
14 tahun, dengan keluhan demam yang hilang timbul satu bulan terakhir dan
memberat 4 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan lemas serta penurunan nafsu
makan diikuti penurunan berat badan selama satu tahun terakhir. Pasien juga
mengatakan keluhan seperti batuk muncul sesekali diikuti dahak yang cukup
banyak. Dari pemeriksaan fisik ditemukan ronkhi pada kedua lapang paru tanpa
adanya pembesaran kelenjar KGB. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan kesan leukositosis. Rontgen toraks didapatkan gambaran TB milier
dengan efusi pleura dextra sinistra dan berdasarkan hasil skoring pasien memiliki
skor 5. Pasien di diagnosis TB milier dengan efusi pleura dextra sinistra.
Prognosis pada anak ini dubia ad bonam karena tidak ada komplikasi yang berat
dan pasien berada di usia 14 tahun.
38
40
DAFTAR PUSTAKA
16. Dewi M, Utami A, Putu N, et al. Faktor Risiko Infeksi Tuberkulosis Milier
dan Ekstraparu pada Anak Tuberkulosis. Sari Pediatr. 2021;22(5).
17. Rumende CM. Tuberkulosis Diseminata.
18. Fort GG. Miliary Tuberculosis. In: Ferri’s Clinical Advisor. ; 2017:P1305-
6.
19. Hisyam B. Manfaat terapi kortikosteroid pada tuberkulosis paru dan
ekstraparu. Berkala Ilmu Kedokteran. 2001;33(2).