Anda di halaman 1dari 78

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah melimpahkan
rahmat dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku panduan
blok Sistem digestif ini. Pada blok ini mahasiswa diharapkan mempunyai pengetahuan
klinis tentang kelainan-kelainan di pada sistem digestif dan hubungannya dengan bidang
ilmu yang lain.
Dengan sistem pembelajaran yang berbasis kompetensi yang telah diterapkan di
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram diharapkan dapat mencetak dokter-dokter
yang lebih kompeten dan mempunyai pengetahuan yang terintegrasi sehingga mampu
menjawab tantangan di masa yang akan datang. Pembelajaran yang berbasis kompetensi
dengan menitikberatkan pada pembelajaran mandiri oleh mahasiswa sendiri (student
centred learning) dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa
terhadap ilmu ilmu kedokteran yang mereka pelajari dan mampu meningkatkan
motivasi mahasiswa untuk belajar secara terus menerus (long life learning). Pada blok
ini terdapat 7 skenario yang akan dipelajari oleh mahasiswa pada proses tutorial. Kami
harapkan skenario yang telah disusun dapat memacu diskusi mahasiswa yang aktif dan
dinamis serta mencari sumber belajar secara mandiri.
Demikian buku panduan ini kami susun dengan harapan semoga dapat
dipergunakan semaksimal mungkin sebagai panduan mahasiswa dan bahan diskusi
untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Terimakasih kami sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya buku panduan ini. Masukan dan
kritikan sangat kami harapkan untuk penyempurnaan buku panduan ini.
Mataram, Oktober 2010

Penyusun

Daftar Isi
Kata Pengantar ...................................................................................................... 1
Daftar isi ............................................................................................................... 2
Pendahuluan ........................................................................................................ 3
Tujuan ....................................................................................................................3
Prasyarat Blok ....................................................................................................... 3
Sasaran Blok ........................................................................................................ 4
Hubungan dengan Blok Lain ................................................................................ 5
Cabang Ilmu Terkait ............................................................................................. 6
Bentuk Kegiatan ................................................................................................... 6
Tugas dan kewajiban mahasiswa .......................................................................... 8
Petunjuk Teknis Tutorial ...................................................................................... 9
Kunjungan lapangan .............................................................................................9
Evaluasi pembelajaran ...........................................................................................10
Skenario 1 ............................................................................................................. 11
Skenario 2 ............................................................................................................. 20
Skenario 3 ............................................................................................................. 33
Skenario 4 ............................................................................................................. 43
Skenario 5 ............................................................................................................. 48
Skenario 6 ..............................................................................................................58
Skenario 7 .............................................................................................................. 67
Daftar Nama tutor dan instruktur
Jadwal Blok

A. PENDAHULUAN
Blok Sistem digestif ini berisi tentang segala permasalahan kesehatan yang
berhubungan dengan saluran pencernaan. Blok ini mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kurikulum pendidikan dokter. Banyak kasus penyakit dan kelainan
pada sistem digestif yang harus dikuasai oleh dokter umum, baik yang disebabkan
oleh trauma, infeksi, obstruksi, kelainan bawaan maupun keganasan. Dalam blok ini
mahasiswa akan mempelajari masalah masalah yang berkaitan dengan sistem
digestif yang sering terjadi pada kehidupan sehari hari. Mahasiswa juga sudah
mulai melakukan survei langsung dalam bentuk kunjungan lapangan ke Rumah
Sakit dalam rangka proses early clinical exposure.
B. TUJUAN
Dari blok sistem digestif ini mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dan
keterampilan mengenai kelainan yang terkait sistem digestif meliputi aspek :
1

patofisiologi

gejala klinis

pemeriksaan fisik

pemeriksaan penunjang

diagnosis banding

penatalaksanaan

komplikasi

prognosis

preventif

yang berhubungan dengan kelainan infeksi, trauma, degeneratif, kongenital,


neoplasma dan metabolik pada sistem digestif.
C. PRASYARAT BLOK
1

Mahasiswa Mengetahui anatomi (mikros dan makros) sistem digesif

Mahasiswa Mengetahui fisiologi sistem digesif

Mahasiswa Mengetahui embriogenesis sistem digesif

Mahasiswa telah lulus :


1

Blok 2 : Blok Biomedik

Blok 3 : Blok Homeostasis

Blok 4 : Blok Pertahanan Tubuh


3

Blok 5 : Blok Metabolisme dan Energi

Blok 6 : Blok Sirkulasi dan Distribusi

Blok 7 : Blok Lokomosi

Blok 9 : Blok Genetika dan Tahap-Tahap Kehidupan

D. SASARAN BLOK
1

Mahasiswa mampu mengetahui penyakit yang terkait dengan sistem digestif

Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi penyakit yang terkait dengan


sistem digestif

Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala klinik penyakit yang terkait
dengan sistem digestif

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik penyakit yang terkait dengan


sistem digestif pada pasien simulasi

Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan diagnosis banding penyakit


yang terkait dengan sistem digestif

Mahasiswa mampu mengusulkan pemeriksaan penunjang penyakit yang terkait


dengan sistem digestif untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan
diagnosis banding

Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis penyakit yang terkait dengan sistem


digestif

Mahasiswa mampu mengusulkan penatalaksanaan penyakit yang terkait dengan


sistem digestif melalui terapi medikamentosa dan non medikamentosa

Mahasiswa mampu menentukan perencanaan tindak lanjut dan waktu merujuk


penderita penyakit digestif secara tepat

10 Mahasiswa mampu menetapkan prognosis penyakit yang terkait dengan sistem


digestif
11 Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan komplikasi

penyakit yang

terkait dengan sistem digestif


12 Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan upaya pencegahan penyakit
yang terkait dengan sistem digestif

E. HUBUNGAN DENGAN BLOK LAIN


1. BIOMEDIK
-

Mengetahui biologi seluler

Mengetahui dasar-dasar genetika

Menjelaskan adaptasi sel dan celullar injury

2. HOMEOSTASIS
-

Konsep homeostasis cairan dan elektrolit

Mekanisme keseimbangan asam dan basa dalam menjaga homeostasis tubuh

Konsep pengaruh cairan terhadap organ dan sistem *

Gejala dan tanda serta patogenesis dari dehidrasi

Mengetahui etiologi dan patogenesis cedera, kematian dan adaptasi sel

Karakteristik umum dari neoplasma

Proses seluler dan molekuler yang terjadi pada karsinogenesis

Karakteristik umum neoplasia, klasifikasi tumor, nomenklatur tumor dan


biologi sel tumor

Mengetahui proses invasi, metastasis dan efek klinik dari tumor

Prinsip dasar farmakokinetik dan farmakodinamik obat

3. PERTAHANAN TUBUH
-

Konsep agen-agen infeksi bakteri, virus, jamur, parasit (definisi, struktur,


klasifikasi dan perkembangbiakan)

Pengenalan jenis, tempat kerja, mekanisme kerja antimikroba


mekanisme

resisten

antimikroba

(antibakteri,

antivirus,

dan

antijamur,

antelmintik)
-

Konsep interaksi antara agent, host dan environment.

4. SIRKULASI DAN DISTRIBUSI


-

Mengetahui prinsip peranan sistem digestif dalam menjaga keseimbangan


sirkulasi dan distribusi dalam tubuh manusia

Menjelaskan fungsi sistem digestif dalam menjaga keseimbangan sirkulasi


dan distribusi cairan dalam tubuh manusia

Menjelaskan prinsip koreksi cairan dan elektrolit (jenis dan penghitungan


koreksi cairan)
5

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

5. LOKOMOSI
-

Mengetahui mekanisme pengontrolan fungsi sistem digestif oleh jaringan


saraf

Mengetahui persyarafan yang menginervasi sistem digestif

6. TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN
-

Mengetahui embriogenesis umum

Mengetahui anomali kongenital pada saluran pencernaan

Mengetahui pengaruh umur pada fungsi saluran pencernaan

F. CABANG ILMU TERKAIT :


Cabang cabang ilmu yang mendukung dan lingkup bahasan blok adalah sebagai
berikut :
1. Histologi

11. Anestesi

2. Genetika

12. Radiologi

3. Anatomi

13. Ilmu Kesehatan Anak

4. Fisiologi

14. Ilmu Penyakit Dalam

5. Biokimia

15. Ilmu Bedah

6. Mikrobiologi

16. Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut

7. Parasitologi

17. Gizi

8. Farmakologi

18. Epidemiologi

9. Patologi Anatomi

19. IKL

10. Patologi Klinik


G. BENTUK KEGIATAN DALAM BLOK
1. Kuliah
Kuliah diberikan setiap hari sesuai dengan jadwal. Kuliah ini bertujuan untuk
memberikan dasar pemahaman atau konsep ilmu tertentu atau bersifat sebagai
pengayaan ilmu bagi mahasiswa. Kuliah disampaikan oleh dosen dan pakar
bidang ilmu yang terkait, relevan dengan tujuan pembelajaran blok

2. Tutorial
Fokus utama program KBK adalah diskusi dalam kelompok- kelompok kecil.
Kelas dibagi menjadi kelompok kelompok kecil, masing masing dibimbing
oleh seorang fasilitator / tutor. Pada saat kegiatan tutorial, mahasiswa harus
mengetahui tujuan pembelajaran dari setiap masalah kesehatan yang dihadapi
(Learning Objectives ) dan mendiskusikan cara atau metode untuk mencapai
tujuan tersebut. Mahasiswa belajar bagaimana bekerjasama sebagai satu tim,
saling membantu dan belajar dari tugas yang diberikan.
3. Pleno
Kegiatan ini dilaksanakan pada akhir skenario, melibatkan seluruh mahasiswa
yang dikumpulkan dalam satu kelas besar. Diskusi ini bertujuan menjembatani
permasalahanpermasalahan yang terjadi selama tutorial, sehingga dapat
menyatukan persepsi mahasiswa sehingga dapat mengetahui secara menyeluruh
dan terpadu. Topik yang diangkat dalam pleno adalah masalah yang ditemui
dalam diskusi sebelumnya.
4. Skill Lab / Ketrampilan medik
Dalam kegiatan ini mahasiswa dilatih agar mengenal, mengetahui dan terampil
dalam melakukan pemeriksaan fisik pada sistem digestif.
5. Praktikum
Praktikum bertujuan untuk memberikan ketrampilan laboratorium untuk
menunjang pemahaman materi dalam blok yang terkait. Banyaknya jumlah
praktikum sesuai dengan kontribusi SKS masing masing cabang ilmu terkait
yang memerlukan pemahaman lebih jauh.
6. Kunjungan Lapangan
Kunjungan lapangan dilaksanakan di bangsal dan poli Penyakit Dalam, bangsal
dan poli Anak dan bangsal dan poli Bedah dengan mengacu pada kasus-kasus
sistem digestif. Pelaksanaan kunjungan lapangan dilaksanakan 2 kali.
Mahasiswa dibagi menjadi 3 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari
sekitar 16-17 orang mahasiswa. Masing-masing kelompok mahasiswa

melakukan observasi kasus sistem digestif selama 2 jam per hari dengan
bimbingan dari supervisor bagian Penyakit Dalam, Anak dan Bedah.
7. Penugasan individu
Masing masing mahasiswa mendapat tugas membuat essay (literatur review)
atau

critical appraisal dengan memilih salah satu tema digestif yang telah

ditentukan sebagai berikut:


a. Dispepsia

f. Demam tifoid

b. Ulkus peptikum

g. Peritonitis

c. Diare

h. Hematemesis-Melena

d. Ikterus

i. Trauma abdomen

e. Ileus

j. Kelainan kongenital

Tugas ditulis dengan format :


-

Huruf times new roman 12

Spasi 1,5

Cover warna merah muda

Tugas dikumpulkan paling lambat 1 minggu setelah penugasan

8. Belajar mandiri
H. TUGAS DAN KEWAJIBAN MAHASISWA
Dalam proses diskusi, mahasiswa memegang peranan utama, karena pendekatan
belajar berdasarkan masalah ini, berdasarkan konsep student centered. Dengan
konsep tersebut mahasiswa tidak hanya mengandalkan materi yang diperoleh dari
pengajar, tetapi mahasiswalah yang harus aktif mencari informasi sebanyak
banyaknya untuk menemukan jawaban atas masalah yang diberikan. Masalah yang
diberikan hendaknya menumbuhkan minat bagi mahasiswa untuk selalu mencari
dan belajar. Pencarian jawaban permasalahan ini bisa ditempuh melalui bukubuku
referensi, penelusuran melalui internet, diskusi dengan teman, konsultasi dengan
pakar serta praktikum mandiri. Dengan metode pembelajaran ini sangat
menguntungkan bagi mahasiswa, karena mahasiswa diberikan kebebasan untuk
mengembangkan pengetahuan dan wawasan keilmuannya secara mandiri. Oleh
karena itu penting dalam diri tiap mahasiswa kedokteran akan adanya tekad yang

kuat untuk antusias belajar. Demi berhasilnya pelaksanaan diskusi ini mahasiswa
harus menyiapkan diri dengan banyak membaca dan aktif mencari referensi.
Untuk menunjang pemahaman blok ini, mahasiswa diharapkan :
1

Membaca dan mengetahui tujuan pembelajaran dalam blok ini

Membaca dan mengetahui skenario yang diberikan dengan cermat, sehingga


mampu menentukan masalah apa yang sedang dihadapi.

Menentukan prioritas masalah yang dihadapi

Mengemukakan pertanyaan sebanyak- banyaknya tentang kemungkinan


penyebab masalah tersebut dan kemungkinan jalan keluarnya

Mencari jawaban atas pertanyaan pertanyaan tersebut

Membuat kesimpulan dariapa yang telah didiskusikan

Selalu melakukan re-check tentang apa yang telah didiskusikan dengan


referensi yang terpercaya atau pendapat pakar.

Aktif dan terampil mengemukakan gagasan

Mengerjakan tugas yang diberikan oleh tutor untuk pengayaan materi

I. PETUNJUK TEKNIS TUTORIAL


Untuk melaksanakan KBK, ada tujuh langkah ( seven jumps ) yang bisa ditempuh
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ketujuh langkah tersebut adalah :
L-1: Menjelaskan istilah dan konsep ( identifikasi istilah dalam skenario )
L-2:Menetapkan masalah (masalah adalah apapun dalam skenario dan yang
berkaitan, yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan, pernyataan dan hipotesis)
L-3:Menganalisis masalah (merinci dan menjelaskan permasalahan dengan
braimstorming berdasar prior knowledge )
L-4: Menarik kesimpulan dari L-3 secara sistematis ( mind mapping )
L-5 : Merumuskan sasaran / sumber belajar
L-6 : Mengumpulkan informasi tambahan ( belajar mandiri )
L-7: Mensintesis dan menguji informasi baru.(memaparkan, membahas informasi
yang diperoleh )
J. KETRAMPILAN YANG HARUS DIMILIKI
Setelah mengikuti kegiatan ketrampilan medik blok ini, mahasiswa diharapkan
memiliki ketrampilan dalam menilai secara klinis, melakukan pemeriksaan dalam

rangka menegakkan diagnosa penyakit dan kelainan pada pada saluran pencernaan
pada pasien simulasi yang meliputi :
1. Melakukan anamnesis dan heteroanamnesis pada kasus penyakit saluran
pencernaan
2. Melakukan pemeriksaan fisik dasar untuk menenegakkan diagnosis penyakit
pada saluran pencernaan
3. Mampu menentukan pilihan jenis pemeriksaan laboratorium pada kasus
penyakit saluran pencernaan yang murah dan tepat
4. Mengetahui indikasi, pemilihan dan persiapan pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis kelainan padatraktus digestif
5. Mampu merangkum dan menginterpretasikan hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, uji laboratoriun atau prosedur yang sesuai
6. Mampu melakukan pemasangan dan pelepasan NGT
K. EVALUASI PEMBELAJARAN
Evaluasi Hasil proses pembelajaran pada Blok Sistem Digestif ini meliputi:

Ujian Tulis

: Multiple Choice Question ( MCQ )

Ujian CBT

Ujian praktikum : OSCE

Rincian :
Tutorial

: 2,5 %

Ujian tulis

: 55 %

Ujian CBT

: 15 %

Penugasan

: 7,5 %

Keterampilan Medik

: 20 %

10

SKENARIO I
MENCRET LAGI..!!!
Puput, usia 10 bulan, di bawa ke UGD Puskesmas Dasan Lekong oleh orang tuanya
karena mencret. Dari anamnesis orang tua pasien, didapatkan bahwa keluhan ini
dialami putrinya sejak tadi malam, dalam perjalanan pulang mudik lebaran dari
Sumbawa. Orang tua Puput menduga penyebab diare ini adalah susu kotak siap saji
yang diminum anaknya dalam perjalanan pulang. Mereka mengaku sejak
mengkonsumsi susu tersebut, frekwensi BAB Puput semakin sering dan tanpa ampas,
serta disertai muntah. Orang tua merasa anaknya tampak rakus saat diberi minum.
Riwayat buang air kecil sulit dinilai karena seringnya BAB. Dari hasil pemeriksaan
fisik, didapatkan keadaan umum pasien tampak lemah, nadi teraba cepat dan lemah,
frekwensi denyut jantung 120 kali/menit, pernapasan 40 kali/menit, suhu 37.5 o C,
peristaltik kesan meningkat, mata cekung, bibir kering dan turgor menurun, pada
daerah anus terlihat kemerahan dan lecet. Dia mengharapkan dokter segera mengobati
putrinya.
Keywords : mencret, muntah, susu kotak siap minum, peristaltik meningkat, mata
cekung, bibir kering, turgor menurun, anus lecet
Learning Objectives:
1. Mengetahui definisi dan tipe diare pada anak (bayi-anak)
2. Mengetahui tentang etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis dan differential
diagnosis, dan terapi penyakit-penyakit yang menyebabkan diare dengan muntah
pada anak (bayi-anak).
3. Merangkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis dan diagnosis banding (differential diagnosis).
4. Mengetahui rencana tindak lanjut dan melakukan persiapan rujukan pada kasus
diare dengan dehidrasi berat
5. Menjelaskan komplikasi dan prognosis kasus diare dehidrasi berat.
6. Mengetahui cara edukasi pertolongan pertama pada diare serta tanda-tanda
dehidrasi.
Pertanyaan atau masalah yang mungkin muncul :
1

Bagaimana definisi diare?


11

Bagaimana patofisologi terjadinya diare ?

Bagaimana langkah diagnostik yang diperlukan?

Bagaimana menentukan derajat dehidrasi?

Bagaimana penanganan rehidrasi ?

Bagaimana menentukan jenis cairan untuk rehidrasi?

Pemeriksaan penunjang apa yang dibutuhkan untuk kasus seperti ini?

Bagaimana penatalaksanaan kasus diatas?

Apa Puput perlu dirujuk?

10 Mengapa Anita bisa mencret setelah minum susu kotak siap minum? Apa
penyebabnya?

Jawaban:
1. Diare adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair.
Berdasarkan lamanya diare berlangsung, diare dapat diklasifikasikan menjadi
< 7 hari
Diare akut
7 14 hr

Diare berlanjut *
Diare persisten (non infek.)

>14 hr

Diare kronik ** (infeksius)


diare berulang ***

Epidemiologik: tdk ada; tatalaksana = Diare akut (Terapi cairan &


makanan); keadaan gizi & pengamatan

**

Kausal: Tropical sprue & Gluten-Sensitive enteropathy

***

Diare berulang-ulang, > sering dari biasa; tatalaksana =

Diare akut

2. Secara umum, patofisiologi diare diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

gangguan osmotik (diare osmotik) : adanya substrat makanan tertentu yang tidak
dapat diserap, menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat
sehingga menarik cairan dan elektrolit dari dinding usus ke dalam lumen usus.

12

Peningkatan isi rongga usus merangsang peristaltik usus. Contoh penyebabnya


adalah malabsorbsi

gangguan sekresi (diare sekresi) : adanya rangsangan pada dinding usus yang
menyebabkan peningkatan sekresi cairan dan elektrolit dari dinding usus secara
abnormal. Penyebabnya antara lain enterotoksin.

Gangguan peristaltik: peningkatan peristaltik mengakibatkan waktu transit


makanan menjadi singkat dan

kesempatan usus untuk menyerap makanan

berkurang, sehingga terjadi diare. Sebaliknya, bila terjadi penurunan motilitas


usus, dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri dalam lumen usus yang
berlebihan yang selanjutnya dapat menyebabkan diare pula.
Mechanisms of Diarrhea and Major Specific Causes.

Mechanisms of

Specific Causes

Diarrhea
Osmotic

Disaccharidase deficiencies (eg, lactase deficiency)


Glucose-galactose or fructose malabsorption
Mannitol, sorbitol ingestion
Lactulose therapy
Some salts (eg, magnesium sulfate)
Some antacids (eg, Maalox)
Generalized malabsorption

Secretory

Enterotoxins
Tumor products (eg, VIP, serotonin)
Laxatives
Bile acids
Fatty acids
Congenital defects

Malabsorption

Pancreatic enzyme deficiency


Pancreatic enzyme inactivation (eg, by excess acid)
Defective fat solubilization (disrupted enterohepatic circulation or
defective bile formation)
Ingestion of nutrient-binding substances
Bacterial overgrowth

13

Mechanisms of

Specific Causes

Diarrhea
Loss of enterocytes (eg, radiation, infection, ischemia)
Lymphatic obstruction (eg, lymphoma, tuberculosis)
Motility disorder

Diabetes mellitus
Postsurgical

Inflammatory

Inflammatory bowel disease

exudation

Infection (eg, shigellosis)

1Reproduced, with permission, from Fine KD, Krejs GJ, Fordtran JS: Diarrhea. In:
Gastrointestinal Disease, 4th ed. Sleisenger MH, Fordtran JS (editors). Saunders, 1989.

14

3. Langkah diagnostik:
a. Anamnesis
Sudah berapa lama diare berlangsung, frekuensi, warna dan konsistensi tinja,

lendir dan/atau darah dalam tinja


Keluhan lain: muntah, anak lemah, kesadaran menurun, rasa haus, kencing

terakhir, suhu badan


Jumlah cairan yang masuk selama diare
Anak minum ASI, atau susu formula, apakah anak makan makanan yang

tidak biasa
Apakah ada yang menderita diare disekitarnya, sumber air minum
b. Pemeriksaan fisik

Perhatikan tanda utama seperti kesadaran, tanda vital, rasa haus, dan

turgor kulit abdomen.


Tanda tambahan: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung, ada

tidaknya air mata, kering tidaknya mukosa bibir, mulut dan lidah

Timbang berat badan


4. Penilaian derajat dehidrasi:

15

a. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)


Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
Keadaan umum baik dan sadar
Tanda vital dalam batas normal
Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa
mulut dan bibir basah
Turgor abdomen baik, bising usus normal
Akral hangat
b. Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
Bila didapatkan dua tanda utama dan dua atau lebih tanda tambahan
Keadaan umum gelisah atau cengeng
Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang,
mukosa bibir sedikit kering
Turgor kurang.
Akral hangat
c. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
Bila didapatkan dua tanda utama dan dua atau lebih tanda tambahan
Keadaan umum lemah, letargi atau koma
Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa
mulut dan bibir kering

Turgor sangat lambat

Akral dingin

5. Menurut WHO, upaya rehidrasi terbagi menjadi 3 yakni plan A, plan B dan plan C.
Pemberian rencana rehidrasi tersebut didasarkan pada temuan pemeriksaan klinis.
a. Plan A tanpa rehidrasi
Diberikan cairan rumah tangga dan ASI semau anak, ORS diberikan sesuai usia
setiap kali buang air besar atau muntah dengan dosis:
< 1 tahun: 50-100 cc
1-5 tahun: 100-200 cc
> 5 tahun: semau anak
16

b. Plan B rehidrasi ringan sedang


Rehidrasi dengan ORS 75cc/kgBB dalam 3 jampertama dan dilanjutkan
pemberian kehilangan cairan dengan ketentuan seperti di atas.
c. Plan C rehidrasi berat
Rehidrasi parenteral dengan cairan ringer laktat atau ringer asetat 100cc/kgBB
< 1 tahun: 30cc/kgBB dalam 1 jam pertama dilanjutkan 70cc/kgBB

dalam 5 jam berikutnya


> 1 tahun: 30cc/kgBB dalam jam pertama dilanjutkan 70cc/kgBB

dalam 2 jam berikutnya


6. Dengan menentukan apakah dehirasi terjadi bersifat isotonis, hipotonis atau
hipertonis (ketidakseimbangan elektrolit yang mungkin terjadi). Jenis cairan:
a. Peroral: cairan rumah tangga, ORS
b. Parenteral: ringer laktat, ringer asetat, larutan normal saline

7. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan tinja


a. Makroskopis: bau, warna, lender, darah, konsistensi
b. Mikroskopis: eritrosit, lekosit, parasit
c. Kimia: pH, clinitest, elektrolit
d. Biakan dan uji sensitivitas
8. Penatalaksanaan untuk kasus ini, pertama ditujukan untuk menghilangkan dehidrasi
(rehidrasi) dan mengkoreksi gangguan keseimbangan asam-basa tubuh, bila ada.
Selanjutnya bila etiologi pasti telah ditegakkan, dapat dilakukan pentalaksanaan
sesuai dengan etiologi, misalnya penyebabnya adalah vibrio kolera, memberikan
antimikroba yang sesuai untuk vibrio kolera.

17

9. Bila setelah tindakan rehidrasi di Puskesmas tidak berhasil dan kondisi Puput tetap
atau memberat, maka pasien harus dirujuk ke RS dengan fasilitas yang lebih
lengkap untuk dicari kemungkinan komplikasi yang lain.
10. Diare pada kasus ini kemungkinan dapat disebabkan oleh malabsorbsi (ditunjukkan
oleh pernyataan meminum susu yang tidak biasa diminum).
Referensi :
1. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan anak 1. Penerbit Staf Pengajar Ilmu keshatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Nelson Textbook of Pediatrics. Saunders.
3. McPhee S.J., Ganong W.F (ed). 2006. Gastrointestinal Disease: Introduction, in :
Pathophysiology of Disease: An Introduction to Clinical Medicine, Fifth Edition. McGraw-Hill
Companies
4. Dipiro JT.et al., 2002. Pharmacotherapy A pathophysiologic Approach.
5. Keshav S. 2004. The Gastrointestinal System at a Glance. Blackwell science. Massachusetts.

18

SKENARIO II
.mataku menjadi kuning, apa yang terjadi ?!
Seorang pria 50 tahun, datang ke UGD RSU dengan keluhan mata kuning. Dua minggu
sebelumnya penderita merasa selalu kelelahan dan lemah badan. Seminggu sebelumnya
penderita merasa meriang, batuk-batuk serta pilek disertai mual, muntah 2x dan nyeri uluhati
yang kadang-kadang terasa menusuk. Sejak dua hari SMRS penderita baru melihat matanya
menjadi kuning dan warna kencingnya agak kecoklatan tidak seperti biasanya. Riwayat
penyakit dahulu: penderita pernah sakit kuning waktu SMP, namun seingat penderita tidak
diobati ke dokter dan sembuh sendiri. 5 tahun yang lalu penderita pernah merasa nyeri
menusuk yang hebat di uluhati sampai opname dan dikatakan sakit radang empedu oleh dokter
yang merawat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera yang ikterik serta nyeri tekan di
epigastrium.
Kemudian dokter merencanakan beberapa pemeriksaan penunjang untuk diagnosis dan terapi.

Keywords : ikterik, flu like syndrome (meriang, batuk dan pilek), nausea, radang
empedu, nyeri uluhati
Learning Objektif :
1. Mengetahui definisi ikterus dan jaundice
2. Mengetahui tipe ikterus
3. Mengetahui tentang etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis dan differential
diagnosis, dan terapi penyakit-penyakit dengan keluhan utama mata kuning
(yellowish eyes).
4. Mengetahui pemeriksaan fisik yang khas/patognomonis pada masing-masing
penyakit dengan keluhan utama mata kuning (yellowish eyes) serta pemeriksaan
penunjang yang diperlukan.
5. Merangkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis dan diagnosis banding (differential diagnosis).
6. Mengetahui penatalaksaan kasus-kasus dengan keluhan utama mata kuning
(yellowish eyes) pada primary care.
7. Menjelaskan komplikasi dan prognosis kasus-kasus dengan keluhan utama mata
kuning (yellowish eyes).

19

Panduan tutor untuk skenario 2 :


Kasus di atas diberikan agar mahasiswa dapat mendiskusikan masalah-masalah
yang didapatkan pada system digestif yang memiliki gejala utama ikterus yaitu
Hepatitis, Gall bladder stone, Ca caput pankreas, sirosis hepatic, Hepatoma,
Hypercarotenemia. Untuk poin-poin yang harus dicapai oleh diskusi mahasiswa telah
dicantumkan pada learning objective yang telah diuraikan di atas.
Masalah atau pertanyaan yang mungkin timbul
1. Penyakit apa saja yang mungkin diderita oleh pasien pada skenario di atas
berdasarkan gejala yang dialaminya?
2. apakah ada hubungan antara keluhan kuning pada saat pasein SMP dengan keluhan
kuning saat ini?
3. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya keluhan ikterik secara umum dan khususnya
pada pasien di skenario di atas?
4. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit yang dialami pasien (anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang : laboratorium dan pemeriksaan lainnya)
5. Bagaimana penatalaksanaan penyakit yang mungkin dialami pasien?
6. Bagaimanakah komplikasi dan prognosis dari penyakit tersebut?

Jawaban:
1. Penyakit-penyakit dengan ikterus berdasarkan proses yang dominan: Ikterus
prehepatik (hemolitik), hepatik (hepatoseluler) dan obstruktif (kolestatik).

20

Pada kasus di atas, ikterus yang disertai flu-like syndrome dan keluhankeluhan gastrointestinal yang ringan sedang lebih mengarah kepada Hepatitis
Virus. Pada kasus kolesistitis, kolelitiasis dan obstruksi penyaliran empedu lainnya,
gejala ikterik lebih minimal. Pada kasus kolesistitis dan kolelitiasis, nyeri uluhati
lebih dominan.
2. Melihat jarak waktu antara keluhan mata kuning saat pasien SMP dengan keluhan
yang sekarang (jarak 15 tahun yang lalu dan sembuh sendiri tanpa pengobatan),
kemungkinan besar tidak ada hubungannya.
3. Patofisiologi :
Metabolisme Bilirubin dan patofisiologi ikterus

21

Bila terjadi peningkatan hemolisis, atau penurunan kapasitas transport


bilirubin tak terkonjugasi, gangguan ambilan atau proses konjugasi dari
bilirubin tak terkonjugasi menyebabkan peningkatan kadar bilirubin tak
terkonjugasi.

Bila terjadi gangguan penyaliran bilirubin terkonjugasi intra hepatik atau


post hepatik (kolestasis), maka akan terjadi peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi.

Gejala ikterus dapat diamati secara visual jika kadar bilirubin dalam
darah mencapai > 2 mg/dl.

Onset munculnya gejala ikterus pada peningkatan produksi dan


gangguan ambilan serta konjugasi bilirubin tak terkonjugasi, lebih cepat
dibandingkan dengan peningkatan kadar bilirubin akibat kolestasis.

Patofisiologi hepatitis Virus


Hepatocyte damage causes accumulation of fatty vacuoles, and cell death by
necrosis and apoptosis. Alcohol-induced damage causes typical Mallory bodies

22

formed from precipitated intracellular proteins. In viral hepatitis, there is direct viral
damage to hepatocytes, as well as immune-mediated damage to virally infected
cells. Inflammatory cells infiltrate the parenchyma and portal tracts. Typically, in
alcoholic hepatitis, neutrophils predominate; while in viral hepatitis and
autoimmune

disease,

lymphocytes

predominate.

Eosinophil-rich

infiltrates

characterize drug-induced liver disease. Bile duct damage causes proliferating bile
ducts and accumulation of bile. In viral hepatitis, there may be a preceding
prodromal flu-like episode, with fever, malaise, arthralgia and myalgia. Later,
nausea, anorexia, jaundice, itching and abdominal pain caused by stretching of the
liver capsule develop. Patients may develop signs of liver failure, including deep
jaundice, hepatic encephalopathy, ascites, bruising due to decreased circulating
coagulation factors, and hypoglycaemia due to the reduced hepatic gluconeogenesis.
Liver failure is a medical emergency requiring urgent treatment.
Patofisiologi kolelitiasis:

23

4. Anamnesis : riwayat ikterus, onset ikterus, durasi ikerus, nyeri (onset, durasi,
lokasi, tipe, intensitas, faktor yang mem pengaruhi nyeri), riwayat penyakit dengan
gejala ikterus dalam keluarga atau di lingkungan sekitar, pruritus, riwayat imunisasi
hepatitis, riwayat konsumsi alkohol dan senyawa lain yang bersifat hepatotoksik,
serta senyawa dengan pigemen kuning/oranye dalam jumlah besar (tomat, wortel).

Characteristics of Various Types of Viral Hepatitis


Hepatitis A

Hepatitis B

Hepatitis C

Hepatitis D

Hepatitis E

Clinical
presentation
Onset

Abrupt

Insidious

Insidious

Insidious

Abrupt

Range (days)

1520

28160

14160

Mean (days)

30

50

Arthralgia, rash

Uncommon

Common

Uncommon

Uncommon

Common

Fever

Common

Uncommon

Uncommon

Common

Common

Nausea, vomiting

Common

Common

Common

Common

Common

Jaundice

Uncommon in More common


children
in hepatitis A

Uncommon

Common

Common

Incubation period

40

Symptoms

Laboratory data
Duration of enzyme Short
elevation

Prolonged

Like hepatitis B Like hepatitis


B

Virus type

RNA

DNA

RNA

RNA

Picornavirus

Hepadnavirus

Flavivirus

Defective virus Unclassified

Antigen

Yes

Yes

No

No

Yes

Antibody

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Blood

Transient

Prolonged

Prolonged

Prolonged

?Transient

Stool

Yes

No

No

No

Yes

Elsewhere

Yes

RNA

Serologic tests

Location of virus

24

Outcome
Severity of acute
disease

Mild

Mortality rate

Moderate

Mild

Moderate to
severe

Severe

Low (< 0.1%) Low (< 0.5%)

None (in acute


disease)

High (5%)

Moderate
(+3%)

Chronic hepatitis

No

Yes

Yes

Yes

No

Chronic carrier

No

Yes

Yes

Yes

No

Associated with
malignancy

No

Yes

Yes

Yes

No

Oral

?No

?No

Percutaneous

Rare

Sexual

Perinatal

Vaccine

Yes

Yes

No

No (vaccinate
against HBV)

No

Transmission

DP: Ikterus pada sklera atau mukosa atau seluruh kulit, kemungkinan nyeri tekan
pada palpasi hepar serta hepatomegali, spenomegali, tanda-tanda hipertensi
poral, murphy signs .

25

Pemeriksaan Penunjang : Darah rutin, urine rutin, LFT, viral marker, radiologi
(USG) jika diperlukan.
Laboratory Findings in the Differential Diagnosis of Jaundice
Blood
Stool
Unconjuga Conjuga
Alkaline
Aminot Chole Stool
ted
ted
Phosphat ransfer sterol Colo
Bilirubin
Bilirubin
ase
ases
r
(Indirect)
(Direct)

Urine
Biliru Urobilin
bin
ogen

Type of
Jaundice

H
ct

Hemolytic
Hepatocell
ular
Gilbert's
syndrome
Abnormal
conjugation
Hepatocellu
lar damage

NP

NP

N or

NP

N or

N or

26

Obstructive
Defective
excretion
Intrahepatic
cholestasis

Extrahepati
c biliary
obstruction

N or

Pale

N or

Pale

Commonly Encountered Serologic Patterns in Hepatitis B Infection.1


HBs AntiAg HBs

Anti- HB AntiHBc eAg HBe

Interpretation

IgM

Acute HBV infection, high infectivity

IgG

Chronic HBV infection, high infectivity

IgG

Late acute or chronic HBV infection, low infectivity

+/ +/

1. HBsAg of one subtype and heterotypic anti-HBs


(common)
2. Process of seroconversion from HBsAg to anti-HBs
(rare)

IgM

+/ +/

1. Acute HBV infection


2. Anti-HBc window

IgG

+/

1. Low-level HBsAg carrier


2. Remote past infection

IgG

+/

Recovery from HBV infection

1. Immunization with HBsAg (after vaccination)


2. Remote past infection (?)
3. False-positive

27

5. Manajemen:
Hepatitis A
Most patients with hepatitis A infection have a self limiting illness that will settle
totally within a few weeks. Management is conservative, with tests being aimed at
identifying the small group of patients at risk of developing fulminant liver failure.
Hepatitis B
Acute hepatitis B is also usually self limiting, and most patients who contract the
virus will clear it completely. All cases must be notified and sexual and close
household contacts screened and vaccinated. Patients should be monitored to ensure
fulminant liver failure does not develop and have serological testing three months
after infection to check that the virus is cleared from the blood. About 510% of
patients will remain positive for hepatitis B surface antigen at three months, and a
smaller proportion will have ongoing viral replication (e antigen positive). All such
patients require expert follow up (see article on chronic viral hepatitis).
Hepatitis C
Early identification and referral of cases of acute hepatitis C infection is important
because strong evidence exists that early treatment with interferon alpha reduces the
risk of chronic
infection. The rate of chronicity in untreated patients is about 80%; treatment with
interferon reduces this to below 50%.
6. Hepatitis A akut pada umumnya akan sembuh sempurna, Hepatitis B akut yang
didapat setelah dewasa pada umumnya 5% diantaranya akan mengalami persistensi
infeksi, sedangkan pada Hepatitis C akan menjadi kronik pada sekitar 80% penderita
yang tidak diterapi dan dibawah 50% pada penderita yang diterapi interferon.
Prognosis untuk penyakit lain dengan gejala ikterus, tergantung pada pada
etiologinya dan ketepatan penanganan (waktu, obat dan tindakan lain).

28

29

Referensi :
1. Harrison, Principle Of Internal Medicine, 16 th edition, McGraw Hill. United States
of America. 2005.
2. Suyono, S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke tiga. Jakarta : Balai penerbit
FKUI : 2001.
3. Soemoharjo S, Gunawan S. Hepatitis Virus B. edisi II. Jakarta. EGC, 2008.
4. Keshav S. 2004. The Gastrointeastinal System at a Glance. Blackwell science.
Massachusetts
5. Beckingham IJ. 2001. ABC of Liver, Pancreas and Gall Bladder. BMJ Book
6. Suyono, S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke tiga. Jakarta : Balai penerbit
FKUI : 2001.
7. Sjamsuhidjat, 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC
8. Sobiston Texbook of Surgery. The Biological Basis of Modern Surgical Practice. Ed.
17.
30

9. Current Medical Diagnosis and Therapy


10. Dipiro JT.et al., 2002. Pharmacotherapy A pathophysiologic Approach.

31

SKENARIO III
PERUT TERASA NYERI
Seorang wanita, 50 tahun datang ke poli penyakit dalam RSU Propinsi NTB
dengan keluhan : ulu hati terasa nyeri. Terasa menusuk nusuk tembus ke punggung.
Keluhan sudah dirasakan penderita sejak 3 tahun belakangan ini. Kadang kala juga
disertai rasa penuh di ulu hati, mual serta muntah. Beberapa kali waktu penderita
muntah, muntahan tampak seperti kopi bercampur kekuningan. Kadang bila nyeri
penderita segera makan dan kadang minum obat Promag, tapi jika keluhan masih ada
setelah minum obat penderita ke dokter umum. Riwayat merokok, alkohol, kencing
manis tidak diketahui. Riwayat lain: kadangkala penderita minum jamu-jamuan serta
obat yang dibeli di warung jika merasa pegal-pegal dan nyeri lutut. Dia ingin dokter
memberinya obat yang sangat ampuh yang bisa menyembuhkannya.
Pemeriksaan fisik:
T= 120/70, Nadi 98x/m, Rr 28x/m, Temp. 37,5 C
Nyeri tekan epigastrium
Lain lain dalam batas normal

Keywords:

nyeri ulu hati, rasa penuh ulu hati, mual, muntah seperti kopi

bercampur kekuningan
Learning Objectives :
1. Mengetahui definisi dan tipe-tipe dispepsia
2. Mengetahui defenisi hematemesis (muntah seperti kopi)
3. Mengetahui tentang etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis dan
differential diagnosis penyakit-penyakit dengan keluhan nyeri ulu hati, perut
terasa penuh (dispepsia) dan muntah seperti kopi.
4. Mengetahui

pertanyaanpertanyaan

penting

dalam

anamensis

untuk

menegakkan diagnosa penyakt penyebab dispepsia dan hematemesis.


5. Mengetahui pemeriksaan fisik yang khas/patognomonis pada masing-masing
penyakit dengan keluhan nyeri ulu hati, perut terasa penuh dan muntah seperti
kopi, serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan.
6. Merangkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosis dan diagnosis banding (differential diagnosis).
32

7. Menjelaskan komplikasi kasus-kasus dengan keluhan keluhan nyeri ulu hati,


perut terasa penuh dan muntah seperti kopi.
8. Menjelaskan prognosis kasus-kasus dengan keluhan keluhan nyeri ulu hati,
perut terasa penuh dan muntah seperti kopi
9. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit dengan keluhan keluhan nyeri ulu hati,
perut terasa penuh dan muntah seperti kopi, baik secara farmakologi (awal dan
lanjutan) maupun non-farmakologi.
10. Mengetahui rencana tindak lanjut dan melakukan persiapan rujukan pada kasus
muntah seperti kopi.
11. Mampu menentukan waktu perujukan yang tepat untuk kasus muntah seperti
kopi.

Panduan tutor untuk skenario 3 :


Kasus di atas diberikan agar mahasiswa dapat mendiskusikan masalah-masalah yang di
dapatkan pada system digestif yang memiliki gejala nyeri ulu hati, perut terasa penuh
dengan atau tanpa muntah seperti kopi, yaitu GERD; ulkus peptikum; gastropati karena
penyakit lainnya, obat-obatan, dan penyakit infeksi, sirosis dengan varises esophagus
atau gaster, gastritis erosiva, esophagitis, MalloryWeiss tears, karsinoma gaster Untuk
poin-poin yang harus dicapai oleh diskusi mahasiswa telah dicantumkan pada learning
objective yang telah diuraikan di atas.
Masalah atau pertanyaan yang mungkin timbul
1. Dari gejala dan tanda klinis pada skenario, diagnosis apa saja yang mungkin?
2. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya keluhan (perut terasa penuh, nyeri ulu hati
dan muntah seperti kopi) pada wanita ini?
3. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit yang dialami wanita ini (anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang : laboratorium, dan radiologi.
4. Bagaimana terapi atau penatalaksanaan penyakit yang mungkin dialami wanita ini?
5. Bagaimanakah komplikasi dari penyakit tersebut?
6. Bagaimanakah prognosis dari penyakit tersebut?

Jawaban:

33

1. Penyakit / kelainan yang memberikan keluhan perut dispepsia dan muntah seperti
kopi, seperti pada skenario di atas adalah ulkus peptikum, sirosis dengan varises
esophagus atau gaster, gastritis erosiva, esophagitis, GERD, MalloryWeiss tears,
karsinoma gaster.
2. Proses patofisiologi secara umum adalah ketidakseimbangan antara faktor defensif
pada lambung/duodenum dengan faktor offensif. Berapa patofisiologi secara
spesifik yang saat ini dikaitkan dengan kejadian dispepsia adalah hipersekresi asam
lambung, infeksi H. pylori, dismotilitas gastrointestinal, hipersensitivitas viseral,
disfungsi saraf otonom, hormonal, diet serta faktor psikologis.

34

Patofisiologi terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas : adanya


destruksi sawar mukosa (lambung). Aspirin, alcohol, garam empedu dan zat yang
merusak mukosa mengubah permeabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi balik
asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan, khususnya pembuluh darah.
Histamin dikeluarkan merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan
meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa edema dan sejumlah
besar protein plasma hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragia
intersisial dan perdarahan.
Pada kasus varises esofagus, yang merupakan salah satu komplikasi dari sirosis
hepatis, pecahnya pembuluh darah disebakan oleh peningkatan tekanan hidrostatik
yang melebihi kemampuan adaptasi pembuluh darah.
Patofsiologi GERD

Causes of nausea and vomiting.

35

Visceral afferent
stimulation

Infections
Mechanical obstruction
Gastric outlet obstruction: peptic ulcer disease, malignancy,
gastric volvulus
Small intestinal obstruction: adhesions, hernias, volvulus,
Crohn disease, carcinomatosis
Dysmotility
Gastroparesis: diabetic, medications (metformin, acarbose,
pramlintide, exenatide), postviral, postvagotomy
Small intestine: scleroderma, amyloidosis, chronic intestinal
pseudo-obstruction, familial myoneuropathies
Peritoneal irritation
Peritonitis: perforated viscus, appendicitis, spontaneous
bacterial peritonitis
Viral gastroenteritis: Norwalk agent, rotavirus
"Food poisoning": toxins from Bacillus cereus,
Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens
Hepatitis A or B
Acute systemic infections
Hepatobiliary or pancreatic disorders
Acute pancreatitis
Cholecystitis or choledocholithiasis
Topical gastrointestinal irritants
Alcohol, NSAIDs, oral antibiotics
Postoperative
Other
Cardiac disease: acute myocardial infarction, congestive
heart failure
Urologic disease: stones, pyelonephritis

CNS disorders

Vestibular disorders
Labyrinthitis, Meniere syndrome, motion sickness, migraine
Increased intracranial pressure
CNS tumors, subdural or subarachnoid hemorrhage
Migraine
Infections
Meningitis, encephalitis
Psychogenic
Anticipatory vomiting, bulimia, psychiatric disorders

Irritation of

Antitumor chemotherapy

36

chemoreceptor trigger
zone

Drugs and medications


Calcium channel blockers
Opioids
Anticonvulsants
Antiparkinsonism drugs
Blockers, antiarrhythmics, digoxin
Nicotine
Oral contraceptives
Cholinesterase inhibitors
Radiation therapy
Systemic disorders
Diabetic ketoacidosis
Uremia
Adrenocortical crisis
Parathyroid disease
Hypothyroidism
Pregnancy
Paraneoplastic syndrome

3. Diagnosis atau differensial diagnosis dapat ditentukan dari anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penujang.
1

Pada anamnesis : perlu ditanyakan antara lain gejala dispepsia (seperti kembung,
perut penuh, nyeri, mual dan muntah), kualitas, kuantitas, waktu terjadinya
nyeri, adanya mual/muntah dan hiccup, rasa panas pada dada, onset dan lamanya
gejala, faktor yang mencetuskan dan memperingan gejala, riwayat penyakit
seperti DM dan penyakit infeksi tertentu, riwayat penggunaan obat seperti
NSAID dan kortikosteroid.

Pemeriksaan fisik : pada pemeriksaan fisik abdomen antara lain dapat ditemukan
nyeri tekan epigastrium, bila volume darah yang hilang adekuat, dapat
ditemukan gejala anemis. Pada sirosis hepatis dapat ditemukan tanda-tanda
hipertensi portal lainnya.

Pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti


maupun untuk mengetahui penyebab, mengetahui derajat penyakit dan
kemungkinan komplikasi yang akan dialami. Diagnosis pasti dapat ditegakkan
dengan Endoskopi Gastro-duodenal (EGD) disertai biopsi bila perlu dan
37

dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi. Disamping itu dilakukan pula


pemeriksaan penunjang lainnya : Darah rutin ( meliputi Hb, Hematologi dan
jumlah sel eritrosit dan sel lainnya ), studi koagulasi ( PT (Protrombin Time);
PTT (Partial Tromboplastin Time), Urine rutin, LFT rutin, RFT rutin serta gula
darah. Pemeriksaan radiologi (seperti barium meal, USG, dll bila diperlukan).

Pendekatan dietetik (hindari makanan pencetus dan merangsang), medikamentosa


(H2 blocker, proton pump inhibitor, sitoproteksi, GI regulator), serta psikoterapi
jika diperlukan.

38

Eradikasi H pylori

39

Recommendations for Treatment of Gastroduodenal Ulcers


DRUG
ACTIVE ULCER
MAINTENANCE
THERAPY
H 2 -Receptor Antagonists
Cimetidine
800 mg at bedtime/400 mg twice daily 400 mg at bedtime
Famotidine
40 mg at bedtime
20 mg at bedtime
Nizatidine/ranitidine 300 mg after evening meal or at
150 mg at bedtime
bedtime/150 mg twice daily
Proton Pump Inhibitors
Lansoprazole
15 mg (DU; NSAID risk reduction)
daily
30 mg (GU including NSAIDassociated) daily
Omeprazole
20 mg daily
Rabeprazole
20 mg daily
Prostaglandin Analogs
Misoprostol
200 ug four times daily (NSAIDassociated ulcer prevention)*
DU, duodenal ulcer; GU, gastric ulcer.
*
Only misoprostol 800 ug/day has been directly shown to reduce the risk of ulcer
complications such as perforation, hemorrhage, or obstruction (Rostom et al.,
2004).

Komplikasi untuk kasus dengan gejala dispepsia tergantung pada etiologi,


sedangkan untuk kasus dengan gejala hematemesis seperti ulkus peptikum antara
lain perforasi, syok hipovolemia. intraktibilitas, dan obstruksi.

40

6.

Prognosis untuk kasus dengan gejala dispepsia tergantung pada etiologi. Untuk
kasus pada skenario di atas, prognosis tergantung antara lain tergantung pada
banyak, luas, kedalaman ulkus, serta kepatuhan pada pengobatan (farmakologi dan
non farmakologi).

Ref erensi :
1. Joyoningrat D. Dispepsia fungsional. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
IV. Editor: Sudoyo WA et al. Pusat Penerbitan FKUI Jakarta; hal 354-6.
2. Harrison, Principle Of Internal Medicine, 16 th edition, McGraw Hill. United States
of America. 2005.
3. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Eds: Rani AA et al. Pusat Penerbitan FKUI
Jakarta; hal 301.
4. Current Medical Diagnosis and Therapy
5. Logan R.P.H., 2002. ABC of The Upper Gastrointestinal Tract. BMJ Book
6. Dipiro JT.et al., 2002. Pharmacotherapy A pathophysiologic Approach.
7. Keshav S. 2004. The Gastrointeastinal System at a Glance. Blackwell science.
Massachusetts

41

SKENARIO IV
Aduuuhhh perutku kembung!!!
Parto 29 th dirujuk ke RSU Provinsi NTB dengan keluhan perut
kembung dan nyeri. Sudah 5 hari Parto tidak buang air besar. Parto
sudah periksa ke Puskesmas dan diberi obat anti kembung, namun
tidak membuahkan hasil. Perut dirasa makin keras dan tambah sakit
yang tidak dapat ditentukan lokasinya. Sejak 3 hari terakhir, dia
malah tidak pernah kentut. Badan juga dirasakan agak meriang.
Selama ini, dia BAB setiap hari, tidak pernah mengeluhkan tidak bisa
buang air besar. Dari pemeriksaan fisik didapatkan, KU tampak
kesakitan, sedikit pucat, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi dan RR
meningkat, suhu badan 37,5 0C, dan peristaltik meningkat.

Keywords : perut kembung, nyeri perut yang tidak dapat ditentukan lokasinya, tidak
BAB, tidak kentut, peristaltik meningkat
Learning Objectives:
1. Mengetahui defenisi dan tipe obstipasi (tidak bisa BAB dan tidak bisa kentut)
2. Mengetahui tentang etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis dan differential
diagnosis, dan terapi penyakit-penyakit dengan keluhan obstipasi.
3. Merangkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis dan diagnosis banding (differential diagnosis).
4. Mengetahui rencana tindak lanjut dan melakukan persiapan rujukan pada kasus
dengan keluhan obstipasi
5. Menjelaskan komplikasi dan prognosis kasus dengan keluhan obstipasi
Panduan tutor untuk skenario 4 :
-

Kasus di atas diberikan agar mahasiswa dapat mendiskusikan masalah-masalah yang


di dapatkan pada system digestif yang memiliki obstipasi (tidak bisa BAB dan
kentut), yaitu penyakit-penyakit yang menyebabkan:

42

ileus paralitik dan ileus

obstruktiva. Untuk poin-poin yang harus dicapai oleh diskusi mahasiswa telah
dicantumkan pada learning objective yang telah diuraikan diatas.
Masalah atau Pertanyaan yang Mungkin Timbul
1. Penyakit apa saja yang dapat memberikan gejala tidak bisa BAB dan kentut?
2. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya keluhan dan pemeriksaan fisik (nyeri perut
yang tidak bisa ditentukan, tidak bisa BAB dan kentut pada skenario di atas?
3. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit yang dialami pasien di skenario di atas
(anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang:laboratorium, dan radiologi).
4. Bagaimana penatalaksanaan awal penyakit yang mungkin dialami

pasien pada

skenario di atas?
5. Apa saja komplikasi yang mungkin timbul dari penyakit tersebut?
6. Bagaimanakah prognosis dari penyakit tersebut?
Jawaban:
1. Penyakit- penyakit yang memberikan keluhan tidak bisa BAB dan kentut antara lain
trauma abdomen (riwayat kecelakaan, jatuh, terpukul benda tumpul/tajam di bagian
abdomen), infeksi (penyakit tifoid, cacing/parasit, tbc usus, apendisitis), keganasan
(Ca colon, Ca caput pankreas), metabolik (riwayat DM), dan kongenital (riwayat
operasi atresia ani, megacolon congenital, Hirschprung).
2. Patofisiologi tidak bisa BAB dan kentut : secara umum, gejala tidak bisa BAB dan
kentut dapat disebabkan oleh adanya obstruksi saluran cerna (ileus obstruktif) atau
menurun/hilangnya peristaltik (ileus paralitik).
a. Patofisiologi ileus obstruktif tergantung pada letak obstruksi, apakah obstruksi
letak tinggi atau rendah. Gejala yang timbul tergantung letak obstruksinya. Pada
obstruksi letak rendah, gejala yang dominan adalah obstipasi. Feses akan
mengumpul di colon descenden/rectum yang pada pemeriksaan fisik dapat
ditandai dengan adanya massa di regio tersebut (skibala). Obstruksi tersebut
akan menimbulkan nyeri perut yang disebarkan secara non spesifik di seluruh
permukaan perut. Suara peristaltik yang memantul akibat obstruksi akan
menimbulkan suara khas yang terdengar stetoskop berupa metalic sound. Pada
obstruksi letak tinggi (usus halus), ditandai antara lain oleh kram abdomen
(abdominal cramps) di sekitar umbilikus atau epigastrium, jika gejala kram

43

memberat menunjukkan kemungkinan telah terjadi stangulasi. Gejala lain adalah


muntah. Pada obstruksi letak tinggi, muntah terjadi lebih dini dibandingkan
dengan letak rendah. Gejala obstipasi biasanya akan terjadi bila terjadi obstruksi
komplit.

Obstruction due to

Obstruction due to

Obstruction due to

hernia

mesenteric occlusion

volvulus

Obstruction due to

Obstruction due to

Obstruction due to

44

tumor

adhesions

intussusception

b. Berbeda dengan patofisiologi ileus paralitik, paralisis dapat disebabkan oleh


kerusakan pada persyarafan yang menginervasi saluran cerna baik yang bersifat
bawaan maupun didapat. Paralisis juga dapat terjadi karena kelelahan otot polos
saluran cerna (usus) akibat penggunaan yang berlebih. Karena tidak ada/
menurunya pergerahan saluran cerna, maka pada pemeriksaan fisik abdomen
ditemukan penurunan peristaltik.
2.

Diagnosis ditegakkan dengan dengan melakukan runtutan pemeriksaan mulai


dari anamnesis (pertanyaan spesifik yang bertujuan menyingkirkan diagnosis
banding diatas) seperti dijelaskan pada patofisiologi di atas, pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan rutin abdomen; inspeksi: misalnya
distended/scapoid, ada tidaknya bekas operasi, tumor, dsb ; auskultasi: metalic
sound, bedanya dengan suara normal peristaltik; perkusi : sonor redup di setiap
regio abdomen; palpasi: ada tidaknya massa di suatu regio abdomen). Pemeriksaan
penunjang-misal foto X ray plain abdomen, foto X ray abdomen 3 posisi, CT scan,
darah lengkap, gula darah.
Ileus

Symptoms

Pseudoobstruction

Mechanical

Mild abdominal

Crampy abdominal

Obstruction (Simple)
Crampy abdominal

pain, bloating,

pain, constipation,

pain, constipation,

nausea, vomiting,

obstipation, nausea,

obstipation, nausea,

obstipation,

vomiting, anorexia

vomiting, anorexia

Physical

constipation,
Silent abdomen, Borborygmi, tympanic, Borborygmi,

Examination

distension,

peristaltic
45

waves, peristaltic

waves,

Findings

tympanic

hypoactive

or high-pitched

hyperactive
sounds,

bowel sounds,

bowel
rushes,

distension, distension,

localized

Plain

localized tenderness
tenderness
Large and small Isolated large bowel Bow-shaped loops in

Radiographs

bowel

dilatation, dilatation,

diaphragm

diaphragm ladder

elevated

elevated

pattern,

paucity of colonic gas


distal

to

diaphragm
elevated,

lesion,
mildly
air-fluid

levels
4. Pada kasus seperti pada skenario di atas, yaitu lebih menjurus ke ileus obstruktif,
tindakan defenitifnya adalah operasi. Pentalaksanaan yang dilakukan oleh dokter
umum adalah seperti menstabilisasi tanda vital, menjaga keseimbangan cairan
sebelum melakukan rujukan.
5. Komplikasi dari ileus obstruktif antara lain shock.
6. Prognosis secara umum dari ileus obstruktif dan ileus paralitik, sesuai dengan
penyebabnya, misal prognosisnya karena DM akan berbeda dengan prognosis
karena keganasan (yang dapat dibagi lagi sesuai dengan stagingnya). Secara umum
prognosisnya dubia.
Referensi:
1. Sjamsuhidjat R., De Jong W., 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC
2. Harrison, Principle Of Internal Medicine, 16 th edition, McGraw Hill. United States
of America. 2005.
3. Sobiston Texbook of Surgery. The Biological Basis of Modern Surgical Practice. Ed.
17.
4. Current Medical Diagnosis and Therapy
5. Dipiro JT.et al., 2002. Pharmacotherapy A pathophysiologic Approach.

46

SKENARIO V
Pak Ranto 45 tahun, datang ke RSUD Kota Mataram dengan keluhan BAB
(buang air besar) berdarah, sejak 3 hari yang lalu. Awalnya darah hanya akhir BAB,
tetapi sekarang sepertinya sejak awal sudah ada darahnya. Dua minggu sebelumnya dia
pernah mengalami berak darah juga, tetapi ada lendir, baunya busuk dan perutnya sakit
sekali. Saat ini dia tidak mengeluh diare, mual muntah dan sakit perutt. Sejak lama
memang dia sudah sering mengeluh susah dan jarang BAB dan sering merasa tidak
nyaman di dubur. Karena keluhannya ini dia semakin menahan keinginannya untuk
BAB, nyerinya membuat dia ingin pingsan. Pasien sudah 10 tahun ini bekerja sebagai
buruh angkut barang bongkar muat kapal di pelabuhan tak jauh dari rumahnya. Karena
penghasilan yang tak tentu, ia hanya biasa makan dengan lauk seadanya. Keluhan
serupa pernah dialaminya setengah tahun yang lalu, namun sembuh sendiri tanpa
diobati.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan keadaan umum baik, suhu 36,7 0C, TD 120/70
mmHg. Pada pemeriksaan fisik abdomen tidak ditemukan nyeri atau hepatomegali.
Pemeriksaan DRE, tidak ditemukan lendir, ada darah dan teraba massa. Dokter
merencanakan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis.
Keywords : berak darah segar, darah segar menetes, rasa tidak nyaman di dubur,
teraba massa di rektum
Learning Objectives :
1. Menlskan definisi berak darah: hamatocesia dan melena
2. Mengetahui tentang etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis dan
differential diagnosis, dan terapi penyakit-penyakit dengan keluhan utama
berak darah.
3. Mengetahui pemeriksaan fisik yang khas/patognomonis pada masing-masing
penyakit dengan keluhan utama berak darah serta pemeriksaan penunjang yang
diperlukan.
4. Merangkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosis dan diagnosis banding (differential diagnosis).
5. Menjelaskan komplikasi dan prognosis kasus-kasus dengan keluhan utama berak
darah.
47

6. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit dengan keluhan utama berak darah.


Panduan tutor untuk skenario 5 :
Kasus di atas diberikan agar mahasiswa dapat mendiskusikan masalah-masalah yang di
dapatkan pada system digestif yang memiliki gejala utama berak darah, yaitu hemoroid,
polip recti, Ca kolon, disentri, inflammatory bowel disease dan trauma. Untuk poin-poin
yang harus dicapai oleh diskusi mahasiswa telah dicantumkan pada learning objectives
yang telah diuraikan di atas.
Masalah atau Pertanyaan yang Mungkin Timbul
1. Penyakit apa saja yang dapat memberikan manifestasi hematocesia atau
melena?
2. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya keluhan (hematemesis dan
melena), khususnya pada skenario di atas?
3. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit yang dialami pasien di skenario di atas
(anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang lain: laboratorium, dan
radiologi)
4. Bagaimana penatalaksanaan awal penyakit yang mungkin dialami pasien pada
skenario di atas?
5. Apa saja komplikasi yang mungkin timbul dari penyakit tersebut?
6. Bagaimanakah prognosis dari penyakit tersebut?
Jawaban:
1.

Penyakit dengan gejala hemtaocesia atau melena adalah :

Hemoroid

diverticular bleeding

polyposis

infection

inflammatory bowel disease

malignancy

fissura any

48

2.

Patofisiologis
Hematocesia merupakan tanda dari adanya kelainan mukosa dan vascular local
rektum, tapi dapat juga berasal dari kelainan intestinal pada usus besar atau bagian
proximal pada usus halus jika perdarahannya cukup massif. Melena, umumnya
terjadi akibat adanya kelainan mukosa dan vascular local pada saluran perncernaan
bagian atas. pada Feses yang keras biasanya berhubungan dengan kebiasaan diet
yang rendah serat dan bowel habits traumatize local venous atau mucosal tissues.
Keadaan fisiologis seperti kehamilan dapat menghambat aliran vena pada pelvis dan
mengakibatkan terjadinya hemoroid.

3.

Diagnosa
Anamnesa : ditekankan anamnesa untuk membedakan perdarahan dari saluran cerna
atas atau bawah, dengan menelusuri bentuk perdarahan dari pasien, mencari faktor
risiko ( obat-obatan, penyakit hati kronis dll).
Pemeriksaan fisik :
1

Vital sign

Perubahan hemodinamik

Mencari kemungkinan adanya / tanda penyakit hati kronis dan faktor risiko lain.

Rectal examination : diperiksa adakah rectal varices, hemorrhoids, dan fissures


untuk menyingkirkan diagnosis banding

Pemeriksaan Laboratorium :
1

Evaluasi derajat anemia dengan pemerikasaan hematologi lengkap

Pemeriksaan tes fungsi hati

Pemeriksaan feses

Penjelasan perpenyakit dengan keluhan hematocesia dan melena:


HEMORRHOID
Jaringan hemoroidal merupakan bagian anatomi normal rektum bagian distal dan
kanalis analis. Struktur vaskular yang terdapat di dalam jaringan ini membantu dalam
hal pengendalian dengan mencegah kerusakan terhadap otot sphincter. Engorgement
dan peregangan menyebabkan prolaps jaringan ini ke dalam kanalis analis. Seiring
dengan berjalannya waktu, sistem penyangga anatomik kompleks hemorrhoidal ini
melemah, mengunjukkan jaringan ini ke bagian luar dari kanalis analis sehingga lebih

49

rentan terhadap trauma. Hemorrhoid dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu internal dan
eksternal.
a. Hemorrhoid Internal
Hemorrhoid interna memiliki 2 mekanisme patofisiologi; pada wanita yang
berusia lanjut mekanisme patofisiologinya berhubungan dengan peregangan
kronik dengan engorgement vaskular dan dilatasi. Keadaan ini menyebabkan
gangguan pada jaringan penyangga di sekitar saluran vaskular. Penyebab
tersering adalah defekasi. Tidak terdapat korelasi antara hemorrhoid dan
konstipasi ataupun hemorrhoid dengan hipertensi portal. Sementara itu pada pria
yang lebih muda mekanisme yang terjadi adalah peningkatan tekanan saat
istirahat di dalam kanalis analis yang menyebabkan menurunnya venous return,
peningkatan venous engorgement dan gangguan pada jaringan penyangga.
Hemorrhoid interna ini dikasifikasikan ke dalam 4 derajat.
Derajat

Deskripsi
Pelebaran tanpa perdarahan

I
Protrusi dengan reduksi spontan
II

Tatalaksana
Suplementasi serat
Kortison suppositoria
Skleroterapi
Suplementasi serat
Kortison suppositoria

Protrusi dengan reduksi manual


III

IV

Suplementasi serat
Kortison suppositoria
Pertimbangkan hemorrhoidektomi
Tidak berkurangnya protrusi
Suplementasi serat
(perdarahan dengan inkarserasi Kortison suppositoria
Hemorrhoidektomi
yang tidak berkurang)

a. Hemorrhoid eksterna
Hemorrhoid eksterna muncul secara tiba-tiba akibat terjadinya trombus
intravaskuler akut. Tidak terdapat faktor-faktor yang mempercepat terjadinya
hemorrhoid eksterna.
Gejala dan Tanda
Pasien biasanya datang dengan keluhan perdarahan dan protrusi.
A. H. interna : keluarnya darah segar per rektal, discharge mukus, rasa penuh atau
tidak nyaman pada rektum. Pada inspeksi perineum; mungkin terlihat normal,
edema,

hemorrhoid

yang

prolaps

50

atau

hemorrhoid

yang

udematous,

ganggrenous, inkarserata. Mungkin terlihat adanya maserasi pada perineum dan


tanda-tanda iritasi lokal.
B. H. Eksterna : nyeri perianal ekstrem yang akut. Nyeri mencapai puncaknya
dalam 48 jam. Pengulangan episode trombosis menyebabkan pelebaran kulit
yang melapisi. Pada pemeriksaan fisik tampak sebagai massa perianal subkutan
yang berwarna keunguan, edematous, keras dan agak nyeri.
Komplikasi
Komplikasi hemorrhoid interna dan eksterna adalah akibat dari intervensi bedah,
yaitu perdarahan, nyeri, nekrosis dan walaupun jarang dapat menyebabkan sepsis
perianal.
POLIP KOLOREKTAL
Polip kolorektal adalah polip yang terbentuk di sepanjang garis kolon atau
rektum. Polip kolorektal yang tidak ditangani secara tepat dan adekuat dapat
berkembang menjadi karsinoma kolorektal. Polip kolorektal dapat junak (polip
hiperplastik), premaligna (adenoma tubular) atau maligna (adenokarsinoma kolorektal).
Tipe/Klasifikasi
Secara umum, polip kolorektal diklasifikasikan menjadi:
1. Hiperplastik
2. Adenomatosa/polip neoplastik
3. Hamartomatous
4. Inflammatory
Simptom
Polip kolorektal tidak selalu berhubungan dengan simptom. Jika terdapat gejala,
berupa : perdarahan lewat rektum, feses yang bercampur darah (bloody stools), nyeri
abdomen dan kelelahan. Mungkin terjadi perubahan pola buang air besar, dapat berupa
konstipasi atau diare. Jika polip berukuran cukup besar, dapat muncul gelala-gejala
obstruksi, seperti mual, muntah dan konstipasi yang berat.
Skrining dan Diagnosis

Faecal occult blood test


Sigmoidoscopy
Colonoscopy
Virtual coonoscopy
DRE
Barium enema

51

Penanganan
Polip dapat diangkat saat dilakukan kolonoskopi atau sigmoidoskopi dengan
memakai lengkungan kawat yang akan memotong tangkai polip, kemudian dilakukan
kauterisasi untuk mencegah timbulnya perdarahan.
Polip yang potensial untuk berkembang menjadi maligna, berhubungan dengan :
1. Derajat displasia
2. Tipe polip
Tubular adenoma : risiko kanker 5%
Tubulovillous adenoma : risiko kanker 20%
Villous adenoma : risiko kanker 40%
3. Ukuran polip
<1 cm : risiko kanker <1%
1 cm : risiko kanker 10%
2 cm : risiko kanker 15%
KARSINOMA KOLOREKTAL
Karsinoma kolorektal adalah pertumbuhan kanker di daerah kolon dan rektum.
Kanker kolorektal timbul sebagai akibat interaksi yang kompleks dari faktor genetik dan
lingkungan. Tumor berkembang dari perubahan yang terjadi secara progresif pada
mukosa kolon, seperti displasia, adenoma.
Faktor Risiko
1. Umur
2. Polip pada kolon, terutama polip adenomatosa
3. Riwayat kanker sebelumnya
4. Riwayat keluarga (riwayat kelurga Ca
polyposis/FAP, hereditary
5.
6.
7.
8.
9.

nonpolyposis

kolon,

colorectal

familal

adenomatous

cancer/HNPCC/Lynch

syndrome dan sindrom herediter lainnya)


Inflammatory Bowel Disease (kolitis ulserativa, Crohnn disease)
Merokok
Diet (banyak konsumsi daging merah, sedikit buah dan sayuran)
Asam Lithocholic
Hormon eksogen

Patogenesis
Karsinoma kolorektal adalah penyakit yang berasal dari sel-sel epitel yang
melapisi

kolon atau rektum, sebagai akibat dari adanya mutasi di sepanjang Wnt

signaling pathway, yang sebagian diturunkan dan sebagian lainnya didapat. Gen yang
paling umum menyebabkan mutasi pada semua kanker kolorektal adalah gen APC, yang

52

menghasilkan protein APC. Protein APC berperan sebagai rem pada protein -katinin.
Tanpa APC, -katinin bergerak ke dalam nukleus, berikatan dengan DNA dan
mengaktivasi lebih banyak protein.
Di luar defek pada Wnt-APC--catinin signaling pathway, terjadi mutasi lain
yang menyebabkan sel menjadi bersifat kanker. TP53 rotein yang dihasilkan dari gen
p53 secara normal berperan dalam pembelahan sel dan membunuh sel apabila sel
tersebut memiliki defek pada Wnt signaling pathway. Secepatnya, sederetan sel
mendapat mutasi pada gen p53 sehingga terjadi transformasi jaringan dari adenoma
menjadi suatu karsinoma yang invasif.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis kanker kolorektal tergantung pada lokasi tumor dan
penyebaran tumor ke bagian tubuh yang lain (metastasis). Gejala dan tanda dapat
dibedakan menjadi : lokal, konstitusional (pengaruh

pertumbuhan tumor terhadap

tubuh) dan metastase (akbat penyebaran sel-sel tumor ke organ lain).


Lokal :

perubahan kebiasaan BAB (konstipasi atau diare dengan penyebab yang tidak

jelas)
rasa seperti belum selesai saat defekasi
rectal tenesmus
perubahan bentuk feses
melena
gejala-gejala obstruksi : konstipasi, nyeri abdomen, distensi abdomen dan
muntah

Konstitusional :

anemia (lemah, pucat, palpitasi)


penurunan BB
demam dengan sebab yang tak jelas

Stadium
Stadium karsinoma kolorektal dibagi berdasarkan perluasan invasi lokal, derajat
penyebaran ke limfonodi dan ada/tidaknya metastase jauh. Stadium definitif hanya
dapat dilakukan setelah dilakukan pembedahan dan diperoleh hasil dari pemeriksaan
patologi. Penentuan stadium preoperatif kanker rektal dapat dilakukan dengan
endoscopic ultrasound. Penentuan stadium yang umum dipergunakan adalah sistem
TNM (Tumors, Nodes, Metastases) dari American Joint Committee for Cancer (AJCC).
53

Dalam sistem TNM penentuan stadium berdasarkan 3 kategori, yaitu : T


menunjukkan derajat invasi dinding intestinal, N, derajat keterlibatan limfonodi dan
M, derajat metastasis.
Berikut pembagian stadium berdasarkan sistem TNM dari AJCC :
Stadium

Stadium

Kriteria Stadium TNM

AJCC
Stadium 0
Stadium I
Stadium I
Stadium II-A

TNM
Tis N0 M0
T1 N0 M0
T2 N0 M0
T3 N0 M0

Tis: Tumor melekat terbatas pada mukosa (Ca in situ)


T1: Tumor invasi ke lapisan submukosa
T2: Tumor invasi ke lapisan muskularis propria
T3: Tumor menginvasi subserosa tanpa invasi ke

Stadium II-B

T4 N0 M0

organ lain
T4: tumor menginvasi organ terdekat atau perforasi

Stadium III-A
Stadium III-B
Stadium III-C
Stadium IV

peritonium viseral
T1-2 N1 M0
N1: metastasis ke 1-3 limfonodi regional, T1 atau T2
T3-4 N1 M0
N1: metastasis ke 1-3 limfonodi regional, T3 atau T4
Apapun T N2
N2: metastasis ke 4 limfonodi regional, apapun T
M0
Apapun T any
M1: terjadi metastasis jauh, apapun T dan N-nya
N M1

Diagnosis
Kanker kolorektal membutuhkan waktu tahunan untuk berkembang dan deteksi
dini kanker ini akan meningkatkan angka kesembuhan. Berbagai metode skrining
dilakukan untuk melakukan deteksi dini, antara lain :

Digital Rectal Examination (DRE)


Fecal Occult Blood Test (FOBT)
Endoskopi (sigmoidoskopi, kolonoskopi)
Double Contras Barium Enema (DCBE)
Virtual colonoscopy

Penatalaksanaan
1. Pembedahan (endoscopic polypectomy, reseksi tumor primer, reseksi metastasis
ke hati)
2. Kemoterapi
3. Radioterapi
Komplikasi

54

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kehilangan darah akut dan kronis


Obstruksi usus besar
Perforasi usus besar
Fistula rektovesika dan rektovagina
Obstruksi ureteral
Gejala neurologik akibat invasi sel-sel kanker ke pleksus sakralis

Prognosis
Prognosis pasien dengan karsinoma kolorektal tergantung pada stadium tumor
ketika pertama kali didiagnosis. Pasien dengan tumor pada mukosa atau submukosa atau
meluas melewati submukosa tapi masih pada dinding usus, memiliki angka harapan
hidup (survival rates) yang baik, menurun dengan adanya penetrasi dinding usus dan
keterlibatan/penyebaran ke limfonodi. Apabila telah terjadi metastasis jauh dari sel
tumor (stadium IV), maka prognosisnya buruk, yaitu hanya 5-10% 5 year survival rates.
Referensi
1. Suyono, S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke tiga. Jakarta : Balai
penerbit FKUI : 2001.
2. Harrison, Principle Of Internal Medicine, 16 th edition, McGraw Hill. United
States of America. 2005.
3. Sjamsuhidjat, 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC
4. Sobiston Texbook of Surgery. The Biological Basis of Modern Surgical Practice.
Ed. 17.
5. Current Medical Diagnosis and Therapy
6. Dipiro JT.et al., 2002. Pharmacotherapy A pathophysiologic Approach.

55

SKENARIO VI
DERITA SANG PEMABOK....
Adul, seorang pemuda berusia 22 tahun, dibawa ke UGD RSU Mataram dengan
keluhan nyeri perutt sejak 3 hari yang lalu, disamping itu juga mengeluhkan perutt
kembung disertai mual-muntah. Nyeri perutt dirasakan hilang timbul. Suhu badan
terasa hangat tetapi hilang timbul dan sudah berlangsung selama 7 hari, namun dalam
2 hari terakhir ini badan terus menerus terasa panas.Dari anamnesis diketahui bahwa
Adul juga sering mabok dengan teman temannya sejak usia 19 tahun. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 106 x/menit, reguler
dan amplitudo lemah; pernapasan 34 x /menit, suhu 38o C, KU lemah, pada palpasi
abdomen terdapat nyeri dan tegang pada seluruh dinding perutt dan peristaltik
menurun. Dari hasil pemeriksaan darah didapatkan Leukositosis, kemudian dokter
UGD memutuskan untuk melakukan pemeriksaan penunjang lainnya untuk
menegakkan diagnosa sehingga dapat menetapkan penatalaksaan yang tepat untuk
penyakit yang diderita oleh Adul.
Keywords : nyeri perut, demam 7 hari, perut kembung, mual-muntah, abdomen nyeri
dan tegang, peristaltik menurun.
Learning Objective :
1. Mengetahui defenisi, tipe, penyebab dan patofisiologi nyeri perut
2. Mengetahui defenisi, penyebab dan patofisiologi perut kembung
3. Mengetahui defenisi, tipe, penyebab dan patofisiologi muntah
4. Mengetahui defenisi, dan patofisiologi defans muscular
5. Mengetahui tentang etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis dan
differential diagnosis, dan terapi penyakit-penyakit yang menyebabkan nyeri
perut dengan defans muscular. (Diskusi diarahkan ke Diferensial diagnosis
kasus: Appendisitis, Cholesistitis, Pancreatitis, Thypoid perforasi, dan Perforasi
gaster).
6. Merangkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosis dan diagnosis banding (differential diagnosis).
7. Mengetahui rencana tindak lanjut dan melakukan persiapan rujukan pada kasus
nyeri perut dengan defans muscular

56

8. Menjelaskan komplikasi dan prognosis kasus nyeri perut dengan defans


muscular
Panduan tutor untuk skenario 6 :
Kasus di atas diberikan agar mahasiswa dapat mendiskusikan masalahmasalah yang di dapatkan pada system digestif yang memiliki gejala nyeri perut,
yaitu, Appendisitis,
gaster.

Cholesistitis, Pancreatitis, Thypoid perforasi, dan Perforasi

Untuk poin-poin yang harus dicapai oleh diskusi

mahasiswa telah

dicantumkan pada learning objective yang telah diuraikan diatas mencakup hal-hal
seperti dalam LO yang telah disebutkan diatas.

Masalah atau Pertanyaan yang Mungkin Timbul


1.

Dari gejala dan tanda klinis pada skenario, diagnosis apa saja yang
mungkin ditegakkan?

2.

Bagaimana cara mendiagnosis penyakit yang dialami pasien di skenario


di atas (anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang:laboratorium, dan
radiologi )

3.

Bagaimana penatalaksanaan awal penyakit yang mungkin dialami pasien


pada skenario di atas?

4.

Apa saja komplikasi yang mungkin timbul dari penyakit tersebut?

5.

Bagaimanakah prognosis dari penyakit tersebut?

Jawaban :
1. Apendisitis, Cholesistitis, Pankreatitis, Perforasi gaster, Typoid perforasi
2. Perbandingan DD :
Appendisitis
Anamnesis

Cholesistiti

Pankreatiti

Typoid

Gaster

perforasi
Riwayat

Nyeri perut

Nyeri

Nyeri

Perforasi
Febris >2

kanan bawah

epigastrium

epigastrium

mg, nyeri

maag, triger

dan perut

dan perut

perut

faktor

kanan atas
Nyeri tekan, Defance

Defance

tidak khas

Musculare

Pemeriksaan

Nyeri tekan

kanan atas
Murphy

fisik

Mc Burney,

sign

Psoas sign
(+).

57

musculare

Penunjang:
Laboraturium

Leukositosis

LFT (Tdk

Amilase ,

Widal slide

khas),

Lipase ,

(+),

Leukositosis LDH,LFT
Radiologi :

Tidak khas

BNO
USG

Tidak khas

Batu
empedu

.......

(mungkin)
Batu

.........

Leukositosis
Air fluid

Air Fuid

level

level

........

.............

Keterangan: Pada kasus diatas diagnosisnya diarahkan ke Peritonitis.


PERITONITIS
Peta Sumber dan Penyebab Peritonitis :
Area sumber
Esofagus

Lambung

Duodenum
Traktus bilier

Pankreas

Kolon asendens

Kolon desendens dan

Penyebab
Keganasan
Trauma
Iatrogenik
Sindrom Boerhaave
Perforasi ulkus peptikum
Keganasan (mis. Adenokarsinoma, limfoma,
tumor stroma gastrointestinal)
Trauma
Iatrogenik
Perforasi ulkus peptikum
Trauma (tumpul dan penetrasi)
Iatrogenik
Kolesistitis
Perforasi batu dari kandung empedu
Keganasan
Kista duktus koledokus
Trauma
Iatrogenik
Pankreatitis (mis. Alkohol, obat-obatan, batu
empedu)
Trauma
Iatrogenik
Iskemia kolon
Hernia inkarserata
Obstruksi loop
Penyakit Crohn
Keganasan
Divertikulum Meckel
Trauma
Iskemia kolon

58

Leukositosis

apendiks

Divertikulitis
Keganasan
Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn
Apendisitis
Volvulus kolon
Trauma
Iatrogenik
Pelvic inflammatory disease
Keganasan
Trauma

Salping uterus dan ovarium

Etiologi Peritonitis :
a. Infeksi bakteri

Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal, misalnya :

Appendisitis yang meradang dan perforasi

Tukak peptik (lambung / dudenum)

Thypoid perforasi

Disentri amuba / colitis

Tukak pada tumor

Salpingitis

Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus dan b


hemolitik, stapilokokus aureus, enterokokus dan yang paling berbahaya
adalah clostridium wechii.

b. Secara langsung dari luar.

Operasi yang tidak steril

Terkontaminasi

talcum

venetum,

lycopodium,

sulfonamida,

terjadi

peritonitis yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon


terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta
merupakan peritonitis lokal.

Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa.

Melalui tuba fallopi seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula


peritonitis granulomatosa.

59

c. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab
utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
Manifestasi Klinis Peritonitis :

Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita


peritonitis umum.

Demam

Distensi abdomen

Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung
pada perluasan iritasi peritonitis.

Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang
jauh dari lokasi peritonitisnya.

Nausea

Vomiting

Penurunan peristaltik.

Patofisiologi Peritonitis :
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomen,
biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal
diawali terkontaminasi material.
Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus
peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya
timbul edem jaringan dan pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi
keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak
dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh
ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
Test Diagnostik :
1.

Test laboratorium

Leukositosis

Hematokrit meningkat

60

Asidosis metabolik

2.

X. Ray

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :

Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.

Usus halus dan usus besar dilatasi.

Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi

Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan


foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum,
pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah :
1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang,
dan kekaburan pada cavum abdomen.
2. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan
sabit (semilunair shadow).
3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling
tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan
dinding abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.
3.PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan awal yang dapat dilakukan oleh seorang dokter umum adalah
mulai dari mengawasi tanda vital ( FDJ , TD, RR ) dan tanda tanda shock, balance
cairan, infus RL ( guyur ), stabilisasi tanda vital, konsul/rujuk segera ke bagian
bedah.
Penatalaksanaan Peritonitis :
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena,
pemberian antibiotika yang sesuai,

61

dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal,


pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila
mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian
volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen,
nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan
tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.
Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah
jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada
organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas
juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada
saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang
menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.

Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan


menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi
ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal
sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi.

Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum,


karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.

Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain
itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat
menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada
keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan
diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.
4. KOMPLIKASI PERITONITIS
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
a.Komplikasi dini
o Septikemia dan syok septik

62

o Syok hipovolemik
o Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multi sistem
o Abses residual intraperitoneal
b.Komplikasi lanjut
o Adhesi
o Obstruksi intestinal rekuren
5. PROGNOSIS PERITONITIS
o Mortalitas tetap tinggi antara 10 % 40 %.
o Prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan bila peritonitis sudah berlangsung
lebih dari 48 jam.
o Lebih cepat diambil tindakan lebih baik prognosanya
Referensi
1.

Sjamsuhidjat, 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC

2.

Harrison, Principle Of Internal Medicine, 16 th edition, McGraw Hill. United


States of America. 2005.

3.

Sobiston Texbook of Surgery. The Biological Basis of Modern Surgical Practice.


Ed. 17.

4.

Current Medical Diagnosis and Therapy

5.

Dipiro JT.et al., 2002. Pharmacotherapy A pathophysiologic Approach.

63

SKENARIO VII
NASIB SIAL SANG MABA
Seorang MABA (Mahasiswa Baru), 18 th dibawa oleh seniornya kepoliklinik
akademi-nya dengan keluhan nyeri perut dan mual-muntah. Hasil anamnesis diketahui
dia baru saj mendapatkan hantaman dari seniornya yang berjumlah 15 orang karena
terlambat datang OPSPEK dan lupa membawa tugasnya. Ke lima belas seniornya
meninju perutnya secara bergantian, sehingga dia akhirnya terjatuh karena kesakitan.
Hasil pemeriksaan fisik diperoleh : KU sadar, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 90
X/menit dan respiratory rate 20 x/menit dan lebam-lebam hampir di seluruh kulit
abdomennya. Setelah 30 menit diobservasi di poliklinik, tanda vitalnya menurun,
tekanan darah menurun menjadi 80 mmHg/palpasi, nadi 120 x/menit, lemah, RR
28x/menit, dinding abdomen menegang, bising usus menurun. Dia selanjutnya di
rujuk ke UGD RS terdekat. Dokter jaga UGD, segera melakukan pemeriksaan
penunjang laboraturium dan radiologi. Pada laboraturium didapatkan Hb 7 gr% dan
pada rontgen ditemukan air fluid level. Dokter menemukan peritoneal lavage positif
(+) darah.
Keywords : nyeri peryt, mual-muntah, trauma tumpul abdomen (perut ditinju),
lebam hampir di seluruh abdomen penurunan tanda vital, bising usus menurun, air fluid
level, peritoneal lavage positif (+) darah,Hb 7 gr%.
Learning Objectives :
1

Mengetahui definisi trauma abdomen

Mengetahui macam-macam trauma abdomen

Mengetahui patofisiologi dan gejala klinis trauma abdomen.

Mengetahui pemeriksaan fisik yang khas/patognomonis pada trauma abdomen serta


pemeriksaan penunjang yang diperlukan.

Merangkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk


menegakkan diagnosis.

Mengetahui penatalaksanaan awal pada trauma abdomen (ABC).

Mengetahui rencana tindak lanjut dan melakukan persiapan rujukan pada kasus
trauma abdomen.

Menjelaskan komplikasi dan prognosis trauma abdomen.

64

Panduan tutor untuk skenario 7 :


-

Kasus di atas diberikan agar mahasiswa dapat mendiskusikan masalah-masalah yang


di dapatkan pada system digestif yaitu trauma abdomen . Untuk poin-poin yang
harus dicapai oleh diskusi mahasiswa telah dicantumkan pada learning objectives
yang telah diuraikan diatas mencakup hal-hal seperti dalam LO yang telah
disebutkan diatas.

Masalah atau Pertanyaan yang Mungkin Timbul


4. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya keluhan dan hasil pemeriksaan fisik pada
skenario di atas?
5. Bagaimana cara mendiagnosis trauma abdomen yang dialami pasien di skenario di
atas (anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang lain: laboratorium, dan
radiologi)
6. Bagaimana penatalaksanaan awal keluhan yang mungkin dialami pasien pada
skenario di atas?
7. Apa saja komplikasi yang mungkin timbul dari kasus tersebut?
8. Bagaimanakah prognosis dari kasus tersebut?
Jawaban:
1. Pada kasus di atas, pasien mengalami pendarahan intraperitoneum akibat benturan
benda tumpul yaitu akibat benturan dengan kepalan tangan. Secara ringkas, selama
waktu observasi, darah akan mengumpul dalam peritoneum yang menyebabkan
gambaran air fluid level dalam foto abdomen radiologik. Selanjutnya perdarahan
akan meningkatkan tekanan intraperitoneal yang selanjutnya menyebabkan
penurunan bising usus, serta penurunan tekanan darah, dan kenaikan FDJ dan
respiration rate.
2. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan menunjang:
a. Pada kasus ini, anamnesis dilakukan secara autoanamnesis. Pertanyaanpertanyaan yang perlu diajukan antara lain tentang kejadian trauma abdomen,
waktu / kapan / berapa lama,.
b. Pemeriksaan fisik, observasi tanda vital (A-B-C), inspeksi daerah trauma,
auskultasi jantung-paru, abdomen (bising usus), perkusi thorax-abdomen batas
sonor redup dan untuk mengetahui kemungkinan perdarahan intraperitoneum,
65

palpasi abdomen untuk mengetahui adanya nyeri, tanda peritonitis, dan


kemungkinan ruptur organ dalam (hepar/limpa).
c. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, untuk mengetahui kemungkinan
anemia akibat perdarahan, dan peritoneal lavage untuk mengetahui adanya
perdarahan intraperitoneal. Foto radiologik thorax AP untuk mengetahui
kemungkinan adanya fraktur iga dan pneuomothorak, foto abdomen 3 posisi
untuk mengetahui kemungkinan perdarahan intraperitoneal.
3. Penatalaksanaan sebagai dokter umum, lebih ditekankan untuk menstabilisasi tanda
vital sambil mempersiapkan rujukan (cito ke bagian bedah. Tindakan yang harus
dilakukan mulai dari mengawasi tanda-tanda vital (FDJ, TD, RR) dan tanda-tanda
shock, menjaga keseimbangan cairan antara lain dengan pemberian cairan intravena.
4. Komplikasi yang kemungkinan timbul adalah shock hipovolemik/hemoragik yang
bila tidak ditangani segera akan menyebabkan kematian.
5. Prognosis pada kasus trauma abdomen seperti pada kasus ini yaitu dubia ad bonam.
Prognosis ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan penatalaksanaan.
Referensi :
1. Sjamsuhidjat R., de Jong W., 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC
2. Sobiston Texbook of Surgery. The Biological Basis of Modern Surgical Practice. Ed.
17.
3. Harrison, Principle Of Internal Medicine, 16 th edition, McGraw Hill. United States
of America. 2005.
4. Current Medical Diagnosis and Therapy
5. Dipiro JT.et al., 2002. Pharmacotherapy A pathophysiologic Approach.

66

Daftar Nama Tim blok, Tutor, Pakar dan Instruktur Keterampilan Medik
No.
1

Nama
dr. Nurhidayati, M.Kes

Keterangan
Koordinator Tim Blok Sistem digestif

dr. Deasy irawati, MSc.

dan Koordinator evaluasi dan minggu


Tim Blok dan Koordinator minggu I

dr. Ommy Agustraidi, SpPD

Tim Blok dan Koordinator minggu II

4
5

Dr. Joko Anggoro, SpPD


dr. Ida Ayu Widiastuti, M.Fis

Tim Blok dan Koordinator minggu III


Tim Blok dan Koordinator minggu IV

Tetrawindu A.H. Mbiotech


dr. Ima Arum Lestarini, M.Si.Med,

Tim Blok dan Koordinator minggu V

SpPK
dr. Eva Triani

Tim Blok dan Koordinator minggu


VI-VII
Tutor
Tutor

7
8
9
10
11

dr. Nurhidayati, M.Kes


dr. Deasy irawati, MSc.
dr. Ommy Agustraidi, SpPD
Dr. Joko Anggoro, SpPD
dr. Ida Ayu Widiastuti, M.Fis

12

Tetrawindu A.H. Mbiotech


dr. Ima Arum Lestarini, M.Si.Med,

Tutor

13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

SpPK
dr. Eva Triani
dr. Artsini Manfaawati, Sp.A
dr. Sukardi, Sp.A
dr. S.A.K Indriyani
dr. Haris Widita, SpPD
dr. Hasan Amin, Sp. Rad
dr. Erwin, Sp.An
dr. Gede Ardita, SpB
dr. Santyo Wibowo, SpB
dr. Ommy Agustriadi, SpPD
dr.Joko Anggoro, SpPD
dr. Nurhidayati, M.Kes
dr. Ima Arum Lestarini, M.Si.Med,

Tutor
Dosen Pakar
Dosen Pakar
Dosen Pakar
Dosen Pakar
Dosen Pakar
Dosen Pakar
Dosen Pakar
Dosen Pakar
Dosen Pakar
Dosen Pakar
Dosen Pakar
Dosen Pakar

26
27
28
29
30
31
32

SpPK
dr. Tetrawindu A.H., MBioctech
dr. Herpan Syafii Harahap
dr. Fathul Djannah, SpPA
dr. Eva Triani
dr. Novrita P
dr. Philip Habib
dr. Dinie

Dosen Pakar
Dosen Pakar
Dosen Pakar
Instruktur Tramed
Instruktur Tramed
Instruktur Tramed
Instruktur Tramed

Tutor
Tutor

67

68

JADWAL KEGIATAN BLOK DIGESTIF TAHUN 2010

MINGGU

JAM

08.00-

SENIN
25 Oktober
2010
KULIAH :

08.50
08.50-

Pengantar Blok

09.40

TUTORIAL 1 :

09.40-

Skenario 1

SELASA

KULIAH Fisologi :

RABU

KAMIS

JUMAT

26 Oktober 2010 27 Oktober 2010 28 Oktober 2010 29 Oktober 2010


KETERAMPILAN
MEDIK

TUTORIAL 2:
Skenario 1

KETERAMPILAN

TUTORIAL 3:

MEDIK

SKENARIO 1

Diare pada orang

MANDIRI
KULIAH

MANDIRI
KULIAH PEDIATRI :

KULIAH

14.20

Mandiri

30 Oktober
2010
MANDIRI

Mandiri

Praktikum
Mikrobiologi
(Kelompok A, C)

Skenario I

FARMAKOLOGI :
Prinsip

10.30Audiovisial
ANESTESI :
dewasa
Diare pada anak penggunaan obat
11.20KULIAH
11.20
Overview
Resusitasi cairan
12.10
MIKROBIOLOGI
struktur anatomi
pada kasus diare
ISHOMA
12.10
Agen
infeksius
pada
ISHOMA
ISHOMA
ISHOMA
13.30
sistem digestif
13.30

SABTU

Pleno

KULIAH INTERNA:

10.30

HARI

MANDIRI

Praktikum
Mikrobiologi
(Kelompok B, D)

14.2015.30
1

MINGGU

JAM

SENIN
1 November
2010

08.0008.50
08.50-

SELASA
2 November 2010

TUTORIAL 1:

KETERAMPILAN

Skenario 2

MEDIK

RABU

HARI

KAMIS

JUMAT

SABTU

3 November

4 November

5 November

6 November

2010

2010

2010

2010

KETERAMPILAN

TUTORIAL 3:

MEDIK

SKENARIO 2

TUTORIAL 2:
Skenario 2

PLENO skenario

09.40
09.4010.30

2
MANDIRI

MANDIRI

KULIAH PATOLOGI KULIAH INTERNA:

II

10.3011.2011.20
12.10
12.10
13.30
13.30
14.20

MANDIRI

KLINIK

Penyakit dengan

Pemeriksaan

gejala ikterus

laboratorium
ISHOMA

Mandiri

Mandiri

KULIAH BEDAH :
Penyakit dengan KULIAH PEDIATRI:
gejala ikterus Ikterus pada anak
(Ikterus

ISHOMA

Mandiri
KULIAH GILUT (1)
Mandiri
ISHOMA

ISHOMA

ISHOMA

Praktikum

Praktikum

Presentasi jurnal

Mandiri Jurnal
Praktikum
PATOLOGI ANATOMI
Kelompok A

14.2015.30

MINGGU

JAM

08.0008.50
08.5009.40
09.4010.30
10.30-

III

SENIN
8 November
2010
Tutorial 1
Skenario 3

SELASA
9 November 2010
KETERAMPILAN
MEDIK

Mandiri

MANDIRI

KULIAH

KULIAH INTERNA:

RADIOLOGI:

Dispepsia dan

11.20 Pemeriksaan dan perdarahan saluran


11.20persiapan
cerna
12.10
pemeriksaan
12.10
ISHOMA
ISHOMA
13.30
KULIAH
13.30

FARMAKOLOGI

Mandiri

14.20

POSR obat ulkus

POSR

RABU

HARI

KAMIS

JUMAT

SABTU

10 November

11 November

12 November

13 November

2010

2010

2010

2010

TUTORIAL 2 :

KETERAMPILAN

Skenario 3

MEDIK

Mandiri

MANDIRI

Mandiri

TUTORIAL 3 :

KULIAH GILUT (2)

KULIAH PEDIATRI:
Dispepsia dan
Perdarahan

Pleno skenario 3

Skenario 3

saluran cerna

Kunjungan
Lapangan 1

ISHOMA

ISHOMA

ISHOMA

Mandiri

Mandiri
Presentasi POSR

Peptikum,
14.2015.10

JAM
MINGGU

08.0008.50
08.50-

HARI
SENIN

SELASA

RABU

KAMIS

JUMAT

SABTU

15 November

16 November

17 November

18 November

19November

20 November

2010
TUTORIAL 1:

2010

2010

2010

2010

KETERAMPILAN

KETERAMPILAN

TUTORIAL 2:

2010
TUTORIAL 3:

MEDIK

MEDIK

Skenario 4

SKENARIO 4

SKENARIO 4

09.40
09.4010.30
IV

MANDIRI

MANDIRI

KULIAH BEDAH:

KULIAH

10.30- penyakit dengan


INTERNA :
11.2011.20 gejala konstipasi Penyakit dengan
12.10
(dewasa)
gejala konstipasi
12.10
ISHOMA
ISHOMA
13.30
Laporan
KULIAH
13.30

kunjungan

FARMAKOLOGI :

14.20

lapangan

POSR pada

KULIAH BEDAH :
Penyakit

MANDIRI

Hari raya Idul

kongenital pada

KULIAH GILUT

Adha

sistem digestif
KULIAH PEDIATRI:

(3)

Penyakit dengan
gejala konstipasi

MANDIRI

ISHOMA

pada anak
MANDIRI

14.2015.30

HARI
JAM

SENIN
22 November

MINGGU

2010
08.0008.50
08.50-

TUTORIAL 1:
Skenario 5

RABU

KAMIS

JUMAT

SABTU

24 November

25 November

26 November

27 November

2010

2010

2010

2010

KETERAMPILAN

TUTORIAL 2:

KETERAMPILAN

TUTORIAL 3

MEDIK

Skenario 5

MEDIK

SKENARIO 5

MANDIRI

MANDIRI

SELASA
23 November 2010

PLENO
SKENARIO 4

09.40
09.4010.30

MANDIRI

MANDIRI

MANDIRI

KULIAH BEDAH:
V

10.3011.2011.20
12.10
12.10
13.30
13.30

Mandiri

perdarahan saluran

Review Jurnal

cerna bagian bawah

ISHOMA

ISHOMA

MANDIRI

ISHOMA

Presentasi

GILUT 4

PLENO
SKENARIO 5

Review Jurnal
ISHOMA
Mandiri

14.20
14.2015.30

HARI
JAM

SENIN
29 November

MINGGU

2010
08.0008.50
08.50-

TUTORIAL 1:
Skenario 5

RABU

KAMIS

JUMAT

SABTU

1 Desember

2 Desember

3 Desember

4 Desember

2010

2010

2010

2010

KETERAMPILAN

TUTORIAL 2:

KETERAMPILAN

MEDIK

Skenario 5

MEDIK

SELASA
30 November 2010

SKENARIO 5

09.40
09.4010.30

MANDIRI

MANDIRI

Mandiri

MANDIRI
Mandiri

KULIAH INTERNA:

VI

KULIAH BEDAH:
10.30- KULIAH BEDAH:
Penyakit tropik dan
11.20- akut abdomen 1
Akut abdomen 2
11.20
infeksi
12.10
12.10
ISHOMA
ISHOMA
ISHOMA
13.30
13.30

Mandiri

TUTORIAL 3:

Mandiri

Mandiri

Mandiri

Kunjungan
Lapangan 2

ISHOMA
ISHOMA

Mandiri

14.20
14.2015.30

MINGGU

JAM

SENIN
5 Desember
2010

VII

08.0008.50
08.5009.40
09.4010.30

SELASA
6 Desember 2010

RABU

HARI

KAMIS

JUMAT

SABTU

7 Desember

8 Desember

9 Desember

10 Desember

2010

2010

2010

2010

MANDIRI

TUTORIAL 1:

KETERAMPILAN

TUTORIAL 2:

KETERAMPILAN

Skenario 7

MEDIK

Skenario 7

MEDIK

MANDIRI

KULIAH BEDAH:

10.3011.20- Trauma Abdomen


11.20
12.10
12.10
ISHOMA
13.30
Mandiri

MANDIRI
Presentasi
Kunjungan
lapangan

Mandiri

Kuliah
Trauma abdomen

MANDIRI

MANDIRI

Pleno

Pleno

skenario 6

Skenario 7

Mandiri
Mandiri
MANDIRI
Ishoma

ISHOMA

ISHOMA

ISHOMA

Mandiri

Mandiri

Mandiri

13.30
14.20

HARI
JAM

SENIN
12 Desember

MINGGU

2010
VIII

SELASA
13 Desember 2010

08.0008.50
08.50-

RABU

KAMIS

JUMAT

SABTU

14 Desember

15 Desember

16 Desember

17 Desember

2010

2010

2010

2010

CBT

Ujian tulis
perbaikan 1

Ujian Tulis
perbaikan

09.40
09.4010.30
Ujian Tulis utama
10.3011.20

blok
9

11.2012.10
12.10
13.30

13.30
14.20

10

Anda mungkin juga menyukai