Anda di halaman 1dari 56

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kedokteran Tesis Magister (Kedokteran Klinis)

2018

Hubungan Derajat Miopia dengan


Penglihatan Stereoskopis pada Anak
Sekolah Menengah Pertama

Saputra, Dedy
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/10456
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
HUBUNGAN ANTARA DERAJAT MIOPIA DENGAN
PENGLIHATAN STEREOSKOPIS PADA ANAK
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

TESIS

Oleh :

DEDY SAPUTRA
147041182

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


HUBUNGAN ANTARA DERAJAT MIOPIA DENGAN
PENGLIHATAN STEREOSKOPIS PADA ANAK
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Kedokteran
Ophthalmology dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh :

DEDY SAPUTRA
147041182

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Pendahuluan:Stereoskopis merupakan tingkatan tertinggi dari suatu penglihatan


binokuler. Dimana penglihatan stereoskopis tersebut dapat mempengaruhi
kehidupan seseorang bila mengalami gangguan. Salah satu faktor yang
menyebabkan gangguan pada penglihatan seseorang adalah miopia. Miopia
merupakan salah satu kelainan refraksi yang memiliki prevalensi yang cukup
tinggi pada anak usia sekolah dan kemungkinan dapat mempengaruhi gangguan
penglihatan stereoskopis pada anak – anak.

Tujuan:Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara derajat miopia


dengan penglihatan stereoskopis pada anak.

Metode:Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan metode


pengumpulan data secara cross sectional dan dilaksanakan di Sekolah Menengah
Pertama Al- Azhar Medan pada periode Juni – Juli 2018. Subjek Penelitaian
adalah Anak Sekolah Menegah Pertama yang menderita miopia yang berjumalah
75 anak yang terdiri dari miopia ringan, miopia sedang, dan miopia berat.
Penglihatan stereoskopis diuji dengan menggunakan Titmus Fly Test.

Hasil:Dari total 75 anak dijumapai miopia ringan 46 anak, miopia sedang 24


anak, dan miopia berat 5 anak. Dari uji statistik dijumpai hubungan antara miopia
dengan penglihatan stereoskopis (p=0,001) dan terdapat perbedaan penglihatan
stereoskopis yang bermakna antara tiap derajat miopia (p=,001)

Kesimpulan:Terdapat Perbedaan penglihatan stereoskopis yang bermakna antara


penderita kelainan miopia ringan, miopia sedang dan miopia berat. Penglihatan
stereoskopis pada anak miopia sedang dan miopia berat lebih buruk daripada anak
yang menderita miopia ringan

Kata Kunci:Penglihatan stereoskopis, miopia, Titmus Fly Test.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Introduction:Stereoscopic is the highest level of binocular vision, where


stereoscopic vision can affect a person's life if it is impaired.One factor that
causes impairment in one's vision is myopia. Myopia is a refractive disorder
that has a fairly high prevalence in school-age children and is likely to affect
impaired stereoscopic vision in children.
Objective:To determine whether there is a relationship between the extent of
myopia and stereoscopic vision in children.
Method:This research is analytic observational with cross-sectional data
collection method and carried out in Al-Azhar Junior High School of Medan
in the period June-July 2018.Research subjects were the 75 students of
Junior High School who suffered from myopia consisting of mild, moderate
and severe myopia. Stereoscopic vision was tested using Titmus Fly Test.
Results:Of the total 75 children with myopia, 46 of them had mild myopia, 24
had moderate myopia and 5 had severe myopia. Based on statistical tests it
turns out that there is a relationship between myopia with stereoscopic vision
(p = 0.001), and there are significant differences in stereoscopic vision
between each extent of myopia (p = 0.001).
Conclusion:There is a significant difference in stereoscopic vision among
children with mild, moderate and severe myopia. Stereoscopic vision in
children with moderate and severe myopia is worse than children with mild
myopia.

Keywords:Stereoscopic vision, myopia, Titmus Fly Test.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya serta telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi sebagian
dari persyaratan dalam meyelesaikan Program Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi Ilmu Kesehatan Mata di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak
di masa yang akan datang. Untuk itu perkenankanlah saya menyampaikan
ungkapan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya dan setinggi-tingginya kepada :
1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitaskepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Studi
MagisterKedokteran Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
2. Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M (K) selaku Ketua
Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan yang
berharga dalam penyusunan dan pelaksanaan penelitian.
3. dr. Hj. Aryani Atiyatul Amra, M.Ked (Oph), Sp.M (K) selaku Ketua
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara dan selaku pembimbing tesis saya, yang telah banyak memberikan
masukan dan bantuan yang berharga dalam penyusunan dan pelaksanaan
penelitian.
4. Dr. dr. Masitha Dewi Sari, M.Ked (Oph), Sp.M (K) selaku Ketua Program
Studi Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera utara
yang telah banyak memberikan masukan dan dorongan dalam membantu saya
menyelesaikan tesis ini.

Universitas Sumatera Utara


5. dr. Fithria Aldy, M.Ked (Oph), Sp.M (K) selaku Sekretaris Departemen Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan selaku
dosen pembimbing tesis saya, yang telah memberikan masukan dan dorongan
dalam membantu saya meyelesaikan tesis ini.
6. dr. Delfi, M.Ked (Oph), Sp.M (K) selaku Sekretaris Program Studi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan
masukan dan dorongan dalam membantu saya meyelesaikan tesis ini.
7. Dr. Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph),SpM selaku Dosen Pembimbing tesis
saya yang telah banyak memberikan masukan dan dorongan dalam membantu
saya menyelesaikan tesis ini.
8. Prof. dr. Aslim D Sihotang, Sp.M (KVR) sebagai guru yang telah banyak
membimbing dan memberikan masukan yang tak ternilai harganya.
9. Drs. Abdul Jalil Amri Arma. M.Kes selaku dosen pembimbing dalam bidang
statistik pada penelitian ini.
10. (Alm) Dr. H. Syaiful Bahri, Sp.M sebagai guru yang telah banyak
memberikan bimbingan dan masukan yang tak ternilai harganya. Semoga
kiranya Allah SWT meletakkan Almarhum disisi orang yang beriman
disisiNya.
11. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan / RS Universitas
Sumatera Utara atas bimbingan dan arahannya yang sangat bermanfaat dalam
penelitian dan penulisan tesis ini.
12. Abang, kakak dan teman-teman sejawat Ilmu Kesehatan Mata dr. Vera
Avliwani, dr. Ayrika Yuliani, dr. Dwi Maysaroh Arsa, dr. Muhammad Faisal,
dr. Sri Ulina Ginting, dr. Julham Alandy, dr.Zulfahri Lubis, dr. Hendra
Gunawan, dr. Elyani Rahman, dr. Ratu Windi Meidiana, dr. Franky Frans
Sihombing, dr. Tari Adrian, dr. Dedi Saputra, dr. Faiza Sofia Sari, dr. Erick
Yudistira, dr. Barii Hafidh Pramono, dr. Farid Alfarisy, dr. Rafika Rahman,
dan dr. Lidiawati Manik dan semua yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu.

Universitas Sumatera Utara


13. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan dan staf yang telah
memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peneliti
dalam menjalani penelitian.
14. Ketua yayasan Al-Azhar dan Kepala Sekolah SMP Al-Azhar Medan yang
telah memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
peneliti dalam menjalani penelitian
15. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telahmemberikan bantuan dalam terlaksananya peneltian serta penulisan tesis
ini.
Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orang tua saya (alm) Armen
Batubara dan Masliana Dalimunthe serta adik saya Ade Hendri,SH dan Budi
Arihsandi,SE, yang tidak pernah putus asa dan tidak pernah lelah memberikan
doa, perhatian, semangat, dukungan materi dan tenaga,serta kasih sayang dan
kepercayaan sehingga akhirnya tesis ini dapat saya kerjakan dan saya selesaikan.
Kepada Istri saya Dwie Novita Roza, SKM serta anak saya Nikeisa Saqifa
Afiya dan Naziha Shanum Afiya yang tidak pernah putus asa dan tidak pernah
lelah memberikan doa, perhatian, semangat, dukungan materi dan tenaga, serta
kasih sayang dan kepercayaan sehingga akhirnya tesis ini dapat saya kerjakan dan
saya selesaikan, beserta keluarga besar, terimakasih atas segala doa, bantuan,
dorongan, dan semangat yang telah diberikan selama ini.
Kepada mertua saya Drs.M.Nizam, Msi dan Dra.Rosmawati,MPd dan
seluruh keluarga dan handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,
yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak memberikan bantuan
serta doa selama ini, saya mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2018

dr. Dedy Saputra

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
PENGESAHAN ......................................................................................... i
ABSTRAK ..................................................................................................... iii
ABSTRACT ................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 2
1.3.1 TujuanUmum .................................................................. 2
1.3.2 TujuanKhusus ................................................................. 2
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 4


2.1 Defenisi Miopia ........................................................................ 4
2.1.1 Tehnik Pemeriksaan Refraksi ........................................ 7
2.2 Penglihatan Stereoskopis ......................................................... 9
2.2.1 Stereoskopis .................................................................... 9
2.2.2 PenilaianPenglihatanStereoskopis .................................. 9
2.2.3 GangguanPenglihatanStereoskopis ................................. 11
2.2.4 PengukuranKetajamanStereoskopis ................................ 12
2.2.5 Titmus Fly Test ............................................................... 13
2.3 Kerangka Teori ........................................................................ 15
2.4 Kerangka Konsepsional ........................................................... 15
2.5 Definisi Operasional ................................................................ 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................... 18


3.1 Rancangan Penelitian ............................................................... 18
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 18
3.3 Populasi Penelitian .................................................................. 18
3.4 Besar Sampel ........................................................................... 18
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................... 18
3.6 Identifikasi Variabel ................................................................. 19
3.7 Bahan Dan Alat ........................................................................ 19
3.8 AlurPenelitiandan Cara Kerja................................................... 19

Universitas Sumatera Utara


3.9 Analisis Data ........................................................................... 20
3.10 Pertimbangan Etika ................................................................ 20
3.11 Personalia Penelitian ............................................................... 20
3.12 Biaya Penelitian ...................................................................... 20

BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................... 21


4.1 Hasil Penelitian ........................................................................ 21
4.2 Pembahasan ............................................................................. 22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 25


5.1 Kesimpulan .............................................................................. 25
5.2 Saran ........................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 26

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

Gambar 2.1. Mata Penderita Miopia, Bayangan Jatuh di Depan Retina ....... 7

Gambar 2.2. Gambar Optotip Snellen ......................................................... 8

Gambar 2.3. Jarak terjauh dimana Stereoskopis Masih Dimungkinkan ...... 10

Gambar 2.4. Titmus Fly Test ........................................................................ 14

Gambar 2.5. Kerangka Teori ........................................................................ 15

Gambar 2.6. Kerangka Konsep .................................................................... 15

Gambar 3.1. Alur Penelitian .. ....................................................................... 20

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 2.1. Jarak Stereoskopis Maksimum Untuk Stereothreshold yang


Berbeda ........................................................................................ 10

Tabel 2.2. Jarak Stereoskopis Terjauh Untuk Jarak Pupil yang


Berbeda, Bila Stereothreshold = 80 Detik Busur ...................... 11

Tabel 2.3. Kategori Stereoakuitas ......................................................... ..... 11

Tabel 2.4 Defenisi Operasional ............................................................ ........ 16

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian .................................................... 21

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Stereoskopis .................................................... 22

Tabel 4.3 Gambaran Hubungan antar Kelompok miopia dengan


penglihatan Stereoskopis .............................................................. 22

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Biaya Penelitian ......................................................................... 29


Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian ........................... 30
Lampiran 3. Status Penelitian dan Persetujuan Setelah Penjelasan ............... 31
Lampiran 4. Ethical Clearance ....................................................................... 32
Lampiran 5. Master Data Penelitian ............................................................... 33
Lampiran 6. Data Statistik .............................................................................. 37
Lampiran 7. Daftar Riwayat Hidup ................................................................ 38

Universitas Sumatera Utara


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stereoskopis merupakan persepsi kedalaman dari suatu objek yang dilihat
dengan menggunakan penglihatan binokuler yang baik dari kedua mata, dimana
bayangan 2 dimensi yang jatuh di retina dirubah menjadi bayangan 3 dimensi.
Penglihatan stereoskopis yang baik sangat berguna dalam menilai, memahami
objek yang dilihat. Penglihatan binokuler yang baik akan memiliki penglihatan
stereoskopis yang baik juga.1
Penglihatan stereoskopis yang tidak baik dapat mengganggu aktifitas
seseorang dalam kehidupan sehari – hari, dimana seseorang tersebut akan merasa
kesusahan dalam menilai objek yang memerlukan penilaian tiga dimensi atau
stereoskopis yang baik. Penglihatan stereoskopis yang baik dipengaruhi fusi
sensoris dan fusi motoris yang baik.1
Salah satu penyebab terjadinya penurunan penglihatan stereoskopis pada
seseorang adalah terdapatnya kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropia atau
astigmatisma. Dari beberapa kelainan refraksi tersebut, miopia merupakan
kelainan refaraksi yang memiliki angka prevalensi yang cukup tinggi.2
Di Indonesia, gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi dengan
prevalensi sebesar 22,1% juga menjadi masalah yang cukup serius. Sementara
10% dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi.3,4
Miopia merupakan penyebab utama gangguan penglihatan di dunia,
khususnya pada remaja. Diperkirakan 10% dari 66 juta anak usia sekolah di dunia
menderita kelainan refraksi yaitu miopia dengan prevalensi terbanyak di usia 13
sampai 18 tahun.5
Ju wen yang dkk menyebutkan bahwa mata yang mengalami miopia dan
astigmatisma akan menurunkan penglihatan stereoskopis pada anak – anak usia
sekolah.6
Pratjahja yang menyatakan bahwa terjadinya kelainan refraksi yang tidak
terkoreksi seperti miopia dapat menyebabkan penurunan kualitas ketajaman pada
stereopkopis.3

Universitas Sumatera Utara


Chanchal G dkk menuliskan bahwa simple miopia ˃ 3D, astigmatisma and
anisometropia diatas≥ 1 D berhubungan dengan penurunan penglihatan
stereoskopis, tetapi dengan koreksi lensa yang benar akan dapat memperbaiki
penglihatan stereoskopis.7
Farid setiawan dkk menyebutkan terdapat perbedaan penglihatan
stereoskopis yang bermakna antara penderita miopia ringan terhadap miopia
sedang dan miopia berat.penglihatan stereoskopis pada miopia sedang dan berat
lebih buruk secara bermakna dibanding miopia ringan.8
Penelitian ini menggabungkan kedua hal tersebut untuk dilakukan
penelitian mengenai penglihatan stereoskopis pada setiap derajat miopia.
Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
penglihatan stereoskopis pada penderita miopia ringan, sedang, dan berat.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah terdapat hubungan antara derajat miopia dengan penglihatan
stereoskopis pada anak?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui apakah terdapat hubungan antara derajat miopia dengan
penglihatan stereoskopis pada anak.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan antara miopia ringan dengan penglihatan
stereoskopis pada anak.
2. Untuk mengetahui hubungan antara miopia sedang dengan penglihatan
stereoskopis pada anak.
3. Untuk mengetahui hubungan antara miopia berat dengan penglihatan
stereoskopis pada anak

Universitas Sumatera Utara


1.4 Manfaat Penelitian
1. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai penglihatan
stereoskopis pada penderita miopia
2. Memberikan informasi mengenai hubungan penglihatan stereoskopis pada
penderita miopia bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian
selanjutnya.
3. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai penglihatan
stereoskopis,sehingga masyarakat bisa mengetahui adanya kelainan
stereoskopis pada penderita miopia.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Miopia


Miopia merupakan suatu kelainan refraksi, dimana sinar sejajar yang
datang dari jarak tak terhingga dalam keadaan tanpa akomodasi dibiaskan oleh
mata tepat jatuh di depan retina. Miopia merupakan kelainan refraksi yang
memiliki angka kejadian yang cukup tinggi di dunia. Penderita biasanya
mengeluhkan melihat kabur saat melihat benda yang jauh.8,9
Miopia bisa terjadi karena faktor panjang bola mata anteroposterior yang
terlalu panjang atau karena perubahan kekuatan pembiasan di media refraksi.
Sealin itu dapat juga terjadi yang disebabkan perubahan kelengkungan dari kornea
dan lensa. Miopia dapt dijumpai mulai masa kanak-kanak dan resiko terjadinya
lebih tinggi pada anak yang memiliki orang tua yang menderita miopia juga.8,9

Faktor Resiko :
Ada beberapa hal yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya miopia,
diantaranya :
a. Keturunan (Herediter)
b. Aktivitas melihat dekat yang lama
Klasifikasi :
Menurut ciri anatomi, miopia dibagi menjadi :9,10
a. Miopia Refraktif
Miopia Refraktif adalah bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti
yang terjadi pada katarak intumensen dimana lensa menjadi lebih cembung
sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks,
miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa
yang terlalu kuat.
b. Miopia Aksial
Miopia Aksial adalah miopia akibat panjangnya sumbu bola mata dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal, dimana panjang normal sumbu
bola mata yaitu 23 mm.

Universitas Sumatera Utara


Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :9,10
a. Miopia Ringan, dimana miopia kecil dari pada 1-3 dioptri
b. Miopia Sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
c. Miopia Berat atau Tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Menurut perjalanan penyakitnya miopia dikenal dalam bentuk :9,10
a. Miopia Stasioner
Miopia Stasioner adalah miopia yang menetap setelah dewasa
b. Miopia Progresif
Miopia Progresif adalah miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
c. Miopia Maligna
Miopia Maligna adalah miopia berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan Miopia pernisiosa = miopia
maligna = miopia degeneratif. Miopia degeneratif atau miopia maligna
biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli
dan pada panjangnya bola mata. 11,12
Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata,
miopia dapat dibagi menjadi :
a. Miopia Simpleks
Miopia Simpleks adalah miopia yang terjadi karena kelainan fundus ringan.
Kelainan fundus yang ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan
berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terjadi kelainan organik dan
dengan lensa koreksi yang sesuai bisa mencapai tajam penglihatan normal.
Berat kelainan refraksi yang terjadi biasanya kurang dari 6 dioptri. Keadaan
ini disebut juga dengan miopia fisiologi. 10,11
b. Miopia Patologis
Miopia Patologis adalah miopia yang disebut juga sebagai miopia degeneratif,
miopia maligna atau miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada
semua umur dan terjadi sejak lahir. Tanda-tanda miopia maligna adalah
adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan
oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah dapat dibuat jika terdapat
peningkatan tingkat keparahan miopia dengan waktu yang relatif pendek.

Universitas Sumatera Utara


Kelainan refrasi yang terdapat pada miopia patologik biasanya melebihi 6
dioptri. 9,10,11
Menurut David A. Goss, miopia patologi adalah miopia tinggi terkait
dengan perubahan patologi terutama di segmen posterior mata. Tingginya derajat
miopia ini disebabkan peningkatan panjang aksial bola mata.9,10
Grosvenor mengklasifikasikan miopia berdasarkan umur menjadi :8,9,10
a. Miopia Kongenital
Miopia Kongenital adalah miopia yang terjadi sejak lahir dan menetap pada
masa kanak-kanak
b. Miopia Onset Anak-Anak
Miopia Onset Anak-anak adalah miopia yang terjadi saat usia 6 tahun sampai
10 tahun
c. Miopia Onset Dewasa Muda
Miopia Onset Dewasa Muda adalah miopia yang terjadi antara usia 20 dan 40
tahun
d. Miopia Onset Dewasa
Miopia Onset Dewasa adalah miopia yang terjadi diatas usia 40 tahun.

Patofisiologi :
Struktur refraktif mata yang paling penting dalam kemampuan refraktif
mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea yang melengkung, struktur
pertama yang dilewati oleh sinar sewaktu sinar tersebut memasuki mata berperan
paling besar dalam kemampuan refraktif total mata karena perbedaan dalam
densitas pada pertemuan udara-kornea jauh lebih besar daripada perbedaan dalam
densitas antara lensa dan cairan disekitarnya. Kemampuan refraktif kornea
seseorang tidak pernah berubah. Sebaliknya, kemampuan refraktif lensa dapat
diubah-ubah dengan mengubah kelengkungannya sesuai dengan kebutuhan untuk
melihat dekat atau jauh. 8,9,10
Pada miopia, karena bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat,
maka sumber cahaya dekat dibawa ke fokus di retina tanpa akomodasi (meskipun
akomodasi dalam keadaan normal digunakan untuk melihat benda dekat),
sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak kabur. Hal
yang menginisiasi pemanjangan sumbu bola mata. Penelitian yang dilakukan di

Universitas Sumatera Utara


Inggris oleh Sorbsy dkk tahun 2009, menemukan bahwa selama masa kanak-
kanak terjadi peningkatan panjang bola mata dan penurunan kekuatan indeks bias
mata.

Gambar 2.1. Mata Penderita Miopia, Bayangan Jatuh di Depan Retina9

2.1.1 Tehnik Pemeriksaan Refraksi


Teknik pemeriksaan refraksi terdiri dari pemeriksaan secara subjektif dan
objektif.
a. Pemeriksaan Refraksi Subjektif
Pemeriksaan refraksi subjektif adalah teknik/metode pemeriksaan refraksi
yang bergantung pada respon penderita dalam menentukan hasil koreksi refraksi.
Pada gangguan refraksi sferis, pemeriksaan refraksi subjektif cenderung lebih
mudah dilakukan (teknik trial and error) dibanding pada astigmatisma yang
cenderung lebih kompleks (teknik kipas astigmatisma dan cross cylinder). 12,13,14
Pemeriksaan Refraksi Subjektif :
Trial and Error
Pemeriksaan refraksi subjektif dengan teknik trial and error dilakukan
dengan menempatkan lensa sferis negatif atau positif sehingga didapatkan visus
6/6. Lensa sferis negatif yang dipilih adalah lensa sferis negatif terkecil dan untuk
lensa sferis positif, dipilih lensa sferis positif terbesar. 15
Visus dan Kartu Snellen :
Visus merupakan jarak seseorang terhadap huruf optotip Snellen yang
masih bisa dilihat jelas dengan jarak seharusnya yang bisa dilihat mata normal.
Fakta empiris menunjukkan bahwa mata kita bisa melihat sesuatu pada jarak
tertentu, jari bisa dilihat jelas hingga jarak 60 m, lambaian tangan hingga 300 m,
cahaya jauh tak terhingga. 9,10

Universitas Sumatera Utara


Kalau pasien hanya bisa melihat huruf yang paling atas, visusnya
dikatakan 6/60. Untuk keperluan pengukuran visus yang besarnya 6/60 sampai
6/6, maka dibuatlah urutan huruf Snellen.Jika huruf paling atas tidak dapat dibaca,
maka pasien diminta untuk menghitung jari pada jarak 5m, 4m, 3m, 2m, 1m, dan
visusnya msing-masing dikatakan 5/60, 4/60, 3/60, 2/60, dan 1/60. Apabila pasien
tidak dpaar melihat jari pada jarak 1m, maka digunakan lambaian tangan pada
jarak 1m. Apabila pasien bisa melihat arah gerak tangan dikatakan visusnya
1/300. Kalau masih tidak bisa juga, digunakan ransang cahaya senter pada jarak
1m. Kalau bisa melihat dikatakan visusnya 1/8, tapi kalau tidak bisa melihat apa-
apa, maka visusnya nol atau buta. Untuk pasien yang tidak bisa membaca,
digunakan optotip Snellen bertuliskan hurf E (E-chart) dengan berbagai posisi
arah kaki huruf E (atas, bawah, kanan, kiri). 9,10,11

Gambar 2.2. GambarOptotip Snellen8

b. Pemeriksaan Refraksi Objektif :


Pemeriksaan objektif adalah tehnik pemeriksaan refaksi mata dimana
pemeriksa aktif dan pasien pasif dengan menggunakan alat refraksi dan hasil
pemeriksaan bisa diketahui dalam waktu singkat. 15
Pemeriksaan Refraksi Objektif :
Autorefraktometer-Keratometri
Autorefraktometer keratometri adalah suatu alat untuk menentukan
kekuatan refraksi yang diperlukan untuk memfokuskan cahaya pada retina dan
sangat berguna untuk anak-anak yang tidak bisa duduk diam dan melihat kekuatan
dioptri kornea pada kornea secara otomatis.Pemeriksaan yang dilakukan bersifat

Universitas Sumatera Utara


cepat, mudah, dan tanpa rasa sakit. Pemeriksaan objektif adalah pemeriksaan
refraksi dimana hasil refraksi dapat ditentukan tanpa adanya respon dari pasien.
Kelebihan pemeriksaan ini adalah pemeriksaan dapat dilakukan tanpa informasi
subjektif dari pasien mengenai kualitas visus dan kekuatan dioptri kornea yang
diperoleh selama prosedur berlangsung. Kerja sama dari pasien yang diperlukan
memfiksasi pandangan pada target tertentu. 6,16,17

2.2 Penglihatan Stereoskopik


2.2.1 Stereoskopis
Stereoskopis atau penglihatan tiga dimensi merupakan tingkatan tertinggi
dari suatu penglihatan binokuler yang berfungsi untuk membedakan kedalaman
suatu persepsi secara tiga dimensi. Penglihatan stereoskopis harus menggunakan
kedua mata dan dapat dicapai apabila fungsi dasar dari penglihatan dalam keadaan
baik. Stereoskopis yang baik dapat tercapai apabila terpenuhi tiga syarat, yaitu;
(1) Adanya disparitas retina, yaitu perbedaan tipis yang ditangkap oleh kedua
retina akan suatu obyek yang sama, (2) Terjadi proses penggabungan kedua
bayangan retina (fusi) yang mengalami disparitas, (3) bayangan terletak di daerah
yang disebut “ area fusional Panum”.18
Area Panum merupakan area penglihatan stereoskopis yaitu suatu daerah
dimana objek yang diproyeksikan ke titik-titik yang sama pada retina dan terletak
pada horopter geometri yang sama dan akan difusikan menjadi bayangan tunggal
yang tiga dimensi. Dimana objek yang berada di luar lingkaran horopter akan
terkesan jauh dan objek yang berada pada lingkaran horopter akan terkesan
dekat.18,19

2.2.2 Penilaian Penglihatan Stereoskopis


Penilaian kemampuan penglihatan stereoskopik dalam klinis menggunakan
satuan detik busur (second of arc atau arc second). Satu detik busur sama dengan
1/3600 derajat busur. Hubungan antara penilaian penglihatan stereoskopik dalam
satuan detik busur dengan jarak pandang efektif untuk menentukan obyek terjauh
yang terlihat secara stereoskopis dapat diterangkan melalui gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3. Jarak Terjauh dimana Stereoskopis Masih Dimungkinkan20.

Gambar di atas adalah sebuah pengukuran sederhana untuk menilai batas


penglihatan stereoskopik seseorang (stereothreshold). Pada gambar di atas, jika
sudut ‘a’ sudah diketahui dari pemeriksaan uji stereoskopis sebelumnya, dan jarak
antar pupil (pupillary distance = ‘PD’) diketahui, maka dengan rumus di bawah
ini, kita dapat menghitung batas penglihatan stereoskopik seseorang:
𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃
∠𝑎𝑎 = ∴ 𝐷𝐷 =
𝐷𝐷 ∠𝑎𝑎
Jika PD = 0,064 m dan sudut ‘a’ adalah 20 detik busur (9,696 × 10-5
radian), maka jarak ‘D’ sama dengan 660 meter. Tabel di bawah ini menunjukkan
jarak maksimum dari stereoskopis:
Dari tabel berikut, dapat diketahui bahwa seseorang yang mempunyai
stereothreshold sebesar 20 detik busur tidak mungkin menilai posisi relatif benda-
benda yang berada lebih dari 700 meter darinya.
Tabel 2.1. Jarak Stereoskopis Maksimum Untuk Stereothresholdyang
Berbeda (PD=64 mm)20

Universitas Sumatera Utara


Stereothreshold Jarak maksimum
Radian
(detik busur) (meter)

2 9,696 ×106 6600

10 4,848 ×105 1320

20 9,696 ×105 660

40 1,939 ×104 330

80 3,879 ×104 165

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2. Jarak Stereoskopis Terjauh Untuk Jarak Pupil Yang Berbeda,
Bila Stereothreshold= 80 Detik Busur20

Jarak pupil Jarak maksimum


(mm) (meter)

56 134

60 155

64 165

68 175

Tabel di atas menunjukkan bahwa jarak stereoskopis maksimum juga


dipengaruhi oleh jarak antar kedua pupil. Semakin jauh jarak antar kedua pupil,
maka jarak terjauh yang dapat dilihat seseorang secara stereoskopik juga
bertambah secara signifikan.

2.2.3 Gangguan Penglihatan Stereoskopis


Penilaian ketajaman penglihatan seseorang dinilai dengan sebutan
stereoakuitas (stereoaquity). gangguan stereoakuitas derajat ringan-sedang disebut
stereoimpaired, stereodeficient, atau stereodispaired. Sedangkan gangguan
stereoakuitas yang berat disebut stereoblind. Menurut kepustakaan, stereoakuitas
yang normal antara 30 sampai 40 detik busur.19,20
Zaroff (2001) membagi kategori stereoakuitas sebagai berikut:
Tabel 2.3. Kategori Stereoakuitas19,21

Designation Range (arc sec)

Acutely stereosensitive <13

Stereonormal 13-109

Mildly stereoimpaired 110-300

Moderately stereoimpaired 301-1000

Markedly stereoimpaired 1000-2000

Universitas Sumatera Utara


Stereoblind >2000

Hasil Penelitian Zaroff, Knutelska, dan Frumkes (2003) menemukan


bahwa 1% usia produktif tergolong stereosensitif, 88% normal, 2% usia produktif
mengalami stereoimpaired ringan, 8% stereoimpaired sedang-berat, dan hanya 1
% yang mengalami stereoblind. Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi maksimal
juga akan mengalami penurunan tajam penglihatan setreoskopis. Selain itu
penderita strabismus dan ambliopia juga bisa mengalami penurunan penglihatan
stereoskopis.19,20
Ambliopia dan strabismus merupakan penyebab penurunan tajam
penglihatan yang sering dijumpai. Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi dengan
maksimal juga dapat menjadi penyebab penurunan kemampuan penglihatan
seseorang. Penelitian di Amerika Serikat, menunjukkan prevalensi gangguan
penglihatan binokuler berupa ambliopia dan strabismus sebesar 12% dari seluruh
populasi.18,21

2.2.4 Pengukuran Ketajaman Stereoskopis


Stereoskopis yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, seperti
penglihatan binokuler yang baik dan visus yang normal. Bila persyaratan tersebut
tidak terpenuhi maka akan meyebabkan penurunan penglihatan stereoskopis. Oleh
karena itu penilaian penglihatan stereoskopis seseorang bisa dijadikan salah satu
rangkaian dari skrining pemeriksaan mata. Dari hasil pengukuran stereoskopis
yang normal dapat dijadikan penanda untuk menyingkirkan diagnosa dari
kelainan-kelainan di mata berupa kelainan refraksi, strabismus atau ambliopia.
Tetapi pengukuran stereoskopis seseorang bisa memberikan hasil yang berbeda-
beda tergantung dari metode yang digunakan.22
Proses dari penglihatan stereoskopis dibagi menjadi dua sub kategori, yaitu
stereoskopis global dan stereoskopis lokal. Proses stereoskopis global melibatkan
bagian yang luas di retina serta di pengaruhi pemrosesan saraf pusat yang lebih
luas. Pada pengujian streoskopis yang global memerlukan daerah retina yang
cukup besar tempat jatuhnya bayangan dari proses evaluasi dan korelasi
corresponding points dan disparate point. Sedangkan stereoskopis lokal hanya

Universitas Sumatera Utara


bergantung pada penglihatan sentral di fovea dan pengujiannya hanya melibatkan
penglihatan dan sudut pandang yang kecil.23
Secara klinis terdapat dua jenis tes stereostes kontur (contour test) dan
stereotes titik acak (random – dot test). Stereotes kontur biasanya digunakan untuk
tes stereoskopis secara lokal berupa gambar dua dimensi yang gambaran
konturnya dapat dilihat secara tiga dimensi dengan menggunakan alat bantu
(kacamata filter). Sedangakan streotes titik acak digunakan untuk pengujian
stereoskopis yang global baik secara kualitatif maupun kuantitatif.23
Pengujian stereoskopis memiliki hasil dan makna yang berbeda artinya
bila seseorang dapat melewati tes stereoskopis yang lokal belum tentu seseorang
tersebut bisa melewati tes stereoskopis yang global. Hal ini disebabkan karena tes
stereoskopis lokal bisa dijumpai bias karena tidak memperhitungkan ukuran
relatif dan gerakan paralaks sebagai faktor perancu. Hal ini juga sesuai dengan
penelitian Harwerth dan Rawlings (1997) menemukan bahwa terdapat perbedaan
hasil antara pengujian dengan Howard- Dolman apparatus dengan pengujian
stereogram titik acak. Dengan kata lain bahwa tes stereoskopis yang global lebih
sensitif daripada tes stereoskopis yang lokal.19,22
Stereogram titik-acak pertama kali dikembangkan oleh Julesz (1960)untuk
mengeliminasi isyarat monokuler. Subyek yang hendak diuji disajikan satu atau
dua buah bidang datar berbentuk kotak yang berisi titik-titik yang tersusun secara
acak. Pada beberapa pengujian, titik-titik ini disusun secara acak oleh program
komputer. Subyek hanya dapat melihat obyek tiga dimensi secara stereoskopik
hanya dengan menggunakan kedua matanya secara simultan, dan tidak dapat
melihat obyek yang ditunjukkan hanya dengan satu mata saja. Obyek yang terlihat
secara stereoskopik terlihat seolah-olah mengambang di atas bidang datar. Karena
tidak mempunyai kontur, persepsi kedalaman (stereoskopis) hanya dapat terjadi
ketika proses fusi penglihatan binokuler seseorang dalam keadaan baik.22,23
Semua pengujian memberikan pengukuran stereoakuitas dengan meminta
subyek untuk mengidentifikasi target yang memiliki kedalaman stereoskopik yang
benar (target yang memiliki disparitas atau perbedaan kontur). Jarak antara subyek
dengan instrumen dan jarak antar pupil perlu dipertimbangkan ketika menghitung
stereoakuitas. Subyek dengan gangguan penglihatan binokuler atau perbedaan

Universitas Sumatera Utara


kelainan refraksi pada satu mata, akan mendapatkan hasil buruk pada pengujian
diskriminasi kedalaman.23

2.2.5 Titmus Fly Test


Tes stereoskopis memiliki banyak kegunaan dalam pemeriksaan oftalmologi,
terutama pada pemeriksaan pada anak-anak. Titmus Fly Stereotest merupakan suatu tes
stereoskopis yang termasuk dalam stereotest kontur yang direkomendasikan sebagai
cara yang digunakan dalam skrining pada anak-anak, sebagai gambaran tentang
penglihatan binokuler dan juga sebagai pemantauan penglihatan binokuler pada pasien-
pasien ambliopia.24
Titmus fly stereotes ini terdiri dari gabungan antara gambaran Lalat “fly”,
lingkaran wirt, dan gambaran hewan. Disparitas nya disajikan melalui teknik vektografi.
Gambaran lalat “ fly” mempunyai disparitas 3600 arc second dan bertujuan untuk
sekedar sebagai screening awal, kriteria penilaian berupa terdapatnya penglihatan
gambaran sayap terbang yang “menggambang” dari plat dan pasien dapat menyentuh
bayangan mengambang tersebut.
Tes yang kedua dari titmus fly tes yaitu gambaran hewan yang mempunyai
disparitas 100, 200, dan 400 arc second dan kriteria penilaian yaitu pasien diminta untuk
mengidentifikasi hewan mana yang mengambang dari plat.Tes yang ketiga dari titmus
fly test yaitu wirt circle yang digunakan untuk menilai ketajaman penglihatan
stereoskopis yang lebih dalam, tes ini terdiri dari beberapa set yang mempunyai tingkat
disparitas mulai dari 800 arc second samapai 40 arc second. Kriteria penilaian yaitu
pasien diminta untuk menyebutkan lingkaran mana yang mengambang dari tiap kotak.24

Gambar2.4. Titmus Fly Test24

Universitas Sumatera Utara


2.3 Kerangka Teori

GangguanRefraksi

Hipermetropia Miopia Astigmatisma

1. MiopiaRingan
2. MiopiaSedang

Terjadidisparitas retina

GangguanFusi di area Panum

Penurunanpersepsikedalamanbinokuler

Penurunanpenglihatanstereoskopis

Gambar 2.5. KerangkaTeori

2.4 Kerangka Konsepsional

Miopia ringan

Miopia sedang stereokopis


Universitas Sumatera Utara

Miopia berat
Gambar 2.6. Kerangka Konsep

2.5 Definisi Operasional


Adapun defenisi pada penelitian ini sebagai berikut
Tabel 2.4. Defenisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Satuan Hasil Ukur


1. Pemeriksaan pemeriksaan tajam Snellen chart Logmar Normal :
visus penglihatan yang diukur 6/6
dengan menggunakan
optotip snellen yang Kelainan
bila normal dapat refraksi :
melihat jarak 6 meter tidak 6/6
sampai ke nomor
terkecil yang ada pada
optotip snellen tanpa
alat bantuan.
2. Miopia suatu keadaan mata Snellen chart Logmar Visus tidak
yang memiliki kekuatan dan trial lens 6/6 yang
pembiasan sinar yang dikoreksi
berlebihan sehingga dengan
sinar sejajar yang lensa sferis
datang dibiaskan di negatif
depan retina. (-)
3 Miopia suatu keadaan mata Snellen chart Logmar Visus tidak
ringan yang memiliki kekuatan dan trial lens 6/6 yang
pembiasan sinar yang dikoreksi
berlebihan sehingga dengan
sinar sejajar yang lensa sferis

Universitas Sumatera Utara


datang dibiaskan di negatif
depan retina. (-),dengan
kekuatan
lensa – 1D
– 3D

4 Miopia suatu keadaan mata Snellen chart Logmar Visus tidak


sedang yang memiliki kekuatan dan trial lens 6/6 yang
pembiasan sinar yang dikoreksi
berlebihan sehingga dengan
sinar sejajar yang lensa sferis
datang dibiaskan di negatif
depan retina. (-),dengan
kekuatan
lensa -3D –
-6D
5 Miopia berat suatu keadaan mata Snellen chart Logmar Visus tidak
yang memiliki kekuatan dan trial lens 6/6 yang
pembiasan sinar yang dikoreksi
berlebihan sehingga dengan
sinar sejajar yang lensa sferis
datang dibiaskan di negatif
depan retina. (-), dengan
kekuatan
lensa ≥6D
6 Stereoskopis Persepsi kedalaman Titmus Fly Longmar Range
atau disebut juga Test (Arc Sec)
sebagai stereoskopis
adalah tingkat tertinggi
penglihatan binokuler
yang digunakan untuk
menilai,memahami, dan
menginterprestasikan
suatu objek
7. Anak UU no. 23 tahun 2012 Tahun Usia 6 – 18
menurut adalah seseorang yang tahun,

Universitas Sumatera Utara


WHO belum berusia 18 tahun, dimana usia
termasuk yang masih di anak pada
dalam kandungan. penelitian
ini berusia
13 tahun
sampai 15
tahun

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini bersifat observasional dengan metode pengumpulan data
secara cross sectional.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di sekolah SMP Al Azhar kota Medan pada bulan
Mei - Juli 2018.

3.3 Populasi Penelitian


Populasi penelitian ini adalah pelajar SMP AL Azhar kota Medan.

3.4 Besar Sampel


Besar sampel pada penelitian dihitung berdasarkan rumus:

n≥
(Z (1−α / 2 ) Po (1 − Po ) + Z (1− β ) ) Pa (1 − Pa ) ) 2

(Po − Pa )
2

dimana :
Z (1−α / 2) = deviat baku alpha. utk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96

Z (1− β ) = deviat baku betha. utk β = 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282

P0 = proporsi penderita Miopia pada anak sebesar = 0,15 (0,15%)

Universitas Sumatera Utara


Pa = perkiraan penderita miopia pada anak yang diteliti, sebesar= 0,30
(30,0%)
P0 − Pa = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,15

Maka sampel minimal untuk penelitian ini sebanyak 62 orang.

3.5 Kriteria Inklusidan Eksklusi


Kriteria inklusi :
1. Para pelajar SMP dengan diagnosa kelainan miopia dan bersedia ikut
penelitian

Kriteria eksklusi :
1. Para pelajar SMP dengan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi maksimal
2. Para pelajar SMP yang tidak kooperatif saat dilakukan pemeriksaan
3. Para pelajar SMP dengan kelainan kongenital
4. Para pelajar SMP dengan riwayat operasi mata
5. Para pelajar SMP dengan tumor orbita

3.6 Identifikasi Variabel


1. Variabel bebas adalah : Pelajar dengan kelainan miopia
2. Variabel terikat adalah : Penglihatan Stereoskopis

3.7 Bahan dan Alat


Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Pulpen
2. Kertas
3. Snellen Chart Lumineau Scale Ophtalmology Paris
4. Trial Frame dan Trial Lens Gesunde Medical
5. Titmus Fly Stereotest

3.8 Alur Penelitian dan Cara Kerja


Cara Kerja
1. Penjelasan kepada pasien dan keluarga yang memenuhi kriteria inklusi
mengenai cara pemeriksaan dan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan

Universitas Sumatera Utara


2. Pencatatan identitas semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi
3. Dilakukan pemeriksaan visus dengan snellen chart.
4. Dilakukan tes stereokopis dengan Titmus Fly Stereotest.
5. Dilakukan analisa data

Universitas Sumatera Utara


Alur Penelitian

KriteriaInklusi Sampel Pemeriksaandengan Trial and error

TesTitmus Fly PencatatanH


Koreksikelainanrefraksisampel
stereotest asil

Gambar 3.1. Alur Penelitian

3.9 Analisa Data


1. Untuk menggambarkan variabel-variabel penelitian dan disajikan dalam
bentuk tabulasi data dan di deskripsikan.
2. Untuk melihat faktor faktor yang berhubungan dengan kelainan refraksi pada
pelajar SMP Al - Azhar Medan digunakan uji Chi Square.
3. Untuk melihat sifat hubungan antar variabel digunakan uji analisis shommer.

3.10 Pertimbangan Etika


Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh Bagian Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Prima Medan. Penelitian ini kemudian
diajukan untuk disetujui oleh rapat komite etika PPKRM Fakultas Kedokteran
Universitas Prima Medan

3.11 Personalia Penelitian


Peneliti : Andi Rahman

3.12 Biaya Penelitian


Biaya penelitian ditanggung oleh peneliti sendiri.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2018 hingga Juli 2018
terhadap anak Sekolah Menengah Pertama Al Azhar yang memenuhi kriteria
penelitian. Jumlah sampel pada penelitian ini 75 anak. Penelitian ini terbagi dalam
tiga kelompok yaitu kelompok miopia ringan, miopia sedang, dan miopia berat.
Pada anak yang memenuhi kriteria inklusi, dilakukan pemeriksaan visus dan
koreksi pada kelainan refraksi nya selanjutnya dilakukan tes stereoskopis dengan
menggunakan Titmus Fly Test. Pada penelitian ini beberapa faktor yang
mempengaruhi penglihatan stereoskopis seperti riwayat operasi mata, infeksi,
kelainan otot mata telah dieksklusikan agar tidak mempengaruhi hasil penelitian.
Data yang ditampilkan dalam bentuk tabulasi.
Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karekteristik n Persentase (100%)

Jenis kelamin

• Laki – laki 27 36 %

• Perempuan 48 64 %

Umur

• 13 tahun 31 41,33%

• 14 tahun 40 53,33%

• 15 tahun 4 5,33%

Derajat Miopia

• Ringan 46 61,33%

• Sedang 24 32,00%

• Berat 5 6,66%

Universitas Sumatera Utara


Pada tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa lebih banyak anak perempuan
yang memiliki kelainan refraksi yaitu 48 anak (64%) dibandingkan dengan anak
laki-laki yaitu 27 anak (36%).Dari karakteristik umur ditemukan bahwa pada usia
14 tahun merupakan jumlah responden terbanyak yang mengalami kelainan
refraksi yaitu berjumlah 40 anak (53,33%), sedangkan responden yang berusia 13
tahun berjumlah 31 anak (41,33%) dan responden yang berusia 15 tahun
berjumlah 4 anak (5,33%) dari seluruh responden. Pada derajat miopia, ditemukan
bahwa derajat miopia ringan yang terbanyak yaitu 46 anak (61,33%),miopia
sedang berjumlah 24 anak (32%), dan miopia berat berjumlah 5 anak (6,66%).
Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Stereoskopis

Penglihatan stereoskopis
Kelompok
n (detik busur) p
Miopia
x ± SD [min-maks]

Ringan 46 26,80 ± 6,652 [20 – 40]

Sedang 24 44,21 ± 11,375 [20 – 63] 0.0001

Berat 5 85,20 ± 20,266 [63 – 100]

UjiAnova one way pada table 4.2 di atasmenunjukkanadanya perbedaan


rata-rata skor penglihatan stereoskopis antar kelompok miopia(p=0.0001).
Selanjutnyauntukmelihat rata-rata skor penglihatan stereoskopis yang
berbedatersebutdapatdilihatpada table 4.3.
Tabel 4.3. GambaranHubunganAntarKelompok Miopia dengan Penglihatan
Stereoskopis

Kelompok Miopia P

Ringan – Sedang 0.0001

Ringan – Berat 0.0001

Sedang – Berat 0.0001

Dari tabel 4.3 dapat dilihat terdapat perbedaan penglihatan stereoskopis


yang bermakna antara kelompok miopia ringan dengan kelompok miopia sedang

Universitas Sumatera Utara


(p=0.0001).Perbedaan penglihatan stereoskopis yang bermakna juga didapatkan
antara kelompok miopia ringan dengan kelompok miopia berat dan antara
kelompok miopia sedang dengan kelompok miopia berat (p=0.0001).

4.2 Pembahasan
Penglihatan stereoskopis merupakan tingkatan tertinggi dari suatu
penglihatan binokuler pada manusia. Stereoskopis sendiri merupakan suatu
kemampuan penglihatan binokuler yang digunakan untuk penglihatan tiga
dimensi yang dihasilkan dari proses neural dari stimulasi di areal retina yang
berbeda secara horizontal di area fungsional Panum1,5. Perkembangan penglihatan
stereoskopis akan makin berkembang semenjak usia 5 tahun. Menurut Hriros dkk
menemukan bahwa berkurangnya penglihatan stereoskopis berkaitan dengan
penurunan kinerja yang memerlukan koordinasi tangan dan mata serta
keterampilan visualmotorik pada anak-anak usia sekolah.25
Untuk menghasilkan penglihatan stereoskopis yang baik,terdapat beberapa
syarat yang harus terpenuhi yaitu normalnya otot-otot penggerak bola mata, tidak
terdapat kelainan pada saraf penglihatan baik perifer maupun pusat, tidak
dijumpai defek anatomis serta tidak dijumpai gangguan pada bidang refraksi.1,4
Pada penderita miopia, bayangan yang terjadi membentuk disparitas retina
yang makin besar yang menyebabkan penurunan pembentukan fusi bayangan
sehingga menyebabkan penurunan tingkat kedalaman penglihatan binokuler yang
akhirnya akan mempengaruhi penglihatan stereoskopis.18
Titmus stereotest, merupakan salah satu kontur test yang umum digunakan
untuk tes stereoskopis pada anak-anak, yang dapat menilai berbagai perbedaan
dari 3000 sampai 40 detik busur. Fungsi binokuler yang baik sangat penting untuk
perkembangan penglihatan stereoskopis.26
Pada tabel 4.1 terlihat bahwa frekuensi subjek terbanyak yang menderita
miopia adalah perempuan. Dengan menggunakan uji chi square didapatkan
p < 0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan antara jenis kelamin dengan
terjadinya kelainan refraksi. Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dengan
penelitian Rosman M. (2009) dan Favhrian (2009). Menurut penelitian Rosman M
(2009), kelainan refraksi lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-
laki (61,1% berbanding 49,3%). Sedangkan hasil penelitian Fachrian (2009)

Universitas Sumatera Utara


menunjukkan bahwa jumlah responden perempuan (53,2%) lebih banyak dari
laki-laki (46,89%). Perempuan memiliki panjang aksial bola mata yang lebih
panjang, dan memiliki bilik vitreus yang lebih dalam daripada laki-laki. Hal ini
memungkinkan pada perempuan memiliki kelainan refraksi lebih tinggi daripada
laki-laki.27,28
Pada tabel 4.2 menunjukkan hubungan antara miopia dengan penglihatan
streoskopis, dimana makin tinggi derajat miopia menyebabkan bayangan yang
jatuh pada retina tidak identik dan tidak dapat difusikan dengan baik, pada
beberapa kepustakaan juga dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki kelainan
miopia yang cukup tinggi yang tidak terkoreksi dengan baik dan dapat
menyebabkan terjadinya esoforia dan eksoforia yang bisa memperburuk
penglihatan stereoskopis. Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh
Pratjahja yang menyebutkan bahwa terjadinya kelainan refraksi yang tidak
terkoreksi seperti miopia dapat menyebabkan penurunan kualitas ketajaman
penglihatan stereoskopis.5Juga sejalan dengan penelitian Lai L et al di Taiwan dan
penelitian Kah Chung mengatakan bahwa miopia sangat berhubungan erat dengan
kejadian phoria dan tropia bisa dapat mengganggu penglihatan stereoskopis
seseorang.4,5Penelitian yang serupa dengan penelitian ini dilakukan oleh Ju Wen
Yang di Taiwan. Namun penelitian Ju Wen Yang lebih menekankan pada
kelainan miopia anisometropia ringan-sedang pada penderita miopia6.
Pada tabel 4.3 menggambarkan tentang hubungan antar derajat miopia
dengan penglihatan stereoskopis, dimana ditemukan bahwa makin berat derajat
miopia maka penurunan penglihatan stereoskopis seseorang makin besar. Pada
beberapa kepustakaan disebutkan bahwa makin besar disparitas retina horizontal
yang terjadi di Area Panum yang disebabkan karena kelainan refraksi yang makin
berat maka akan menyebabkan kedalaman penglihatan stereoskopis makin
menurun karena bayangan yang terbentuk di daerah perifer Area Panum.
Penelitian ini serupa dengan penelitian oleh Chanchal G dkk yang menyatakan
bahwa miopia >3D berhubungan erat dengan penurunan penglihatan stereoskopis
seseorang8. Penelitian lain yang serupa yaitu dilakukan Farid Setiawan dkk,
penelitian dilakukan pada orang dewasa yang perkembangan mata nya sudah
sempurna dan menggunakan TNO Stereotest sebagai uji stereotestnya yang jarang

Universitas Sumatera Utara


digunakan pada anak-anak serta tidak ditemukan hasil yang bermakna antara
miopia ringan dan miopia berat terhadap penglihatan stereoskopis8.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Penelitian mengenai perbedaan penglihatan stereoskopis pada penderita
miopia ringan, miopia sedang, miopia berat dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
a. Penderita miopia terbanyak diderita oleh anak perempuan yang berjumlah 48
anak (64%)
b. Terdapat hubungan antara peningkatan derajat miopia dengan penurunan
penglihatan stereoskopis
c. Terdapat perbedaan penglihatan stereoskopis antara penderita miopia ringan
dengan penderita miopia sedang dengan nilai p= 0.0001
d. Terdapat perbedaan yang bermakna pada penglihatan stereoskopis antara
miopia ringan dengan penderita miopia berat dengan nilai p=0.0001
e. Terdapat perbedaan yang bermakana pada penglihatan stereoskopis anatara
miopia sedang dengan penderita miopia berat dengan nilai p=0.0001

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak
dan distribusi yang sama tiap derajat miopia.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan uji stereogram lebih dari satu jenis
untuk bahan perbandingan yang signifikan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Syauqie M, Handayani S, Putri M. Development of Binocular Vision. J


Kesehatan Andalas. 2014;3(1):8–14.
2. Kuang T-M, Hsu W-M, Chou C-K, Tsai S-Y, Chou P. Impact of Stereopsis
on Quality of Life. Eye (Lond). 2005 May;19(5):540–545.
3. Pratjahja B. Penurunan tajam stereoskopis pada penderita miopia.
[Yogyakarta] :Universitas Gadjah Mada; 1998 [cited 2018 Apr 8]; Available
from:https://repository.ugm.ac.id/id/eprint/41600
4. Lai L, Hsu W, Kuo C, Hong R, Chen M. The Relationship between Myopia
and Ocular Alignment among Rural Adolescents. 2014;(November):834–43.
5. Chung KM, Chong E. Near Esophoria is Associated with High Myopia. Clin
Exp Optom [Internet]. 2000;83(April):71-5.Available
from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12472457
6. Yang J.W et al. Correllation between myopic ametropia and stereoacuity in
school aged children in taiwan. Jpn J Opthalmol.(2013);57:316-319
7. G Chanchal et al. A Study of Stereopsis in Children And Adolescents with
Myopic Refractive Error.International journal of Contempory Medical
Research.2017;4(1): 221 – 224
8. Setiawan Farid, Arintawati P, Saktini Fanti. Perbedaan penglihatan
stereoskopis pada penderita miopia.Jurnal Kedokteran Diponegoro.(2016);
5:800-807
9. Saw S.M, Hong R.Z, Zhang M.Z, Fu Z.F, Ye M, Tan D and Chew S.J., Near
Work Activity and Myopia in Rural and Urban School Children in
China.Journal (diakses pada tanggal 2 April 2018).
10. Dunway and Berger. World Wide Distribution of Visual Refractive Errors
and What to Expect at a Particular Myopia. 2001.
11. Spiegel Peter H, Wright Kenneth W : Pediatric Ophthalmology and
Strabismus, The Requisites in Ophthalmology, Mosby Ic, St. Louis, 1999, 14-
19.

Universitas Sumatera Utara


12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor. 1473/Menkes/SK/X/2013 Tentang Rencana
Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan
untuk Mencapai Vision 2020. Available at: http://www.hukor.depkes.go.id/up
prod kepmenkes.
13. Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan. Available
at:http://journal.unair.acid/filerPDF/cmsnjd82a067f50full.pdf.
14. Hartono, Yudono, Utomo, Hernowo. Refraksi. Ilmu Kesehatan Mata : 2006.
Bagian Mata FK UGM, Yogyakarta; 182-188.
15. 17. Montgomery M.T. Anatomy, Physiology and Pathology of The Human
Eye Disease,Second Edition London, Arnold Publisher, 2003 : http : //
medical dictionary, The Free Dictionary, Com/Axial Length Of The Eye.
16. Melita PA. Hubungan Antara Riwayat Miopia Di Keluarga Dan Lama
Aktivitas Melihat Dekat Dengan Miopia Yang Terjadi Pada Anak Sekolah
JOM FK Vol 1, No 2, Oktober 2014-2012. [skripsi] Fakultas
Kedokteran.Universitas Tanjungpura. 2013.
17. Jones Jordan LA, Sinnott LT, Manny RE, Cotter SA, Kleinstein RN, Mutti
DO, et all. Earlyhildhood Refractive Error and Parental History Myopia as
Predictors of Myopia. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2010 ; vol 51 (1) ; 115-121
. available aT http://www.jovs.org/content/5 1/1/115.short (diakses pada
tanggal 12 april 2018).
18. Webvision: The Organization of the Retina and Visual System. Perception of
depth.[Online]:2007 [cited 2018 April 2. Available from :
http://webvision.med.utah.edu/book/part-viii-gabac-receptors/perception-of-
depth/
19. Harwerth RS, Schor CM. Binocular vision. In Kaufman PM, Alm A, seditors.
Adlers’s physiology of the eye. 10th ed. St. Louis: Mosby Inc; 2003. p.484-
510
20. Salmon. Vision science III – binocular vision series.[Online].; 2007 [cited
2018 4 3. Available from
:http://arapaho.nsuok.edu/`salmonto/vs3_materials/lecture14.pdf

Universitas Sumatera Utara


21. Horton JC. Disorders of the eye. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL,
HauserSL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s principles of internal
medicine. 15th ed. New York: The McGraw-Hill Companies;2001.p.164-178
22. Wayne State University Treatment for “lazy eye” is more than cosmetic.
[online];2001 [cited 2018 4 11. Available from : htpp://www.
med.wayne.edu/Scribe/scribe00-01/scribesp01/baker-strabismus.html.
23. Klein AP, Duggal P, Lee KE, Cheng CY, Klein R, Bailey-Wilson JE, Klein
BE. Linkage Analysis Of Quantitative Refraction and Refractive Errors in
The Beaver Dam Eye Study [abstract]. 2011 vol 13;52(8):52205 Avalaible
http://www.ncbi.nlm.nih.govpubmed/21571680 (diakses pada tanggal 12
april 2018).
24. Charman JN, Jennings JAM. Recognition of TNO stereotest figures in the
absence of true stereopsis. Optom Vis Sci. 1995 July; 42(7):p. 5353-536.
25. Hrisos S, Clarke MP, Kelly T, Henderson J, Wright CM. Unilateral visual
impairment and neurodevelopmental performance in preschool children. Br J
Ophthalmol. 2006;90:836–8.
26. Levy NS, Glick EB. Stereoscopic perception and Snellen visual acuity. Am J
Ophthalmol. 1974;78:722–4.
27. Fachrian, D., Rahayu, A.R., Naseh, A.P., dkk. 2009. Prevalensi Kelainan
Tajam Penglihatan Pada Pelajar SD “X” Jatinegara Jakarta Timur. Maj
Kedokteran Indonesia, Volum: 59, Nomor: 6.
28. Rosman M, Wong T.Y, Wong W, Wong M.L, Saw S.M. knowledge and
beliefs associated with refractive errors and under correction. Br J.opthalmol
[online] 2018; Jun 20 93(1): 4-10. Available from
URL:http://ncbi.nlm.nih.gov/18567651.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

BIAYA PENELITIAN
TAHAP PERSIAPAN
1. Usulan Judul Rp. 550.000,-
2. Proposal penelitian Rp 700.000,-

TAHAP PENELITIAN
1. Biaya administrasi Komite Etik Penelitian FK-USU Rp. 250.000,-
2. Biaya pengelolaan data Rp. 500.000,-

TAHAP HASIL PENELITIAN


1. Kertas dan fotocopy Rp. 600.000,-
2. Akomodasi Rp. 800.000,-
1. Biaya tak terduga Rp. 500.000,-

TOTAL Rp.4.000.000,-

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang Bapak/ Ibu, saya dr. Dedy Saputra akan melakukan
penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Derajat Miopia Dengan Penglihatan
Stereoskopis Pada Pelajar Kelas 3 SMP Al-Azhar Di Kota Medan Tahun 2018”.
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kelainan refraksi miopia dengan
penglihatan stereoskopis pada siswa-siswi kelas 3 SMP Al-Azhar di kota Medan
tahun 2018, dimana para murid kelas 3 SMP Al-Azhar Medan akan dilakukan
pemeriksaan tajam penglihatan dengan snellen charts kemudian dilakukan
pemeriksaan stereoskopis nya. Sebelum penelitian dilakukan saya terlebih dahulu
meminta izin kepada pihak sekolah Al-Azhar Medan, yaitu kepala sekolah SMP
AL-Azhar Medan agar penelitian berjalan dengan lancar.
Segala biaya pemeriksaan ditanggung oleh peneliti dan tidak dibebankan
pada pasien. Bila masih terdapat pertanyaan, maka Bapak/Ibudapat menghubungi
saya :

Nama : dr. Dedy Saputra


Alamat : Perumahan Pendopo 7 No 8 Jalan Bunga Wijaya Kesuma Medan
No Hp : 081263816873

Medan, 2018
Peneliti

(dr.Dedy Saputra)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

STATUS PASIEN PENELITIAN

Tanggal pemeriksaan :
Kelas :
I. Data Demografi
Nama :
Alamat lengkap :
Telepon :
Jenis kelamin : laki-laki/Perempuan
Umur :
II. Anamnesis
1. Riwayat Pemakaian Kaca Mata

III. Pemeriksaan Mata


OD OS
Visus
Pinhole
Koreksi
Nilai Titmus Fly Test

Saya setuju untuk mengikutsertakan anak saya dalam penelitian


tentang“Hubungan Antara Derajat Miopia Dengan Penglihatan Stereoskopis Pada
Pelajar SMP di Kota Medan Tahun 2018”, yang telah dijelaskan dalam penelitian
ini. Keikutsertaan anak saya bersifat sukarela dan saya sebagai orang tua/wali
telah mengerti sepenuhnya informasi tentang penelitian ini termasuk tujuan dan
prosedurnya

(...........................) (.......................)
Orang tua/ wali Anak

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Master Data Penelitian

Jenis usia Koreksi OD Koreksi OS


No Nama VOD VOS Derajat miopia Nilai Titmus
Kelamin (tahun) (D) (D)
1 AP 1 13 6/9 6/9 - 0,75 - 0.75 1 25
2 AAR 1 15 6/24 6/24 -1,25 -1.25 1 25
3 MFF 1 13 6/24 6/36 -1.50 -1.75 1 25
4 AT 1 14 6/12 6/12 -1.25 -125 1 25
5 MFF 1 14 6/24 6/24 -1.00 -1.25 1 25
6 RPS 2 14 6/36 6/36 -2.25 -2.25 1 32
7 MK 2 14 6/36 6/36 -2.50 -2.50 1 25
8 RPS 2 14 6/9 6/9 0.75 -0.75 1 20
9 NYH 2 14 6/60 6/60 3.25 -3.00 2 40
10 NK 2 13 6/24 6/24 -1.00 -1.00 1 25
11 SAN 2 14 4/60 4/60 -4.00 -4.25 2 40
12 NAD 2 14 6/9 6/9 -0.50 -0.50 1 20
13 MK 2 13 6/9 6/9 -0.75 -0.75 1 25
14 TNA 2 14 6/36 6/36 -2.25 -2.25 1 40
15 SFA 2 13 6/7,5 6/7,5 -0.50 -0.75 1 25
16 NNA 2 13 3/60 2/60 -6.00 -6.25 3 63
17 KNS 2 14 4/60 4/60 -4.50 -4.25 2 50
18 FN 2 14 6/12 6/12 -0.75 -0.75 1 25
19 MZ 1 14 5/60 5/60 -3.25 -3.25 2 25
20 DA 1 14 6/60 6/60 -3.25 -3.25 2 32
21 RIJ 1 14 6/9 6/9 -0.50 -0.50 1 25

Universitas Sumatera Utara


22 RJ 2 14 2/60 2/60 -6.00 -6.00 3 63
23 NAN 2 14 6/36 6/36 -1.75 -1.75 1 40
24 NPS 2 14 4/60 4/60 -4.00 -4.25 2 50
25 NNT 2 13 2/60 2/60 -6.25 -6.25 3 63
26 KNR 2 13 6/60 6/60 -3.00 -3.00 2 40
27 NBS 2 14 6/24 6/18 -1.50 -1.50 1 32
28 DM 2 14 6/9 6/9 -0.50 -0.50 1 20
29 HMD 1 14 6/9 6/12 -0.50 -0.75 1 20
30 FAD 1 14 6/12 6/12 -1.00 -0.75 1 32
31 FHM 1 14 6/60 6/60 -3.00 -3.00 1 32
32 SRM 2 13 6/7,5 6/7,5 -0.25 -0.50 1 20
33 KAP 2 13 6/24 6/24 -1.50 -1.50 1 32
34 NNS 2 13 6/9 6/9 -0.50 -0.50 1 20
35 SA 2 13 4/60 4/60 -4.00 -4.00 2 40
36 HTR 2 13 6/9 6/9 -0,75 -0.75 1 25
37 AP 2 13 6/60 6/60 -3.00 -3.25 2 32
38 NAP 2 13 6/12 6/12 -0.75 -0.75 1 25
39 CAP 2 13 6/36 6/36 -2.25 -2.50 1 32
40 KAS 2 13 6/7,5 6/7,5 -0.25 -0.25 1 20
41 AKN 2 13 3/60 3/60 -4.00 -4.00 2 40
42 NJH 2 14 6/9 6/9 -0.50 -0.50 1 25
43 AMP 2 14 6/18 6/12 -0.75 -0.50 1 25
44 GPL 2 14 3/60 2/60 -6.00 -6.25 3 100
45 NRY 2 13 5/60 5/60 -3.25 -3.25 2 50
46 ADN 2 14 4/60 4/60 -5.00 -5.00 2 50

Universitas Sumatera Utara


47 RAP 1 13 6/24 6/24 -1.00 -1.00 1 32
48 DA 1 14 6/18 6/18 -0.75 -0.75 1 25
49 AD 1 13 4/60 4/60 -4.00 -4.00 2 50
50 LBA 1 14 4/60 4/60 -3.25 -3.50 2 40
51 AAA 1 15 5/60 5/60 -3.00 -3.00 1 40
52 FA 1 15 5/60 5/60 -3.50 -3.50 2 40
53 KSZ 1 14 5/60 5/60 -3.00 -3.25 1 32
54 MNF 1 14 6/9 6/9 -0.50 -0.50 1 20
55 AH 1 14 6/60 6/36 -3.00 -2.50 2 25
56 AA 1 13 5/60 4/60 -4.25 -4.50 2 40
57 SMP 2 14 4/60 4/60 -4.50 -4.50 2 50
58 SAF 2 13 6/9 6/9 -0.50 -0.50 1 25
59 ZAR 2 14 6/9 6/9 -0.50 -0.50 1 25
60 RDR 1 13 3/60 3/60 -5.75 -5.50 2 63
61 IAH 1 13 6/9 6/9 -0.50 -0.50 1 25
62 RA 1 13 6/9 6/9 -0.50 -0.50 1 25
63 MAP 1 14 2/60 2/60 -6.25 -6.00 3 100
64 RIJ 1 14 6/60 6/60 -2.50 -2.25 1 40
65 MTS 1 13 6/36 6/36 -1.50 -1.50 1 32
66 FAM 1 13 6/9 6/9 -0.50 -0.50 1 20
67 TMR 1 14 4/60 4/60 -4.00 -4.00 2 63
68 MRK 1 13 6/36 6/60 -1.75 -2.00 1 40
69 KA 2 15 4/60 3/60 -5.25 -4.75 2 63
70 KRS 2 13 4/60 4/60 -4.00 ;-4.25 2 50

Universitas Sumatera Utara


71 TS 2 14 5/60 5/60 -3.75 -3.75 2 50
72 NAK 2 14 5/60 5/60 -4.25 -4.25 2 32
73 AF 2 14 6/36 6/24 -2.75 -2.25 1 32
74 NAN 2 14 6/24 6/12 -2.00 -1.75 1 32
75 MK 2 13 6/24 6/24 -1.75 -1.75 1 40

1 = laki laki 1 = ringan


2 = perempuan 2 = sedang
3 = berat

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6
Oneway

Descriptives

Nilai Titmus
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Ringan 46 26.80 6.652 .981 24.83 28.78 20 40
Sedang 24 44.21 11.375 2.322 39.41 49.01 20 63
Berat 5 85.20 20.266 9.063 60.04 110.36 63 100
Total 75 36.27 18.089 2.089 32.10 40.43 20 100

Test of Homogeneity of Variances

Nilai Titmus
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
16.420 2 72 .000

ANOV A
Nilai Titmus
Sum of
Squares df Mean S quare F Sig.
Between Groups 17604. 669 2 8802.335 95.880 .000
W ithin Groups 6609.997 72 91.806
Total 24214. 667 74

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Nilai Titmus


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Koreksi (J) Koreksi (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Ringan Sedang -17.404* 2.413 .000 -22.21 -12.59
Berat -58.396* 4.512 .000 -67.39 -49.40
Sedang Ringan 17.404* 2.413 .000 12.59 22.21
Berat -40.992* 4.710 .000 -50.38 -31.60
Berat Ringan 58.396* 4.512 .000 49.40 67.39
Sedang 40.992* 4.710 .000 31.60 50.38
*. The mean difference is s ignificant at the .05 level.

Lampiran 7

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : dr. Dedy Saputra


Tempat / Tanggal Lahir : Duri, 18 Agustus 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jln.Bunga wijaya kesuma Perumahan Pendopo 7 No 8
No.Telp : 081263816873
Riwayat Pendidikan : SDN 016 Dumai Ijazah Tahun 1996
SMPN 1 Dumai Ijazah Tahun 1999
SMAN 2 Dumai Ijazah Tahun 2002
Fakultas Kedokteran UISU Medan Ijazah Tahun 2008

RIWAYAT PEKERJAAN :
1. Dokter Jaga Klinik Kulon Progo Lubuk Pakam
2. Dokter Jaga Klinik Harapan Belilas Riau
3. Dokter Perkebunan PT Siberida
4. RSUD Kota Dumai

Perkumpulan Profesi :
1. Anggota Muda Perdami Cabang Sumatera Utara
2. Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumatera Utara

Journal Reading:
1. Deep Lamellar Anterior Keratoplasty
2. Outcome of treating Pediatric Uveitis With Dexamethasone Implants
3. Recurrence of Ocular Surface Squamous Cell Carcinoma
4. Panretinal Photocoagulation versus Ranibizumad for Proliferative Diabetik Retinopathy

Tulisan (Sari Kepustakaaan) :


1. Anatomi Kunjungtiva
2. Trauma kimia pada mata
3. Anisometropia
4. Strabismus AV Pattern

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai