2018
Saputra, Dedy
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/10456
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
HUBUNGAN ANTARA DERAJAT MIOPIA DENGAN
PENGLIHATAN STEREOSKOPIS PADA ANAK
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
TESIS
Oleh :
DEDY SAPUTRA
147041182
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Kedokteran
Ophthalmology dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh :
DEDY SAPUTRA
147041182
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya serta telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi sebagian
dari persyaratan dalam meyelesaikan Program Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi Ilmu Kesehatan Mata di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak
di masa yang akan datang. Untuk itu perkenankanlah saya menyampaikan
ungkapan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya dan setinggi-tingginya kepada :
1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitaskepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Studi
MagisterKedokteran Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
2. Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M (K) selaku Ketua
Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan yang
berharga dalam penyusunan dan pelaksanaan penelitian.
3. dr. Hj. Aryani Atiyatul Amra, M.Ked (Oph), Sp.M (K) selaku Ketua
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara dan selaku pembimbing tesis saya, yang telah banyak memberikan
masukan dan bantuan yang berharga dalam penyusunan dan pelaksanaan
penelitian.
4. Dr. dr. Masitha Dewi Sari, M.Ked (Oph), Sp.M (K) selaku Ketua Program
Studi Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera utara
yang telah banyak memberikan masukan dan dorongan dalam membantu saya
menyelesaikan tesis ini.
Halaman
PENGESAHAN ......................................................................................... i
ABSTRAK ..................................................................................................... iii
ABSTRACT ................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
Gambar 2.1. Mata Penderita Miopia, Bayangan Jatuh di Depan Retina ....... 7
Faktor Resiko :
Ada beberapa hal yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya miopia,
diantaranya :
a. Keturunan (Herediter)
b. Aktivitas melihat dekat yang lama
Klasifikasi :
Menurut ciri anatomi, miopia dibagi menjadi :9,10
a. Miopia Refraktif
Miopia Refraktif adalah bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti
yang terjadi pada katarak intumensen dimana lensa menjadi lebih cembung
sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks,
miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa
yang terlalu kuat.
b. Miopia Aksial
Miopia Aksial adalah miopia akibat panjangnya sumbu bola mata dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal, dimana panjang normal sumbu
bola mata yaitu 23 mm.
Patofisiologi :
Struktur refraktif mata yang paling penting dalam kemampuan refraktif
mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea yang melengkung, struktur
pertama yang dilewati oleh sinar sewaktu sinar tersebut memasuki mata berperan
paling besar dalam kemampuan refraktif total mata karena perbedaan dalam
densitas pada pertemuan udara-kornea jauh lebih besar daripada perbedaan dalam
densitas antara lensa dan cairan disekitarnya. Kemampuan refraktif kornea
seseorang tidak pernah berubah. Sebaliknya, kemampuan refraktif lensa dapat
diubah-ubah dengan mengubah kelengkungannya sesuai dengan kebutuhan untuk
melihat dekat atau jauh. 8,9,10
Pada miopia, karena bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat,
maka sumber cahaya dekat dibawa ke fokus di retina tanpa akomodasi (meskipun
akomodasi dalam keadaan normal digunakan untuk melihat benda dekat),
sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak kabur. Hal
yang menginisiasi pemanjangan sumbu bola mata. Penelitian yang dilakukan di
56 134
60 155
64 165
68 175
Stereonormal 13-109
GangguanRefraksi
1. MiopiaRingan
2. MiopiaSedang
Terjadidisparitas retina
Penurunanpersepsikedalamanbinokuler
Penurunanpenglihatanstereoskopis
Miopia ringan
Miopia berat
Gambar 2.6. Kerangka Konsep
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
n≥
(Z (1−α / 2 ) Po (1 − Po ) + Z (1− β ) ) Pa (1 − Pa ) ) 2
(Po − Pa )
2
dimana :
Z (1−α / 2) = deviat baku alpha. utk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96
Z (1− β ) = deviat baku betha. utk β = 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282
Kriteria eksklusi :
1. Para pelajar SMP dengan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi maksimal
2. Para pelajar SMP yang tidak kooperatif saat dilakukan pemeriksaan
3. Para pelajar SMP dengan kelainan kongenital
4. Para pelajar SMP dengan riwayat operasi mata
5. Para pelajar SMP dengan tumor orbita
Jenis kelamin
• Laki – laki 27 36 %
• Perempuan 48 64 %
Umur
• 13 tahun 31 41,33%
• 14 tahun 40 53,33%
• 15 tahun 4 5,33%
Derajat Miopia
• Ringan 46 61,33%
• Sedang 24 32,00%
• Berat 5 6,66%
Penglihatan stereoskopis
Kelompok
n (detik busur) p
Miopia
x ± SD [min-maks]
Kelompok Miopia P
4.2 Pembahasan
Penglihatan stereoskopis merupakan tingkatan tertinggi dari suatu
penglihatan binokuler pada manusia. Stereoskopis sendiri merupakan suatu
kemampuan penglihatan binokuler yang digunakan untuk penglihatan tiga
dimensi yang dihasilkan dari proses neural dari stimulasi di areal retina yang
berbeda secara horizontal di area fungsional Panum1,5. Perkembangan penglihatan
stereoskopis akan makin berkembang semenjak usia 5 tahun. Menurut Hriros dkk
menemukan bahwa berkurangnya penglihatan stereoskopis berkaitan dengan
penurunan kinerja yang memerlukan koordinasi tangan dan mata serta
keterampilan visualmotorik pada anak-anak usia sekolah.25
Untuk menghasilkan penglihatan stereoskopis yang baik,terdapat beberapa
syarat yang harus terpenuhi yaitu normalnya otot-otot penggerak bola mata, tidak
terdapat kelainan pada saraf penglihatan baik perifer maupun pusat, tidak
dijumpai defek anatomis serta tidak dijumpai gangguan pada bidang refraksi.1,4
Pada penderita miopia, bayangan yang terjadi membentuk disparitas retina
yang makin besar yang menyebabkan penurunan pembentukan fusi bayangan
sehingga menyebabkan penurunan tingkat kedalaman penglihatan binokuler yang
akhirnya akan mempengaruhi penglihatan stereoskopis.18
Titmus stereotest, merupakan salah satu kontur test yang umum digunakan
untuk tes stereoskopis pada anak-anak, yang dapat menilai berbagai perbedaan
dari 3000 sampai 40 detik busur. Fungsi binokuler yang baik sangat penting untuk
perkembangan penglihatan stereoskopis.26
Pada tabel 4.1 terlihat bahwa frekuensi subjek terbanyak yang menderita
miopia adalah perempuan. Dengan menggunakan uji chi square didapatkan
p < 0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan antara jenis kelamin dengan
terjadinya kelainan refraksi. Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dengan
penelitian Rosman M. (2009) dan Favhrian (2009). Menurut penelitian Rosman M
(2009), kelainan refraksi lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-
laki (61,1% berbanding 49,3%). Sedangkan hasil penelitian Fachrian (2009)
5.1 Kesimpulan
Penelitian mengenai perbedaan penglihatan stereoskopis pada penderita
miopia ringan, miopia sedang, miopia berat dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
a. Penderita miopia terbanyak diderita oleh anak perempuan yang berjumlah 48
anak (64%)
b. Terdapat hubungan antara peningkatan derajat miopia dengan penurunan
penglihatan stereoskopis
c. Terdapat perbedaan penglihatan stereoskopis antara penderita miopia ringan
dengan penderita miopia sedang dengan nilai p= 0.0001
d. Terdapat perbedaan yang bermakna pada penglihatan stereoskopis antara
miopia ringan dengan penderita miopia berat dengan nilai p=0.0001
e. Terdapat perbedaan yang bermakana pada penglihatan stereoskopis anatara
miopia sedang dengan penderita miopia berat dengan nilai p=0.0001
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak
dan distribusi yang sama tiap derajat miopia.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan uji stereogram lebih dari satu jenis
untuk bahan perbandingan yang signifikan.
BIAYA PENELITIAN
TAHAP PERSIAPAN
1. Usulan Judul Rp. 550.000,-
2. Proposal penelitian Rp 700.000,-
TAHAP PENELITIAN
1. Biaya administrasi Komite Etik Penelitian FK-USU Rp. 250.000,-
2. Biaya pengelolaan data Rp. 500.000,-
TOTAL Rp.4.000.000,-
Selamat pagi/siang Bapak/ Ibu, saya dr. Dedy Saputra akan melakukan
penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Derajat Miopia Dengan Penglihatan
Stereoskopis Pada Pelajar Kelas 3 SMP Al-Azhar Di Kota Medan Tahun 2018”.
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kelainan refraksi miopia dengan
penglihatan stereoskopis pada siswa-siswi kelas 3 SMP Al-Azhar di kota Medan
tahun 2018, dimana para murid kelas 3 SMP Al-Azhar Medan akan dilakukan
pemeriksaan tajam penglihatan dengan snellen charts kemudian dilakukan
pemeriksaan stereoskopis nya. Sebelum penelitian dilakukan saya terlebih dahulu
meminta izin kepada pihak sekolah Al-Azhar Medan, yaitu kepala sekolah SMP
AL-Azhar Medan agar penelitian berjalan dengan lancar.
Segala biaya pemeriksaan ditanggung oleh peneliti dan tidak dibebankan
pada pasien. Bila masih terdapat pertanyaan, maka Bapak/Ibudapat menghubungi
saya :
Medan, 2018
Peneliti
(dr.Dedy Saputra)
Tanggal pemeriksaan :
Kelas :
I. Data Demografi
Nama :
Alamat lengkap :
Telepon :
Jenis kelamin : laki-laki/Perempuan
Umur :
II. Anamnesis
1. Riwayat Pemakaian Kaca Mata
(...........................) (.......................)
Orang tua/ wali Anak
Descriptives
Nilai Titmus
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Ringan 46 26.80 6.652 .981 24.83 28.78 20 40
Sedang 24 44.21 11.375 2.322 39.41 49.01 20 63
Berat 5 85.20 20.266 9.063 60.04 110.36 63 100
Total 75 36.27 18.089 2.089 32.10 40.43 20 100
Nilai Titmus
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
16.420 2 72 .000
ANOV A
Nilai Titmus
Sum of
Squares df Mean S quare F Sig.
Between Groups 17604. 669 2 8802.335 95.880 .000
W ithin Groups 6609.997 72 91.806
Total 24214. 667 74
Multiple Comparisons
Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Koreksi (J) Koreksi (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Ringan Sedang -17.404* 2.413 .000 -22.21 -12.59
Berat -58.396* 4.512 .000 -67.39 -49.40
Sedang Ringan 17.404* 2.413 .000 12.59 22.21
Berat -40.992* 4.710 .000 -50.38 -31.60
Berat Ringan 58.396* 4.512 .000 49.40 67.39
Sedang 40.992* 4.710 .000 31.60 50.38
*. The mean difference is s ignificant at the .05 level.
Lampiran 7
RIWAYAT PEKERJAAN :
1. Dokter Jaga Klinik Kulon Progo Lubuk Pakam
2. Dokter Jaga Klinik Harapan Belilas Riau
3. Dokter Perkebunan PT Siberida
4. RSUD Kota Dumai
Perkumpulan Profesi :
1. Anggota Muda Perdami Cabang Sumatera Utara
2. Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumatera Utara
Journal Reading:
1. Deep Lamellar Anterior Keratoplasty
2. Outcome of treating Pediatric Uveitis With Dexamethasone Implants
3. Recurrence of Ocular Surface Squamous Cell Carcinoma
4. Panretinal Photocoagulation versus Ranibizumad for Proliferative Diabetik Retinopathy