PENDAHULUAN
B. Materi Praktikum
Materi praktikum Dasar-dasar Penginderaan Jauh ini mencakup:
1. Pengenalan alat dan bahan
2. Pandangan tiga dimensi
3. Penafsiran potret udara
4. Pengukuran kemiringan lereng
5. Pengukuran Peubah-peubah Tegakan dan Pendugaan Potensi Tegakan
6. Pemetaan
7. Stereogram dan Mozaik
A. Pengantar
Sebelum melangkah pada praktikum dasar-dasar penginderaan jarak jauh
yang sesungguhnya, setiap praktikan diwajibkan mengenal terlebih dahulu
sebagian besar alat dan bahan yang akan digunakan selama praktikum.
Pada pengenalan alat ini setiap praktikan diharapkan memahami bagian-
bagian atau komponen-komponen dari setiap alat serta cara kerjanya.
Beberapa alat dan bahan yang umum digunakan selama melakukan
penafsiran potret udara mencakup :
Streoskop cermin
Streoskop saku
Meja sinar
Potret Udara
Sketmaster
Adapun skema dari stereoskop cermin, paralak bar dapat dilihat pada
Gambar 1 dan 2.
Stereoskop cermin
Cermin
P1 P’2 P’1 P2
Pegas Plotter
(a)
Skala (1 mm )
Skala nonius (0,01)
(b)
(c)
Gambar informasi tepi dari potret udara yang perlu diperhatikan dapat
dilihat pada Gambar 3.
6 3 4 5
1 7
2
Keterangan:
(1) Fiducial mark ;
(2) Instansi pemotretan dan tanggal pemotretan;
(3) Waktu pemotretan (dan pemotretan);
(4) Nivo dan fokus lensa yang digunakan;
(5) Tinggi terbang pesawat di atas permukaan laut;
(6) Nomor film;
(7) Nomor pemotretan.
Tujuan praktikum :
Untuk mengenal peralatan dan bahan penafsiran potret udara secara
detail serta memahami prinsip-prinsip kerjanya.
B. Metode praktikum
1. Gambarkan stereoskop cermin, stereoskop saku serta berikan
keterangan tentang bagian-bagian dari peralatan yang diamati.
2. Gambarkan dan kenali bagian-bagian penting dari paralaks bar dan
paralaks templete
3. Gambarkan meja sinar
4. Gambar/buat skema potret udara dan jelaskan bagian-bagiannya
A. Pengantar
Sterepskop
cermin
M1 M2
m2
m1
a1 P2
P1 b1 A a2 b2
(a) (b)
(c)
Gambar 9. Skema posisi arah pandang mata normal (a), mata konvergen
(b) dan mata divergen (c)
Pada potret udara, sudut paralaks suatu titik dinyatakan dengan paralaks
stereoskopis atau paralaks absolut, sedangkan perbedaan sudut
paralaks dinyatakan dengan beda paralaks atau paralaks relatif.
Paralaks absolut (absolute parallax) suatu titik adalah panjang garis
pada potret udara yang dibentuk oleh sudut paralaks titik
bersangkutan, terhadap titik pusat potret,
Paralaks relatif (beda paralaks/parallax difference) adalah panjang
garis pada potret yang dibentuk oleh sudut beda paralaks atau selisih
paralaks absolut antara dua buah titik pada potret udara.
a1 a2
P1 P2’ P1’ P2
b1 b2
P1 P2’ P1’ P2
a1’ a2’
Photo base
Photo base
Gambar 11. Skema contoh menghitung photo base P1P2’ dan P1’P2) dan
stereoscopic base suatu titik a (a1-a2).
Tujuan praktikum:
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pandangan 3-dimensi menggunakan potret udara secara
benar
2. Mampu mengidentifikasi titik-titik utama potret udara (principal
point)
3. Mampu menghitung besarnya pertampalan potret baik pertampalan
kesamping (side lap) maupun pertampalan ke depan/kebelakang (end
lap).
B. Metode Praktikum
15/II 16/II
Nomor potret
fb = (100 – e/100) pf
e = 100- (fb / pf) 100
dimana e adalah end lap (dalam persen), pf adalah panjang potret dan
fb adalah panjang photo base.
endlap endlap
endlap
(c)
+ +
P2 P1
Gambar 13. Posisi overlap (a), posisi urutan stereoskopis yang benar (b)
dan urutan potret yang terbalik (c)
+ +
P1 P2
a a’
P1 P2
Overlap
Stereoskop cermin
eb
C. Tugas Praktikum
A. Pengantar
Interpretasi visual merupakan suatu kegiatan dalam rangka mendeteksi
dan mengidentifikasi obyek-obyek yang terdapat pada potret udara atau
citra lainnya melalui unsur-unsur spasial dan spektral utama dari obyek
yang bersangkutan. Di bidang kehutanan, kadang-kadang juga mengguna-
kan unsur kondisi temporal. Menurut American Society of Photogrametry
(1966) dalam Paine (1981) Interpretasi didefinisikan sebagai kegiatan
memeriksa potret atau citra guna mengidentifikasi obyek dan menguji
signifikasinya.
Penafsiran gambar yang terekam pada potret udara merupakan suatu seni
yang memerlukan ketrampilan. Pada potret udara vertikal, obyek-obyek
yang disajikan hanya penampang melintang bagian atas dari obyek-obyek
bersangkutan. Dengan demikian penafsiran gambar/obyek pada potret
udara vertikal lebih sukar dilakukan dibandingkan dengan potret udara
miring. Untuk memudahkan penafsiran obyek ataupun bentuk-bentuk
penggunaan lahan, sangatlah penting jika diketahui terlebih dahulu
tentang teknik diagnosis penutupan lahan.
Elemen-elemen diagnostik penafsiran citra.
Berdasarkan urutan tingkat kepentingan, elemen-elemen diagnostik
penutupan lahan adalah sebagai berikut :
5
4
1 2 6
3 4
(a) (b)
Gambar 18a dan 18b. Klasifikasi berdasarkan tone : (1) air dalam/sungai
dalam (gelap); (2) air dangkal (abu-abu tua); (3)
hutan/vegetasi rapat (abu-abu); (4) vegetasi jarang
(abu-abu terang); (5) tanah kosong/ permukiman/
jalan (terang/putih); (6) permukiman (pola teratur)
Potret Udara wilayah Maluku (Skala 1:20.000)
(c)
Gambar 18d.
3 Potret udara pankromatik hitam
putih. (1) pohon-pohon muda
6 2 (ukuran tajuk relatif kecil); (2)
1
pohon-pohon lebih tua (ukuran
3 tajuk relatif lebih besar); (3)
sungai (bentuk dan lebar garis
tidak teratur); (4) jalan (bentuk
belokan tipis); (5) jalan lori (rel)
pengangkut (belokan dengan jari-
4 jari besar); (6) bayangan
5 tegakan/pohon. Potret udara
(Skala 1:8.000)
(d)
(e) (f)
b. Ukuran
Ukuran dibedakan atas ukuran absolut dan ukuran relatif. Ukuran relatif
obyek diartikan sebagai ukuran obyek bersangkutan dibandingkan dengan
obyek-obyek lainnya. Dalam penafsiran obyek, ukuran-ukuran sangatlah
penting untuk diketahui, karena dengan membandingkan obyek-obyek
yang akan dikenali dengan obyek-obyek yang ada di sekitarnya (yang
masih dalam satu potret) dapat dipakai salah satu faktor penentu jenis
obyek yang bersangkutan. Contoh :
Ukuran bangunan rumah relatif lebih kecil dibandingkan dengan
bangunan industri/pabrik;
Ukuran tajuk kayu berdaun lebar relatif lebih besar dibandingkan
dengan tajuk kayu berdaun jarum.
Ukuran absolut suatu obyek juga merupakan suatu unsur penafsiran yang
penting, karena dengan mengetahui skala potret maka analisa tentang
kebenaran ukuran obyek tersebut dapat dilakukan.
Kadang-kadang 3 elemen diagnostik seperti bentuk, ukuran dan lokasi
(site) dikombinasikan dan membentuk istilah “Informasi kontekstual”.
Ukuran umumnya diamati melalui stereoskop. Ukuran absolut relatif
c. Bentuk
Contoh :
Jalan raya mempunyai bentuk belokan yang relatif lebih tajam
dibandingkan dengan rel kereta api dan sungai (Gambar 18d);
Bentuk tajuk-tajuk pohon berdaun lebar (hard wood) lebih tidak
teratur dibandingkan dengan tajuk-tajuk conifer (soft wood).
Bentuk petak-petak sawah tadah hujan akan terlihat berbentuk petak-
petak yang tidak teratur dan tidak mengikuti garis tinggi (kontur).
Sedangkan sawah irigasi akan terlihat berbentuk petak-petak yang
teratur dengan mengikuti garis tinggi. Pada dataran rendah, bentuk
sawah irigasi cenderung berbentuk persegi empat (Gambar 18f).
d. Tekstur
e. Bayangan
Gambar 19. Arah dan bentuk bayangan pada potret udara vertikal
Gambar 20. Bentuk profil bayangan pohon berdaun lebar dan berdaun
jarum
f. Pola
h. Tinggi
AB AVD
RE= x
H EB
dimana:
EB = air base;
H = tinggi terbang di atas datum;
EB = eye base;
AVD/EB = 1/0,15 = 17/2,6
Tujuan Praktikum:
1. Untuk mengetahui dan mengimplementasikan tehnik-tehnik
mendiagnose atau mengintepretasi tutupan lahan melalui potret udara
2. Untuk mengetahui dan memahami tehnik menentukan daerah efektif
dan image motion (pergeseran gambar)
B. Metode Praktikum
(1-s) fm
(1-e) fm
e1 e2
M2
M1
m2
m1
v.t.f 1
M= = v.t.
Ht fs
Keterangan:
M : image motion dalam mm fs : faktor skala
v : kecepatan pesawat dalam m/detik
t : shutter speed dalam detik
f : panjang fokus dalam mm
Ht : tinggi terbang dalam mm
C. Tugas Praktikum
A. Pengantar
Dalam bidang kehutanan, pengukuran tinggi pada umumnya dilakukan
terhadap pohon-pohon untuk tujuan pendugaan potensi tegakan.
Disamping itu, tinggi pohon merupakan komponen yang cukup penting
dalam menentukan struktur tegakan/hutan. Tinggi adalah salah satu
unsur dimensi obyek yang dapat dilihat melalui potret udara dalam
keadaan stereoskopis. Oleh karena itu, pengukuran tinggi obyek pada
potret udara dapat dilakukan. Metode pengukuran tinggi pohon melalui
potret udara dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu : 1) metode bayangan;
metode displacement, dan metode paralaks.
1. Metode Bayangan (Shadow Method)
Pengukuran tinggi pohon dengan metode bayangan ini dilakukan pada
selembar potret, khususnya untuk pohon-pohon yang mempunyai
bayangan. Dengan demikian, metode ini cukup jarang digunakan oleh
karena tidak semua pohon maupun obyek-obyek lainnya yang
mempunyai bayangan.
Pada metode bayangan, peubah-peubah yang perlu diketahui adalah
sudut datang matahari, skala potret atau skala titik pada obyek yang
diamati. Khusus pada daerah-daerah miring, peubah yang juga
menentukan perrhitungan tinggi obyek adalah kemiringan lereng
sepanjang bayangan. Pengukuran dengan metode bayangan ini
digunakaan rumus sebagai berikut :
h = b. tg . fs (1)
dimana :
h = tinggi obyek/pohon;
= sudut datang matahari;
fs = faktor skala.
b. Untuk daerah miring dimana matahari membelakangi lereng
(bayangan menuruni lereng, lihat Gambar 23), tinggi pohon
dihitung dengan rumus (2):
f Ht
tgα (4)
TN TN.fs
dimana :
TN = jarak dari titik T ke titik N pada potret udara;
= sudut datang matahari;
f = fokus lensa;
Ht = tinggi terbang pesawat di atas titik T.
N = titik nadir
T = titik dimana proyeksi gambarnya menutupi bayangan
(a)
h
(b)
h
h1
b1
(c)
h
h1
b
Gambar 23. Diagram terjadinya bayangan pada daerah datar (a), lereng
membelakangi arah sinar matahari (b) dan lereng menghadap
matahari (c)
A N B T
T
N
B
Arah Sinar
Matahari
A
d.Ht
h (5)
r
dimana :
h = tinggi pohon (m);
d = panjang image (displacement) (mm);
r = jarak dari titik nadir ke puncak obyek yang diukur (pada
Gambar ... sama dengan oa untuk proyek A; (mm)
Ht = tinggi terbang di atas pangkal pohon (obyek) yang diukur (m)
b
d
r
ΔPBA ΔPBA
hBA .Ht .Ht (6)
PA ΔPBA PB
dimana :
hBA = tinggi pohon (beda tinggi titik A dan B (~ pangkal dan puncak
pohon);
PBA = beda paralaks antara titik A dengan B (pangkal dan puncak
pohon);
Ht = tinggi terbang di atas titik B (pangkal pohon/obyek).
PA = paralaks absolut titik A (puncak pohon);
PB = paralaks absolut titik B (pangkal pohon);
h = tinggi pohon;
P = beda paralaks;
P = paralaks absolut datum (fotobase rata-rata)
Untuk tujuan praktis, bagi daerah-daerah yang relatif datar rumus
pengukuran tinggi pohon dengan metode paralaks dapat
disederhanakan menjadi (rumus 7) :
P
h Ht (7)
P P
dimana :
P = paralaks absolut titik pangkal pada ketinggian rata-rata (datum)
(mm) (bisa menggunakan panjang basis foto rata-rata);
P
h .H t
P P
P H
f. t
P P f
P
f .fsf
P P
P JR p .fs p
f. (mm)
P P JR f
atau
P JR p .fsp
h .f . (m) (8)
P P 100JR f
dimana:
f = panjang fokus kamera (mm);
JRf = jarak sembarang titik di potret (mm);
JRp = jarak sembarang titik di peta (mm);
Jsp = faktor skala peta
Paralaks Barr dan Paralaks Wedge
Seperti yang telah disebutkan terdahulu, pada metode paralaks ini
digunakan alat paralaks meter. Pada paralaks meter terdapat sepasang
plat kaca yang mengandung 3 macam titik apung (floating mark). Pada
keadaan stereoskopis, titik apung (foating point) pada paralaks meter
tersebut akan tampak mengapung dan dapat digerakkan naik atau
turun yaitu dengan memutar skala mikrometer (nonius) ke arah
putaran jarum jam atau berlawanan dengan arah putaran jarum jam.
Titik apung tersebut berfungsi untuk mengetahui posisi ketinggian
suatu titik yang diukur. Skala pada paralaks meter terdiri atas dua
bagian yaitu skala milimeter yang mempunyai ketelitian 1 mm dan skala
mikrometer (nonius) dengan ketelitian 0,01 mm. Bagian lain yang
terdapat pada paralaks meter adalah plotter yang berfungsi untuk
mentransfer detail-detail pada potret yang diamati.
Pdat H dat
HA (9)
PA
Pdat H dat
HC (10)
PC
dan
Pdatum .H datum
HB (11)
PB
hA
P H A
P Pdat H dat P H A
PA P PA P PA Pdat H dat / H A P (12)
P H C
hC
Pdat H dat / H C P (13)
dan
PBA
TBA H dat (15)
Pdat PBA
dimana :
TBC, TBA = beda tinggi titik B dengan titik C dan titik A;
PBC , PBA = beda paralaks antara titik B dengan C dan A (selisih
paralaks absolut kedua titik tersebut);
Pdat = paralaks absolut titik B yang terletak pada datum
(paralaks datum)
Hdat = tinggi terbang pesawat di atas datum.
Tujuan :
Praktikum ini bertujuan untuk memahami dan melatih mahasiswa dalam
1. mengukur tinggi pohon dan tinggi tegakan menggunakan metode yang
tersedia, khususnya metode displacement dan metode paralaks
2. Mengukur ketinggian suatu titik menggunakan potret udara
A. Pengantar
Persentase,
Gradien atau sudut kemiringan lereng (derajat),
Clinometer,
Abney level,
Hypsometer Sounto,
Beda Tinggi
h ij (2)
h ij Hi
Pi Pij
dimana :
hij = beda tinggi antara titik i dengan j (m);
Pij = beda paralaks antara titik i dengan j (mm);
Pi = paralaks absolut titik i (mm);
Hi = tinggi terbang pesawat di atas titik i (m).
Jarak Datar
c’
a2
c b1 o’2 b2 o2
o1 a1
A
o C datum
O1 O2
a1c’c ~ ABC
Gambar 27. Prinsip Proyeksi Sentral pada Potret Udara dalam Penentuan
Jarak Datar
Keterangan :
ac = jarak datar titik a dengan titik b pada potret (jarak di lapangan
dibagi dengan faktor skala potret).
Tujuan :
Tahapan pengukuran :
a. Lakukan orientasi 3 Dimensi dari sepasang foto udara
b. Letakkan plastik transparan diatas foto udara
c. Buat foto base foto kiri dan foto kanan
d. Gambarkan Daerah Efektifnya
e. Tentukan 2 titik yang akan diukur kemiringan lerengnya pada daerah
efektif.
f. Beri simbol titik A untuk daerah lembah dan B untuk puncak bukit
pada foto kiri
g. Pindahkan titik-titik tersebut pada potret kanan dan beri simbol A’
dan B’ masing-masing untuk pindahan titik A dan B
h. Pada foto kiri buat garis dari titik A dan B ke titik P1 dan pada foto
kanan buat garis dari titik A’ dan B’ ke titik P2
i. Ambil plastik transparan pada foto kanan dan himpitkan ke foto kiri
dengan cara :
Titik A dihimpitkan dengan titik A’
Titik P1 dihimpitkan dengan titik P1’
Titik P2 dihimpitkan dengan titik P2’
Perpotongan antara titik B dan B’ beri simbol titik C
j. Ukur jarak dari titik A ke titik C
k. Jarak AC merupakan jarak datar.
l. Perhatikan Gambar 28.
P1 P2
P’2 P’1
P1P’1 P’2P2
Gambar 28. Skema penentuan jarak datar pada potret udara vertikal
dimana :
hij = beda tinggi antara titik A dengan B (m);
Pij = beda paralaks antara titik A dengan B (mm);
Pi = paralaks absolut titik A (mm);
Hi = tinggi terbang pesawat di atas titik A (m).
Q tb
ta
Gambar 29. Skema posisi slope templets pada saat pengukuran slope
antara titik A & B
dimana :
= sudut kemiringan antar titik A dan B;
tA, tB = hasil pembacaan pada skala panjang fokus ke titik A dan titik B;
PA = paralaks absolut titik A;
PAB = beda paralaks antar titik A dan B;
U = hasil pembacaan skala (jarak) dari titik pusat potret ke skala
panjang fokus yang digunakan;
c = panjang fokus yang digunakan.
Keterangan :
c1, c2 ... c8 = skala panjang fokus yang akan dipilih (disesuaikan
dengan panjang fokus pada potret udara yang
digunakan);
QA = tA ; QB = tB = hasil pembacaan skala pada skala panjang fokus yang
digunakan;
PQ = U = jarak dari titik pusat potret (P) ke skala panjang fokus
yang digunakan (Q).
A. Pendahuluan
Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk memahami dan melatih mahasiswa dalam :
Melakukan pendugaan potensi tegakan melalui potret udara.
d. Diameter Tajuk
Tajuk
pohon
Micrometer
wedge
Gambar 33. Cara pengukuran diameter tajuk pohon yang tidak beraturan
L = 1/4 D2 fs2
dimana :
L= rata-rata luas penutupan di lapangan; = 3,14; D= diameter tajuk
rata-rata di potret; fs = faktor skala potret yang digunakan
Rata-rata luas penutupan tajuk per plot diperoleh dari hasil kali antara
rata-rata luas penutupan tajuk per pohon dengan rata-rata jumlah
pohon per plot dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Lt = L . P
dimana :
Lt = rata-rata luas penutupan tajuk per plot;
P = rata-rata jumlah tajuk/pohon per plot.
Rata-rata luas penutupan tajuk per ha (Lh) merupakan hasil kali antara
rata-rata luas penutupan tajuk per pohon dengan rata-rata jumlah
tajuk pohon per ha (B):
Lh = L . B
dimana :
Pt = persentase penutupan tajuk;
Lp = luas plot di lapangan.
Tabel 1. Bentuk penyajian data hasil pengukuran jumlah tajuk pohon dan
percentase tutupan tajuk (C) setiap plot pada potret udara
Jumlah tajuk setiap Persentase Rata-
Jumlah tajuk pohon plot (rata-rata Tutupan rata (H)
No. hasil hitungan (N) ke : hitungan ke- 1, 2, dan Tajuk C (%) (m)
Plot 3) (N) Ke:
1 2 3 1 2 3
1
10
Jumlah
Rata-rata jumlah tajuk per plot
Rata-rata jumlah tajuk per ha
Rata-rata
Plot
Cd Cl H D N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Cd = Pengukuran penutupan tajuk dengan pendekatan diameter dan N
Cl = Pengukuran penutupan tajuk secara langsung
Vi = ¼ (1/8DTj)2. Hi.Ni.f
Vi = ¼ (1/20DTl)2. Hi.Ni.f
Vi
V i 1
n
3. Hitung Potensi Tegakan dengan rumus :
V
P
L
Keterangan :
Vi = Volume Pohon pada plot ke-i (m3)
di = rata-rata diameter Pohon pada plot ke-I (m)
hi = rata-rata tinggi Pohon pada plot ke-I (m)
f = angka bentuk
V = Volume rata-rata pohon per plot (m3)
P = Potensi tegakan (m3/ha)
A. Pemetaan
Perbedaan Peta dan Foto udara
Peta
Foto udara
Foto udara, yang merupakan gambaran aktual/nyata dari sebagian atau
seluruh permukaan bumi.
Foto udara memuat penampang atas dari obyek-obyek yang ada di
permukaan bumi yang diproyeksikan dengan proyeksi sentral (proyeksi
perspektif).
tidak memuat keterangan-keterangan tentang obyek-obyek yang ada
didalamnya.
foto udara dapat dilihat secara 3 (tiga) dimensi (3-D), karena foto udara
mengandung overlap (pertampalan).
Kesalahan-kesalahan yang ada pada foto udara terdiri atas kesalahan ke
arah vertikal dan horizontal.
mempunyai skala yang tidak sama pada setiap bagian foto.
Berdasarkan kegunaannya potret udara dan peta mempunyai beberapa
persamaan, diantaranya :
a
b c d
A
C
D
Peta tidak terkontrol adalah peta yang dibuat dari potret udara yang
belum direktifikasi, sehingga potret masih mengandung relief dan atau
tilt dicplacement.
Dalam pembuatannya, tanpa menggunakan titik lapangan (ground
control).
Peta terkontrol adalah peta yang dibuat dari potret udara yang telah
direktifikasi baik rektifikasi konvensional (untuk menghilangkan tilt
displacement) maupun rektifikasi diferensial (untuk menghilangkan
relief displacement).
Aerial topographic map adalah peta yang dibuat dengan bahan dasar
potret udara serta memuat garis bentuk.
Dalam hal ini garis bentuk diperoleh dari hasil pengukuran lapangan.
Aerial stereo topographic map adalah peta yang dibuat dengan peta
dasar potret udara termasuk pembuatan garis tingginya langsung dibuat
dari potret udara berdasarkan pandangan stereoskopis (tiga dimensi).
Titik-titik kontrol yang diperlukan dalam pemetaan ini dapat berupa :
1. “kontrol mendatar” yaitu diperoleh dengan metode geodetik,
2. “kontrol vertikal” yaitu yang diperoleh dengan sifat datar, waterpas
trigonometri dan atau waterpas barometris dan “kontrol gambar” yang
terdiri dari titik-titik pasti di potret.
Titik kontrol gambar tidak ada hubungannya dengan titik kontrol
lapangan (ground control point) tetapi sangat diperlukan bilamana akan
mengikat dengan ground control point tersebut.
Pembuatan peta dengan meggunakan foto udara dapat dilakukan dengan
berbagai metode baik secara metode sederhana maupun dengan
metode yang kompleks. Salah satu prinsip yang biasa dikembangkan
adalah prinsip radial line plotting.
1. Prinsip Radial Line Plotting
Maka titik pusat foto (principal point) tidak menyatu dengan titik nadir
sehingga sudut-sudut yang diukur pada titik pusat foto tidak sama
dengan sudut-sudut yang diukur di lapangan.
Rektifikasi.
Rektifikasi dibedakan atas :
1. rektifikasi konvensional bertujuan untuk menghilangkan tilt
displacement.
2. rektifikasi diferensial selain menghilangkan tilt displacement juga
menghilangkan relief displacement.
Alat yang digunakan dalam kegiatan rektifikasi disebut dengan rectifier.
Untuk lebih jelasnya, prinsip radial line plotting disajikan pada Gambar 36
dan untuk foto miring disajikan pada Gambar 37.
L1
b2 a2
o
b1 a1
o
H2
H1
A A
B B
B’ o o
B’ A’
A’
o’ o’
Gambar 36. Prinsip radial line plotting pada foto udara vertikal dengan tinggi
terbang yang berbeda (H1 < H2) (Sumber : Moffit, 1967)
Posisi peta suatu titik diartikan sebagai suatu posisi yang diproyeksikan
secara vertikal.
Pemetaan dengan metode slotted template dan metal arm template pada
hakekatnya sama dengan metode tracing paper hanya saja metode slotted
template menggunakan kertas karton sebagai templatenya dan metode
metal arm template menggunakan logam sebagai templatenya.
Kedua metode yang terakhir ini pada umumnya lebih mudah digunakan,
sehingga pemetaan banyak dilakukan dengan salah satu dari kedua metode
yang terakhir. Bentuk slotted template disajikan pada Gambar 39
sedangkan metal arm template disajikan pada Gambar 40.
(a)
Gambar 39. Skema pembuatan garis-garis radial (a), slotted template (b) dan
penggabungan slotted template (c)
(a) (b)
Gambar 41. Peletakan “Stud” dan jarum prick pada potret udara (a) serta
peletakan metal arm templatenya (b)
B. Mosaik
Mosaik merupakan susunan sejumlah foto udara vertikal (tilt < 3 o) yang
disusun menjadi suatu rangkaian sehingga membentuk suatu gambar
tunggal (foto tunggal) dari suatu areal.
Dalam beberapa hal, mosaik mempunyai persamaan dengan peta
planimetri, yaitu :
a. Sama-sama merupakan gambaran proyeksi permukaan bumi yang
disajikan secara horizontal;
b. Sama-sama mempunyai skala;
c. Sama-sama dapat direproduksi.
Namun demikian, antara mosaik dengan peta mempunyai banyak
perbedaan sebagai berikut :
Mosaik
Peta Planimetri
a. Merupakan hasil proyeksi orthogonal (sejajar) dari suatu permukaan
bumi;
b. Tidak mengandung tilt dan relief displacement, sehingga posisi titik-titik
permukaan bumi yang disajikan terletak pada posisi horizontal yang
sebenarnya;
c. Skala uniform;
d. Gambar disajikan dalam bentuk simbol-simbol.
Walaupun mosaik merupakan gambaran nyata dari permukaan bumi,
mosaics masih mengandung beberapa kesalahan. Besar-kecilnya kesalahan
tersebut tergantung dari:
1. fotografi permukaan bumi;
2. ketepatan/ketelitian pada waktu rektifikasi;
3. variasi skala; ketepatan dan kerapatan pada waktu penyusunan mosaics
(penyambungan foto yang satu dengan foto yang lainnya).
Pada daerah-daerah yang relatif datar, mosaics yang disajikan lebih
mendekati peta planimetri khususnya bagi foto yang telah direktifikasi.
Sedangkan bagi daerah-daerah yang bertopografi berat sekalipun telah
dilakukan rektifikasi, mosaik yang terbentuk akan selalu memberikan relief
displacement yang relatif besar demikian pula variasi skalanya.
Dibandingkan dengan peta, mosaik mempunyai keuntungan dalam
beberapa hal, yaitu :
a. Proses pembuatan mosaics lebih cepat dibandingkan dengan peta dan
dalam luasan yang cukup luas akan lebih ekonomis;
b. Mencakup seluruh obyek yang tampak di atas permukaan bumi.
Sehingga mosaik dapat digunakan untuk menginterpretasi keadaan
permukaan bumi secara lebih detail dibandingkan menggunakan peta.
Sedangakan peta hanya mengandung beberapa detail yang ada di
permukaan bumi, hal ini sangat erat hubungannya dengan faktor biaya
yang ada. Di samping itu, ketidaklengkapan detail-detail yang dapat
Mosaik yang disusun dari foto-foto yang terdapat dalam satu jalur
terbang disebut dengan strip mosaics.