Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Infeksi yang berhubungan dengan pelayanan atau Healthcare associated
Infektions ( HAIs ) dan infeksi yang di dapat dari pekerjaan merupakan maslah
penting di dunia yang terus meningkat ( Alvarado, 2000 ).
Sebagai perbandingan, bahwa tingkat infeksi HAIS yang terjadi di beberapa
Negara Eropa dan Amerika adalah rendah yaitu sekitar 1% di bandingkan dengan
kejadian di Negara-negara Asia, Amerika Latin dan Sub Sahara Afrika yang tinggal
hingga mencapai lebih dari 40% ( Lynch dkk,1997 )
Di Indonesia telah di terbitkan Surat Keputusan Mentri Kesehatan no 382/Menkes/
SK/III/2007,tentang Pelaksanaan Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit maupun di fasilitas Pelayanan Kesehatanlain sebagai upaya untuk memeutus
rantai penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan ,pengunjung
dan masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan,baik di rumah sakit atau di
fasilitas pelayanan kesehatan lainya.
Sedangkan petugas kesehatan termasuk petugas pendukung seperti petugas
laboratorium, rumah tangga, CSSD, pembuang sampah dan lainnya termasuk juga
terpajan pada risiko besar terhadap Infeksi. Petugas kesehatan harus memahami,
mematuhi dan menerapkan Kewaspadaan Standar , kewaspadaan Berdasarkan
Transmisi agar tidak terinfeksi oleh suatu penyakit
Kewaspadaan Standar atau Standard Precautions disusun oleh CDC tahun 1996
dengan menyatukan Universal Precaution. atau Kewaspadaan terhadap darah dan
cairan tubuh pasien yang yang telah di buat tahun 1985 untuk mengurangi risiko
infeksi pathogen yang berbahaya melalui darah dan cairan tubuh lainnya dan Body
substance Isolation ( BSI ) atau Isolasi Duh Tubuh yang di buat tahun 1987 untuk
mengurangi risiko penularan pathogen yang berada dalam bahan yang berasal dari
tubuh pasien terinfeksi.
Pedoman Kewaspadaan isolasi dan pencegahan transmisi penyebab infeksi di
sarana kesehatan di luncurkan Juni tahun 2007 oleh CDC dan HICPAC,
menambahkan gemukkan HAIs.
Petugas kesehatan yang menangani pasien TB merupakan kelompok risiko tinggi
untuk terinfeksi TB.penularan kuman TB di fasilitas kesehatan dari pasien ke petugas
kesehatan sudah diketahui sejak lama dan angka kejadiannya terus meningkat.pada
saat ini TB sering kali merupakan penyakit akibat kerja untuk petugas kesehatan.
Keadaan ini memerlukan perhatian khusus, karena akan mempengaruhi kesehatan
kinerja, dan produktifitas petugas kesehatan menurun.di Indonesia belum ada data
dan surveilens terhadap petugas kesehatan yang terinfeksi TB akibat pekerjaannya.
Selain itu belum semua fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan pencegahan dan
pengendalian infeksi TB ( PPI TB ) sebagai upaya mencegah penularan terhadap
petugas, pasien dan pengunjung.
Di RS.Pertamedika Ummi Rosnati belum memiliki ruang isolasi khusus untuk kasus
TB dan penyakit infeksi menular yang lain. Penangan pasien TB positif di
RS.Pertamedika Ummi Rosnati menggunakan sistim Kohorting.

1
B. TUJUAN
a. Tujuan Umum :
Mencegah terjadinya penularan penyakit infeksi TB dari pasien ke petugas
kesehatan, pengunjung, keluarga pasien dan petugas lain yang kontak langsung
maupun tidak langsung dari pasien infeksi TB menular.

b. Tujuan Khusus :
1. Sebagai acuan tata cara memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab
infeksi TB dari pasien yang diduga oleh petugas RS.Pertamedika Ummi
Rosnati dalam menjalankan tugasnya
2. Melindungi pasien lain dari kemungkinan infeksi silang (HAIs) TB

C. DEFINISI
Adalah menempatkan pasien di kamar atau ruangan tersendiri karena pasien
tersebut mengalami penyakit infeksi yang dimungkinkan menyebabkan HAIs melalui
kontak , droplet maupun airborne.

2
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Penempatan Pasien
Penempatan pasien di RS.Pertamedika Ummi Rosnati dengan penyakit
infeksi TB ditempatkan dalam runag kohort khusus TB.
B. Kohort Untuk Dewasa
Ruang kohort untuk dewasa di rumah sakit inco sorowako hanya dilakukan
pada pasien TB baik wanita dewasa, pria dewasa maupun anak, sedangkan
untuk pasien dengan penyakit infeksi yang lain ditempatkan dalam ruang
tersendiri jika memungkinkan, sedangkan jika tidak memungkinkan pasien
akan dirujuk ke rumah sakit lain yang mempunyai fasilitas kohort atau isolasi,
untuk pasien dengan penyakit dengan keadaan penurunan imun
(imunosupresan ) di tempatkan dalam ruang tersendiri
C. Kebersihan Lingkungan
Kebersihan lingkungan di dalam ruang kohort dilakukan sesuai prosedur
D. Transportasi
Transportasi pada pasien di ruang kohort dibatasi , hanya keperluan yang
penting pasien dilakukan transportasi
E. Peraturan Umum Ruang Kohort
F. Kewajiban dan Tanggung Jawab

3
BAB III
TATA LAKSANA

A. Penempatan Pasien
Kohort khusus penyakit infeksi TB
1. Penempatan Pasien dengan syarat sebagai berikut
a) Pasien ditempatkan dalam ruang kohort dengan jarak minimal
1 meter antara pasien maupun dengan pengunjung
b) Pintu atau jendela dipertahankan terbuka kearah yang bukan
area public , dengan memberikan peringatan BUKAN AREA
UMUM, ruangan diusahakan cukup sinar matahari yang
masuk
c) Kamar Kohort droplet dipasang ekhause untuk sirkulasi udara
d) Tidak perlu penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi
e) Tersedia sarana untuk kebersihan tangan
2. APD
a) Pasien diberi pendidikan Hygiene Respirasi dan etika Batuk,
sehingga pasien tahu bagaimana mencegah penularan
dengan tidak meludah atau batuk yang tidak terkontrol.
b) Pada prinsipnya Petugas menggunakan masker bedah jika
masuk ke ruang tersebut, penggunaan APD yang lain
misalnya sarung tangan , Gown, digunakan atau dipakai jika
petugas akan kontak dengan darah dan cairan tubuh

3. Kohort Untuk Dewasa


Kamar kohort di RS.Pertamedika Ummi Rosnati dibedakan untuk
Wanita dan laki-laki. sedangkan untuk anak anak tidak dilakukan
sistim kohorting secara khusus, tetapi jika ada pasien TB
dilakukan sistim kohorting. Sedangkan pasien dengan penyakit
menular lainnya dibedakan pasien dengan penyakit menular
melalui kontak dan pada pasien dengan penyakit penurunan daya
imun (imunosupresan )

a) Melalui kontak
1) Penempatan Pasien
Pasien ditempatkan dalam ruang yang terpisah atau tersendiri , jika
tidak ada maka dicampur dengan pasien umum dengan melakukan
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
Rujukan dilakukan jika pasien dengan kewaspadaan kontak
mengalami kondisi dimana pasien membutuhkan ruang tersendiri
karena keadaannya (Perdarahan massiv ), tetapi ruang tersendiri
tidak ada. Transportasi selama rujukan dilakukan dengan mematuhi
dan menjalankan kewaspadaan standard dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi.
2) APD
Sarung Tangan dan Cuci Tangan
 Gunakan sarung tangan sesuai prosedur dan sesuai
indikasi

4
 Penggantian sarung tangan jika sudah kontak dengan
peralatan yang terkontaminasi dengan
mikroorganisme, buang sarung tangan yg sudah
terpakai dan kontak dengan darah, cairan tubuh pasien
ke tempat sampah infeksius
 Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan
ruangan
 Segera cuci tangan dengan antiseptic / antimicrobial
atau handscrub
 Setelah melepas sarung tangan dan cuci tangan
yakinkan bahwa tangan tidak menyentuh peralatan
atau lingkungan yang mungkin terkontaminasi, untuk
mencegah berpindahnya mikroorganisme ke pasien
atau lingkungan lain.
Gaun
 Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki ruang
pasien bila diantisipasi bahwa pakaian akan kontak
dengan pasien, permukaan lingkungan atau peratalan
pasien di dalam kamar atau jika pasien menderita
inkontaneia, diare, fleostomy, colonostomy, luka
terbuka
 Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.
 Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin
kontak dengan permukaan lingkungan untuk
menghindari berpindahnya mikroorganisme ke pasien
atau lingkungan lain

b) Penyakit Imunosupressan
1) Penempatan Pasien
 Pasien ditempatkan dalam ruang yang terpisah, jika
tidak ada ruangan yang terpisah dilakukan rujukan ke
rumah sakit lain yang mempunyai fasilitas ruangan
tersebut
 Perawat/petugas selalu melaksanakan kewaspadaan
standar.
 Bila pasien dilakukan transportasi harus dilakukan
pencegahan dengan cara memberikan masker kepada
pasien untuk melindungi pasien dari penularan
penyakit.

2) APD
Penggunaan APD sesuai prosedur dan indikasi

4. Kebersihan Lingkungan
Kebersihan lingkungan pada kamar kohort tidak dilakukan secara
khusus, pembersihan dilakukan dengan cara yang sama dengan
kamar non kohort. Dilakukan secara rutin yaitu

5
a) Menyapu atau membersihkan lantai dengan menggunakan
mop
b) Melap dinding dan sarana kamar dengan detergen netral
c) Melakukan scrub pada dinding dan permukaan setelah dipakai
pasien TB dengan menggunakan detergen netral
d) Mengepel lantai dengan menggunakan cairan pel
5. Transportasi
a) Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien,
kecuali untuk tujuan yang perlu
b) Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi,
pasien dianjurkan memakai masker bedah
6. Peraturan Umum Kamar Kohort ( Pasien Kohort )

Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan


petugas saat perawatan pasien rawat inap, perlu diterapkan hal-hal
berikut :

a) Petugas /perawat melakukan kewaspadaan terhadap semua


darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien
b) Petugas/perawat melakukan dekontaminasi tangan sebelum dan
sesudah kontak diantara pasien satu  lainnya
c) Petugas/perawat melakukan cuci tangan setelah menyentuh
bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
d) Petugas/perawat menggunakan teknik tanpa menyentuh bila
memungkinkan terhadap bahan infeksius
e) Petugas/perawat selalu memakai sarung tangan saat atau
kemungkinan kontak  darah dan cairan tubuh serta barang yang
terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung
tangan. Ganti sarung tangan antara pasien.
f) Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang
ke lubang pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan
disinfeksi bedpan, urinal
g) petugas /perawat menangani bahan infeksius sesuai Standar
Prosedur Operasional (SPO)
h) Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang
infeksius telah dibersihkan dan didisinfeksi  benar.

7. Kewajiban dan tanggung jawab


a) Komite PPI
 Membuat Panduan Kamar Kohort untuk dipergunakan sebagai tata
cara /acuan pemakaian dan pengelolaan pasien dengan penyakit TB
dan penyakit infeksi melalui kontak dan penyakit imunosupressan
 Memantau dan mengawasi penatalaksanaan ruang kohort di seluruh
ruang dimana terdapat kamar kohort ,Rumah Sakit bersama dengan
IPCN dan kepala ruang

6
b)Seluruh Staff
Mengerti panduan kamar kohort dan melaksanakan perawatan di ruang
Kohort sesuai dengan panduan yang berlaku

c)Kepala Ruang
 Memastikan seluruh staf di ruangan memahami prosedur pemakaian
kamar kohort beserta dengan pengaturan mengenai APD dan
kelengkapannya
 Melakukan pengawasan rutin terhadap kepatuhan melakukan
pengelolaan pasien di kamar kohort sehingga transmisi ke pasien lain
bisa dihindari atau diminimalisir
d)Manajer
 Memantau dan memastikan panduan Kamar Kohort dikelola dengan
baik oleh Kepala Ruang Perawatan
 Menjaga standarisasi dalam menerapkan panduan Kamar Kohort.
e)Direktur
Menetapkan kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dengan salah
satu cara adalah Pengelolaan Kamar Kohort.

BAB IV

7
DOKUMENTASI

1. Kebijakan
a. Rumah sakit tidak mempunyai ruang Isolasi , tetapi proses isolasi diatur dalam
sistim Kohort
b. Rumah sakit menetapkan kewaspadaan standard kewaspadaan Kohort
berdasarkan tranmisi.
c. Rumah sakit menetapkan prosedur kohort dan prosedur penghalang ( barrier ) di
rumah sakit berdasarkan cara penularan penyakit secara Droplet (TBC) dan
megatur pasien yang mungkin infeksius atau yang immunosuppresed , dengan
menempatkannya pada ruang tersendiri

2. Panduan
Panduan Kamar Kohort
3. SPO
 SPO Penanganan Pasien TB
 SPO penanganan pasien Imunosupressan

BAB V
PENUTUP

8
Pencegahan risiko penularan infeksi bagi pasien, petugas kesehatan,
keluarga pasien dan pengunjung dirumah sakit dan di fasilitas pelayanan kesehatan
lain perlu mendapat perhatian khusus di dalam program pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit
Pihak kesehatan yang berwenang di tingkat nasional maupun regional harus
membentuk sebuah lembaga untuk mengawasi program pencegahandan
pengendalian infeksi
Panduan Isolasi merupakan bagian dari program pencegahan dan
pengendalian infeksi rumah sakit, sebagai acuan untuk mengendaliakan penularan
penyakit byang tidak diharapkan
Pilihan tempat isolasi dan kohort di suatu rumah sakit harus direncakan
dengan teliti dan dirancang untuk lebih mengurangi risiko infeksi bagi orang-orang
disekitarnya.saat merancang suatu pelayanan kesehatan,sebaiknya ruang isolasi
atau kohort terletak jauh dari bagian-bagian dari rumah sakit dan di bangun ditempat
yang diperkirakan mempunyai karakteristik angin yang baik sepanjang tahun.

REFERENSI
1. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian infeksi di Rumah Sakit dan
fasilitas pelayanan Kesehatan Lainnya , PERDALIN , Jakarta 2007
2. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya ,Tahun 2011
3. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis di Fasilitas
Pelayanan kesehatan, Tahun 2012

Anda mungkin juga menyukai