A. Pengertian
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/ penyebaran kuman
pathogen dari sumber infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain.
Sesuai dengan rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi
untuk pasien dengan penyakit infeksi, kewaspadaan yang perlu dilakukan
meliputi:
1. Kewaspadaan isolasi
a.) Kewaspadaan standar: perhatikan kebersihan tangan dengan mencuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien ataupun alat yang
terkontaminasi cairan tubuh pasien.
b.) Penempatan pasien TB yang belum pernah mendapatkan terapi OAT,
harus dipisahkan dari pasien lain, sedangkan pasien TB yang telah
mendapat terapi OAT secara efektif berdasarkan analisis resiko tidak
berpotensi menularkan TB baru dapat dikumpulkan dengan pasien lain.
c.) Peringatan tentang cara transmisi infeksi dan penggunaan APD pada
pasien, petugas dan pengunjung penting dicantumkan di pintu ruangan
rawat pasien sesuai kewaspadaan transmisinya.
d.) Ruang rawat pasien TB/MDR TB menggunakan ruangan bertekanan
negatif. Untuk RS yang belum mampu menyediakan ruang tersebut,
harus memiliki ruang dengan ventilasi yang memadai, minimal terjadi
pertukaran udara 12x/jam (diukur dengan alat Vaneometer).
e.) Transmisi juga terjadi pada Tuberkulosis, untuk pencegahan dan
pengendaliannya dilakukan strategi TEMPO
Te : Temukan secara aman
P : Pisahkan secara aman
O : Obati secara tepat
2. Kewaspadaan kontak
a) Kontak langsung meliputi kontak dengan permukaan kulit yang terbuka
dengan kulit terinfeksi atau kolonisasi. Gunakan sarung tangan dan
gaun pelindung selama kontak dengan pasien yang lain.
b) Kontak tidak langsung adalah kontak dengan cairan sekresi pasien
terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas yang belum dicuci
atau benda mati dilingkungan pasien, Gunakan peralatan terpisah
untuk setiap pasien, seperti termometer dan lain-lain.
c) Hindari menyentuh permukaan lingkungan lain yang tidak berhubungan
dengan perawatan pasien sebelum melakukan aktivitas kebersihan
tangan (hand hygiene).
d) Petugas harus menahan diri untuk tidak menyentuh mata, hidung,
mulut saat masih memakai sarung tangan terkontaminasi/tanpa sarung
tangan.
4. Kewaspadaan airborne
Tempatkan pasien di ruang isolasi airborne, gunakan masker N95
bila memasuki ruang isolasi.
5. Perlindungan mata
Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabila berada
pada jarak 1 (satu) meter dari pasien.
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Prinsip
1. Setiap pasien dengan penyakit Infeksi menular (seperti airborne, droplet).
2. Pasien TB paru dengan BTA positif, difteri, varicella, dan Covid-19.
3. Penggunaan ruangan dengan bertekanan negatif
4. Penggunaan alat pelindung diri diterapkan kepada setiap penunggu pasien
dan petugas kesehatan terhadap pasien yang dirawat di kamar isolasi.
5. Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas dirawat diruang rawat inap
biasa.
6. Pasien yang dirawat diruang isolasi, dapat dipindahkan ke ruang rawat
inap biasa apabila telah dinyatakan bebas dari penyakit atau menurut
petunjuk dokter penanggung jawab pasien.
. PASIEN
UGD POLIKLINIK
SUSPEK PENYAKIT
MENULAR
RUANG ISOLASI
C. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang
untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis,
diduga terinfeksi atau kolonisasi. Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC
merekomendasikan 11 (sebelas) komponen utama yang harus dilaksanakan
dan dipatuhi dalam kewaspadaan standar, yaitu kebersihan tangan, Alat
Pelindung Diri (APD), dekontaminasi peralatan perawatan pasien, kesehatan
lingkungan, pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen, perlindungan
kesehatan petugas, penempatan pasien, hygiene respirasi/etika batuk dan
bersin, praktik menyuntik yang aman dan praktik lumbal pungsi yang aman.
Gambar. Vaneometer
Jenis transmisi airborne ini dapat terjadi pada kasus antara lain
tuberkulosis, measles/campak, SARS. Transmisi juga terjadi pada
Tuberkulosis, untuk pencegahan dan pengendaliannya dilakukan
strategi TEMPO. Strategi TEMPO merupakan strategi yang
mengutamakan pada komponen administratif pengendalian infeksi TB.
Kunci utama dari strategi TEMPO adalah menjaring, mendiagnosis
dan mengobati TB segera dan tepat sehingga dapat mengurangi
penularan TB secara efektif. Penerapannya mudah dan tidak
membutuhkan biaya besar, dan ideal untuk diterapkan oleh layanan
kesehatan primer dengan keterbatasan sumber daya yang belum dapat
menjalankan komponen PPI lainnya secara lengkap. Dengan
menggunakan strategi TEMPO akan mengurangi risiko penularan kasus
TB dan TB Resistan Obat yang belum teridentifikasi. Penelitian
menunjukkan bahwa melalui cara aktif untuk menemukan pasien TB
yang sebelumnya tidak terduga TB, dapat dilakukan melalui surveilans
batuk secara terorganisasi di faslilitas pelayanan primer.Untuk
mencegah adanya kasus TB dan TB Resistan Obat yang tidak
terdiagnosis, dilaksanakan strategi TemPO dengan skrining bagi semua
pasien dengan gejala batuk.
Pada strategi TEMPO, ditugaskan seseorang sebagai petugas surveilans
batuk (Surveyor), yang melakukan triase, yaitu menemukan secara aktif
pasien batuk. Surveyor batuk harus bekerja sama dengan petugas
laboratorium secara baik, sehingga pasien yang dirujuk ke laboratorium
untuk pemeriksaan dapat memperoleh hasil pemeriksaan BTA positif
dalam 1-2 hari, khusus bagi pasien terduga TB Resistan Obat segera
dirujuk ke pusat rujukan TB Resistan Obat.
Gambar 3. Alur Pasien Infeksius
APRON
- Untuk mengurangi
penetrasi cairan
- Bila memungkinkan
peralatan non
kritikal dipakai
untuk 1 pasien atau
pasien dengan
infeksi mikroba
yang sama.
Peralatan - Perlu terminal - Ruang rawat pasien - (bactericidal,
untuk dekontaminasi area dengan transmisi virusidal) atau lama
perawatan sekitar pasien atau droplet tidak perlu kontak 5 menit bila
pasien dan ruangan setelah pasien penanganan udara dengan tujuan
lingkungan pulang secara khusus karena mikobakterisidal
- Dapat dipakai Na mikroba tidak bergerak atau dry mist
hipoklorit 0,5% bilas jauh. dengan H2O2 5%
dengan air atau - Perlu terminal dikombinasi dengan
dengan H2O2 0,5-1,4% dekontaminasi area Ag dengan lama
sekitar pasien atau kontak 55 menit
ruangan setelah pasien unt luas ruangan
pulang 0,135 m3.
- Dapat dipakai Na
hipoklorit 0,5% bilas
dengan air atau
dengan H2O2 0,5-
1,4%
E. Syarat Kamar lsolasi
1. Lingkungan harus tenang
2. Sirkulasi udara harus baik
3. Penerangan harus cukup baik
4. Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi
pasien dan pembersihannya
5. Tersedianya WC dan kamar mandi
6. Kebersihan lingkungan harus dijaga
7. Tempat sampah harus tertutup
8. Bebas dari serangga
9. Tempat alat tenun kotor harus ditutup
10. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai disinfektan.
J. Lama Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan
fasilitas laboratorium, yaitu :
1. sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)
2. sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum,
khusus untuk luka atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan
bahan menular)
3. selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virusA dan B,
leptospirosis)
4. sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif
(misalnya pada sifilis).