Anda di halaman 1dari 17

PANDUAN RUANG ISOLASI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEBAYORAN BARU

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEBAYORAN BARU


Jl. H Abdul Majid No. 28, Kelurahan Cipete Utara, Kecamatan Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan
BAB I
DEFINISI

A. Pengertian
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/ penyebaran kuman
pathogen dari sumber infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain.
Sesuai dengan rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi
untuk pasien dengan penyakit infeksi, kewaspadaan yang perlu dilakukan
meliputi:
1. Kewaspadaan isolasi
a.) Kewaspadaan standar: perhatikan kebersihan tangan dengan mencuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien ataupun alat yang
terkontaminasi cairan tubuh pasien.
b.) Penempatan pasien TB yang belum pernah mendapatkan terapi OAT,
harus dipisahkan dari pasien lain, sedangkan pasien TB yang telah
mendapat terapi OAT secara efektif berdasarkan analisis resiko tidak
berpotensi menularkan TB baru dapat dikumpulkan dengan pasien lain.
c.) Peringatan tentang cara transmisi infeksi dan penggunaan APD pada
pasien, petugas dan pengunjung penting dicantumkan di pintu ruangan
rawat pasien sesuai kewaspadaan transmisinya.
d.) Ruang rawat pasien TB/MDR TB menggunakan ruangan bertekanan
negatif. Untuk RS yang belum mampu menyediakan ruang tersebut,
harus memiliki ruang dengan ventilasi yang memadai, minimal terjadi
pertukaran udara 12x/jam (diukur dengan alat Vaneometer).
e.) Transmisi juga terjadi pada Tuberkulosis, untuk pencegahan dan
pengendaliannya dilakukan strategi TEMPO
Te : Temukan secara aman
P : Pisahkan secara aman
O : Obati secara tepat

2. Kewaspadaan kontak
a) Kontak langsung meliputi kontak dengan permukaan kulit yang terbuka
dengan kulit terinfeksi atau kolonisasi. Gunakan sarung tangan dan
gaun pelindung selama kontak dengan pasien yang lain.
b) Kontak tidak langsung adalah kontak dengan cairan sekresi pasien
terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas yang belum dicuci
atau benda mati dilingkungan pasien, Gunakan peralatan terpisah
untuk setiap pasien, seperti termometer dan lain-lain.
c) Hindari menyentuh permukaan lingkungan lain yang tidak berhubungan
dengan perawatan pasien sebelum melakukan aktivitas kebersihan
tangan (hand hygiene).
d) Petugas harus menahan diri untuk tidak menyentuh mata, hidung,
mulut saat masih memakai sarung tangan terkontaminasi/tanpa sarung
tangan.

3. Kewaspadaan Transmisi Melalui Droplet


Transmisi droplet terjadi ketika partikel droplet berukuran >5 µm
yang dikeluarkan pada saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama
prosedur suction atau bronkhoskopi. Untuk itu dibutuhkan APD atau
masker yang memadai.

4. Kewaspadaan airborne
Tempatkan pasien di ruang isolasi airborne, gunakan masker N95
bila memasuki ruang isolasi.

5. Perlindungan mata
Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabila berada
pada jarak 1 (satu) meter dari pasien.
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien yang


mengidap penyakit infeksi menular yang dianggap mudah menular (TB,
Difteri, Morbili, Varicella, susp. Covid-19, dan Covid-19)
2. Menempatkan pasien infeksi airborne di ruang dengan bertekanan
negative.
3. Mencegah penyebaran infeksi pada pasien TB paru dengan BTA sputum
positif ataupun Covid-19.
4. Penggunaan alat pelindung diri sesuai transmisi di ruang isolasi dengan
baik dan benar.
5. Seluruh petugas kesehatan mengetahui dan menjalankan penggunaan
alat pelindung diri sesuai transmisi di ruang isolasi.
6. Cara penggunaan alat pelindung diri sesuai transmisi dengan baik dan
benar harus disosialisasikan ke petugas kesehatan yang terkait dengan
ruang infeksi (ruang isolasi) agar bisa menerapkan di ruang isolasi
RSUD Kebayoran Baru.
7. Pelaksana Panduan ini adalah semua elemen rumah sakit beserta
pasien dan keluarga.
BAB III
TATA LAKSANA

A. Prinsip
1. Setiap pasien dengan penyakit Infeksi menular (seperti airborne, droplet).
2. Pasien TB paru dengan BTA positif, difteri, varicella, dan Covid-19.
3. Penggunaan ruangan dengan bertekanan negatif
4. Penggunaan alat pelindung diri diterapkan kepada setiap penunggu pasien
dan petugas kesehatan terhadap pasien yang dirawat di kamar isolasi.
5. Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas dirawat diruang rawat inap
biasa.
6. Pasien yang dirawat diruang isolasi, dapat dipindahkan ke ruang rawat
inap biasa apabila telah dinyatakan bebas dari penyakit atau menurut
petunjuk dokter penanggung jawab pasien.

B. Alur Pasien Perawatan Ruang Isolasi

. PASIEN

UGD POLIKLINIK

SUSPEK PENYAKIT
MENULAR

RUANG ISOLASI

Gambar 1. Alur pasien masuk ruang isolasi

C. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang
untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis,
diduga terinfeksi atau kolonisasi. Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC
merekomendasikan 11 (sebelas) komponen utama yang harus dilaksanakan
dan dipatuhi dalam kewaspadaan standar, yaitu kebersihan tangan, Alat
Pelindung Diri (APD), dekontaminasi peralatan perawatan pasien, kesehatan
lingkungan, pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen, perlindungan
kesehatan petugas, penempatan pasien, hygiene respirasi/etika batuk dan
bersin, praktik menyuntik yang aman dan praktik lumbal pungsi yang aman.

D. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


Kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai tambahan Kewaspadaan
Standar yang dilaksanakan sebelum pasien didiagnosis dan setelah
terdiagnosis jenis infeksinya. Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi
sebagai berikut:
1. Melalui kontak
2. Melalui droplet
3. Melalui udara (Airborne Precautions)
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara. Dalam buku
pedoman ini, akan di bahas yang berkaitan dengan HAIs yaitu transmisi
kontak, droplet dan airborne.
1. Kewaspadaan Transmisi Melalui Kontak
Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan risiko timbulnya
Healthcare Associated Infections (HAIs), terutama risiko transmisi mikroba
yang secara epidemiologi diakibatkan oleh kontak langsung atau tidak
langsung.
a) Kontak langsung meliputi kontak dengan permukaan kulit yang
terbuka dengan kulit terinfeksi atau kolonisasi. Misalnya pada saat
petugas membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien
bergerak, mengganti perban, merawat oral pasien Herpes Simplex Virus
(HSV) tanpa sarung tangan.
b) Transmisi kontak tidak langsung adalah kontak dengan cairan sekresi
pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas yang
belum dicuci atau benda mati dilingkungan pasien, misalnya
instrumen, jarum, kasa, mainan anak, dan sarung tangan yang tidak
diganti.
c) Hindari menyentuh permukaan lingkungan lain yang tidak
berhubungan dengan perawatan pasien sebelum melakukan aktivitas
kebersihan tangan (hand hygiene).
d) Petugas harus menahan diri untuk tidak menyentuh mata, hidung,
mulut saat masih memakai sarung tangan terkontaminasi/tanpa
sarung tangan.

2. Kewaspadaan Transmisi Melalui Droplet


Transmisi droplet terjadi ketika partikel droplet berukuran >5 µm
yang dikeluarkan pada saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama
prosedur suction, bronkhoskopi, melayang di udara dan akan jatuh dalam
jarak <2 m dan mengenai mukosa atau konjungtiva, untuk itu dibutuhkan
APD atau masker yang memadai. Jenis transmisi percikan ini dapat terjadi
pada kasus antara lain common cold respiratory syncitial virus (RSV),
Adenovirus, H5N1, H1N1.

3. Kewaspadaan Transmisi Melalui Udara (Air-Borne Precautions)


Transmisi melalui udara secara epidemiologi dapat terjadi bila
seseorang menghirup percikan partikel nuklei yang berdiameter 1-5 µm (<5
µm) yang mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan
terbawa aliran udara >2 m dari sumber, dapat terhirup oleh individu
rentan di ruang yang sama atau yang jauh dari sumber mikroba. Penting
mengupayakan pertukaran udara >12 x/jam (12 Air Changes per
Hour/ACH).
Gambar 2. Perhitungan Laju Pertukaran Udara

Pertukaran udara alamiah (natural ventilation) dapat dikombinasikan


dengan pertukaran udara mekanis yang menggunakan kipas angin dan
ekshaust fan untuk mengatur udara di dalam suatu ruangan agar
menghindari/meminimalkan terjadinya penularan. Hal ini selaras dengan
rekomendasi dari WHO. Langkah-langkah penerapan kewaspadaan
transmisi melalui udara antara lain:
a) Pengaturan penempatan posisi pemeriksa, pasien dan ventilasi mekanis
di dalam suatu ruangan dengan memperhatikan arah suplai udara
bersih yang masuk dan keluar.
b) Penempatan pasien TB yang belum pernah mendapatkan terapi OAT,
harus dipisahkan dari pasien lain, sedangkan pasien TB yang telah
mendapat terapi OAT secara efektif berdasarkan analisis resiko tidak
berpotensi menularkan TB baru dapat dikumpulkan dengan pasien
lain.
c) Peringatan tentang cara transmisi infeksi dan penggunaan APD pada
pasien, petugas dan pengunjung penting dicantumkan di pintu
ruangan rawat pasien sesuai kewaspadaan transmisinya.
d) Ruang rawat pasien TB/MDR TB sebaiknya menggunakan ruangan
bertekanan negatif. Untuk RS yang belum mampu menyediakan ruang
tersebut, harus memiliki ruang dengan ventilasi yang memadai,
minimal terjadi pertukaran udara 12x/jam (diukur dengan alat
Vaneometer).

Gambar. Vaneometer
Jenis transmisi airborne ini dapat terjadi pada kasus antara lain
tuberkulosis, measles/campak, SARS. Transmisi juga terjadi pada
Tuberkulosis, untuk pencegahan dan pengendaliannya dilakukan
strategi TEMPO. Strategi TEMPO merupakan strategi yang
mengutamakan pada komponen administratif pengendalian infeksi TB.
Kunci utama dari strategi TEMPO adalah menjaring, mendiagnosis
dan mengobati TB segera dan tepat sehingga dapat mengurangi
penularan TB secara efektif. Penerapannya mudah dan tidak
membutuhkan biaya besar, dan ideal untuk diterapkan oleh layanan
kesehatan primer dengan keterbatasan sumber daya yang belum dapat
menjalankan komponen PPI lainnya secara lengkap. Dengan
menggunakan strategi TEMPO akan mengurangi risiko penularan kasus
TB dan TB Resistan Obat yang belum teridentifikasi. Penelitian
menunjukkan bahwa melalui cara aktif untuk menemukan pasien TB
yang sebelumnya tidak terduga TB, dapat dilakukan melalui surveilans
batuk secara terorganisasi di faslilitas pelayanan primer.Untuk
mencegah adanya kasus TB dan TB Resistan Obat yang tidak
terdiagnosis, dilaksanakan strategi TemPO dengan skrining bagi semua
pasien dengan gejala batuk.
Pada strategi TEMPO, ditugaskan seseorang sebagai petugas surveilans
batuk (Surveyor), yang melakukan triase, yaitu menemukan secara aktif
pasien batuk. Surveyor batuk harus bekerja sama dengan petugas
laboratorium secara baik, sehingga pasien yang dirujuk ke laboratorium
untuk pemeriksaan dapat memperoleh hasil pemeriksaan BTA positif
dalam 1-2 hari, khusus bagi pasien terduga TB Resistan Obat segera
dirujuk ke pusat rujukan TB Resistan Obat.
Gambar 3. Alur Pasien Infeksius

Kewaspadaan Berbasis Transmisi

Kontak Droplet Udara/Airbone


Penempatan 1. Tempatkan: 1. Tempatkan: 1. Tempatkan:
Pasien - Di ruang rawat - Di ruang rawat - Di ruang rawat
terpisah, atau terpisah, atau terpisah, atau
cohorting atau cohorting atau cohorting atau
dipertimbangkan dipertimbangkan diperimbangka
bersama Tim PPI bersama Tim PPI n bersama Tim
- Tempat tidur - Tempat tidur dengan PPI
dengan jarak ≥ 1 jarak ≥ 1 meter - Tempat tidur
meter dengan jarak ≥
2. Cegah terjadinya 1 meter
kontaminasi - Ruang
bertekanan
negative atau
ruang dengan
pertukaran
Transport Batasi gerak - Batasi gerak bila - Batasi gerak bila di
pasien diperlukan keluar perlukan keluar
ruangan pasien diberi ruangan pasien
respirasi dan etika diberi masker
batuk
APD - Kebersihan tangan - Kebersihan tangan - Kebersihan tangan
sebelum sebelum sebelum
menggunakan APD menggunakan APD menggunakan APD
- Sarung tangan dan - Sarung tangan, - Masker bedah
gaun bagi petugas gaun dan masker untuk pasien dan
saat masuk ke dipakai bila bekerja respirator
ruang pasien dalam radius 1-2 m partikulat untuk
- Ganti sarung tangan terhadap pasien, petugas saat masuk
setelah kontak saat kontak erat. ke ruang pasien.
dengan bahan - Gaun dan apron - Orang yang rentan
infeksius (feses, sama seperti tidak boleh masuk
cairan tubuh, transmisi kontak ruang pasien yang
darah) diketahui atau
GAUN suspek campak,
- Pakai gaun bersih cacar air
saat masuk ruang - Bila masuk atau
pasien untuk melakukan
melindungi petugas tindakan dengan
dari kontak dengan kemungkinan
pasien, permukaan timbul aerosol,
lingkungan, barang maka petugas
di ruang pasien, harus mengenakan
cairan diare pasien, respirator
ileostomy, partikulat
colostomy, luka
terbuka
- Lepaskan gaun
sebelum keluar
ruangan

APRON
- Untuk mengurangi
penetrasi cairan
- Bila memungkinkan
peralatan non
kritikal dipakai
untuk 1 pasien atau
pasien dengan
infeksi mikroba
yang sama.
Peralatan - Perlu terminal - Ruang rawat pasien - (bactericidal,
untuk dekontaminasi area dengan transmisi virusidal) atau lama
perawatan sekitar pasien atau droplet tidak perlu kontak 5 menit bila
pasien dan ruangan setelah pasien penanganan udara dengan tujuan
lingkungan pulang secara khusus karena mikobakterisidal
- Dapat dipakai Na mikroba tidak bergerak atau dry mist
hipoklorit 0,5% bilas jauh. dengan H2O2 5%
dengan air atau - Perlu terminal dikombinasi dengan
dengan H2O2 0,5-1,4% dekontaminasi area Ag dengan lama
sekitar pasien atau kontak 55 menit
ruangan setelah pasien unt luas ruangan
pulang 0,135 m3.
- Dapat dipakai Na
hipoklorit 0,5% bilas
dengan air atau
dengan H2O2 0,5-
1,4%
E. Syarat Kamar lsolasi
1. Lingkungan harus tenang
2. Sirkulasi udara harus baik
3. Penerangan harus cukup baik
4. Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi
pasien dan pembersihannya
5. Tersedianya WC dan kamar mandi
6. Kebersihan lingkungan harus dijaga
7. Tempat sampah harus tertutup
8. Bebas dari serangga
9. Tempat alat tenun kotor harus ditutup
10. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai disinfektan.

F. Kriteria Ruang Perawatan Isolasi ketat yang ideal


1. Perawatan Isolasi (Isolation Room)
a. Zona Pajanan Primer / Pajanan Tinggi
b. Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
c. Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air
SuctionSystem
d. Air Sterilizer System dengan Burning & Filter
e. Modular minimal = 3 x 3 m2
2. Ruang Kamar Mandi / WC Perawatan Isolasi (Isolation Rest Room)
a. Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang
b. Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
c. Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air
SuctionSystem
d. Modular minimal = 1,50 x 2,50 m2
3. Ruang Bersih Dalam (Ante Room / Foyer Air Lock)
a. Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang
b. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
c. Pengkondisian udara keluar ke arah inlet saluran buang ruangrawat
isolasi
d. Modular minimal = 3 x 2,50 m2
4. Area Sirkulasi (Circulation Corridor)
a. Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
b. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
c. Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
d. Modular minimal lebar = 2,40 m
5. Ruang Stasi Perawat (Nurse Station)
a. Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
b. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
c. Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
d. Modular minimal = 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat)

G. Pertimbangan Pada Saat Penempatan Pasien di ruang isolasi


1. Kamar terpisah dengan pintu tertutup di waspadai transmisi
melalui udara ke kontak, misalnya luka dengan infeksi kuman
gram positif.
2. Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi di buang keluar
dengan exhaust ke area tidak ada orang lalu lalang misalnya pada
TBC.
3. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila di waspadai transmisi
airborne luas, misalnya varicella.
4. Keluarga pendamping pasien di rumah sakit harus diedukasi oleh
petugas agar menjaga kebersihan tangan dan menjalankan
kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada
mereka sendiri ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan seperti
yang dijalanan oleh petugas kecuali pemakaian sarung tangan.

H. Transport Pasien Infeksius


1. Transport pada pasien infeksius harus dibatasi, misal ke ruang radiologi
dll
2. Bila mikroba pasien virulen, hal yang harus diperhatikan:
a. Pasien dipakaikan APD (masker, gaun).
b. Petugas diarea tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien
tersebut sehingga dapat menjalankan kewaspadaan berdasarkan
transmisi yang sesuai.
c. Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaanya agar tidak
terjadi transmisi kepada orang lain.
3. Pada pasien dengan diagnosis SARS atau flu burung.
a. Jangan izinkan mereka meninggalkan ruang isolasi kecuali untuk
pelayanan kesehatan penting.
b. Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi kemungkinan
terpajannya staf, pasien lain atau pengunjung.
c. Bila memungkinkan, pasien harus memakai masker bedah. Petugas
kesehatan harus menggunakan masker, gaun pelindung dan sarung
tangan.
I. Pengumpulan Bahan Spesimen
Semua bahan spesimen harus dianggap infeksi dan petugas
yang mengambil, mengumpulkan atau membawa bahan specimen
klinis sebaiknya mengikuti dengan penerapan kewaspadaan standar
upaya perlindungan untuk meminimalisasi pajanan.
Specimen yang akan dikirim harus diletakan dalam wadah anti bocor
yang memiliki tutup berulir yaitu wadah plastik untuk specimen
biohazard. Petugas yang membawa specimen hendaknya dilatih untuk
penanganan yang aman dan prosedur dekontaminasi jika terjadi
tumpahan. Form permintaan yang menyertai harus diberi label
dengan jelas sesuai dengan jenis penyakit menular dan laboratorium
harus diberitahu melalui telpon bahwa bahan tersebut “sedang dalam
perjalanan”. Spesimen harus dikirim dan diserahkan langsung kepada
petugas yang memeriksa. Sistem tabung pneumatic tidak boleh
digunakan untuk mengantar spesimen.
Harus dibuat daftar petugas yang menangani spesimen dan pasien
yang sedang dialami terdahadap kemungkinan menderita penyakit
menular.

J. Lama Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan
fasilitas laboratorium, yaitu :
1. sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)
2. sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum,
khusus untuk luka atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan
bahan menular)
3. selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virusA dan B,
leptospirosis)
4. sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif
(misalnya pada sifilis).

K. Kriteria pindah rawat dari ruang isolasi ke ruang perawatan biasa :


1. Terbukti bukan kasus yang mengharuskan untuk dirawat di ruang
isolasi.
2. Pasien telah dinyatakan tidak menular atau telah diperbolehkan untuk
dirawat di ruang rawat inap biasa oleh dokter.
3. Pertimbangan lain dari dokter penanggung jawab pasien.
L. Pemulangan Pasien dari ruang isolasi
1. Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas
waktu masa penularan.
2. Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien dicurigai
terkena penyakit menular melalui udara/airbone harus diisolasi di
dalam rumah selama pasien tersebut mengalami gejala samapi
batas waktu penularan atau hasil uji diagnose menunjukkan
bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga
harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan
pengendalian infeksi serta perlindungan diri.
3. Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus
diajarkan tentang tindakan pencegahan yang perlu dilakukan,
sesuai dengan cara penularan infeksi yang diderita pasien.
4. Pembersihan dan desinfeksi ruangan yang benar harus dilakukan
setelah pemulangan pasien.

M. Pemulangan Jenazah dari ruang isolasi


1. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar
ketika menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.
2. APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah
jika pasien tersebut meninggal dalam masa penularan.
3. Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah
yang tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah
atau sesuai dengan permintaan keluarga.
4. Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar
kantong jenazah.
5. Segera pindahkan ke kamar jenazah setelah meninggal dunia.
6. Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk
melakukannya sebelum jenazah dimasukkan dalam kantong
jenazah dengan menggunakan APD.
7. Petugas harus memberi penjelasan kepada pihkan keluarga
tentang penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan
penyakit menular. Sensitivitas agama, adat istiadat, dan budaya
harus diperhatikan ketika seseorang dengan penyakit menular
meninggal dunia.
8. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.
9. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
10. Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus.
11. Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 jam disemayamkan di
pemulasaran jenazah.
BAB IV
DOKUMENTASI

Dengan adanya panduan ruang isolasi maka diharapkan standar


pelayanan ruang isolasi dan penggunaan alat pelindung diri sesuai trasmisi
dapat lebih ditingkatkan. Selain itu dapat mencegah infeksi (HAIs) di ruang
isolasi di Rumah Sakit Daerah Umum Kebayoran Baru.

Anda mungkin juga menyukai