Anda di halaman 1dari 19

TIMOMA

Referat

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan paru
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia

Oleh :

Desy Dita Nelvia, S.Ked


2106111037

Preseptor :
dr. Indra Buana, Sp.P

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah
SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas segala rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “TIMOMA“.
Penyusunan referat ini sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan
Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu paru di Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Indra Buana, Sp.P selaku
preseptor selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu
Paru atas waktu dan tenaga yang telah diluangkan untuk memberikan bimbingan,
saran, arahan, masukan, semangat, dan motivasi bagi penulis sehingga referat ini
dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Aceh Utara, Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Definisi......................................................................................................3
2.2 Anatomi Timus..........................................................................................3
2.3 Epidemiologi.............................................................................................4
2.4 Etiologi dan klasifikasi..............................................................................5
2.5 Manifestasi klinis......................................................................................6
2.6 Stadium Timoma.......................................................................................6
2.7 Gambaran makroskopis dan mikroskopis.................................................7
2.8 Diagnosis...................................................................................................8
2.9 Diagnosis Banding....................................................................................9
2.10 Tatalaksana..............................................................................................10
2.11 Prognosis.................................................................................................11
BAB 3 KESIMPULAN........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Timoma adalah neoplasma primer yang paling
umum dari mediastinum anterior. Timoma stadium awal
dan diobati dengan tepat memiliki prognosis yang sangat
baik. Namun, karena kelangkaan thymoma, ada beberapa
seri yang diterbitkan yang menilai penyakit ini, banyak di
antaranya adalah studi institusi tunggal yang mencakup
beberapa dekade, yang dapat menyebabkan kesimpulan
yang berpotensi menyesatkan terkait dengan diagnosis,
pementasan, dan pengobatan. Istilah yang menyesatkan
seperti timoma jinak tidak lagi dapat diterima, karena
semua thymoma adalah tumor ganas dan memiliki potensi
untuk bermetastasis. Namun demikian, terlepas dari
terminologi yang ambigu dan deskripsi yang buruk
tentang metode pemilihan dan pengobatan pasien dalam
beberapa penelitian thymoma yang diterbitkan, informasi
berharga dapat diperoleh dari literatur yang ada. Ahli
radiologi adalah anggota kunci dari tim multidisiplin yang
diperlukan untuk mengevaluasi pasien dengan timoma dan
harus menyadari temuan pencitraan yang berdampak pada
pengobatan (1). Timoma dapat terjadi pada rentang usia
10-80 tahun dengan insidens tertinggi pada dekade ke-4
dan 5. Namun hampir seluruh timoma terjadi pada usia
dewasa dengan rerata usia 52 tahun dan jarang ditemukan
pada usia kurang dari 25 tahun (2).

Penyebab pasti timoma belum bisa dijelaskan,


diduga berhubungan dengan sindroma sistemik. Keluhan
sistemik dan sindrom paraneoplastik adalah tipikal yang
berhubungan dengan sekresi hormon, antibodi dan sitokin
oleh tumor. Suatu kondisi yang disebut dengan
myasthenia gravis sering dihubungkan dengan timoma,
30%-50% pasien dengan timoma menderita myasthenia
gravis dan 10%-15% pasien dengan myasthenia gravis
juga menderita timoma. Sepuluh persen pasien timoma
mempunyai hipogammaglobulinemia, 5% pure red cell
aplasia (tipe anemia). Timoma juga berkaitan dengan
gangguan autoimun seperti SLE, polimyositis, good’s
syndrome dan myocarditis. Seorang dokter bila
menemukan suatu kelainan yang berhubungan dengan
autoimun system disease, seperti

myasthenia gravis, harus mencurigai dan melakukan pemeriksaan terhadap


glandula timoma (3).

Gejala timoma yang paling sering ditemukan


adalah batuk. Gejala lainnya berupa gejala lokal, yaitu
nyeri dada, benjolan leher, dan sindrom vena kava
superior. Timoma juga sering berkaitan dengan sindrom
paraneoplastik, antara lain sindrom Cushing,
hipogammaglobulinemia (10%), pure red blood cell
aplasia (5%), rheumatoid arthritis, dan limbic
encephalitis (2).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Timoma adalah neoplasma yang berasal dari epitel
timus dan merupakan neoplasma yang paling sering
ditemukan pada timus. Walaupun secara umum timoma
bersifat indolen, namun seluruh tipe timoma termasuk
suatu keganasan. Lokasi tersering adalah mediastinum
anterior walaupun dapat ditemukan juga pada lokasi lain,
yaitu leher, mediastinum medial dan posterior, serta hilus.
Berdasarkan data American Cancer Society, insidens
timoma adalah 1,5 per 1 juta orang per tahun.3
Berdasarkan data arsip Departemen Patologi Anatomik
Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit
Dr. Cipto Mangunkusumo (PA-FKUI/RSCM), ditemukan
32 kasus timoma selama 5 tahun (2014-2018) (2).
Timoma adalah tumor mediastinum anterior yang berasal
dari kelenjar timus.

Timoma pada umumnya memberikan gambaran


jinak walaupun secara histologi telah invasif. Ini yang
menyebabkan timoma sering ditemukan tanpa gejala yang
khas dan sulit dideteksi dengan pemeriksaan fisik. thymic
carcinoma merupakan tumor yang bersifat ganas, lebih
cepat tumbuh dan menyebar ke bagian tubuh lainnya serta
lebih sulit untuk diobati (4).

2.2 Anatomi Timus


Terletak di mediastinum aspek anterior berdekatan
dengan pericardium, arcus aorta, vena innominata
sinistra dan trakea. Struktur yang ada di mediastinum
anterior meliputi lemak, timus, limfonodi, aorta ascenden,
arteria pulmonalis, nervus phrenikus dan tiroid. Glandula
timus berada di posterior sternum dan anterior pembuluh
darah besar. Morfologi timus sangat bervariasi pada
beberapa umur, pada dewasa muda morfologi khas dari
thymus adalah bilobus dan berbentuk V dengan dua
processus kecil yang meluas hingga ke leher. Morfologi
timus dapat juga berupa unilobus, trilobus atau berbentuk
seperti X atau V terbalik (Gambar 1). Pembuluh darah
utama yang memasok timus berasal dari arteria torakalis
interna, arteria tiroidea inferior dan arteria
pericardiophrenicus. Ukuran thymus sangat
bervariasi dengan ketebalan maksimum 1,8 cm pada usia dibawah 20 tahun dan
1,3 cm pada usia diatas 20 tahun. Berat timus mencapai 5 gr hingga 50 gr (3).
Gambar 1. Timus normal dengan komponen cervical. (a)
Tampilan sagital USG menunjukkan komponen
mediastinum dan cervical dari timus (panah hitam)
menempel pada pole bawah tiroid (panah putih) melalui
ligamentum thyrotimic (kepala panah). Tampakan ‘starry
sky” pada timus, dibentuk oleh gambaran lemak hiperekoik
dengan latar belakang jaringan limfoid yang hipoekoik. (b)
Gambaran anatomi yang menunjukkan mediastinum (kepala
panah) dan komponen cervical timus (tanda panah).

2.3 Epidemiologi
Timoma merupakan tumor yang paling sering pada
mediastinum anterior (50%) dan 20-25% dari semua
tumor di mediastinum. Insiden timoma meningkat dengan
bertambahnya umur, umumnya terjadi pada usia dekade
keempat sampai dengan keenam (70%) dan memiliki
perdileksi yang hampir sama antara laki- laki dan
perempuan (1,2: 1). Angka kejadian timoma invasif
sekitar 15- 37 % dari seluruh kasus timoma. Timoma
jarang terjadi pada anak-anak, jika terdapat pada anak-
anak biasanya berkaitan dengan kelainan kongenital dari
timus Neoplasma timus adalah tumor langka yang
menyumbang kurang dari 1% dari semua keganasan
dewasa, dengan insiden yang dilaporkan satu sampai lima
kasus per 1 juta orang per tahun (3). Neoplasma epitel
primer timus adalah thymoma dan karsinoma timus,
dengan thymoma menjadi lebih umum. Karsinoma timus
adalah penyakit yang lebih agresif yang sering didiagnosis
dengan biopsi jarum sebelum perencanaan perawatan; itu
telah dibahas di tempat lain. Timoma biasanya terjadi
pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun, jarang pada
anak-anak, dan mempengaruhi pria dan wanita sama.
Kebanyakan thymoma adalah neoplasma padat yang
dienkapsulasi dan dilokalisasi ke timus (1).
Pada sebagian besar kasus timoma, keluhan tidak
didapatkan hingga ukuran timoma yang cukup besar
sehingga terjadi pendorongan struktur organ di sekitar
atau komplikasi imunologis yang muncul akibat timoma.
Keluhan yang sering terjadi akibat pendesakan organ
sekitar meliputi sesak napas dan nyeri dada (5).

2.4 Etiologi dan klasifikasi


Penyebab timoma sampai saat ini masih belum sepenuhnya diketahui.
Beberapa laporan mencatat kasus thymoma pada pasien dengan sindroma MEN1
(multiple endocrine neoplasia 1). Laporan lain bahkan memperkirakan adanya
peranan virus Epstein-Barr pada neoplasma ini. Klasifikasi thymoma dibuat
berdasarkan gambaran histopatologi selnya. mengklasifikasikan thymoma menjadi
tipe A (medullary-spindel-cell thymoma), tipe AB (mixed thymoma), tipe B yang
kemudian dibedakan menjadi B1 (lymphocyte-rich thymoma, predominantly
cortical thymoma atau organoid thymoma), B2 (cortical thymoma), B3
(epithelial, atypical atau squamoid thymoma atau well differentiated thymic
carcinoma) dan tipe C (thymic carcinoma) (6).
Klasifikasi WHO terbaru dipublikasikan tahun 2004, seperti klasifikasi
tahun 1999, dengan sedikit perbedaan yaitu pada tipe C diganti menjadi kategori
thymic carcinoma. Saat sekarang klasifikasi histologi secara primer bisa
membedakan karsinoma timus dengan tipe-tipe timoma. Klasifikasi histologi
timoma tidak mempunyai implikasi klinis dan keputusan penatalaksanaan utama
tergantung pada stadium penyakit dan kompletnya reseksi (3).

2.5 Manifestasi klinis


Sekitar setengah dari pasien tidak menunjukkan
gejala pada saat diagnosis timoma dan temuan insidental.
Secara umum, sekitar 55% pasien dengan tumor
mediastinum jinak tidak menunjukkan gejala. Sebaliknya,
hanya sekitar 15% dari mereka yang tumornya ditemukan
ganas tidak menunjukkan gejala. Ketika simtomatik,
gejala sistemik yang terkait dengan sindrom terkait tumor
seperti miastenia gravis lebih dominan. Timoma
simtomatik biasanya invasif dengan kompresi lokal.
Dalam kasus lain, dispnea, batuk, dan nyeri dada dapat
menjadi gejala yang muncul (8). kemudian keluhan yang
berhubungan dengan penekanan organ-organ sekitar
tumor berupa stridor dan wheezing bila terjadi penekanan
pada bronkus, disfagi pada penekanan esophagus,
bronkospasme pada penekanan nervus vagus, juga gejala
lain berupa nyeri dada retrosternal, dan sindroma vena
kava superior (7).
Dengan adanya lesi mediastinum anterior,
diagnosis timoma biasanya secara klinis dicurigai
berdasarkan adanya miastenia gravis atau sindrom terkait
lainnya seperti penyakit autoimun atau imun, kelainan
endokrin dan sindrom hormon antidiuretik yang tidak
tepat (8).

2.6 Stadium Timoma


Penentuan staging dari timoma memegang peran
penting terhadap keberhasilan penatalaksanaan. Sistem
stadium Masaoka merupakan system stadium yang banyak
digunakan dan direkomendasikan oleh ITMIG
(International Thymic Malignancy Interest Group). dari
tumor. Stadium I, tumor berkapsul lengkap. Stadium II,
dibagi IIa secara mikroskopis sudah terjadi invasi ke
kapsul, dan IIb secara makroskopis sudah invasi ke lemak
di sekitarnya tetapi belum sampai ke organ ataupun nodus
limfatikus di dekatnya. Stadium III, sudah terjadi invasi ke
organ sekitarnya seperti pericardium, pembuluh darah
besar atau paru. Stadium IV, dibagi IVa bila sudah terjadi
penyebaran luas sampai paru (pleura) atau jantung
(pericardium), dan IVb melalui limfatik hematogen ke
organ lain separti hati (Tabel 1) (3).

2.7 Gambaran makroskopis dan mikroskopis


Secara makroskopis, thymoma yang khas
memberikan gambaran makroskopis berupa massa lobular
padat berwarna kuning abu-abu, dipisahkan oleh septa-
septa jaringan ikat fibrus dan 80% tumor berkapsel.
Thymoma berukuran besar bisa mengandung degenerasi
kistik, fokus nekrosis dan perdarahan. Sedangkan
karsinoma dari timus cenderung tidak menunjukkan
adanya kapsel maupun septa jaringan ikat fibrus seperti
yang dijumpai pada thymoma. Pada irisan, kosistensi
tumor umumnya padat sampai keras dengan warna putih
abu-abu. Sering kali dijumpai adanya nekrosis dan
perdarahan. Jaringan yang diperiksa pada kasus ini
menunjukkan gambaran makroskopis berupa potongan-
potongan jaringan tak teratur dengan konsistensi lunak
dengan bagian-bagian yang padat (6).
Di bawah mikroskop menunjukkan massa tumor
yang terdiri dari campuran antara sel-sel epitel neoplastik
dengan limfosit non neoplastik dengan proporsi yang
bervariasi sesuai dengan tipenya. Sel-sel epitel tersebut
berbentuk bulat – poligonal, spindel ataupun oval dengan
inti vesikuler, kromatin halus dan anak inti yang
inconspicuous. Limfosit di sekitarnya terdiri dari limfosit
matur yang juga bisa memberikan gambaran reaktif.
Thymoma bisa mengandung gambaran diferensiasi
organoid yang berkaitan dengan beberapa sub tipe.
Gambaran tersebut meliputi perivascular spaces yang
mengandung limfosit, bahan proteinaseous, eritrosit,
foamy macrophages, roset tanpa lumen sentral, bentukan
kelenjar bahkan badan Hassall. Gambaran khas lainnya
adalah adanya kapsel jaringan ikat fibrus yang meliputi
masa tumor, susunan massa tumor yang lobular, dipisah-
pisahkan oleh septa jaringan ikat fibrus, dan vaskularisasi
yang prominen. Dapat diumpai pula adanya bentukan
mikrokistik, pseudopapiler dan sklerosis luas(6).
Tabel 1 : Stadium Timoma

Stage Definisi
I Massa terenkapsulasi sepenuhnya secara makroskopis dan
mikroskopis
IIa Invasi transkapsular mikroskopis
IIb Invasi makroskopis ke dalam jaringan lemak sekita atau secara
gross melekat namun tidak samapi menembus pleura atau perikard
IIIa Invasi ke organ sekitar (perikard, paru) secara makroskopis tanpa
melibatkan pembuluh darah besar
IIIb Invasi ke organ sekitar (perikard, paru) secara makroskopis dengan
melibatkan pembuluh darah besar
Iva Penyebaran ke pleura dan/atau perikard
IVb Metastasis secara limfogen atau hematogen
Gangguan

2.8 Diagnosis
a. Pencitraan Radiologi :
Modalitas radiologi yang rutin dilakukan
adalah foto toraks dan CT scan toraks. Menurut
Brown dkk pada tahun 1980, foto toraks
konvensional posisi PA rnemiliki sensitivitas yang
tinggi (77%) dalam mendiagnosis tirnoma, dan
akan meningkat menjadi 94% bila disertai posisi
lateral, Menurut Chen dkk CT scan rnerniliki sensitiviti
97% daJam mendiagnosis timoma karena memiliki
kelebihan dalam menggambarkan lokasi tumor,
karakteristik tumor, keterlibatan dengan organ
sekitar dan metastasis.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan


media kontras intravena untuk menilai penyangatan
dan perbedaan dengan struktur sekitarnya teball irisan
8-10 mm dengan batas mulai setinggi kelenjar tiroid
sampai setinggi kelenjar adrenal. CT Scan dengan
kontras juga untuk menentukan lokasi, ukuran,
keterlibatan kelenjar getah bening maupun metastasis
dari massa mediastinum. Temuan radiologi pada
timoma non invasiv adalah massa yang bulat/ oval
berlobulasi, berbatas tegas, umumnya asimetrik, dan
setelah pemberian kontras akan menghasilkan
penyangatan yang homogen sedangkan timoma invasif
umumnya bertepi irregular dan mengisi kedua
hemitoraks, serta menunjukkan penyangatan yang
heterogen pasca kontras (9).

b. Pemeriksaan patologi anatomi


Pemeriksaan sitologi/histopatologi dilakukan untuk menentukan jenis sel
tumor. Pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitology dilakukan melalui
transthoracic needle aspiration (TINA) dengan tuntutan CT scan. (9).
c. Pemeriksaan foto thoraks
untuk melihat pelebaran mediastinum pada rongga dada (9).

2.9 Diagnosis Banding


Diagnosis banding Timoma antara lain karsinoma
thymic, Limfoma Hodgkin, thymic carcinoid, timolipoma,
teratoma. Differential diagnosis untuk tumor mediastinum
anterior termasuk malignansi timus primer (seperti
karsinoma thymus, thymic carcinoid tumor), tumor-tumor
nonthymus (seperti terrible limfoma, germ cell tumor
(teratoma), pembesaran tiroid), tortuous pembuluh darah
(dissecting aorta, arcus dextra), trauma dan mediastinal
metastasis (3).
2.10 Tatalaksana
Penatalaksanaan tumor mediastinum dapat berupa
tindakan pembedahan, kemoterapi, radioterapi, maupun
multi modalitas. Keputusan terapi tergantung dari jenis
histopatologi tumor mediastinum. Pada tumor jinak,
pembedahan sering menjadi pilihan terapi. Pada limfoma
maligna diberikan kemoterapi dengan/tanpa
radioterapi(10).
a. Operasi
Pembedahan adalah landasan pengelolaan tumor
timus, yang paling berguna untuk diagnosis histopatologis
awal dan staging, dan dalam banyak kasus memberikan
modalitas terapi lini pertama. Untuk tumor mediastinum
anterior yang dapat direseksi yang kompatibel dengan
thymoma, dianjurkan reseksi bedah segera; dengan cara
ini, kapsul dibiarkan utuh dan pembusukan dihindari.
Dalam kasus tumor yang tidak dapat direseksi atau
kecurigaan limfoma, aspirasi jarum halus atau biopsi
bedah direkomendasikan (11).

Langkah pertama operasi terdiri dari pemeriksaan


hati-hati dari mediastinum dan rongga pleura, diikuti
dengan evaluasi makroskopik kapsuler invasi, peritumoral
dan adhesi pleura, dan keterlibatan jaringan sekitarnya.
Eksplorasi yang hati-hati pada pleura mediastinum,
terutama pada sinus costodiaphragmaticus, dapat
mendeteksi metastasis droplet. Temuan ini, bersama
dengan pemeriksaan patologis selanjutnya dari spesimen
bedah, merupakan dasar dari sistem stadium timoma,
menurut Masaoka (11).

b. Radioterapi
Radioterapi terutama telah dilaporkan sebagai
pengobatan eksklusif atau adjuvant untuk timoma. Tren
yang berkembang untuk tumor lokal lanjut termasuk
strategi kemoradiasi multimodal. Modalitas radioterapi
saat ini untuk timoma meliputi (1) penggunaan radioterapi
konformal pengaturan multifield dan perencanaan
perawatan tiga dimensi; (2) volume target klinis termasuk
seluruh ruang timus, tumor dan perluasannya, dan
mediastinum anterior, superior, dan mediastinum (dengan
pengurangan lapang pandang setelah dosis total 50 –55
Gy). radiasi nodus supraklavikula profilaksis tidak lagi
direkomendasikan, karena rekurensi terisolasi pada (11).

c. Kemoterapi
Kemoterapi diberikan dengan berbagai rejimen
tetapi hasil terbaik adalah cisplatin based rejimen.
Rejimen yang sering digunakan adalah kombinasi
sisplatin, doksorubisin dan siklofosfamid (CAP). Rejimen
lain adalah doksorubisin, sisplatin, vinkristin dan
siklofosfamid (ADOC). Rejimen yang lebih sederhana
yaitu sisplatin dan etoposid (PE) juga memberikan hasil
yang tidak terlalu berbeda. Penelitian terhadap 23 pasien
timoma invasif yang mendapat multimodaliti terapi, 11
pasien direseksi kemudian diberi kemoterapi dan/atau
radiasi, 12 pasien lain mendapat terapi paliatif dengan
kemoterapi dan/atau radiasi. Kemoterapi yang diberikan
adalah cisplatin based, umur tahan hidup 5 tahun 43,5%
dengan angka tengah tahan hidup 20 bulan. Reseksi
mempunyai kemaknaan untuk umur tahan hidup (12).

2.11 Prognosis
Prognosa timoma ditentukan atas dasar tipe
dan derajat histologi dan stage berdasarkan sistim
Masaoka (9).

Type Histologic description Disease free survival at


10 years %
A Meddullary thymoma 100
AB Mixed thymoma 100
B1 Predominantly cortical thymoma 83
B2 Cortical thymoma 83
B3 Well deffirentiated thymic carcinoma 36
C Thymic carcinoma 28

BAB 3
KESIMPULAN

Timoma adalah neoplasma yang berasal dari epitel


timus dan merupakan neoplasma yang paling sering
ditemukan pada timus. Walaupun secara umum timoma
bersifat indolen, namun seluruh tipe timoma termasuk
suatu keganasan. Timoma dapat terjadi pada rentang usia
10-80 tahun dengan insidens tertinggi pada dekade ke-4
dan 5. Namun hampir seluruh timoma terjadi pada usia
dewasa dengan rerata usia 52 tahun dan jarang ditemukan
pada usia kurang dari 25 tahun.

Penyebab thymoma sampai saat ini masih belum


sepenuhnya diketahui. Laporan lain bahkan
memperkirakan adanya peranan virus Epstein-Barr pada
neoplasma ini. Sekitar setengah dari pasien tidak
menunjukkan gejala pada saat diagnosis timoma dan
temuan insidental. Secara umum, sekitar 55% pasien
dengan tumor mediastinum jinak tidak menunjukkan
gejala. Sebaliknya, hanya sekitar 15% dari mereka yang
tumornya ditemukan ganas tidak menunjukkan gejala.
Ketika simtomatik, gejala sistemik yang terkait dengan
sindrom terkait tumor seperti miastenia gravis lebih
dominan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Benveniste MFK, Rosado-de-Christenson ML, Sabloff BS, Moran CA,
Swisher SG, Marom EM. Role of imaging in the diagnosis, staging, and
treatment of thymoma. Radiographics. 2011;31(7):1847–61.
2. Vianney MM, Rachmadi L. Aspek Klinik dan Karakteristik Tipe
Histopatologik Timoma. maj patol Indones [Internet]. 2020;30(1):172–9.
3. Ekowati A, Astuti L. Gambaran dan Stadium Timoma pada CT-Scan. J
Radiol Indones. 2017;3(1):10–6.
4. Permatasari A, Wulandari L. Penatalaksanaan Penderita Thymic Carcinoma
dengan Miastenia Gravis. J Respirol Indones. 2013;33(1):57–65.
5. Setiawan HW, Maranatha D. Pemphigus Paraneoplastik pada Timoma. J
Respirasi. 2019;4(1):5.
6. Ekawati NP. ADENOKARSINOMA DARI TIMUS DENGAN
THYMOMA TIPE AB. Angew Chemie Int Ed 6(11), 951–952. 2016;5–24.
7. S I, Wulandari L. Seorang Penderita Timoma. Maj Kedokt Indones
[Internet]. 2013;4(2):2010.
8. Harris K, Elsayegh D, Azab B, Alkaied H, Chalhoub M. Thymoma
calcification: Is it clinically meaningful? World J Surg Oncol. 2011;9:1–5.
9. Aziza Icksan, Maryastuti, Elisna Syahruddiin D. Peran CT Scan dalam
Penilaian timoma. 2008;68–73.
10. Falkson CB, Darling G, Gregg R. The Management of Thymoma : A
Systematic Review and Practice Guideline. 2009;(July 2018).
11. Eview ARTCOR. Thymoma : Clinical Staging Considerations.
2009;4(1):119–26.
12. Syahruddin E, Hudoyo A, Jusuf A. Penatalaksanaan Tumor Mediastinum
Ganas. J Respirologi Indones. 2009;(1):1–14.

Anda mungkin juga menyukai