Anda di halaman 1dari 14

A.

PENDAHULUAN

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat didalam mediastinum yaitu rongga yang
berada diantara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh
darah vena, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya.1

Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat
menekan organ didekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa. kebanyakan
tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai
keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap sekitarnya Jenis tumor di rongga mediastinum
dapat berupa tumor jinak atau tumor ganas dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda.
Karena jenis tumor sangat bervariasi dengan sifat yang berbeda – beda maka penatalaksanaan
multidisiplin perlu dilakukan untuk tumor yang sering ditemukan,salah satunya adalah timoma.1

Timoma adalah tumor epithelial yang berasal dari kelenjar timus. Kelenjar timus berfungsi
memproduksi sel limfosit T. Sel ini merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh dan membantu
melawan infeksi. Kelenjar timus berkembang secara penuh pada usia pubertas dan secara bertahap
berhenti bekerja dan menyusut digantikan oleh lemak dan jaringan ikat. Tumr yang berasal dari timus
ada dua yakni timoma dan thymic carcinoma. Sebagian besar tumor yang berasal dari timus adalah
timoma, sedangkan thymic carcinoma lebih jarang terjadi yaitu sekitar 5-10% dari tumor yang berasal
dari timus. Kelenjar timus berkaitan dengan perkembangan sistem imun, sehingga beberapa penderita
dengan tumor kelenjar timus juga akan memiliki kelainan yang berkaitan dengan sistem imun,
kelainan yang tersering didapatkan yaitu miastina gravis. Timoma merupakan tumor mediastinum
anterior, mediastinum yaitu rongga imaginer diantara paru kiri dan kanan. Mediastinum berisi
jantung, pembuluh darah besar, trakea, timus, kelenjar getah bening dan jaringan ikat.1.2

Timoma adalah tumor mediastinum anterior yang sering dijumai dengan insiden 0,15 kasusu
per 100.000 penduduk. Timoma dapat terjadi pada semua umur, merupakan 20% keganasan
mediastinum anterior pada dewasa muda dan jarang pad anak-anak. Insiden tertinggi timbulnya
timoma adalah 40-60 tahun, predilkesi munculnya sama antara perempuan dan laki-laki. Sebagian
besar timoma tidak memberikan keluhan atau gejala dan sering ditemukan secara tidak sengaja pada
pemeriksaan foto dada.3.

Timoma merupakan tumor mediastinum anterior yang sering dijumpai dengan insiden 0.15
kasus per 100.000 penduduk. Jenis tumor mediastinum sering berkaitan dengan lokasi tumor dan
umur penderita. Pada anak-anak tumor mediastinum yang sering ditemukan berlokasi dimediastinum
posterior dan jenisnya tumor saraf. Sedangkan pada orang dewasa lokasi tumor banyak ditemukan di
mediastinum anterior dengan jenis limfoma atau timoma. Dari data salah satu rumah sakit dimana
telah dilakukan operasi tumor mediastinum sebanyak 137 penderita, dengan jenis teratoma 44 kasus
(32,1%), timoma 33 (24%) dan tumor saraf 11 kasus (8%). Dari 103 penderita tumor mediastinum,

1
timoma ditemukan pada 57,1% kasus lebih besar insiden dibanding tumor mediastinum lainnya.
Sedangkan berbeda pendapat oleh sebuah penelitian retrospektif di Amerika Serikat yang
mendapatkan insiden timoma lebih rendah dari tumor mediastinum lain yakni jenis terbanyak adalah
limfoma 55%, sel germinal 16%, timoma 14%, sarcoma 5%, neurogenic 3% dan jenis lainnya 7%.
Berdasarkan gender ditemukan perbedaan yang bermakna, dimana 94% tumor sel germinal adalah
laki-laki, 66% tumor saraf berjenis kelamin perempuan , sedangkan jenis tumor lainnya
58%ditemukan pada laki-laki.1 Sedangkan berdasarkan sebuah refrensi dari Fakultas Kedoteran
Universitas Airlangga Surabaya disebutkan predileksi munculnya sama antara perempuan dan laki-
laki. Insidennya dapat terjadi pada semua umur, merupakan 20% keganasan mediastinum anterior
pada dewasa muda dan jarang pada anak-anak. Insidens tertinggi timbulnya timoma adalah usia 40-60
tahun.3

B. ETIOLOGI

Penyebab timoma belum dijelaskan; Namun, lesi ini telah dikaitkan dengan berbagai sindrom
sistemik. Sebanyak 30-40% dari pasien yang mengalami timoma mengalami gejala sugestif miastenia
gravis. Tambahan 5% pasien yang memiliki timoma memiliki sindrom sistemik lainnya, termasuk
aplasia sel merah, dermatomiositis, lupus eritematosus sistemik (SLE), sindrom Cushing, dan sindrom
malsekresi hormon antidiuretik (SIADH).4

C. PATOLOGI ANATOMI5

Walaupun timus normal adalah suatu organ limfoepitel, kata timoma dibatasi untuk tumor yang
elemen neoplastinya berasal dari sel epitel. Pada tumor ini juga dapat ditemukan limfosit timus dalam
jumlah sedikit atau banyak, tetapi sel ini adalah timosit normal non neoplastik. Oleh karena itu,
limfoma yang berasal dari elemen limfoid di kelenjar timus tidak digolongkan sebagai timoma.
Timoma memilki berbagai subtipe yang didasarkan pada kriteria sitologik dan biologic. Timoma
dibagi menjadi timoma jinak dan ganas, timoma jinak secara sitologis dan biologis jinak, timoma
ganas dibagi lagi menjadi tipe I dan tipe II. Tipe I secara sitologik jinak, tetapi secara biologis agresif
dan mampu melakukan invasi lokal dan, walaupun jarang, menyebar jauh. Tipe II juga disebut
karsinoma timus, secara sitologis ganas dengan semua gambaran kanker dan sifatnya yang dapat
dibandingkan.

Secara makroskopis, timoma membentuk massa berlobus, padat, putih abu-abu dengan ukuran
terpanjang dapat mencapai 15-20 cm. sebagian besar tampak terkapsul, tetapi pada 20%-25% terjadi
penetrasi kapsul dan infiltrasi jaringan dan struktur di sekitar timus.

Secara mikroskopis, hamper semua timosit terdiri atas campuran sel epitel dan infiltrate limfosit
non neoplastik. Proporsi relative komponen epitel dan timus tidak banyak bermakna. Pada timoma
jinak sel epitel cenderung mirip dengan yang terdapat di medulla dan sering memanjang atau

2
berbentuk kumparan, membentuk apa yang disebut sebagai timoma medularis. Sering ditemukan
campuran sel epitel tipe korteks yang lebih bulat serta gemuk, dan sebagian terutama terdiri atas sel
tersebut. Pola timoma ini sering hanya memiliki sedikit limfosit. Sebagian pakar akan menyebut pola
ini sebagai timoma campuran. Pola medularis an campuran membentuk 60% sampai 70% dari semua
timoma.

Nama timoma maligna tipe 1 mengisyaratkan tumor yang secara sitologis jinak tetapi invasif
lokal dan kadang-kadang mampu bermetastasis. Tumor ini membentuk 20%-25% dari semua timoma.
Tumor ini terdiri atas sel epitel dan limfosit dengan proporsi bervariasi. Namun, sel epitel cenderung
terdiri atas varian korteks, dengan sitoplasma banyak dan nukleus vesicular bulat. Kadang – kadang
sel ini tampak berjajar mengelilingi pembuluh darah. Beberapa sel epitel berbentuk kumparan juga
mungkin ditemukan. Gambaran khas yang penting pada neoplasma ini adalah penetrasi kapsul disertai
invasi ke dalam struktur disekitarnya.

Timoma maligna tipe II sebaiknya disebut sebagai karsinoma timus. Tumor ini membentuk
sekitar 5% dari timoma. Berbeda dengan timoma maligna tipe I, tumor ini secara sitologis ganas.
Secara makroskopis, tumor biasanya tampak seperti masa daging yang jelas invasive dan kadang –
kadang disertai metastasis, seperti ke paru. Sebagian besar adalah karsinoma sel skuamosa,
berdiferensiasi baik atau buruk. Pola keganasan paling sering berikutnya adalah tumor yang disebut
limfoepitelioma, yang terdiri atas sel epitel anaplastic tipe korteks tersebar diantara sebukan padat
limfosit, yang tampak jinak, sebagai latar belakang. Beberapa tumor ini mengandung genom EBV
sehingga menyerupai karsinoma nasofaring.

D. KLASIFIKASI6
Berikut ini merupakan klasifikasi dari World Health Organization ( WHO ) yang meliputi:6
1. Timoma Tipe A
Mencakup sekitar 4% hingga 7% dari semua timoma. Sekitar 17% kasus mungkin
terkait dengan miastenia gravis. Secara morfologis, tumor tersusun dari sel-sel epitel
thymus neoplastik yang memiliki bentuk spindel / oval, tidak memiliki atypia nuklir,
dan disertai oleh beberapa, jika ada, limfosit nonneoplastik. Munculnya tumor ini
dapat disamakan dengan neoplasma mesenkim, tetapi gambaran imunohistokimia
dan ultrastruktur jelas merupakan gambaran neoplasma epitel. Kebanyakan tipe A
thymomas dienkapsulasi. Namun, beberapa mungkin menyerang kapsul dan, pada
kesempatan langka, dapat meluas ke paru-paru. Kelainan kromosom, saat ini,
mungkin berkorelasi dengan perjalanan klinis yang agresif. Prognosis untuk jenis
tumor ini sangat baik, dengan tingkat kelangsungan hidup jangka panjang (15 tahun
atau lebih) dilaporkan mendekati 100% dalam penelitian retrospektif.

3
2. Timoma Tipe AB
Tipe AB thymoma menyumbang sekitar 28% hingga 34% dari semua thymoma.
Sekitar 16% kasus mungkin terkait dengan myasthenia gravis. Secaraa morfologi,
tipe AB thymoma adalah tumor thymus di mana fokus memiliki gambaran tipe A
thymoma yang dicampur dengan fokus yang kaya limfosit nonneoplastik. Pemisahan
fokus yang berbeda dapat tajam atau tidak jelas, dan ada kisaran luas dalam jumlah
relatif dari 2 komponen. Prognosis untuk jenis tumor ini baik, dengan tingkat
kelangsungan hidup lama (15 tahun atau lebih) baru-baru ini dilaporkan sekitar 90%
atau lebih baik dalam 2 penelitian retrospektif besar.
3. Timoma Tipe B1
Tipe thymoma B1 menyumbang sekitar 9% hingga 20% dari semua thymoma,
tergantung pada studi yang dikutip. Sekitar 57% kasus mungkin terkait dengan
myasthenia gravis. Secara morfologis, tumor ini menyerupai timus fungsional
normal karena mengandung sejumlah besar sel yang memiliki penampilan hampir
tidak dapat dibedakan dari kortik thymus normal dengan area menyerupai medula
thymus. Kesamaan antara tipe tumor ini dan timus aktif normal adalah sedemikian
mirip sehingga perbedaan antara keduanya mungkin mustahil pada pemeriksaan
mikroskopis. Prognosis untuk jenis tumor ini baik, dengan tingkat kelangsungan
hidup jangka panjang (20 tahun atau lebih) sekitar 90%
4. Timoma Tipe B2
Timoma tipe B2 menyumbang sekitar 20% hingga 36% dari semua timoma,
tergantung pada studi yang dikutip. Sekitar 71% kasus mungkin terkait dengan
miastenia gravis. Secara morfologis, komponen epitel neoplastik dari tipe tumor ini
muncul sebagai sel-sel gemuk yang tersebar dengan inti vesikuler dan nukleolus
yang berbeda di antara jumlah limfosit nonneoplastik. Ruang perivaskular sering ada
dan terkadang sangat menonjol. Sel tumor perivaskular yang menghasilkan efek
palisading dapat dilihat. Jenis thymoma menyerupai tipe B1 thymoma dalam
dominasi limfosit, tetapi fokus diferensiasi meduler kurang mencolok atau tidak ada.
Kelangsungan hidup jangka panjang jelas lebih buruk daripada untuk jenis thymoma
A, AB, dan B1. Tingkat kelangsungan hidup 20 tahun (sebagaimana didefinisikan
oleh kebebasan dari kematian tumor) untuk jenis thymoma ini adalah pada urutan
60%.
5. Timoma Tipe B3
Timoma tipe B3 (juga dikenal sebagai timoma epitel, timoma atipikal, timoma
squamoid, dan karsinoma timus yang berdiferensiasi baik) menyumbang sekitar 10%
hingga 14% dari semua timoma. Sekitar 46% kasus mungkin terkait dengan
myasthenia gravis. Secara morfologis, jenis tumor ini terutama terdiri dari sel-sel

4
epitel yang memiliki bentuk bulat atau poligonal dan menunjukkan tidak adanya atau
atypia ringan. Sel-sel epitel dicampur dengan komponen kecil dari limfosit
nonneoplastik, yang menghasilkan pertumbuhan seperti sel epitel neoplastik. Tingkat
kelangsungan hidup 20 tahun (sebagaimana didefinisikan oleh kebebasan dari
kematian tumor) untuk jenis thymoma ini adalah sekitar 40%.
6. Karsinoma Timus
Karsinoma timus adalah tumor epitel timus yang menunjukkan atypia sitologi
definitif dan gambaran histologis tidak lagi spesifik untuk timus, tetapi lebih mirip
dengan gambaran histologis yang diamati pada karsinoma organ lain. Berbeda
dengan timoma tipe A dan B, karsinoma thymus tidak memiliki limfosit immatur.
Setiap limfosit yang ada adalah limfosit dewasa dan biasanya dicampur dengan sel
plasma. Telah dihipotesiskan bahwa karsinoma thymus mungkin muncul dari
transformasi maligna dari thymoma yang sudah ada sebelumnya. Evolusi hipotetis
ini dapat menjelaskan keberadaan lesi epitel thymus yang menunjukkan gambaran
gabungan thymoma dan karsinoma thymus dalam tumor yang sama. Karsinoma
thymus biasanya maju ketika didiagnosis dan memiliki tingkat kekambuhan yang
lebih tinggi dan kelangsungan hidup yang lebih buruk dibandingkan dengan
thymoma. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun dan 10 tahun umumnya masing-
masing 38% dan 28%. Berbeda dengan thymoma, asosiasi karsinoma thymus dan
penyakit autoimun jarang terjadi.
Subtipe histologis karsinoma thymus termasuk yang berikut (kombinasi jenis berikut
dapat terjadi):
 Karsinoma timus sel skuamosa (epidermoid)
Jenis karsinoma thymus ini menunjukkan atypia sitologi jelas. Dalam bagian
yang diwarnai secara rutin, bentuk keratinisasi menunjukkan bukti yang
sama jelas dari diferensiasi skuamosa dalam bentuk jembatan interseluler
dan / atau butiran skuamosa, sedangkan bentuk non-keratinisasi tidak
memiliki tanda-tanda keratinisasi yang jelas. Subtipe lain, karsinoma
basaloid, tersusun atas lobulus sel tumor yang menunjukkan palisading
perifer dan pola keseluruhan pewarnaan basofilik disebabkan oleh karena
rasio nukleositoplasma tinggi dan tidak adanya keratinisasi.
 Limfoepitelioma- mirip karsinoma timus
Jenis karsinoma thymus ini memiliki gambaran morfologis yang tidak dapat
dibedakan dengan karsinoma limfoepithelial (limfoelithelioma) dari
nasofaring. Diagnosis banding dengan tumor sel germinal, khususnya
seminoma, bisa sulit tetapi penting untuk pengobatan. Ini dianggap sebagai
jenis karsinoma sel skuamosa yang kurang terdiferensiasi.

5
 Karsinoma timus sarkomatoid ( karsinosarkoma )
Adalah suatu tipe dari karsinoma thymus di mana sebagian atau seluruh
tumor menyerupai 1 dari jenis sarkoma jaringan lunak
 Karsinoma timus sel jernih
Adalah suatu tipe dari karsinoma thymus yang terdiri dari sebagian besar
atau secara eksklusif sel dengan sitoplasma yang jelas dan jernih.
 Karsinoma timus mucoepidermoid
Jenis thymic carcinoma ini memiliki kemiripan dengan karsinoma
mucoepidermoid pada kelenjar ludah mayor dan minor.
 Adenokarsinoma timus papillary
Jenis karsinoma thymus ini tumbuh dengan bentuk papillary. Histologi ini
dapat disertai dengan pembentukan psammoma body, menghasilkan
kesamaan yang ditandai dengan karsinoma papiler kelenjar tiroid.
 Karsinoma timus tidak terdiferensiasi
Ini adalah jenis karsinoma thymus yang langka yang tumbuh dengan
cara yang tidak dapat dibedakan tetapi tanpa menunjukkan gambaran
sarkomotoid (sel spindel atau pleomorfik).

Tabel 1 Klasifikasi Berdasar Pada Histologis1

a. Timoma (Klasifikasi Muller Hermelink)


 Tipe meduler
 Tipe campuran
 Tipe kortikal predominan
 Tipe kortikal
Timik karsinoma
 Low grade
 High grade

b. Timik karsinoid dan oat cell carcinoma

6
Tabel 2. Berdasarkan sistem Masakoa1

Stage I : Makroskopis berkapsul, tidak tampak invasi ke kapsul secara


mikroskopis

Staeg II : Invasi secara makroskopi ke jaringan lemah sekitar pleu

Stage III : Invasi secara makroskopi ke organ sekitar

Stage IV.A : Penyebaran kepelural atau Epitaksis

Stage IV B : Metastase limfogen hematogen

Masakoa membagi staging berdasarkan penampakan mikroskopis dan makroskopis.


Tumor timoma noninvasive masih terbatas pada kelenjar timus dan tidak menyebar ke organ
lain. Semua sel tumor terdapat atau terbungkus oleh kapsul dan secara mikroskopis tidak
terlihat invasi ke kapsul. Jika sel tumor invasi telah mencapai kapsul maka dikategorikan
timoma invasive (timoma ganas).

E. GEJALA KLINIS
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat, diantaranya :
- Batuk,sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakea
dan/atau bronkus utama
- Bronkospasme pada penekanan nervus vagus
- Disafagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus
- Sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor mediastinum
yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak
- Suara serak atau batuk kering muncul bila nervus laryngeal terlibat, paralisis
diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus
- Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan system
saraf ( nyeri dada retrosternal )
- Gejala lain yang dapat timbul yakni panas,keringat malam, rasa kedinginan,abatuk
darah dan suara parau7,2,3

7
F. DIAGNOSIS7

Untuk melakukan prosedur diagnostik tumor mediastinum perlu dilihat apakah pasien
dating dengan kegawatan (napas, kardiovaskular atau saluran cerna). Pasien yang
datang dengan kegawatan napas sering membutuhkan tindakan emergensi atau
semiemergensi untuk mengatasi kegawatannya. Akibatnya prosedur diagnostic harus
ditunda dahulu sampai masalah kegawatan teratasi. Secara umum diagnosis tumor
mediastinum ditegakkan sebagai berikut :

Anamnesis
Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat
dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila
terjadi peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan
struktur mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala
akibat penekanan atau invasi ke struktur mediastinum.
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat,
- Batuk,sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakea
dan/atau bronkus utama
- Disafagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus
- Sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor
mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak
- Suara serak atau batuk kering muncul bila nervus laryngeal terlibat, paralisis
diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus
- Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan
sistem saraf
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaam fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran
dan keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ
sekitarnya. Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan
dengan beberapa keadaan klinis lain misalnya: miastenia gravis mungkin
menandakan timoma dan limfadenopati mungkin menandakan limfoma.
Pemeriksaan Penunjang
Berikut pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan
radiologi, diantaranya :

8
1. Foto thoraks
Dari foto thoraks PA/lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor, anterior,
medial atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran tumor yang besar
sulit ditentukan lokasi yang pasti.
2. Tomografi
Untuk menemukan lokasi tumor, mendeteksi klasifikasi pada lesi, yang
sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid dan kadang-kadang
timoma
3. CT-Scan toraks dengan kontras
Mendeskripsi lokasi, kelainan tumor secara lebih baik dan dengan
kemungkinan untuk menetukan perkiraan jenis tumor missal teratoma dan
timoma. Pada timoma CT-Scan dapat menentukan stage dengan cara
mencari apakah telah terjadi invasi atau belum. Selain untuk pengambilan
bahan untuk pemeriksaan sitologi, menentukan luas radiasi beberapa jenis
tumor mediastinum dilakukan CT-Scan torkas dan CT-scan abdomen.
4. Flouroskopi
Dilakukan unutuk melihat kemungkinan aneurisma aorta
5. Ekokardografi
Untuk mendeteksi pulasasi pada tumor yang diduga aneurisma
6. Angiografi
Lebih senitif untuk mendeteksi aneursisma aorta
7. Esofagografi
Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke
esophagus
8. USG,MRI dan kedokteran nuklir
Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-pemeriksaan terkadang harus
dilakukan untuk beberapa kasus tumor mediastinum.
9. Endoskopi
 Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi
Tindakan bronkoskopi dapat berikan informasi tentang
pendorongan atau penekanan tumor terhadap saluran napas dan
lokasinya. Juga bias dinilai invasi tumor ke saluran napas. Juga
dapat membedakan tumor mediastinum dari kanker paru primer.

9
 Mediastinokopi. Untuk tumor yang berlokasi di mediastinum
anterior.
 Esofagoskopi
 Torakoskopi diagnostic
10. Patologi anatomi
Beberapa tindakan dari yang sederhana sampai yang kompleks perlu
dilakukan untuk mendapatkan jenis tumor
 Pemeriksaan sitologi
Prosedur diagnostic untuk memperoleh bahan pemeriksaan untuk
pemeriksaan sitologi ialah :
- Biopsy,jarum halus (BJH atau fine needle aspiration
biopsy,FNAB), dilakukan bila ditemukan pembesaran KGB
atau tumor supervisial
- Punksi pleura bila ada efusi pleura
- Bilasan atau sikatan bronkus pada saat bronkoskopi
- Biopsy aspirasi jarum, bila terlihat masa intrabronkial
- Biopsi transtorakal atau TTB dilakukan bila massa dapat
dicapai dengan jarum yang ditusukkan didinding dada dan
lokasi tumor tidak dekat pembuluh darah atau tidak ada
kecurigaan aneurisma.
 Pemeriksaan histologi
Bila BJH tidak berhasil menetapkan jenis histologis, perlu
dilakukan prosedur dibawah ini :
- Biopsy KGB yang teraba dileher atau supraklavikula. Bila
tidak ada KGB yang teraba dapat dilakukan pengangkatan
jaringan KGB yang mungkin ada disana ( biopsy Daniels)
- Biopsi mediastinal, dilakukan bila dengan tindakan diatas
hasil belum didapat
- Biopsy eksisional pada massa tumor yang besar
- Torakoskopi diagnostic
- Video-assisted thoracic surgery (VATS), dilakukan untuk
tumor di semua lokasi terutama tumor dibagian posterior
-

10
11. Pemeriksaan Laboratorium
LED kadang meningkat pada TB mediastinum dan pemeriksan a-
fetoprotein dan b-HCG dilakukan untuk tumor mediastinum yang
termasuk kelompok tumor sel germinal.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penegakan diagnose adalah
foto thoraks, CT-scan toraks, FNAB CT-Scan guiding. Pada pemeriksaan
foto thorax ditemukan gambaran tumor mediastinum berupa opasitas
berdensitas massa di mediastinum anterior dengan batas tegas dan sudut
tumpul. Hasil CT-Scan toraks didapati adanya masa pada mediastinum
anterior. Untuk mengetahui jenis tumor mediastinum dilakukan FNAB
dengan tuntunan CT-Scan toraks dan didapatkan hasil timoma.2
Masakoa dan Yamakawa mengklasifikasikan timoma dalam system TNM
sebagai berikut :
Tabel 3. Klasifikasi TNM timoma
T
T1 Tampak makroskopik adanya enkapsulasi
lengkap dan tidak ada invasi ke kapsul
secara mikroskopik
T2 Tampak makroskopik adanya adhesi atau
invasi ke sekitar jaringan lemak atau pleura
mediastinal, atau invasi mikroskopis
kedalam kapsul
T3 Invasi kedalam organ terdekat seperti
perikardium, pembuluh darah besar dan
paru – paru
T4 Menyebar ke pleura atau perikardium

N
N0 Tidak ada metastasis ke limfonodus
N1 Metastasis ke limfonudus mediastinum
anterior
N2 Metastasis ke limfonodus intrathoraks
kecuali limfonodus mediastinum anterior
N3 Metastasis ke limfonodus ekstrathoraks
M
M0 Tidak ada metastasis hematogen
M1 Metastasis hematogen

11
G. PENATALAKSANAAN
Stage I : Extended Thymo Thymectomy ( ETT )
Stage II : ETT + Radioterapi
Stage III : ETT + Extended Resection (ER) + radioterapi + kemoterapi
Stage IV. A :Debulking + kemoterapi +radioterapi
Stage IV.B : Kemoterapi + radioterapi + debulking

Penatalaksanaan timoma sangat bergantung pada invasive atau tidaknya tumor,


staging dan klinis penderita. Terapi untuk timoma adalah bedah,tetapi sangat jarang kasus
datang pada stage I atau noninvasive maka multimodality terapi seperti bedah, radiasi, dan
kemoterapi memberikan hasil lebih baik. Jenis tindakan bedah untuk timoma adalah extended
thymothymectomy ( ETT ).atau reaseksi komplet yaitu mengangkat kelnejhjar kelenjar timus
beserta jaringan lemak sekitarnya. ETT + ER yaitu tindakan reseksi komplet, sampai dengan
jaringan perikard dan debulking reseksi sebagian yaitu pengangkatan masa tumor sebanyak
mungkin. Jenis operasi ini sangat bergantung pada staging dan klinis penderita. Reseksi
komplet diyakini dapat mengurangi risiko invasi dan meningkatkan umur harapan hidup.1

Radioterapi tidak direkomendasikan untuk timoma yang telah menjalani reseksi


komplet tetapi harus diberikan pada timoma invasive atau reseksi sebagian untuk kontol
lokal.1

Kemoterapi diberikan dengan berbagai rejimen tetapi hasil terbaik adalah cisplatin
based rejimen. Rejimen yang sering digunakan adalah kombinasi sisplatin, doksorubisin dan
siklofosfamid (CAP). Rejimen lain adalah doksorubisin, sisplatin, vinkristin dan
siklofosfamid (ADOC). Rejimen yang lebih sederhana yaitu sisplatin dan etoposid (PE) juga
memberikan hasil yang tidak terlalu berbeda.1

H. PROGNOSIS

Banyak faktor yang menentukan prognosis penderita timoma. Masakoa menghitung


umur tahan hidup 5 tahun berdasarkan staging penyakit, 92,6% untuk satge I, 85,7% untuk
stage II, 69,6% untuk satge III dan 50% untuk stage IV. Salah satu penelitian yang dilakukan
oleh fakultas kedokteran Universitas Indonesia di salah satu rumah sakit mendapatkan faktor-
faktor yang bermakna mempengaruhi prognosis penderita timoma pascareseksi adalah

12
staging, jenis tindakan, histopatologi dan reaksi miastenia. Dari penelitian tersebut
menjelaskan dari 31 penderita timoma yang dibedah didapatkan umur tahan hidup untuk
tahun pertama sebesar 58,44%, tahun kedua 43,29%, tahun ketiga sampai dengan tahun
kelima 30,9%, sedangkan median survival adalah 16,2 bulan.1

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. Penatalaksanaan tumor mediastinum ganas. Jakarta:FKUI;2015
2. Permatasari A, Wulandari L. Penatalaksanaan penderita thymic carcinoma dengan
miastenia gravis. Jurnal Respirasi Indonesia. 2013;1: p 62
3. Diterbitkan oleh Majalah kedokteran Respirasi :
Indah S, Wulandari L, Seorang penderita timoma: Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga; 2 Juli 2010l;1(2):64
4. Evans KJ. Thymoma. Drugs and diseases>general surgery [serial online] 2017 Dec 15
[cited 2018 Apr 13]: Available from:URL:HYPERLINK
https://emedicine.medscape.com/article/193809-overview
5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. Ed 7. Jakarta:EGC:2007. p,506-7
6. International Thymic Malignancy Interest Group. Classification of thymoma. 2018
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tumor mediastinum (tumor mediastinum
nonlimfoma) pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. 2003:p 3-5

14

Anda mungkin juga menyukai