Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

EFUSI PLEURA

Disusun oleh:
Indry Nurafsari NIM. I4061192053
M. Rizky Rivaldo NIM. I4061212003

Pembimbing:
dr. Ari Prabowo, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK STASE PULMONOLOGI


RSUD DR. ABDUL AZIZ SINGKAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua manusia yang sehat memiliki sejumlah kecil cairan pleura yang melumasi ruang
dan memfasilitasi gerakan paru-paru normal selama respirasi. Keseimbangan cairan ini
dipertahankan oleh tekanan onkotik dan hidrostatik serta drainase limfatik. Gangguan pada
salah satu dari sistem ini dapat menyebabkan penumpukan cairan pleura.1
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura
berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi
dan absorbsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura merupakan suatu kelainan yang
mengganggu sistem pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit,
melainkan hanya gejala atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura merupakan suatu
keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, jika kondisi ini dibiarkan akan
mengakibatkan penderitanya mengalami gangguan pola nafas.2
Menurut World Health Organization (WHO) efusi pleura merupakan suatu gejala
penyakit yang dapat mengancam jiwa. Secara geografis penyakit ini terdapat di seluruh dunia,
bahkan menjadi problem di negara – negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di
Amerika Serikat, setiap tahunnya terjadi 1,5 juta kasus efusi pleura. Sementara pada populasi
umum secara internasional diperkirakan setiap 1 juta orang, 3000 orang terdiagnosis efusi
pleura. Di negara – negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di negara sedang berkembang
seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Di Indonesia kasus efusi pleura
mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya. Di RSUD Dr. Harjono Ponorogo
sendiri jumlah penderita efusi pleura periode Januari 2018 – September 2019 sebanyak 71
penderita (Rekam Medis RSUD Dr. Harjono Ponorogo). Tingginya angka kejadian efusi pleura
ini disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini. Faktor
resiko terjadinya efusi pleura diakibatkan karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang
kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi social ekonomi yang menurun, serta sarana
dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya masyarakat tentang pengetahuan
kesehatan.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Pleura
Pleura adalah membran tipis yang membungkus paru-paru. Pleura yang melekat pada
paru-paru adalah pleura visceralis, yang berjalan dari pangkal masing-masing paru (hilus)
menuju permukaan dalam dinding toraks membentuk pleura parietalis. Pleura parietalis
membatasi dinding toraks, meliputi permukaan torakal diafragma dan permukaan lateral
mediastinum, meluas sampai ke pangkal leher untuk membatasi permukaan membran
suprapleura pada apertura toraksis superior. Pleural visceral membungkus seluruh permukaan
luar paru-paru dan meluas ke dalam fissura interlobaris. Secara histologis kedua lapisan ini
terdiri dari sel metholial dan jaringan ikat.
Ruangan yang terbentuk diantara pleura parietalis dan pleura visceralis dinamakan
kavum pleura, dimana di dalamnya terdapat cairan pleura (surfaktan) yang menjadi lubrikans
pada permukaan pleura saat respirasi. Dalam keadaan normal, jumlah cairan pleura yakni
sekitar 1-5 ml.1

Gambar 1. Anatomi Pleura

3
B. Fisiologi Cairan Pleura
Rongga pleura dan jaringan yang membungkusnya berfungsi sebagai daerah/cairan
pelumas yang memungkinkan paru bergerak di dalam rongga toraks. Permukaan pleura
mengeluarkan suatu cairan intrapleura tipis (sekitar 15-20 mL), yang mencegah gesekan di
antara kedua permukaan pleura sewaktu inspirasi dan ekspirasi.10 Cairan pleura mengandung
1.500 – 4.500 sel/mL, terdiri dari makrofag (75%), limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel
bebas. Cairan pleura normal mengandung protein 1 – 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan
pleura menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar protein serum,
namun kadar protein berat molekul rendah seperti albumin, lebih tinggi dalam cairan pleura.
Kadar molekul bikarbonat cairan pleura 20 – 25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat
plasma, sedangkan kadar ion natrium lebih rendah 3 – 5% dan kadar ion klorida lebih rendah
6 – 9% sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma. Keseimbangan ionik
ini diatur melalui transpor aktif mesotel. Kadar glukosa dan ion kalium cairan pleura setara
dengan plasma. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang ditimbulkan
oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem pengaliran limfatik pleura serta
keseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini menyebabkan
penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura. Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh
kapiler pleura, ruang interstitial paru, saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks
dan rongga peritoneum. Neergard mengemukakan hipotesis bahwa aliran cairan pleura
sepenuhnya bergantung pada perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik kapiler sistemik
dengan kapiler pulmoner.10
C. Efusi Pleura
1. Definisi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan di antara pleura parietal dan visceral, yang
disebut rongga pleura. Efusi pleura dapat terjadi dengan sendirinya atau berupa akibat dari
penyakit parenkim di sekitarnya seperti infeksi, keganasan, atau kondisi peradangan.2
2. Etiologi
Efusi pleura dapat terjadi karena tiga mekanisme, yakni ketidakseimbangan
tekanan hidrostatik dan onkotik, peningkatan produksi cairan pleura, dan penurunan
absorpsi limfatik.5,6 Cairan pleura diklasifikasikan sebagai transudat atau eksudat.
Penyebab umum transudat termasuk kondisi yang mengubah tekanan hidrostatik atau

4
onkotik di rongga pleura seperti gagal jantung kiri kongestif, sindrom nefrotik, sirosis hati,
hipoalbuminemia yang menyebabkan malnutrisi, dan dialisis peritoneal. Penyebab umum
eksudat termasuk infeksi paru seperti pneumonia atau TBC, keganasan, gangguan
inflamasi seperti pankreatitis, lupus, rheumatoid arthritis, post-cardiac injury syndrome,
chylothorax (karena obstruksi limfatik), hemothorax (darah dalam rongga pleura), dan
efusi pleura asbes jinak. Cairan pleura dianggap efusi eksudatif jika setidaknya salah satu
kriteria di bawah ini terpenuhi.2
1) Rasio protein cairan pleura/protein serum lebih dari 0,5.
2) Rasio laktat dehidrogenase (LDH)/serum cairan pleura lebih dari 0,6.
3) LDH cairan pleura lebih dari dua pertiga dari batas atas nilai laboratorium normal
untuk LDH serum.
Beberapa penyebab efusi pleura yang kurang umum adalah emboli paru yang dapat
berupa eksudat atau transudat, akibat obat (misalnya metotreksat, amiodaron, fenitoin,
dasatinib, biasanya eksudat), pasca radioterapi (eksudat), ruptur esofagus (eksudat) dan
sindrom hiperstimulasi ovarium (eksudat).2

5
Gambar 2. Penyebab-penyebab efusi pleura5
3. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa efusi pleura merupakan salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi terkait penyakit pulmonal. Namun, data
mengenai insidensi pasti efusi pleura pada dasarnya sulit ditentukan karena efusi pleura
hanyalah manifestasi dari penyakit yang mendasarinya. Efusi pleura adalah penyakit yang
paling umum di antara semua penyakit pleura dan mempengaruhi 1,5 juta pasien per tahun
di Amerika Serikat. Berbagai macam penyakit dapat hadir dengan efusi pleura seperti
penyakit yang terutama melibatkan paru-paru seperti pneumonia, paparan asbes, terutama
penyakit sistemik seperti lupus, rheumatoid arthritis, atau mungkin manifestasi pleura dari
penyakit yang terutama mempengaruhi organ lain seperti gagal jantung kongestif,
pankreatitis, atau penyakit lokal pada pleura seperti infeksi pleura dan mesothelioma.2

6
Insidensi efusi pleura diyakini setara antara pria dan wanita, meskipun 2/3 kasus efusi
pleura akibat keganasan muncul pada wanita, umumnya terkait kanker payudara.5
4. Patofisiologi
Patofisiologi efusi pleura didasari ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi
cairan di cavum pleura, sehingga menyebabkan akumulasi cairan pleura, baik berupa
transudat maupun eksudat. Keduanya terbentuk melalui mekanisme yang berbeda,
meskipun tidak jarang cairan pleura ditemukan memiliki karakteristik transudat dan
eksudat bersamaan.3 Pada dasarnya, cavum pleura sudah mengandung cairan sekitar 0.1
ml/kg sampai 0.3 ml/kg yang berfungsi sebagai pelumas antara permukaan pleura viseral
dan parietal. Cairan pleura ini terus diproduksi oleh sistem vaskular di permukaan pleura
parietal dan diabsorpsi oleh sistem limfatik di permukaan diafragma dan mediastinum dari
pleura parietal secara kontinu sehingga volumenya tetap dalam batas normal. Walau
demikian, pada efusi pleura, terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan
ini sehingga terjadi akumulasi cairan pleura.2,5
Cairan pleura transudat terjadi akibat ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan
onkotik. Tekanan hidrostatik sistem vaskular pleura parietal akan mendorong cairan
interstisial ke kavum pleura sehingga terjadi akumulasi cairan transudat yang kadar
proteinnya lebih rendah dari serum. Penyakit yang umum menyebabkan cairan pleura
transudat adalah penyakit jantung kongestif, dan sirosis hepatis.5,6
Cairan pleura eksudat terjadi akibat inflamasi pleura. Inflamasi parenkim atau
pleura akan meningkatkan permeabilitas sel mesotel dan kapiler sehingga terjadi akumulasi
cairan di cavum pleura. Selain itu, terganggunya drainase limfatik juga merupakan proses
yang dapat menyebabkan terjadinya cairan pleura eksudat ini. Akibat peningkatan
permeabilitas membran pleura, cairan yang terakumulasi akan memiliki kadar protein yang
lebih tinggi dari serum. Contoh kondisi yang umum menyebabkan cairan pleura eksudat
adalah infeksi dan malignansi seperti kanker paru.5,6
5. Diagnosis
Presentasi klinis efusi pleura tergantung pada jumlah cairan yang ada dan penyebab
yang mendasarinya. Banyak pasien tidak memiliki gejala pada saat ditemukan efusi pleura.
Gejala yang mungkin timbul termasuk nyeri dada pleuritik, dispnea, dan batuk kering yang
tidak produktif. Nyeri dada yang berhubungan dengan efusi pleura disebabkan oleh

7
peradangan pleura pada pleura parietal akibat gesekan yang berhubungan dengan gerakan
antara dua permukaan pleura. Nyeri dada pleuritik mungkin terlokalisir. Nyeri biasanya
tajam dan diperburuk oleh pergerakan permukaan pleura, seperti saat inspirasi dalam,
batuk, dan bersin. Rasa sakit mereda dengan pengikatan dada atau akumulasi cairan.
Karena dispnea dan nyeri dada merupakan gejala nonspesifik, anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang cermat penting untuk mempersempit diagnosis banding.2 Misalnya, pada gagal
jantung kongestif (CHF), periksa distensi vena jugularis, S3, dan edema pedal, pada sirosis
yang mengarah ke hidrotoraks hepatik, cari asites dan stigmata penyakit hati lainnya.2
Anamnesis memberikan informasi tentang kemungkinan etiologi efusi pleura dan
pedoman untuk investigasi yang diperlukan. Riwayat pneumonia menunjukkan efusi
parapneumonik, baik yang rumit (empiema atau mirip empiema) atau tidak rumit. Demam
menunjukkan etiologi infektif. Riwayat gangguan jantung, ginjal, atau hati dapat
menunjukkan efusi transudatif. Usia yang lebih tua, penurunan berat badan, dan riwayat
merokok mengarah pada diagnosis efusi pleura ganas. Pembengkakan kaki baru-baru ini
atau trombosis vena dalam dapat menyebabkan efusi yang berhubungan dengan emboli
paru. Trauma dapat menyebabkan hemotoraks atau chylothorax. Paparan asbes
sebelumnya dapat menjadi penyebab efusi jinak atau ganas yang berhubungan dengan
mesothelioma. Prosedur esofagus baru-baru ini atau riwayat minum alkohol menunjukkan
efusi pleura yang berhubungan dengan ruptur esofagus. Temuan fisik seperti asites dapat
mengindikasikan sirosis, kanker ovarium, atau sindrom Meigs. Post-cardiac injury
syndrome harus dipertimbangkan pada kasus demam, dispnea, dan nyeri dada pleuritik
hingga 3 minggu setelah operasi jantung. Pembengkakan kaki unilateral dapat sangat
menunjukkan emboli paru, dan pembengkakan kaki bilateral dikaitkan dengan transudat,
seperti yang disebabkan oleh gagal jantung atau hati. Friction rub perikardial terjadi pada
perikarditis.5
6. Pemeriksaan Penunjang7
Foto toraks dada
a. Posisi PA: sudut kostofrenikus tumpul (>500 cc), foto diambil dalam posisi duduk
atau berdiri.
b. Lateral: sudut kostofrenikus tumpul jika carian >200 cc.

8
c. PA/lateral: terdapat perselubungan homogen. radio-opak (putih), permukaan atas
cekung.
USG toraks
Pungsi pleura (Torakosentesis) dan analisis cairan pleura
a. Makroskopik: transudat (jernih, agak kuning), eksudat (warna lebih gelap, keruh),
empiema (opak, kental), efusi kaya kolesterol (berkilau), chylous (susu).
b. Mikroskopik: leukosit <1000/mm3; leukosit meningkat, limfosit matur,
(neoplasma, limfoma, TBC); leukosit PMN yang mendominasi (pneumonia,
pankreatitis).
7. Tatalaksana8
Tujuan penatalaksanaan pada efusi pleura adalah paliasi atau mengurangi gejala.
Pilihan terapi harus tergantung pada prognosis, kejadian efusi berulang, dan keparahan
gejala pada pasien.
Thorakosintesis
Thorakosintesis diindikasikan untuk efusi pleura baru yang tidak tau penyebabnya.
Obeservasi dan optimal medical therapy (OMT) tanpa dilakukan thorakosintesis
merupakan hal yang wajar dalam penanganan efusi pleura karena gagal jantung atau
setelah operasi CABG. Namun manifestasi lain (seperti demam, pleuritis; radang selaput
dada) atau kegagalan untuk menanggapi terapi pada pasien harus segera dipertimbangkan
dilakukan thorakosintesis diagnostik.
Pemeriksaan laboratorium
Analisis cairan pleura, penampilan makroskopis cairan pleura harus diperhatikan
saat dilakukan thorakosintesis, karena dapat menegakkan diagnosis. Cairan bisa sifatnya
serosa, serosanguineous (ternoda darah), hemoragik, atau bernanah. Cairan berdarah
(hemoragik) sering terlihat pada keganasan, emboli paru dengan infark paru, trauma, efusi
asbes jinak, atau sindrom cedera jantung. Cairan purulen dapat dilihat pada empiema dan
efusi lipid. Sebagai tambahan. bau busuk dapat menyebabkan infeksi anaerob dan bau
amonia menjadi urinothorax. Karakterisasi cairan pleura sebagai transudat atau eksudat
membantu menyingkirkan diagnosis banding dan mengarahkan pemeriksaan selanjutnya.

9
Kimia darah
Pada pemeriksaan kimia darah konsentrasi glukosa dalam cairan pleura berbanding
lurus dengan kelainan patologi pada cairan pleura. Asidosis cairan pleura (pH rendah
berkorelasi dengan prognosis buruk dan memprediksi kegagalan pleurodesis. Pada dugaan
infeksi pleura, pH kurang dari 7,20 harus diobati dengan drainase pleura. Amilase cairan
pleura meningkat jika rasio cairan amilase terhadap serum pleura lebih besar dari 1,0 dan
biasanya menunjukkan penyakit pankreas, ruptur esofagus, dan efusi yang ganas.
Water Seal Drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif
seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1-1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk
mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian. Pada efusi yang
terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang iga. Bila
cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokuler, perlu
tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam
fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan,
tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.
8. Tatalaksana berdasarkan Penyakit Dasarnya7
Gagal jantung
Pada pasien ini, terapi terbaik dengan diuretik. Jika setelah pemberian efusi
menetap, diagnostik torakosintesis perlu dilakukan. Selain itu. torakosintesis dilakukan
pada efusi satu sisi, disertai demam, atau nyeri dada pleuritik. Jika nilai NT-proBNP cairan
pleura >1500 pg/cc, mengartikan bahwa efusi terjadi karena gagal jantung.
Empiema atau efusi parapneumonia
Terapi pasien ini dengan torakosentesis, pemberian antibiotik, dan drainase.
Hidrotoraks hepatic
Terjadi pada 5% pasien sirosis dan asites karena perpindahan cairan dari rongga
peritoneum ke rongga pleura melalui lubang kecil di diagfragma. Posisi efusi di sebelah
kanan.

10
Pleuritis TB
Disertai gejala demam, penurunan BB, dispneu, dan nyeri dada pleuritis.
Penatalaksanaan dengan pemberian obat anti TB minimal 9 bulan dan kortikosteroid dosis
0,75-1 mg/ KgBB/hari selama 2-3 minggu yang mana dosis akan diturunkan bertahap;
torakosintesis jika terdapat sesak atau efusi lebih tinggi dari sela iga III.
Kilotoraks
Penyebabnya trauma. Hasil dari torakosentesis, akan terlihat cairan seperti susu dan
trigliserida  1,2 mmol/L (110 mg/dL). Penatalaksanaannya dengan pemasangan chest
tube dan pemberian oktreotida. Jika gagal, dilakukan pleuroperitoneal shunt. Jika
dilakukan pemasangan tube torakostomi dengan drainase chest tube, tidak boleh lama-lama
karena bisa mengakibatkan malnutrisi dan penurunan status imun.
Hemotoraks
Penyebabnya trauma. Jika dalam cairan pleura terlihat darah, perlu dilakukan
pemeriksaan hematokrit cairan pleura. Hasil hematokrit  1/2 dibandingkan dengan hasil
dari darah tepi, berarti mengarah ke hemotoraks. Tata laksana hemotoraks, yaitu dengan
chest tube torakostomi. Bila perdarahan > 200 ml/jam, torakostomi atau torakoskopi
menjadi pilihan pertama.
Keganasan
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dan jenisnya. Urutan
keganasan penyebab efusi pleura mulai dari yang tersering, antara lain tumor paru,
payudara, limfoma, gastrointestinal, urogenital dan lainnya.
9. Komplikasi7
Komplikasi efusi pleura dapat berupa efusi pleura berulang, terlokalisasi; empiema,
dan gagal napas.
10. Prognosis9
Prognosis pasien dengan efusi pleura sangat erat terkait dengan penyakit yang
mendasarinya, namun secara umum makin parahnya efusi pleura juga telah diketahui
berhubungan dengan prognosis yang buruk. Hal ini ditunjukkan mortalitas efusi pleura
bilateral sebesar 26% yang lebih tinggi 4 kali lipat dibandingkan tingkat mortalitas efusi
pleura unilateral sebesar 5.9%.

11
Pada efusi pleura tidak terkait keganasan, prognosis bervariasi tergantung penyakit
yang mendasarinya. Contoh pada efusi pleura akibat gagal jantung kongestif, mortalitas 30
hari 22% dan 1 tahun 53% sedangkan pada efusi pleura akibat gagal ginjal, mortalitas 30
hari 14% dan 1 tahun 57%.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Efusi pleura adalah kondisi ketika proses suatu penyakit menyebabkan akumulasi cairan
berlebihan di rongga pleura yang membatasi ekspansi paru-paru.
2. Efusi pleura dapat disebabkan karena produksi cairan pleura yang berlebihan akibat
peningkatan tekanan hidrostatik maupun penurunan tekanan onkotik (transudatif), akibat
proses peradangan (eksudatif), serta dapat diakibatkan karena drainase limfatik yang
terganggu.
3. Presentasi klinis efusi pleura tergantung jumlah cairan yang ada.
4. Torakosentesis dapat dilakukan dalam upaya mengurangi keluhan serta prosedur
diagnostik untuk menentukan etiologi penyakit.
5. Prognosis pasien terkait dengan keparahan efusi serta penyakit yang mendasarinya.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Marvellini, RY. Gambaran Volume Efusi Pleura. Jakarta: Fakultas Kedokteran UKI; 2021.
2. Krishna R, Rudrappa M. Pleural Effusion. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448189/
3. Somantri, Irman. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. 2009.
4. Puspita, I., Soleha, T. U., & Berta, G. Penyebab Efusi Pleura di Kota Metro pada tahun
2015. Jurnal Agromedicine, 4(1), 25–32; 2017.
5. Karkhanis VS, Joshi JM. Pleural effusion: diagnosis, treatment, and management. Open
Access Emerg Med. 2012; 4: 31-52.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4753987/
6. Boka K. Pleural effusion. Medscape. 2021.
https://emedicine.medscape.com/article/299959-overview
7. Chris Tanto, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.
8. Pranita, N. P. N. Diagnosis dan Tatalaksana Terbaru Penyakit Pleura. 2020. Available at:
https://wellness.journalpress.id/wellness/article/download/21010/pdf.
9. DeBiasi EM, Pisani MA, Murphy TE, Araujo K, Kookoolis A, Argento AC, et al. Mortality
among patients with pleural effusion undergoing thoracentesis. Eur Respir J. 2015; 46(2):
495-502.
10. Pratomo IP., Yunus F. Anatomy and Physiology of Pleura. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran-205. 40 (6): 407-413; 2013.

14

Anda mungkin juga menyukai