Oleh:
41191396100016
Pembimbing:
JAKARTA
2020
LEMBAR PERSETUJUAN
Referat DEEP VEIN THROMBOSIS
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
nikmat islam, iman, dan ikhsan sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
“DEEP VEIN THROMBOSIS” ini dengan baik. Shalawat serta salam kita
curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke
zaman yang terang benderang ini. Makalah referat ini dibuat dalam rangka untuk
memperdalam pemahaman kasus mengeani deep vein thrombosis dibagian ilmu
bedah.
Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Mursid Fadli, Sp.B(K)V yang
telah memberi kesempatan dan waktunya untuk menjadi pembimbing dalam
menyelesaikan referat ini, serta rekan- rekan mahasiswa yang telah memberi
banyak masukan untuk makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Demikian, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat
membuka wawasan serta ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang bedah.
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
Manifestasi yang timbul pada pasien DVT tidak selalu simtomatik. Pada
umumnya pasien mengeluh adanya nyeri pada tungkai, pembengkakan, dan
adanya perubahan warna kulit.2 Dalam penegakkan diagnosis DVT harus
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis DVT pun beragam, berupa invasif
maupun non invasif.2
Dinding vena cenderung tipis namun diameter vena 10 kali lebih besar
dibandingkan dengan tebalnya. Ukuran vena pun berbeda-beda mulai dari 0.5 mm
hingga 3 cm yang merupakan vena cava. 7 Vena memiliki lapisan yang sama
seperti arteri, namun tunika interna vena relatif lebih tipis dibandingkan dengan
tunika interna arteri.7 Pada tunika media vena otot polos dan serat elastin relatif
lebih sedikit dibandingkan dengan arteri.7 Tunika eskterna vena merupakan
lapisan paling tebal dan terdiri daei selat elastin dan kolagen. 7 Lumen vena lebih
besar dibandingkan dengan arteri dan cenderung mudah kolaps ketika diseksi.7
Faktor utama aliran vena kembali ke jantung adalah pompa jantung. Selain
pompa jantung, kontraksi otot lurik pada ekstremitas bawah juga akan membantu
aliran balik vena ke jantung. 7 Vena-vena juga terutama pada ekstremitas memiliki
katup yang terbentuk dari tunika interna. 7 Katup ini berfungsi untuk mencegah
darah di aliran vena turun.7
6
Gambar 1. Katup vena
Selain pompa jantung, pompa otot, dan katup pada pembuluh darah vena,
faktor lain yang memengaruhi aliran balik vena adalah pompa respirasi. 7 Saat
inhalasi, diafragma akan bergerak ke bahwa sehingga menyebabkan tekanan
intratoraks berkurang dan meningkatkan tekanan dalam rongga abdomen. 7
7
Akibatnya, vena abdomen terkompresi dan volume darah yang lebih besar
bergerak dari vena abdomen yang terkompresi ke vena toraks yang terkompresi
dan ke atrium kanan.7
Pada ekstremitas atas, vena superfisial dimulai dari vena digitalis dorsalis
berjalan di sisi jari-jari dan saling terhubung melalui cabang-cabang oblika. 7
Vena-vena ini bergabung dengan vena yang berasal dari jari terdekatnya dan
bersatu menjadi 3 vena metakarpal dorsalis.7 Dari lateral, vena metakarpal dorsalis
tersebut akan bergabung dengan vena digitalis dorsalis yang berasal dari sisi radial
jari telunjuk dan vena digitalis dorsalis dari ibu jari. 7 Vena metakarpal dorsalis
yang bergabung dengan vena digitalis dorsalis ini akan berlanjut sebagai vena
sefalika yang terbentuk dari area snuff box.7 Dari medial, vena metakarpal dorsalis
akan bergabung dengan vena digitalis dorsalis dari minimus dan membentuk vena
basilika.7 Vena dalam pada tangan menemani arterinya sebagai vena komutans,
dimulai dari arkus venosus palmaris profunda dan superfisial. 7 Arkus vena
superfisialis palmaris mendapatkan aliran dari vena digitalis palmaris, dan arkus
profunda mendapatkan aliran dari vena metakarpalis palmaris.7
8
Pada ekstremitas bawah, aliran balik vena dimulai dari pleksus pada regio
plantar kaki yang membentuk vena digitalis plantaris, vena ini akan bergabung
dengan vena digitalis dorsalis dan menjadi 4 vena metatarsal plantaris.7 Vena
tersebut akan berlanjut membentuk arkus venosus plantaris profunda yang
berjalan bersama dengan arkus arteri plantaris.7 Arkus venosus ini akan
berggabung dengan vena plantaris medial dan lateral. 7 Setelah itu, mereka akan
bergabung pula dengan vena superfisial pada kaki yaitu vena saphena magna dan
parva dan membentuk vena tibialis posterior yang terletak pada maleolus medial. 7
Vena saphena parva dimulai sebagai lanjutan dari vena marginalis lateralis lalu
berjalan naik melewati gastrocnemius dan bergabung menjadi vena popliteal. 7
Vena saphena magna merupakan vena superfisialis terpanjang yang ada dalam
tubuh.7 Dimulai sebagai vena marginalis medialis berjalan melalui maleolus
medial dan akan berkahir ke vena femoralis.7
a. Jalur Ekstrinsik
Ekstrinsik Tenase
Ekstrinsik tenase merupakan suatu kompleks yang terbentuk akibat
terpaparnya faktor jaringan ke darah.9 Kerusakan dinding pembuluh darah akan
merangsang pelepasan faktor jaringan, yaitu suatu protein membran sel dari sel
yang rusak sehingga akan mengaktivasi jalur ekstrinsik dari kaskade pembekuan
darah. Faktor jaringan yang diekspresikan dari berbagai sel subendotelial
diantaranya sel otot polos pembuluh darah, perisit dan fibroblas.8
Faktor jaringan berfungsi sebagai reseptor untuk faktor VIIa. Darah
mengandung banyak faktor VIIa yang tidak aktif akibat tidak adanya faktor
jaringan. Dengan terpaparnya faktor jaringan ke membran sel anionik nantinya
akan menyebabkan adanya ikatan dengan faktor VIIa yang akan membentuk
ekstrinsik tenase, yang merupakan aktivator potensial dari faktor IX dan X.
10
Setelah teraktivasi, faktor IXa dan faktor Xa akan menjadi komponen enzim dari
intrinsik tenase dan prothrombinase.8,9,10
Intrinsik Tenase
Faktor IXa berikatan dengan Faktor VIIa pada permukaan sel anionik
yang akan membentuk komplek intrinsik. Faktor VIII yang beredar di darah
dalam bentuk ikatan dengan faktor von Willebrand (vWF). Trombin membelah
faktor VIII dan melepaskannya dari vWF, sehingga berubah menjadi bentuk aktif.
Trombosit yang teraktivasi akan mengekspresikan reseptor untuk faktor VIIIa8,9.
Faktor VIIIa akan mengikat faktor IXa pada gugus terkait kalsium
kemudian akan membentuk kompleks intrinsik kinase, yang selanjutnya
mengaktifkan faktor X. Perubahan efisiensi katalisasi dari faktor XIa dimediasi
oleh aktivasi faktor X. Intrinsik tenase mengaktivasi faktor X 50-100 kali lebih
cepat dari ekstrinsik tenase sehingga peranan intrinsik tenase dalam aktivasi faktor
Xa yang selanjutnya berperan dalam pembentukan trombin9
Prothrombinase
Faktor Xa berikatan dengan faktor Va, dimana keduanya akan menjadi
kofaktor, pada permukaan membran fosfolipid anionik untuk membentuk
kompleks protrombinase. Protrombin berikatan dengan kompleks protrombinase,
yang kemudian akan membentuk trombin10
11
Gambar 4. Sistem Koagulasi Jalur Ekstrinsik
b. Jalur Intrinsik
12
Gambar 5. Kaskade pembekuan darah
2. Trombosit
13
Gambar 6. Respons trombosit terhadap kerusakan
pembuluh darah
Endotel pembuluh darah adalah suatu lapisan yang terdiri dari sel-sel
endotelial, yang berada pada tunika intima pembuluh darah dan memisahkan
darah dari komponen protrombotik subendotel. Endotel bukan hanya berfungsi
sebagai penghalang statis, endotel pembuluh darah pada kondisi normal adalah
organ yang dinamis, dimana memliki kemampuan untuk mengekspresikan
14
prokoagulan, dan antikoagulan, vasokonstriktor dan vasodilator, dan merupakan
kunci adhesi molekul dan sitokin.8,12
Tunika eksterna terdiri dari serat elastin dan kolagen. Di antara tunika eksterna
dan media terdapat lamina elastika eksterna. 13 Tunika eksterna mengandung saraf
16
dan pembuluh darah kecil yang memperdarahi dinding pembuluh darah.
Pembuluh darah kecil ini disebut vasa vasorum. Tunika eksterna memiliki fungsi
memfiksasi pembuluh darah ke jaringan ikat sekitarnya.13
2.4.1. Definisi
2.4.2. Epidemiologi
DVT merupakan kelainan kardiovaskuler ketiga tersering setelah penyakit
koroner arteri dan stroke. Angka kejadian DVT mendekati 1 per 1000 populasi
setiap tahun.4 Angka kejadian DVT meningkat sesuai umur, sekitar 1 per 10.000 –
20.000 populasi pada umur di bawah 15 tahun hingga 1 per 1000 populasi pada
usia di atas 70 tahun.4 Insidens DVT pada ras Asia dan Hispanik dilaporkan lebih
rendah dibandingkan pada ras Kaukasia, Afrika-Amerika Latin, dan Asia Pasifik.
Tidak ada perbedaan insidens yang signifikan antara pria dan wanita.3, 4
Adanya kelainan aliran darah dan kerusakan pembuluh dara merupakan risiko
terjadinya trombus vena dalam.5
Usia
Pasien berusia diatas 49 tahun memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan
dengan usia lebih muda, dan diperkirakan risiko meningkat dua kali lipat tiap
dekade.14
17
Faktor yang menyebabkan hal tersebut yaitu seperti penurunan mobilitas,
paparan penyakit berulang, resistensi endotel pembuluh darah menurun, dan kadar
protein prokoagulan meningkat seiring usia.8 Konsentrasi faktor koagualan plasma
meningkat seiring dengan penuaan. Gangguan aktivitas fibrinolitik juga terjadi
pada proses penuaan. Dimana terjadi peningkatan kadar PAI-1.15
Imobilitas lama
Duduk dalam waktu yang terlalu lama, seperti saat mengemudi atau sedang naik
pesawat terbang. Ketika kaki kita berada dalam posisi diam untuk waktu yang
cukup lama, otot- otot kaki kita tidak berkontraksi sehingga mekanisme pompa
otot tidak berjalan dengan baik. Bed Rest dalam keadaan lama, misalnya rawat
inap di rumah sakit dalam waktu lama atau dalam kondisi paralisis. Immobilisasi
yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang mempermudah timbulnya
trombosis vena.3
Trauma dan Tindakan operatif
Hiperkoagulabilitas
Obesitas
Risiko trombosis vena meningkat 1,2 kali setiap adanya peningkatan 10 kg/m 2
namun hal ini belum diketahui secara jelas. Obesitas dapat meningkatkan
imobillitas. Jaringan lemak, khususnya lemak visceral dapat mengekspresikan
sitokin proinflamasi yang diduga dapat meningkatkan koagulasi melalui
peningkatan protein prokoagualan atau gangguan fibrinolisis melalui peningkatan
PAI-1.8
Kehamilan
19
Wanita hamil juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadi trombosis
vena dalam terutama pada trimester akhir. Hal ini diakibatkan janin yang
mengkompresi vena cava inferior sehingga mengakibatkan aliran darah yang
stasis. Tinggginya kadar estrogen dalam aliran darah juga dapat menjadi risiko
hiperkoagulabilitas darah.5
Hormon estrogen yang ada dalam pil kontrasepsi menimbulkan dilatasi vena,
menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya
faktor pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis
vena.2
Keganasan
2.4.4. Patogenesis
20
Gambar 9. Skema Trias Virchow
Trombosis vena biasanya terdiri dari fibrin, sel darah merah, dan beberapa
komponen trombosit dan leukosit. Terdapat tiga hal yang berperan dalam proses
terjadinya trombosis (Virchow’s Triad):3,17
1. Statis Vena
Aliran darah pada vena cenderung lebih lambat, bahkan nantinya dapat
mengakibatkan terjadi statis terutama pada daerah-daerah yang mengalami
immobilisasi dalam waktu yang cukup lama.2
Gambar 10.
Pembentukan clot pada DVT
22
Tabel 1. Faktor Risiko Trombosis Vena Dalam
Pasien DVT biasanya tidak ada keluhan atau hanya mengeluhkan adanya
rasa tidak nyaman terutama saat berdiri atau berjalan di area tungkai bawahnya.
Terkadang, pasien juga datang dengan keluhan utama bengkak yang terjadi hanya
pada satu ekstremitas unilateral. Pada pemeriksaan fisik, trombus vena dalam
yang lebih proksimal dapat ditemukan edema, hangat, dan kemerahan pada
tungkai yang terkena. Pemeriksa juga dapat melakukan pemeriksaan Hooman’s
sign yaitu menilai adanya nyeri pada betis ketika kaki dalam posisi dorsofleksi,
pemeriksaan ini tidak spesifik dan sensitif untuk trombus vena dalam namun
dapat menjadi tanda adanya kelainan pada tungkai bawah.5, 18, 19
Pasien dengan komplikasi seperti emboli paru dapat datang dengan nyeri
dada hebat, sesak, batuk, hingga pingsan akibat cardiac output yang berkurang.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pasien takipneu, bronkospasme, dan
tanda-tanda penukan arteri pulmoner seperti bunyi jantung dua yang lebih
terdengar karena dipengaruhi resistensi pulmoner, dan distensi vena jugularis.5, 18,19
23
1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak bergantung pada besar dan luas trombosis. Trombosis
vena di daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar
hingga ke bagian medial dan anterior paha.
Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku
dan intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan berkurang bila
penderita istirahat di tempat tidur, terutama dengan posisi tungkai ditinggikan.
2. Pembengkakan
Timbulnya edema disebabkan oleh adanya sumbatan vena di bagian
proksimal dan peradangan jaringan perivaskuler. Apabila pembengkakan
ditimbulkan oleh sumbatan maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan
dan tidak nyeri, namun apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler maka
bengkak timbul pada daerah trombosis dan biasanya di sertai dengan nyeri.
Pembengkakan bertambah apabila penderita berjalan dan akan berkurang
apabila istirahat di tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.
24
Gambar 11. Tungkai kiri yang membengkak dan merah akibat DVT
4. Sindroma post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini merupakan peningkatan tekanan vena
sebagai konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar.
Keadaan ini menyebabkan meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam di
daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup vena dan perforasi vena
dalam.3
Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam akan
membalik ke daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi
edema, kerusakan jaringan subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus
pada daerah vena yang di kenai.3
2.4.6. Diagnosis
pemeriksaan penunjang. Tanda dan gejala DVT antara lain edema, nyeri, dan
perubahan warna kulit (phlegmasia alba dolens/milk leg, phlegmasia cerulea
dolens/ blue leg). Skor Wells dapat digunakan untuk membagi DVT menjadi
beberapa kelompok yaitu kelompok risiko ringan, sedang, atau tinggi. Angiografi
25
(venografi atau flebografi) merupakan pemeriksaan baku emas yang paling
bermakna (gold standard), namun pemeriksaan non-invasive ultrasound (USG
Doppler) dapat menggantikan peran angiografi pada kondisi tertentu. Jika dengan
metode pemeriksaan USG Doppler dan D-dimer diagnosis DVT belum dapat
ditegakkan, maka harus dilakukan magnetic resonance venography (MRV).4
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis DVT tidak cukup hanya berdasarkan gejala klinis karena tidak
spesifik ataupun sensitif. Kombinasi Well’s rule dengan hasil tes non-invasif
diharapkan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis, sehingga dapat
mengurangi kebutuhan investigasi lebih lanjut. Skor 0 atau kurang,
menandakan kemungkinan DVT rendah, skor 1 atau 2 menandakan
kemungkinan DVT sedang, dan skor 3 atau lebih menandakan kemungkinan
DVT tinggi.4, 20
26
Tabel 2. Well’s rule sebagai pemeriksaan awal untuk diagnosis DVT
Laboratorium
Radiologis
1. Venografi
2. Flestimografi Impedans
28
4. Magnetic Resonance Venography
2.4.7. Tatalaksana
Non farmakologis
29
Tatalaksana awal non farmakologis yang dapat diberikan pada pasien untuk
mengurangi keluhan nyeri, kaku, edema, parastesia, eritema adalah dengan
menganjurkan pasien istirahat di tempat tidur (bedrest), meninggikan posisi kaki,
dan menggunakan compression stocking dengan tekanan kira-kira 40 mmHg.
Tujuan mengistirahatkan pasien saat ini adalah mencegah terjadinya emboli
pulmonal karena dengan gerak berlebihan bekuan dapat terlepas dan berjalan
mengikuti aliran darah. Pemakaian compression stocking dianjurkan selama 2
tahun sehinggga dapat menggurangi risiko terjadinya sindrom pasca trombosis.2
Meskipun DVT dapat disebabkan oleh imobilisasi lama seperti pada bedrest,
namun tujuan bedrest pada pasien DVT adalah untuk mencegah terjadinya emboli
pulmonal. Adanya pergerakan berlebihan tungkai yang mengalami DVT dapat
membuat bekuan (clot) terlepas dan “berjalan” ke paru. Penggunaan compression
stocking selama kurang lebih 2 tahun dimulai 2-3 minggu ketika diagnosis DVT
ditegakkan dapat menurunkan risiko post-trombosis syndrome. Compression
stockings sebaiknya digunakan pada pasien dengan gejala berat dan mereka yang
memiliki fungsi vena yang jelek.4,6
Farmakologis
1. Unfractioned Heparin
Terapi ini berdasarkan berat badan dan dosisnya ditirasi berdasarkan nilai
Activated Partial Thromboplastin Time (APTT). Nilai APTT yang diinginkan
adalah 1.5 - 2.5 kali kontrol. Mekanisme heparin dengan meningkatkan kerja
30
antitrombin II sebagai inhibitor faktor pembekuan dan melebaskan Tissue Factor
Pathway Inhibitor dari dinding pembuluh darah.2
kali sehari atau 1,5mg/kgBB sekali sehari. Selain itu pilihan lainnya dapat
diberikan fondaparinux yang merupakan pentasakarida sintetik yang bekerja
menghambat faktor Xa dan thrombin. Fondaparinux dapat digunakan sebagai
profilaksis dan terapi kondisi akut dengan dosis 5 mg (BB <50 kg), 7,5 mg (BB
31
50-100 kg), atau 10 mg (BB >100 kg) subkutan, sekali sehari.21
3. Warfarin
32
4. Terapi trombolitik
Terapi ini bertujuan untuk memecah trombus sehingga patensi vena dapat
5. Trombektomi
33
2.4.8. Komplikasi
Tanda dan gejalanya tidak khas, biasanya pasien mengeluh sesak napas,
nyeri dada saat menarik napas, batuk sampai hemoptoe, palpitasi, penurunan
saturasi oksigen. Pada kasus berat dapat mengalami penurunan kesadaran,
hipotensi bahkan kematian. Standar baku penegakan diagnosis adalah dengan
angiografi, namun invasif dan membutuhkan tenaga ahli. Dengan demikian,
dikembangkan metode diagnosis klinis, pemeriksaan D-Dimer dan CT
angiografi.20
34
Tabel 5. Pedoman Diagnosis Klinis untuk Emboli Paru
2.4.9. Pencegahan
2.4.10. Prognosis
Prognosis trombosis arteri dan vena ditentukan oleh lokasi dan ketepatan
penanganan. Umumnya makin cepat penanganan, maka semakin baik
35
prognosisnya, dapat menimbulkan kecacatan dan kematian jika tidak ditangani
dengan. Trombektomi terutama berhasil sangat baik bila kejadiannya akut.4
BAB III
KESIMPULAN
36
4. Penegakkan diagnosis DVT harus berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis
DVT pun beragam, berupa invasif maupun non invasif.
5. Tujuan tatalaksana DVT fase akut adalah: Menghentikan bertambahnya
trombus, membatasi bengkak tungkai yang progresif, melisiskan bekuan
darah serta mencegah disfungsi vena atau terjadinya sindrom pasca-
trombosis, serta mencegah terjadinya emboli.
DAFTAR PUSTAKA
37
MD, et al Diagnosis of DVT: Antithrombotic therapy and prevention of
38
16. Toker, S. Hak, D.J. and Morgan S.J. Deep Vein Thrombosis Prophylaxis
in Trauma Patient. Thrombosis. 2011.1-11
17. Acang, Nuzirwan. Trombosis vena alam. Maj Kedokt Andalas 2001; 25(2)
: 46-55.
20. Fauci,AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL,
et al. Venous thrombosis. In: Harrison’s principles of internal medicine.
39