Anda di halaman 1dari 27

HIPERTENSI PULMONAL PADA PENYAKIT PARU-PARU

Sheila Nurul Najmi, Nur Ahmad Tabri*,Pendrik Tandean**


*Divisi Pulmonologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
**Divisi Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
2022

1. PENDAHULUAN
Hipertensi pulmonal merupakan suatu kelompok gangguan dengan
gambaran peningkatan resistensi vaskular.1 Sirkulasi pulmoner orang dewasa,
berbeda dengan sirkulasi sistemik, diketahui memiliki tekanan dan resistensi
yang rendah. Sehingga, adanya peningkatan tekanan arteri pulmonar melebihi
25 mmHg pada saat istirahat atau lebih dari 30 mmHg dengan aktivitas, disertai
dengan nilai rata-rata tekanan pulmonary-capillary wedge dan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri kurang dari 15 mmHg disebut dengan hipertensi
pulmonal (HP).2 Peningkatan afterload ventrikel kanan dapat berasal dari
peningkatan tekanan darah pulmonal, yang pada akhirnya akan berakhir pada
kegagalan ventrikel kanan dan kematian.3 Hipertensi pulmonal dapat bersifat
sporadik, tetapi dapat juga bersifat herediter, seperti hipertensi pulmonal akibat
defek pada kromosom 2q31/32. Hipertensi pulmonal dapat terjadi sebagai suatu
penyakit tunggal atau pun sebagai dampak dari sejumlah penyakit dan kondisi
yang mendasari, seperti gagal jantung dan penyakit paru obstruksi kronik.
Meskipun tekanan pulmonal yang tinggi telah diketahui berhubungan dengan
peningkatan mortalitas pada pasien dan pada populasi umum, data prevalensi
umum kejadian hipertensi pulmonal masih terbatas.4

Hipertensi pulmonal semakin dikenal sebagai suatu komorbid terhadap


sejumlah penyakit yang umum ditemukan dan berkaitan dengan prognosis yang
buruk, terutama pada hipertensi pulmonal akibat penyakit paru-paru, sehingga
diagnosis yang akurat terhadap kondisi ini sangat penting. 3 Sejumlah kemajuan

1
yang signifikan mengenai pemahaman terkait patogenesis, diagnosis, dan
klasifikasi HP telah ditemukan. Meskipun demikian, masih terdapat
keterlambatan dalam melakukan diagnosis hingga 2 tahun. Pada sejumlah
kasus, pasien yang mengeluhkan intoleransi aktivitas seringkali keliru
didiagnosis dengan asma atau penyakit paru obstruktif kronik. Ketersediaan
sejumlah terapi yang ada saat ini diketahui memperbaiki kualitas hidup dan
tingkat kematian.5

Pada tinjauan literatur ini, penulis berusaha memaparkan secara sederhana


mengenai HP yang terjadi akibat penyakit paru-paru pada orang dewasa.

2. DEFINISI
Hipertensi pulmonal (HP) didefinisikan sebagai suatu kelompok kondisi
klinis yang datang dengan abnormalitas berupa peningkatan rata-rata tekanan
arteri pulmonal sebesar ≥ 25 mmHg yang diukur pada saat beristirahat dengan
menggunakan kateterisasi jantung kanan. Tekanan normal arteri pulmonal pada
saat beristirahat sekitar 14 ± 3 mmHg dengan batas atas sebesar 20 mmHg.1,6-7

3. EPIDEMIOLOGI
Insiden dan prevalensi tahunan HP pada orang dewasa mengalami
peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah ahli dan perbaikan teknik
distribusi alat skrining dalam melakukan penegakan diagnosis.8-12 Wijeratne DT
et al yang melakukan studi epidemiologi di negara Kanada menemukan bahwa
insiden HP pada tahun 2003 hingga 2012 meningkat dari 24,1 kasus menjadi
28,7 kasus per 100.000 populasi. Masih dalam penelitian yang sama, prevalensi
tahunan juga menunjukkan peningkatan dari tahun 1993 hingga 2012 dari 99,8
kasus menjadi 127,3 kasus per 100.000 populasi.8 Jumlah tersebut cukup tinggi
dibandingkan data yang ditemukan oleh Peacock AJ et al yang melakukan
penelitian epidemiologi terhadap kejadian HP di negara Skotlandia. Penelitian
tersebut menemukan bahwa insiden HP tahunan berkisar 7,1 kasus per satu juta

2
populasi, yang dihitung pada tahun 1986 hingga 2001, sementara prevalensi HP
pada hingga tahun 2002 adalah 52 kasus per satu juta populasi. 11 Perbedaan
yang signifikan ini menunjukkan bahwa prevalensi pasti dari HP pada populasi
umum masih belum diketahui, nampaknya akibat klasifikasi yang luas dan
etiologi yang beragam.10 Namun, pada penelitian yang terbatas prevalensi HP
ditemukan berkisar 5 – 15 kasus per satu juta populasi orang dewasa. 12 Bentuk
HP yang umum ditemukan pada orang dewasa yakni HP grup 2, tunggal
ataupun kombinasi dengan HP grup 3.8 Perempuan ditemukan lebih banyak
mengalami HP diabandingkan laki-laki, rasio perempuan : laki-laki 1,5 – 3 : 1. 11
Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa usia rata-rata pada saat penegakan
diagnosis adalah 50 tahun. Diagnosis HP pada kelompok usia yang lebih muda,
yakni < 50 tahun, memiliki kecepatan diagnosis yang lebih baik antara gejala
dan diagnosis, karena kapasitas fungsional yang masih baik dan komorbid yang
lebih sedikit (seperti obseitas, diabetes, dan penyakit jantung iskemik).
Gambaran klinis juga berbeda berdasarkan usia, edema paling sering ditemukan
pada pasien yang lebih tua, sementara sinkop dan presinkop lebih sering pada
usia muda.9 

Prevalensi HP akibat penyakit paru-paru bergantung pada beratnya


penyakit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 90% dari pasien PPOK
dengan spirometri stadium IV menunjukkan nilai mPAP > 20 mmHg, yang
berkisar antara 20 - 35 mmHg. Sekiat 1 – 5% pasien dengan PPOK memiliki
nilai mPAP > 35 – 40 mmHg pada saat beristirahat. Kombinasi fibrosis
pulmoner dan emfisema juga seringkali menunjukkan adanya hipertensi
pulmonal, berkisar 30 – 50% kasus.13

4. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko HP sangat bervariasi bergantung pada penyakit mungkin
mendasari. Beberapa faktor risiko terjadinya HP diantaranya, obat-obatan

3
(misalnya aminoreks, selective serotonin reuptake inhibitors), jenis kelamin
(perempuan lebih berhubungan terhadap terjadinya HP), dan variasi genetik
(terutama, mutasi bone morphogenetic protein receptor type 2 [BMPRII]).14

5. PATOFISIOLOGI
5.1. Sirkulasi pulmonal
Sirkulasi pulmonal bertanggung jawab dalam membawa darah yang
terdeoksidasi dari jantung menuju ke paru-paru dan mengembalikan darah
yang teroksidasi kembali ke jantung untuk dihantarkan ke sirkulasi
sistemik. Meskipun sirkulasi pulmonal berhadapan dengan seluruh curah
jantung, tekanan dan resistensi pembuluh darah pulmonal yang rendah
tetap dipertahankan akibat melimpahnya arteri-arteri pulmonal yang
berukuran kecil dan sejumlah kapiler dengan total luas penampang yang
besar. Semakin banyak kapiler yang terlibat selama seseorang melakukan
latihan fisik, maka semakin mempertahankan tekanan arteri pulmonal
agar tetap rendah. Peningkatan pada resistensi pembuluh darah vaskular
yang selanjutnya akan meningkatkan tekanan arteri pulmonal ditemukan
pada kondisi HP. Berdasarkan persamaan Poiseuille, resistensi pembuluh
darah pulmonal berbanding lansung dengan panjang pembuluh darah dan
viskositas darah dan berhubungan secara tidak langsung dengan jari-jari
pembuluh darah pangkat empat. Oleh karena itu, berkurangnya jari-jari
pembuluh darah yang sangat kecil saja mampu meningkatkan secara
signifikan resistensi pembuluh darah pulmonal.Arteri pulmonel terdiri
dari tiga lapisan, tunika intima yang disusun oleh sel endotel, tunika
menia yang tersusun dari sel otot, dan tunika adventisia yang tersusun
dari fibroblas (Gambar 1). Abnormalitas dari jenis-jenis sel ini dapat
berdampak pada timbulnya hipertensi pulmonal.3

4
Gambar 1. Arsitektur vaskular pada arteriole normal dan pada hipertensi
pulmonal.
(Sysol JR, et al. Classification and pathophysiology of pulmonary hypertension. Continuing
Cardiology Education. 2018)

5.2. Hipertensi pulmonal


Hipertensi pulmonal dapat bersifat idiopatik ataupun sebagai
dampak sekunder dari sejumlah kondisi, tetapi tanpa memperhatikan
etiologi yang mendasari, pasien menunjukkan kesamaan perubahan
patologis diantaranya peningkatan kontraktilitas arteriole pulmoner,
disfungsi endotel, remodelling dan proliferasi pada sel endotel dan sel
otot polos, dan trombus in situ. Luaran fisiologi dari gangguan-gangguan
ini adalah adanya oklusi parial pada arteri pulmonal yang berukuran kecil
yang seiring waktu meningkatkan resistensi pembuluh darah pulmonal,
disertai dengan kegagalan ventrikel kanan dan kematian. Dasar dari
seluruh defek pembuluh darah pulmonal yang progresif tersebut adalah
gangguan pada tiga jalur penyignalan yang ditunjukkan pada Gambar 2,
diantaranya nitrik oksida (NO), prostasiklin (PGI2) dan tromboksan
(TXA2), dan endotelin-1 (ET-1). Secara umum, HP disebabkan oleh
perburukan pada proses vasodilatasi akibat berkurangnya produksi PGI2
(disregulasi siklooksigenase-2), dan berkurangnya fungsi sintase NO,
yang disertai dengan peningkatan sistem penyingnalan ET-1 yang
meninmbulkan efek vasokonstriksi dan mitogenik.14

5
Gambar 2. Jalur utama abnormalitas yang ditemukan pada hipertensi
abnormal disertai dengan target terapi.
(Lan NSH, et al. Pulmonary Arterial Hypertension: Pathophysiology and Treatment. Diseases.
2018)

5.2.1. Jalur nitrik oksida


Nitrik oksida diproduksi oleh sel endotel dengan bantuan
NO sintase, dalam kondisi oksigen, NADPH, dan kofaktor lain
tersedia, melalui proses mengatalisasi oksidasi L-arginin menjadi
L-sitrulin. NO berdifusi menuju ke sel otot polos pembuluh darah
pulmoner (pulmonary vascular smooth muscle cells [PVSMC])
dan berikatan dengan guanilat siklase (sGC), yang pada
gilirannya, mengkonversi guanosin trifosfat (GTP) menjadi
guanosin monofostat siklik (cGMP). Selanjutnya, dengan adanya
cGMP maka cGMP-dependen protein kinase (PKG) akan
menimbulkan vasodilatasi pulmonal. Selain itu, NO akan
menghambat proliferasi PVSMC, agregasi trombosit dan

6
trombosis, yang secara keseluruhan akan mempertahankan
pembuluh darah tetap normal. Pada HP, terjadi penurunan
bioavaibilitas NO sehingga akan menyababkan disfungsi endotel,
vasokonstriksi dan remodelling pembuluh darah.14

5.2.2. Jalur prostasiklin-tromboksan A2


Prostasiklin diproduksi oleh sel-sel endotel dari asam
arakidonat melalui siklooksigenase dan prostasiklin sintase. PGI2
berikatan dengan reseptor I-prostanoid (IP) yang spesifik di dalam
sel otot polos, yang akan mengaktifkan adenil siklase. Enzim ini
mengkonversi adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin
monofosfat siklik (cAMP), yang pada akhirnya akan
menyababkan relaksasi otot pembuluh darah dan vasodilatasi.
Prostasiklin menghambat agregasi platelet, meredakan proliferasi
sel otot polos, dan menghasilkan efek antiinflmasi dan
antitrombotik. Pada HP, jalur ini mengalami pergeseran produk,
menghasilkan tromboksan, yang menyebabkan agregasi trombosit,
vasokonstriksi, dan proliferasi.14

5.2.3. Jalur endotelin-1


Endotelin-1 (ET-1) merupakan suatu peptida yang berperan
sebagai vasokonstriktor yang potensial. ET-1 diproduksi pada
membran sel endotel dari prekursor endotelin 1 oleh endothelin-
converting enzyme.ET-1 mengaktifkan ETA dan ETB: dua reseptor
protein G. ETA ditemukan pada sel otot polos vaskular, dan
mendukung proses vasokonstriksi, hipertrofi, proliferasi, migrasi
sel dan fibrosis ketika teraktivasi. ETB berada pada sel otot polos
dan endotel vaskular. Pada otot polos vaskular, aktivasi ETB
menyababkan vasokonstriksi sedangkan pada permukaan endotel,
ETB akan mengaktivasi NO dan produksi prostasiklin,

7
menyebabkan vasodilatasi dan antiproliferasi. Pada HP, terdapat
peningkatan ekspresi ETA dan ETB otot polos, tetapi terdapat
penurunan ekspresi ETB endotel. Selain itu, pasien HP
menunjukkan peningkatan konsentrasi ET-1 pada plasma dan sel
endotel vasular.14

5.3. Patobiologi
Pada hipertensi pulmonal, lesi vaskular umumnya mengenai arteri-
arteri yang berukuran kecil (diameter < 500 µm). Sejumlah perubahan-
perubahan dapat ditemukan pada hipertensi pulmonal, mulai dari
hipertrofi tunika media, proliferasi tunika intima dan adanya fibrosis
(konsentrik, eksentrik), penebalan tunika adventisia disertai infiltrasi
proinflamatorik yang lebih berat (dengan ditemukannya jaringan limfoid
tersier), lesi-lesi kompleks (pleksiformis), dan lesi trombotik (Gambar
3).7 Beberapa faktor patobiologi yang dikenal saat ini, diantaranya :

Gambar 3. Gambaran patobiologi pembuluh darah pada hipertensi


pulmonal

8
(McLaughlin VV, Shah SJ, Souza R, Humbert M. Management of Pulmonary Arterial
Hypertension. JACC, 2015)

 Sel pada sirkulasi


Secara umum, remodelling pembuluh darah pulmonal yang
menyebabkan hipertensi pulmonal disebabkan oleh efek lokal pada
paru-paru. Namun, terdapat peningkatan jumlah bukti bahwa terdapat
sel progenitor mesenkimal yang mampu menginduksi proses
fibrogenesis pada arteri pulmonal, jumlah sel progenitor tersebut
diketahui berkaitan dengan klinis dan hemodinamik pasien.11

 Paradoks estrogen
Perempuan diketahui cenderung untuk mengalami hipertensi
pulmonal. Sejumlah penelitian menemukan bahwa estrogen memiliki
efek protektif terhadap terjadinya HP, meskipun masih pada model
hewan. Fenomena ini disebut dengan oestrogen paradox.11

 Defisiensi zat besi


Defisiensi zat besi diketahui sering dialami pada pasien dengan
HP kelompok 1 yang idiopatik. Hal tersebut dibukti oleh suatu
penelitian yang menunjukkan bahwa kadar transferin ditemukan
meningkat pada pasien dengan HP kelompok 1 idiopatik dan diketahui
berhubungan dengan luaran yang buruk.11

 Inflamasi
Inflamasi dianggap sebagai patobiologi yang mendukung
terjadinya HP berdasarkan adanya temuan bahwa sejumlah kondisi
inflamatorik seperti, systemic lupus erythematosus dan beberapa
penyakit jaringan ikat, memiliki kencenderungan untuk mengalami
HP. Pada gambaran histopatologi juga ditemukan adanya infiltrasi
limfositik pada arteri (Gambar 4).11

9
Gambar 4. Jaringan paru-paru yang diwarnai dengan parafin.
Lesi arteri pulmonal pada pasien dengan hipertensi pulmonal, menunjukkan
adanya infiltrasi limfositik perivaskular.
(Peacock AJ, Murphy NF, McMurray JJV, Caballero L, Stewart S. An epidemiological
study of pulmonary arterial hypertension. European Respiratory Journal. 2007)

 Epigenetik
Epigenetik merupakan wilayah genetik yang sangat berperan
dalam memahami hipertensi pulmonal dan penyakit vaskular
pembuluh darah. Terdapat empat sistem pengaturan pada epigenetik,
diantaranya modifikasi histon, metilas DNA, RNA nonkoding dan
mikroRNA. Ekspresi mikroRNA (miR)-204 diketahui mengalami
penurunan pada sel otot polos arteri pulmonal manusia. Penurunan
ekspresi ini berperan terhadap beratnya gejala HP dan sangat berkaitan
terhadap efek proliferasi dan antiapoptotik pada sel otot polos arteri
pulmonal.Pemberian miR-204 sintetik memberikan perbaikan pada
HP.11

 Lesi plexiformis
Lesi pleksiformis, merupakan patognomonik HP idiopatik
(Gambar 5). Lesi ini terjadi akibat melimpahnya proliferasi sel pada
lumen arteri pulmonal.11

10
Gambar 5. Lesi pleksiformis pada pasien dengan hipertensi pulmonal
berat yang menunjukkan melimpahnya prolifersase sel yang mengisi
lumen dari arteri pulmonal yang berukuran kecil.
(Peacock AJ, Murphy NF, McMurray JJV, Caballero L, Stewart S. An epidemiological study
of pulmonary arterial hypertension. European Respiratory Journal. 2007)

6. KLASIFIKASI
Klasifikasi klinis HP ditujukan untuk mengelompokkan sejumlah kondisi-
kondisi klinis menjadi lima kelompok berdasarkan kesamaan gambaran klinis,
temuan patologis, karakteristik hemodinamik, dan strategi terapi (Tabel 1).1

Tabel 1. Klasifikasi komprehensif hipertensi pulmonal

Kelompok 1
Hipertensi arteri pulmonal
1.1 idiopatik 1.2 Turunan
1.2.1 Mutassi BMPRII
1.2.2 Mutasi lainnya
1.3. Induksi obat dan toksin 1.4 Terkait dengan
1.4.1 Penyakit jaringan ikat
1.4.2 Infeksi HIV
1.4.3 Hipertensi portal
1.4.4 Penyakit jantung kongenital
1.4.5 Skistosomiasis
Kelompok 1’
Penyakit vena oklusif pulmoner dan/atau hemangiomatosis kapiler
1’.1 Idiopatik 1’.2 Turunan
1’.2.1 Mutasi EIF2AK4
1’.2.2 Mutasi lainnya
1’.3 Induksi obat, toksin, dan radiasi 1’.4 Terkait dengan
1’.4.1 Penyakit jaringan ikat
1’.4.2 Infeksi HIV
Kelompok 1’’

11
Hipertensi pulmonal persisten pada bayi
Kelompok 2
Hipertensi pulmonal akibat gagal jantung kiri
2.1. Disfungsi sistolik ventrikel kiri 2.2 Disfungsi diastolik ventrikel kiri
2.3. Penyakit katup 2.4 Kardiomiopati kongenital
2.5 Stenosis vena pulmonal
Kelompok 3
Hipertensi puomonal akibat penyakit paru-paru dan/atau hipoksia
3.1 Penyakit paru obstruktif kronik 3.2 Pebnyakit paru intertisial
3.3 Penyakit paru lainnya 3.4 sleep-disodered breathing
3.5 gangguan hipoventilasi alveolus 3.6 Paparan kronik terhadap ketinggian
3.7 Gangguan perkembangan paru-paru
Kelompok 4
Hipertensi pulmonal tromboembolik kronik dan obstruksi arteri pulmonal lainnya
4.1 Hipertensi pulmonal tromboembolik 4.2 Pbstruksi arteri pulmonal lainnya
kronik 4.2.1 Angiosarkoma
4.2.2 Tumor intravaskular lainnya
4.2.3 Arteritis
4.2.4 Stenosis arteri pulmonal
4.2.5 Parasit
Kelompok 5
Hipertensi pulmonal dengan mekanisme yang beragam atau belum jelas
5.1 Gangguan hematologi 5.2 gangguan sistemik
 Anemia hemolitik kronik  Sarkoidosis
 Gangguan mieloproliferatif  Histiositosis pulmoner
 Splenektomi  Limfangioleiomiomatosis
 Neurofibromatosis
5.3 Gangguan metabolik 5.4 Lainnya
 Gangguan penyimpanan glikogen  Mikroangiopati trombotik
 Penyakit Gaucher  Gagal ginjal kronik
 Penyakit tiroid  Hipertensi pulmonal
segmental
(Galie N, Humbert M, Vachiery JL, Gibbs S, Lang I, Torbicki A, et al. 2015 ESC/ERS Guidelines for the
diagnosis and treatment of pulmonary hypertension. European Heart Journal. 2016)

6.1. Kelompok 1: Hipertensi arteri pulmonal.


Hipertensi arteri pulmonal didefinisikan berdasarkan adanya pola
khusus prekapiler berdasarkan evaluasi hemodinamik invasif, yang
dikarakteristikkan dengan rata-rata tekanan arteri pulmonal (mean
pulmonary arterial pressure [mPAP]) ≥ 25 mmHg disertai dengan
tekanan oklusi arteri pulmonal yang normal (yakni, pulmonary capillary
wedge pressure [PCWP] ≤ 15 mmHg) dan resistensi pembuluh darah

12
pulmoner diatas 3 Wood unit, tanpa adanya penyakit parenkim paru atau
tromboembolik.1,7

6.2. Kelompok 2: HP akibat penyakit jantung kiri


Kelompok ini merupakan bentuk HP yang paling sering ditemukan.
Hipertensi pulmonal pada kelompok ini merupakan konsekuensi dari
peningkatan tekanan pengisian dari ruang jantung kiri yang akhirnya akan
dialirkan kembali ke pembuluh darah pulmonal secara pasif. Pada kondisi
ini, resistensi pembuluh darah pulmonal (pulmonary vascular resistance
[PVR]) biasanya normal; meskipun pada beberapa kondisi terdapat
peningkatan resistensi pembuluh darah pulmonal akibat peningkatan
tonus vasomotor arteri pulmonal.1,3,7

6.3. Kelompok 3: HP akibat penyakit paru-paru dan/atau hipoksia


Pada kelompok ini seluruh pasien disertai dengan penyakit
parenkim paru-paru atau penyebab hipoksia lainnya (seperti, obstructive
sleep apnea) sehingga HP dianggap berhubungan dengan penyakit
dasarnya tersebut. Oleh karena itu, seluruh bentuk gangguan ventilasi
dapat diperhitungkan terhadap kejadian HP. Mekanisme yang terlibat
diantaranya vasokonstriksi hipoksik, stres mekanik akibat hiperinflasi
paru-paru, hilangnya kapiler, inflamasi dan efek toksik dari asap rokok.1,7

Penyakit paru-paru yang paling sering berkaitan dengan HP adalah


PPOK, penyakit paru intestinal dan kombinasi fibrosis dan emfisema
(combined pulmonary fibrosis and emphysema (CPFE). Pada seluruh
penyakit paru-paru, timbulmya HP berkaitan dengan perburukan
kapasitas latihan, perburukan hipoksemia dan masa hidup yang lebih
singkat. Beratnya hipertensi pulmonal biasanya kurang berkaitan dengan
beranya penyakit paru-paru yang mendasari. Indikator adanya HP pada

13
pasien kelompok ini adalah DLCO dan tekanan parsial karbon dioksida
yang rendah.1

6.4. Kelompok 4: Hipertensi pulmonal tromboembolik kronik


Hipertensi pulmonal yang terjadi didasari oleh adanya emboli
pulmonal akut. Massa emboli akut yang kemudian mengalami fibrosis
sehingga menyebabkan obstruksi mekanis pada arteri pulmonal dianggap
sebagai proses patobiologi yang penting pada kelompok ini. Emboli
pulmonal dapat diikuti dengan adanya proses remodelling pembuluh
darah pulmonal yang dipicu oleh infeksi, fenomena imun, inflamasi dan
sel-sel progenitor residen yang berada pada vaskular atau sirkulasi.1,7

6.5. Kelompok 5: HP dengan mekanisme yang belum jelas atau


multifaktorial
Kelompok ini merupakan sejumlah bentuk HP dengan sejumlah
mekanisme patofisiologi terjadi secara bersamaan yang mungkin
berdampak terhadap terjadinya peningkatan tekanan pembuluh darah
pulmonal. Dengan heterogenesitas dari kelompok ini, penelitian lebih
lanjut sangat diperlukan.

7. DIAGNOSIS: Hipertensi Pulmonal akibat Penyakit Paru-paru


Gejala klinis dan tanda fisik pada HP sulit untuk diidentifikasi pada
pasien dengan penyakit respirasi. Selain itu, pada pasien dengan penyakit paru-
paru, edema perifer mungkin tidak mengindikasikan gagal jantung kanan,
karena mungkin disebabkan oleh efek dari hipoksemia dan hiperkapnia pada
sisten renin-angiotensin-aldosteron. Selain itu, pasien pada kelompok 3
seringkali terjadi bersama dengan penyakit jantung kiri. Sebagai aturan umum,
pasien yang datang dengan gejala yang lebih berat dibandingkan hasil
pemeriksaan fungsi paru-paru sebaiknya dievaluasi lebih lanjut khususnya
dengan menggunakan ekokardiografi.1

14
7.1. Anamnesis
Gejala yang ditimbulkan sering tidak menonjol, pasien cenderung
menunjukkan gejala pada saat beraktivitas, berupa dispneu. Perlu
diperhatikan, bedakan antara dispneu dan fatigue, yang merupakan gejala
nonspesifik dan non sugestif terhadap HP tanpa adanya sesak napas.
Edema pedis atau distensi abdomen atau cepat merasa kenyang akibat
kongesti vena merupakan gejala-gejala kegagalan ventrikel kanan. Pada
saat pasien mengalami penurunan curah jantung yang menetap maka
episode sinkop seringkali menjadi alasan pasien mencari pengobatan.
Pasien dengan disfungsi ventrikel kiri seringkali mengalami ortopneu atau
paroxysmal nocturnal dyspneu. Batuk kering, mual dan muntah akibat
aktivitas fisik jarang dilaporkan.1,12

Pada beberapa pasien gejala klinis dapat berkaitan dengan


komplikasi HP, diantaranya adalah hemoptitis yang berkaitan dengan
ruptur arteri bronkial yang hipertrofi, serta gejala yang berkaitan dengan
dilatasi arteri pulmonal seperti suara serak akibat penekanan pada nervus
laringeus rekuren, dan angina dan iskemik miokardial akibat kompresi
arteri koroner sinistra. Tamponade jantung dapat ditemukan jika arteri
pulmonalis mengalami ruptur.1

7.2. Pemeriksaan fisik


Beberapa gejala khas yang seringkali ditemukan, diantaranya :
 Tanda-tanda vital
Tekanan darah seringkali rendah tetapi dapat ditoleransi, yang
saat ini dikenal dengan warm shock. Peningkatan denyut jantung pada
saat istirahat tanpa adanya penjelasan yang mendasari merupakan
tanda dekompesasi atau impending kegagalan ventrikel kanan yang
sangat sensitif dan klinisi harus segera menyesuaikan terapi.12

15
 Saturasi oksigen
Saturasi oksigen arteri pada saat istirahat seringkali bervariasi,
normal hingga rendah. Hipertensi pulmonal tidak menunjukkan
sianosis, yang sering ditemukan pada sindrom Eisenmenger.
Penurunan saturasi pada saat aktivitas dibandingkan dengan pada saat
istirahat merupakan tanda adanya shunting.1

 Tekanan vena jugular


Tekanan vena jugular biasanya meningkat, dan memiliki pulsasi
yang kuat. Penilaian tekanan vena jugular harus dilakukan secara
seksama untuk menghindari kesalahan dengan menilai pulsasi arteri
karotis.12

 Palpasi dan auskultasi


Heave ventrikel kanan sering kali dapat dipalpasi pada
parasternal kiri bawah, sementara penutupan katup pulmonal (palpable
P2) dapat ditemukan pada ruang intercosta kedua sinistra. Intensitas
dari P2 menunjukkan tekanan sistolik arteri pulmonal. Murmur akibat
regurgitasi trikuspid dapat ditemukan pada saat ventrikel kanan telah
dilatasi. Wheezing seringkali ditemukan akibat kompresi arteri
pulmonal terhadap saluran napas.1,12

 Pemeriksaan abdomen dan perifer


Ketika gagal jantung kanan terjadi, maka akan terdapat
peningkatan tekanan pengisian jantung kanan dengan gejala berupa
asites, edema ekstrimitas bawah, dan hepatomegali. Hepar yang teraba
mungkin menunjukkan regurgitas trikuspid yang berat. Clubbing
finger bukan gejala khas dari HP idiopatik tetapi ditemukan pada
sindrom Eisenmenger dan penyakit paru hipoksik.12

7.3. Laboratorium

16
Pemeriksaan darah tidak terlalu bermanfaat untuk menegakkan
diagnosis HP, tetapi diperlukan untuk mengidentifikasi etiologi dari HP
serta kerusakan organ target. Pemeriksaan biokimiawi, hematologi dan
fungsi tiroid harus dilakukan pada seluruh pasien, serta beberapa
pemeriksaan spesifik lainnya.1 Skrining rutin yang dilakukan adalah,
pemeriksaan hepatitis HIV, dan penyakit-penyakit jaringan ikat.
peningkatan antibodi antinuklear (ANA) seringkali terjadi meskipun
dalam konsentrasi yang rendah.15

7.4. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi (EKG) saat ini telah dianggap sebagai modalitas
yang memberikan petunjuk terhadap adanya HP. EKG yang abnormal
cenderung menunjukkan JP yang lebih berat. Abnormalitas EKG
diantaranya P pulmonale, deviasi aksis ke kanan, hipertrofi ventrikel
kanan, right ventricle strain, right bundle branch block, dan pemanjangan
QT. Diagnosis diferensial yang dapat ditegakkan melalui EKG
diantaranya iskemik miokardium anterolateral.1,13,15

7.5. Pemeriksaan fungsi paru dan gas darah


Pemeriksaan fungsi paru dan gas darah arteri berfungsi untuk
mengidentifikasi peranan dari saluran napas atau penyakit parenkim paru.
Pasien dengan HP biasanya memiliki penurunan yang ringan hingga
moderat pada paru-paru akibat beratnya penyakit. Meskipun kapasitas
difusi pada HP mungkin normal, sebagian besar pasien menunjukkan
penurunan pada kapasitas difusi karbon monoksida pada paru-paru
(diffusion capacity for carbon monoxide [DLCO]). Penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) sebagai penyebab dari HP hipoksik dapat
didiagnosis dengan adanya bukti obstruksi saluran napas yang
irreversible disertai dengan peningkatan volume residu dan penurunan
DLCO. Gas darah arteri pada pasien dengan PPOK menunjukkan

17
penurunan pada tekanan parsial oksigen (PaO2), dengan tekanan parsial
karbon dioksida (PaCO2) yang normal atau meningkat. Penurunan volume
paru yang disertai dengan penurunan DLCO mungkin mengindikasikan
penyakit intertisial paru-paru. Pemeriksaan oksimetri atau polisomnograf
sebaiknya dilakukan pada pasien dengan obstructive sleep apnoea
syndrome atau hipoventilasi.1,13,15

7.6. Evaluasi radiologi


 Radiologi konvensional
Sebagian besar pasien dengan HP idiopatik menunjukkan hasil
foto toraks yang abnormal pada saat diagnosis HP ditegakkan. Temuan
pada HP diantaranya, pembesaran atrium kanan dan ventrikel kanan.
Foto toraks konvensional mungkin membantu dalam memberikan
diagnosis diferensial terhadap HP akibat penyakit paru-paru atau
kongesti vena pulmonal akibat penyakit jantung kiri. Foto toraks
konvensional dapat membedakan antara HP arterial dan vena dengan
adanya peningkatan atau penurunan rasio arteri : vena. Yang menarik,
gambaran foto toraks konvensional yang normal tidak mampu
mengeksklusi HP.1

 Computed tomography (CT) scan


Temuan pada CT scan toraks pasien dengan HP, yakni dilatasi
ventrikel kanan, dilatasi atrium kanan, pembesaran arteri pulmonal
utama (diameter ≥ 29 mm) atau rasio diameter arteri pulmonari
utama/aorta ascending ≥ 1. Penggunaan CT scan beresolusi tinggi
tanpa kontras dapat mengidentifikasi penyakit parenkim paru dan
membedakan antara HP kelompok 3 dan kelompok 1.1,15

 Ekokardiografi

18
Ekokardiografi transtorakal digunakan untuk memaparkan
dampak HP terhadap jantung dan memperkirakan PAP dari
pemeriksaan gelombang Doppler. Ekokardiografi sebaiknya selalu
dilakukan ketika mencurigai adanya HP (Tabel 2). Ketika terapi HP
telah direncanakan, ekokardiografi saja tidak cukup untuk mendukung
pengambilan keputusan terapi, tetapi memerlukan kateterisasi
jantung.1,15

Tabel 1. Kemungkinan hipertensi pulmonal pada pasien dengan gejala


yang mengarah ke hipertensi pulmonal
Kecepatan puncak Adanya ‘tanda HPa’ lainnya
regurgitasi trikuspid pada ekokardiografi Kemungkinan HP
(m/s)
≤ 2,8 atau tidak terukur Tidak Rendah
≤ 2,8 atau tidak terukur Ya
Intermediet
2,9 – 3,4 Tidak
2,9 – 3,4 Ya
Tinggi
> 3,4 Tidak diperlukan
a
Lihat Tabel 2
(Galie N, Humbert M, Vachiery JL, Gibbs S, Lang I, Torbicki A, et al. 2015 ESC/ERS
Guidelines for the diagnosis and treatment of pulmonary hypertension. European Heart
Journal. 2016)

Tabel 2. Tanda ekokardiografi yang memberikan kesan adanya


hipertensi pulmonal.
A: Ventrikel B: Arteri pulmonal C: Vena kava inferior dan atrium kanan
Rasio diamter ventrikel Waktu percepatan terhadap aliran Diameter vena kava inferior > 21 mm
kanan/ventrikel kiri > 1,0
keluar ventrikel kanan dengan dengan penurunan daya kolaps
menggunakan Doppler < 105 inspirasi (< 50% dengan menghirup
msec dan/atau midsystolic atau < 20% dengan inspirasi yang
notching cukup)
Flattening septum Kecepatan regurgitasi pulmonal Luas atrium kanan (akhir sistol) > 18
intraventrikular diastolik > 2,2 m/sec cm2
Diameter arteri pulmonal > 25
mm
a
Tanda ekokardiografi setidaknya berasal dari dua kategori yang berbeda (A/B/C)
yang menandakan adanya hipertensi pulmonal
(Galie N, Humbert M, Vachiery JL, Gibbs S, Lang I, Torbicki A, et al. 2015 ESC/ERS
Guidelines for the diagnosis and treatment of pulmonary hypertension. European Heart
Journal. 2016)

19
 Kateterisasi jantung kanan dan vasoreaktivitas
Diagnosis utama dari HP berlandaskan pada pemeriksaan yang
diperleh melalui kateterisasi jantung kanan. Kateterisasi jantung
sebaiknya dilakukan setelah selesai melakukan pemeriksaan lainnya
sehingga pemeriksaan ini mampu menguraikan permasalahan spesifik
yang timbul dari pemeriksaan sebelumnya dan untuk menghindari
prosedur yang tidak diperlukan jika diagnosis alternatif telah
ditemukan.1 Nilai tekanan arteri pulmonal ≥ 25 mmHg merupakan
ambang batas untuk penegakan diagnosis HP. Meskipun demikian,
PAP berkisar 21 – 24 mmHg, harus mendapatkan observasi yang lebih
ketat. Selain PAP, PVR, dan PAWP juga dianggap cukup bermakna
untuk dinilai pada pemeriksaan ini. Klasifikasi hemodinamik pada HP
yang terkait dengan penyakit paru-paru ditunjukkan pada Tabel 3.1,3

Tabel 3. Klasifikasi hemodinamik pada hipertensi pulmonal akibat


penyakit paru-paru.
Terminologi Hemodinamik
PPOK/CPFE/IPF tanpa HP mPAP < 25 mmHg
PPOK/CPFE/IPF dengan HP mPAP ≥ 25 mmHg
PPOK/CPFE/IPF dengan HP mPAP > 35 mmHg, atau
berat mPAP ≥ 25 mmHg disertai
dengan curah jantung yang
rendah (CI < 2,5 L/menit, yang
tidak disebabkan oleh gangguan
lainnya).
(Galie N, Humbert M, Vachiery JL, Gibbs S, Lang I, Torbicki A, et al. 2015 ESC/ERS
Guidelines for the diagnosis and treatment of pulmonary hypertension. European Heart
Journal. 2016)

Pemeriksaan vasoreaktivitas pulmoner dilakukan untuk


mengidentifikasi pasien yang cocok untuk menggunakan terapi
penghambat kanal kalsium (calcium channel blocker [CCB]) dosis
tinggi yang dianjurkan hanya pada untuk pasien dengan HP idiopatik,

20
HP turunan, atau HP yang diinduksi oleh obat-obatan. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan ketika melakukan kateterisasi jantung kanan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan NO inhalasi sebanyak
10 parts per million (ppm) atau epoprostenol injeksi, adenosin injeksi
atau ilopros inhalasi. Hasil positif jika pasien menunjukkan penurunan
mPAP ≥ 10 mmHg.1,3,15

7.7. Pemindaian ventilasi/perfusi paru-paru (ventilation/perfusion lung


scan)
Ventilation/perfusion (V/Q) lung scan merupakan suatu tekanik
pencitraan nuklir yang menggunakan material radiaktif untuk menilai
aliran udara dan perfusi paru-paru. V/Q scan sebaiknya dilakukan pada
pasien dengan HP yang mengarah ke CTEPH. V/Q scan merupakan suatu
metode skrining yang paling tepat untuk CTEPH karena memiliki
sensitivitas yang lebih baik dibandingkan CT pulmonary angiogram
(CTPA). V/Q scan memiliki sensitifitas 90 – 100% dan spesifisitas 94 –
100% terhadap CTEPH.1,15

7.8. Kapasitas latihan


Pemeriksaan ini memiliki dua jenis yang umum dilakukan, yakni 6-
minute walking test (6MWT), dan cardiopulmonary exercise testing
(CPET). Pemeriksaan 6MWD memberikan hasil berupa nilai absolut,
bukan berupa nilai prediksi, sehingga akan sulit untuk menyesuaikan
terhadap seluruh pasien. Pasien dengan hipertensi arteri pulmonal
menunjukkan pola yang khas dengan tekanan parsial karbon dioksida
(pCO2), rasio ventilator ekuivalen karbon dioksida (VE/CO 2) yang tinggi,
pulsasi oksigen yang rendah (VO2/HR) dan ambilan oksigen maksimum
(peak VO2) yang rendah.1

21
7.9. Pendekatan diagnosis
Algoritma diagnostik HP secara umum ditunjukkan pada Gambar
6.01 Contoh sejumlah hasil pemeriksaan kasus HP kelompok 1
ditunjukkan pada Gambar 7.17

Gejala klinis, riwayat mengarah ke HP

Hasil ekokardiografi
Tinggi/moderate Rendah

Pertimbangkan penyakit jantung kiri dan penyakit paru- Pertimbangkan penyebab lain
paru berdasarkan gejala klinis, faktor risiko, EKG, DLCO, dan/atau observasi
foto toraks, CT scan resolusi tinggi, dan AGD

YA YA
Diagnosis penyakit jantung kiri atau penyakit paru-
paru telah terkonfirmasi?

TIDAK
Tidak ada tanda PH/ disfungsi Tanda HP /disfungsi ventrikel kanan
ventrikel kanan yan berat yang berat
V/Q scan

Terapi penyakit dasar Rujuk ke pusat ahli


hipertensi pulmonal

YA TIDAK
Rujuk ke pusat ahli
hipertensi pulmonal

Kemungkinan CTEPH: CT angiografi Kateterisasi jantung kanan


TIDAK
pulmonal, katetereisasi jantung kanan ± YA mPAP ≥ 25 mmHg
angografi pulmonal PAWP ≤ 15 mmHg
PVR 3 Wood unit
Pertimbangkan
penyebab lain
Cenderung HP kelompok
1Pemeriksaan spesifik

CTD CHD

Obat - toksin Portopulmoner

HIV Skistosomiasis

Gambar 6. Algoritma penegakan diagnosis hipertensi pulmonal


PVOD/PCH PVOD/PCH HP kelompok 1 PVOD/PCH
turunan idiopatik idiopatik turunan
22
(Galie N, Humbert M, Vachiery JL, Gibbs S, Lang I, Torbicki A, et al. 2015 ESC/ERS
Guidelines for the diagnosis and treatment of pulmonary hypertension. European Heart
Journal. 2016)

Gambar 7. Hasil pemeriksaan pada pasien dengan hipertensi arteri


pulmonal (A) gelombang R yang lebih menonjol, depresi segmen ST, dan
inversi gelombang T pada V1 dan V2 memberikan kesan hipertrofi
ventrikel kanan; (B) Foto toraks AP menunjukkan pembesaran arteri
pulmonal dam pruning pada distal pembuluh darah pulmonal; (C)
Magnetic resonance imaging jantung menunjukkan dilatasi berat pada
ventrikel kanan, hipertrofi ventrikel kanan, dan flattening pada septum
intraventrikular pada potongan aksis; (D) apeks pada keempat ruang
jantung menunjukkan dilatasi berat pada ventrikel kanan dan pada
potongan aksis menunjukkan flattening berbentuk huruf D pada septum
intraventrikular; (E) Kecepatan regurfitasi trikuspid bersesuaian dengan
tekanan sistolik ventrikel kanan dan persamaan Bernoulli; (F) V/Q scan

23
menunjukkan bercak defek perfusi (“moth eaten’ appareance); (G) Uji
fungsi paru-paru menunjukkan adanya reduksi yang moderat pada
kapasitas difusi paru-paru (diffusion lung capacity) dengan volume yang
normal; (H) Kateterisasi jantung kanan menunjukkan adanya peningkatan
yang berat pada tekanan arteri pulmonal (pulmonary artery [PA]) dan
resistensi pembuluh darah pulmonal (pulmonary vascular resistance
[PV]) dengan nilai pulmonary capillary wedge pressure(PCWP) yang
normal khas dari hipertesi arteri pulmonal. Curah jantung (cardiac output
[CO]) berkurang namun tekanan atrium kanan (right atrium [RA])
normal.
(Thenappan T, Ormiston ML, Ryan JJ, Archer SL. Pulmonary arterial hypertension: pathogenesis
and clinical management. BMJ. 2018)

Pendekatan diagnostik HP akibat penyakit paru-paru ditunjukkan


pada Gambar 8.017

Gambar 8. Pendekatan diagnostik hipertensi pulmonal akibat penyakit


paru-paru
CLD, chronic lung disease; CT, computed topography; PH, pulmonary hypertension;
PAH, pulmonary arterial hypertension.

24
(Nathan SD, Barbera JA, Gaine SP, Herari S, Martinez FJ, Olschewski H et al. Pulmonary
hypertension in chronic lung disease and hypoxia. Eur Repir J. 2019)

8. PENATALAKSANAAN
Saat ini tidak ada terapi yang spesifik pada HP terkait penyakit paru-paru.
Pemberian oksigen jangka panjang telah menunjukkan penurunan progresi pada
HP akibat PPOK. Meskipun demikian, PAP jarang kembali ke nilai normal dan
abnormalitas struktur yang terjadi tidak berubah. Pada HP akibat penyakit
intertisial paru-paru, penggunaan oksigen jangka panjang masih belum jelas
manfaatnya. Vasodilator konvensional, seperti CCB, tidak dianjurkan karena
belum menunjukkan efektivitas pada penggunaan jangka panjang. Terapi pada
penyakit paru-paru yang mendasari haru tetap dioptimalkan. Penggunaan obat-
obatan yang terbukti bermanfaat pada HP kelompok 1 belum dianjurkan pada
HP kelompok 3.1

9. PROGNOSIS
Hipertensi pulmonal kelompok 3 umumnya menunjukkan prognosis yang
paling buruk diantara seluruh kelompok HP, salah satu penyebabnya akibat
tingginya proporsi lansia. Adanya penyakit respiratori yang mendasari juga
dianggap memperburuk prognosis pasien.18

RINGKASAN
Hipertensi pulmonal merupakan suatu penyakit yang dikarakteristikkan dengan
peningkatan tekanan arteri pulmonal dan resistensi pembuluh darah pulmonal.
Gangguan ini merupakan komplikasi yang seringkali ditemukan pada penyakit paru
obstruktif kronik, penyakit intertisial paru, dan kombinasi fibrosis paru dan
emfisema. Ketika gangguan ini timbul, maka akan menurunkan kapasitas aktivitas
dan harapan hidup. Terapi pada setiap pasien berbasis pada individu.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Galie N, Humbert M, Vachiery JL, Gibbs S, Lang I, Torbicki A, et al. 2015


ESC/ERS Guidelines for the diagnosis and treatment of pulmonary
hypertension. European Heart Journal. 2016;37:71
2. Farber HW, Loscalzo J. Pulmonary Arterial Hypertension. N Engl J Med.
2004;351(16):655
3. Sysol JR, Machado RF. Classification and pathophysiology of pulmonary
hypertension. Continuing Cardiology Education. 2018;4(1):2
4. Moreira EM, Gall H, Leening MJG Lahousse L, Loth DW, Krijthe BP, et al.
Prevalence of Pulmonary Hypertension in the General Population: The
Rotterdam Study. PLoS ONE. 2015;X(X):1-11
5. Waxman AB, Loscalzo J. Pulmonary Hypertension. In: Jameson JL, Kasper
DL, Longo DL (eds.). Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York:
McGraw-Hill;2018. p.1935-6
6. Pesto S, Begic Z, Prevljak S, Pecar E, Kukavica N, Begic E. Pulmonary
Hypertension – New Trends of Diagnostic and Therapy. Med Arch.
2016;70(4):303
7. McLaughlin VV, Shah SJ, Souza R, Humbert M. Management of Pulmonary
Arterial Hypertension. JACC, 2015;65(18):1977
8. Wijeratne DT, Lajkosz K, Brogly SB, Lougheed MD, Housin A, Barber D, et
al. Increasing Incidence and Prevalence of World Health Organization Groups
1 to 4 Pulmonary Hypertension: A Population-Based Cohort Study in Ontario,
Canada. Circulation: Cardiovascular Quality and Outcomes. 2018;11:1
9. Thenappan T, Ryan JJ, Archer SL. Evolving Epidemiology of Pulmonary
Arterial Hypertension. American Journal of Respiratory and Critical Care
Medicine. 2012;186:707
10. Orem C. Epidemiology of pulmonary hypertension in the elderly. J Geriatr
Cardiol. 2017;14(1):11

26
11. Peacock AJ, Murphy NF, McMurray JJV, Caballero L, Stewart S. An
epidemiological study of pulmonary arterial hypertension. European
Respiratory Journal. 2007;30:105
12. Rich JD, Rich S. Clinical Diagnosis of Pulmonary Hypertension. Circulation.
2014;130(20):1821
13. Nathan SD, Barbera JA, Gaine SP, Herari S, Martinez FJ, Olschewski H et al.
Pulmonary hypertension in chronic lung disease and hypoxia. Eur Repir J.
2019;53(1):3-5
14. Lan NSH, Massam BD, Kulkarni SS, Lang CC. Pulmonary Arterial
Hypertension: Pathophysiology and Treatment. Diseases. 2018;6(2):38
15. Frost A, Badesch D, Gibbs JSR, Gopalan D, Khanna D, Manes A, et al.
Diagnosis of pulmonary hypertension. Eur Respir J. 2019;53(1):2-3
16. Hoeper MM, Bogaard HJ, Condliffe R, Frantz R, Khanna D, Kurzyna M, et al.
Definitions and Diagnosis of Pulmonary Hypertension. JACC. 2013;62(25):43
17. Thenappan T, Ormiston ML, Ryan JJ, Archer SL. Pulmonary arterial
hypertension: pathogenesis and clinical management. BMJ. 2018;360:5
18. Chebib N, Mornex J, Traclet J, Phillit F, Kouatra C, Zeghmar S, et al.
Pulmonary hypertension in chronic lung diseases: comparison to other
pulmonary hypertension groups. Pulm Circ. 2018;8(2):6-7

27

Anda mungkin juga menyukai