1. PENDAHULUAN
Hipertensi pulmonal merupakan suatu kelompok gangguan dengan
gambaran peningkatan resistensi vaskular.1 Sirkulasi pulmoner orang dewasa,
berbeda dengan sirkulasi sistemik, diketahui memiliki tekanan dan resistensi
yang rendah. Sehingga, adanya peningkatan tekanan arteri pulmonar melebihi
25 mmHg pada saat istirahat atau lebih dari 30 mmHg dengan aktivitas, disertai
dengan nilai rata-rata tekanan pulmonary-capillary wedge dan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri kurang dari 15 mmHg disebut dengan hipertensi
pulmonal (HP).2 Peningkatan afterload ventrikel kanan dapat berasal dari
peningkatan tekanan darah pulmonal, yang pada akhirnya akan berakhir pada
kegagalan ventrikel kanan dan kematian.3 Hipertensi pulmonal dapat bersifat
sporadik, tetapi dapat juga bersifat herediter, seperti hipertensi pulmonal akibat
defek pada kromosom 2q31/32. Hipertensi pulmonal dapat terjadi sebagai suatu
penyakit tunggal atau pun sebagai dampak dari sejumlah penyakit dan kondisi
yang mendasari, seperti gagal jantung dan penyakit paru obstruksi kronik.
Meskipun tekanan pulmonal yang tinggi telah diketahui berhubungan dengan
peningkatan mortalitas pada pasien dan pada populasi umum, data prevalensi
umum kejadian hipertensi pulmonal masih terbatas.4
1
yang signifikan mengenai pemahaman terkait patogenesis, diagnosis, dan
klasifikasi HP telah ditemukan. Meskipun demikian, masih terdapat
keterlambatan dalam melakukan diagnosis hingga 2 tahun. Pada sejumlah
kasus, pasien yang mengeluhkan intoleransi aktivitas seringkali keliru
didiagnosis dengan asma atau penyakit paru obstruktif kronik. Ketersediaan
sejumlah terapi yang ada saat ini diketahui memperbaiki kualitas hidup dan
tingkat kematian.5
2. DEFINISI
Hipertensi pulmonal (HP) didefinisikan sebagai suatu kelompok kondisi
klinis yang datang dengan abnormalitas berupa peningkatan rata-rata tekanan
arteri pulmonal sebesar ≥ 25 mmHg yang diukur pada saat beristirahat dengan
menggunakan kateterisasi jantung kanan. Tekanan normal arteri pulmonal pada
saat beristirahat sekitar 14 ± 3 mmHg dengan batas atas sebesar 20 mmHg.1,6-7
3. EPIDEMIOLOGI
Insiden dan prevalensi tahunan HP pada orang dewasa mengalami
peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah ahli dan perbaikan teknik
distribusi alat skrining dalam melakukan penegakan diagnosis.8-12 Wijeratne DT
et al yang melakukan studi epidemiologi di negara Kanada menemukan bahwa
insiden HP pada tahun 2003 hingga 2012 meningkat dari 24,1 kasus menjadi
28,7 kasus per 100.000 populasi. Masih dalam penelitian yang sama, prevalensi
tahunan juga menunjukkan peningkatan dari tahun 1993 hingga 2012 dari 99,8
kasus menjadi 127,3 kasus per 100.000 populasi.8 Jumlah tersebut cukup tinggi
dibandingkan data yang ditemukan oleh Peacock AJ et al yang melakukan
penelitian epidemiologi terhadap kejadian HP di negara Skotlandia. Penelitian
tersebut menemukan bahwa insiden HP tahunan berkisar 7,1 kasus per satu juta
2
populasi, yang dihitung pada tahun 1986 hingga 2001, sementara prevalensi HP
pada hingga tahun 2002 adalah 52 kasus per satu juta populasi. 11 Perbedaan
yang signifikan ini menunjukkan bahwa prevalensi pasti dari HP pada populasi
umum masih belum diketahui, nampaknya akibat klasifikasi yang luas dan
etiologi yang beragam.10 Namun, pada penelitian yang terbatas prevalensi HP
ditemukan berkisar 5 – 15 kasus per satu juta populasi orang dewasa. 12 Bentuk
HP yang umum ditemukan pada orang dewasa yakni HP grup 2, tunggal
ataupun kombinasi dengan HP grup 3.8 Perempuan ditemukan lebih banyak
mengalami HP diabandingkan laki-laki, rasio perempuan : laki-laki 1,5 – 3 : 1. 11
Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa usia rata-rata pada saat penegakan
diagnosis adalah 50 tahun. Diagnosis HP pada kelompok usia yang lebih muda,
yakni < 50 tahun, memiliki kecepatan diagnosis yang lebih baik antara gejala
dan diagnosis, karena kapasitas fungsional yang masih baik dan komorbid yang
lebih sedikit (seperti obseitas, diabetes, dan penyakit jantung iskemik).
Gambaran klinis juga berbeda berdasarkan usia, edema paling sering ditemukan
pada pasien yang lebih tua, sementara sinkop dan presinkop lebih sering pada
usia muda.9
4. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko HP sangat bervariasi bergantung pada penyakit mungkin
mendasari. Beberapa faktor risiko terjadinya HP diantaranya, obat-obatan
3
(misalnya aminoreks, selective serotonin reuptake inhibitors), jenis kelamin
(perempuan lebih berhubungan terhadap terjadinya HP), dan variasi genetik
(terutama, mutasi bone morphogenetic protein receptor type 2 [BMPRII]).14
5. PATOFISIOLOGI
5.1. Sirkulasi pulmonal
Sirkulasi pulmonal bertanggung jawab dalam membawa darah yang
terdeoksidasi dari jantung menuju ke paru-paru dan mengembalikan darah
yang teroksidasi kembali ke jantung untuk dihantarkan ke sirkulasi
sistemik. Meskipun sirkulasi pulmonal berhadapan dengan seluruh curah
jantung, tekanan dan resistensi pembuluh darah pulmonal yang rendah
tetap dipertahankan akibat melimpahnya arteri-arteri pulmonal yang
berukuran kecil dan sejumlah kapiler dengan total luas penampang yang
besar. Semakin banyak kapiler yang terlibat selama seseorang melakukan
latihan fisik, maka semakin mempertahankan tekanan arteri pulmonal
agar tetap rendah. Peningkatan pada resistensi pembuluh darah vaskular
yang selanjutnya akan meningkatkan tekanan arteri pulmonal ditemukan
pada kondisi HP. Berdasarkan persamaan Poiseuille, resistensi pembuluh
darah pulmonal berbanding lansung dengan panjang pembuluh darah dan
viskositas darah dan berhubungan secara tidak langsung dengan jari-jari
pembuluh darah pangkat empat. Oleh karena itu, berkurangnya jari-jari
pembuluh darah yang sangat kecil saja mampu meningkatkan secara
signifikan resistensi pembuluh darah pulmonal.Arteri pulmonel terdiri
dari tiga lapisan, tunika intima yang disusun oleh sel endotel, tunika
menia yang tersusun dari sel otot, dan tunika adventisia yang tersusun
dari fibroblas (Gambar 1). Abnormalitas dari jenis-jenis sel ini dapat
berdampak pada timbulnya hipertensi pulmonal.3
4
Gambar 1. Arsitektur vaskular pada arteriole normal dan pada hipertensi
pulmonal.
(Sysol JR, et al. Classification and pathophysiology of pulmonary hypertension. Continuing
Cardiology Education. 2018)
5
Gambar 2. Jalur utama abnormalitas yang ditemukan pada hipertensi
abnormal disertai dengan target terapi.
(Lan NSH, et al. Pulmonary Arterial Hypertension: Pathophysiology and Treatment. Diseases.
2018)
6
trombosis, yang secara keseluruhan akan mempertahankan
pembuluh darah tetap normal. Pada HP, terjadi penurunan
bioavaibilitas NO sehingga akan menyababkan disfungsi endotel,
vasokonstriksi dan remodelling pembuluh darah.14
7
menyebabkan vasodilatasi dan antiproliferasi. Pada HP, terdapat
peningkatan ekspresi ETA dan ETB otot polos, tetapi terdapat
penurunan ekspresi ETB endotel. Selain itu, pasien HP
menunjukkan peningkatan konsentrasi ET-1 pada plasma dan sel
endotel vasular.14
5.3. Patobiologi
Pada hipertensi pulmonal, lesi vaskular umumnya mengenai arteri-
arteri yang berukuran kecil (diameter < 500 µm). Sejumlah perubahan-
perubahan dapat ditemukan pada hipertensi pulmonal, mulai dari
hipertrofi tunika media, proliferasi tunika intima dan adanya fibrosis
(konsentrik, eksentrik), penebalan tunika adventisia disertai infiltrasi
proinflamatorik yang lebih berat (dengan ditemukannya jaringan limfoid
tersier), lesi-lesi kompleks (pleksiformis), dan lesi trombotik (Gambar
3).7 Beberapa faktor patobiologi yang dikenal saat ini, diantaranya :
8
(McLaughlin VV, Shah SJ, Souza R, Humbert M. Management of Pulmonary Arterial
Hypertension. JACC, 2015)
Paradoks estrogen
Perempuan diketahui cenderung untuk mengalami hipertensi
pulmonal. Sejumlah penelitian menemukan bahwa estrogen memiliki
efek protektif terhadap terjadinya HP, meskipun masih pada model
hewan. Fenomena ini disebut dengan oestrogen paradox.11
Inflamasi
Inflamasi dianggap sebagai patobiologi yang mendukung
terjadinya HP berdasarkan adanya temuan bahwa sejumlah kondisi
inflamatorik seperti, systemic lupus erythematosus dan beberapa
penyakit jaringan ikat, memiliki kencenderungan untuk mengalami
HP. Pada gambaran histopatologi juga ditemukan adanya infiltrasi
limfositik pada arteri (Gambar 4).11
9
Gambar 4. Jaringan paru-paru yang diwarnai dengan parafin.
Lesi arteri pulmonal pada pasien dengan hipertensi pulmonal, menunjukkan
adanya infiltrasi limfositik perivaskular.
(Peacock AJ, Murphy NF, McMurray JJV, Caballero L, Stewart S. An epidemiological
study of pulmonary arterial hypertension. European Respiratory Journal. 2007)
Epigenetik
Epigenetik merupakan wilayah genetik yang sangat berperan
dalam memahami hipertensi pulmonal dan penyakit vaskular
pembuluh darah. Terdapat empat sistem pengaturan pada epigenetik,
diantaranya modifikasi histon, metilas DNA, RNA nonkoding dan
mikroRNA. Ekspresi mikroRNA (miR)-204 diketahui mengalami
penurunan pada sel otot polos arteri pulmonal manusia. Penurunan
ekspresi ini berperan terhadap beratnya gejala HP dan sangat berkaitan
terhadap efek proliferasi dan antiapoptotik pada sel otot polos arteri
pulmonal.Pemberian miR-204 sintetik memberikan perbaikan pada
HP.11
Lesi plexiformis
Lesi pleksiformis, merupakan patognomonik HP idiopatik
(Gambar 5). Lesi ini terjadi akibat melimpahnya proliferasi sel pada
lumen arteri pulmonal.11
10
Gambar 5. Lesi pleksiformis pada pasien dengan hipertensi pulmonal
berat yang menunjukkan melimpahnya prolifersase sel yang mengisi
lumen dari arteri pulmonal yang berukuran kecil.
(Peacock AJ, Murphy NF, McMurray JJV, Caballero L, Stewart S. An epidemiological study
of pulmonary arterial hypertension. European Respiratory Journal. 2007)
6. KLASIFIKASI
Klasifikasi klinis HP ditujukan untuk mengelompokkan sejumlah kondisi-
kondisi klinis menjadi lima kelompok berdasarkan kesamaan gambaran klinis,
temuan patologis, karakteristik hemodinamik, dan strategi terapi (Tabel 1).1
Kelompok 1
Hipertensi arteri pulmonal
1.1 idiopatik 1.2 Turunan
1.2.1 Mutassi BMPRII
1.2.2 Mutasi lainnya
1.3. Induksi obat dan toksin 1.4 Terkait dengan
1.4.1 Penyakit jaringan ikat
1.4.2 Infeksi HIV
1.4.3 Hipertensi portal
1.4.4 Penyakit jantung kongenital
1.4.5 Skistosomiasis
Kelompok 1’
Penyakit vena oklusif pulmoner dan/atau hemangiomatosis kapiler
1’.1 Idiopatik 1’.2 Turunan
1’.2.1 Mutasi EIF2AK4
1’.2.2 Mutasi lainnya
1’.3 Induksi obat, toksin, dan radiasi 1’.4 Terkait dengan
1’.4.1 Penyakit jaringan ikat
1’.4.2 Infeksi HIV
Kelompok 1’’
11
Hipertensi pulmonal persisten pada bayi
Kelompok 2
Hipertensi pulmonal akibat gagal jantung kiri
2.1. Disfungsi sistolik ventrikel kiri 2.2 Disfungsi diastolik ventrikel kiri
2.3. Penyakit katup 2.4 Kardiomiopati kongenital
2.5 Stenosis vena pulmonal
Kelompok 3
Hipertensi puomonal akibat penyakit paru-paru dan/atau hipoksia
3.1 Penyakit paru obstruktif kronik 3.2 Pebnyakit paru intertisial
3.3 Penyakit paru lainnya 3.4 sleep-disodered breathing
3.5 gangguan hipoventilasi alveolus 3.6 Paparan kronik terhadap ketinggian
3.7 Gangguan perkembangan paru-paru
Kelompok 4
Hipertensi pulmonal tromboembolik kronik dan obstruksi arteri pulmonal lainnya
4.1 Hipertensi pulmonal tromboembolik 4.2 Pbstruksi arteri pulmonal lainnya
kronik 4.2.1 Angiosarkoma
4.2.2 Tumor intravaskular lainnya
4.2.3 Arteritis
4.2.4 Stenosis arteri pulmonal
4.2.5 Parasit
Kelompok 5
Hipertensi pulmonal dengan mekanisme yang beragam atau belum jelas
5.1 Gangguan hematologi 5.2 gangguan sistemik
Anemia hemolitik kronik Sarkoidosis
Gangguan mieloproliferatif Histiositosis pulmoner
Splenektomi Limfangioleiomiomatosis
Neurofibromatosis
5.3 Gangguan metabolik 5.4 Lainnya
Gangguan penyimpanan glikogen Mikroangiopati trombotik
Penyakit Gaucher Gagal ginjal kronik
Penyakit tiroid Hipertensi pulmonal
segmental
(Galie N, Humbert M, Vachiery JL, Gibbs S, Lang I, Torbicki A, et al. 2015 ESC/ERS Guidelines for the
diagnosis and treatment of pulmonary hypertension. European Heart Journal. 2016)
12
pulmoner diatas 3 Wood unit, tanpa adanya penyakit parenkim paru atau
tromboembolik.1,7
13
pasien kelompok ini adalah DLCO dan tekanan parsial karbon dioksida
yang rendah.1
14
7.1. Anamnesis
Gejala yang ditimbulkan sering tidak menonjol, pasien cenderung
menunjukkan gejala pada saat beraktivitas, berupa dispneu. Perlu
diperhatikan, bedakan antara dispneu dan fatigue, yang merupakan gejala
nonspesifik dan non sugestif terhadap HP tanpa adanya sesak napas.
Edema pedis atau distensi abdomen atau cepat merasa kenyang akibat
kongesti vena merupakan gejala-gejala kegagalan ventrikel kanan. Pada
saat pasien mengalami penurunan curah jantung yang menetap maka
episode sinkop seringkali menjadi alasan pasien mencari pengobatan.
Pasien dengan disfungsi ventrikel kiri seringkali mengalami ortopneu atau
paroxysmal nocturnal dyspneu. Batuk kering, mual dan muntah akibat
aktivitas fisik jarang dilaporkan.1,12
15
Saturasi oksigen
Saturasi oksigen arteri pada saat istirahat seringkali bervariasi,
normal hingga rendah. Hipertensi pulmonal tidak menunjukkan
sianosis, yang sering ditemukan pada sindrom Eisenmenger.
Penurunan saturasi pada saat aktivitas dibandingkan dengan pada saat
istirahat merupakan tanda adanya shunting.1
7.3. Laboratorium
16
Pemeriksaan darah tidak terlalu bermanfaat untuk menegakkan
diagnosis HP, tetapi diperlukan untuk mengidentifikasi etiologi dari HP
serta kerusakan organ target. Pemeriksaan biokimiawi, hematologi dan
fungsi tiroid harus dilakukan pada seluruh pasien, serta beberapa
pemeriksaan spesifik lainnya.1 Skrining rutin yang dilakukan adalah,
pemeriksaan hepatitis HIV, dan penyakit-penyakit jaringan ikat.
peningkatan antibodi antinuklear (ANA) seringkali terjadi meskipun
dalam konsentrasi yang rendah.15
7.4. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi (EKG) saat ini telah dianggap sebagai modalitas
yang memberikan petunjuk terhadap adanya HP. EKG yang abnormal
cenderung menunjukkan JP yang lebih berat. Abnormalitas EKG
diantaranya P pulmonale, deviasi aksis ke kanan, hipertrofi ventrikel
kanan, right ventricle strain, right bundle branch block, dan pemanjangan
QT. Diagnosis diferensial yang dapat ditegakkan melalui EKG
diantaranya iskemik miokardium anterolateral.1,13,15
17
penurunan pada tekanan parsial oksigen (PaO2), dengan tekanan parsial
karbon dioksida (PaCO2) yang normal atau meningkat. Penurunan volume
paru yang disertai dengan penurunan DLCO mungkin mengindikasikan
penyakit intertisial paru-paru. Pemeriksaan oksimetri atau polisomnograf
sebaiknya dilakukan pada pasien dengan obstructive sleep apnoea
syndrome atau hipoventilasi.1,13,15
Ekokardiografi
18
Ekokardiografi transtorakal digunakan untuk memaparkan
dampak HP terhadap jantung dan memperkirakan PAP dari
pemeriksaan gelombang Doppler. Ekokardiografi sebaiknya selalu
dilakukan ketika mencurigai adanya HP (Tabel 2). Ketika terapi HP
telah direncanakan, ekokardiografi saja tidak cukup untuk mendukung
pengambilan keputusan terapi, tetapi memerlukan kateterisasi
jantung.1,15
19
Kateterisasi jantung kanan dan vasoreaktivitas
Diagnosis utama dari HP berlandaskan pada pemeriksaan yang
diperleh melalui kateterisasi jantung kanan. Kateterisasi jantung
sebaiknya dilakukan setelah selesai melakukan pemeriksaan lainnya
sehingga pemeriksaan ini mampu menguraikan permasalahan spesifik
yang timbul dari pemeriksaan sebelumnya dan untuk menghindari
prosedur yang tidak diperlukan jika diagnosis alternatif telah
ditemukan.1 Nilai tekanan arteri pulmonal ≥ 25 mmHg merupakan
ambang batas untuk penegakan diagnosis HP. Meskipun demikian,
PAP berkisar 21 – 24 mmHg, harus mendapatkan observasi yang lebih
ketat. Selain PAP, PVR, dan PAWP juga dianggap cukup bermakna
untuk dinilai pada pemeriksaan ini. Klasifikasi hemodinamik pada HP
yang terkait dengan penyakit paru-paru ditunjukkan pada Tabel 3.1,3
20
HP turunan, atau HP yang diinduksi oleh obat-obatan. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan ketika melakukan kateterisasi jantung kanan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan NO inhalasi sebanyak
10 parts per million (ppm) atau epoprostenol injeksi, adenosin injeksi
atau ilopros inhalasi. Hasil positif jika pasien menunjukkan penurunan
mPAP ≥ 10 mmHg.1,3,15
21
7.9. Pendekatan diagnosis
Algoritma diagnostik HP secara umum ditunjukkan pada Gambar
6.01 Contoh sejumlah hasil pemeriksaan kasus HP kelompok 1
ditunjukkan pada Gambar 7.17
Hasil ekokardiografi
Tinggi/moderate Rendah
Pertimbangkan penyakit jantung kiri dan penyakit paru- Pertimbangkan penyebab lain
paru berdasarkan gejala klinis, faktor risiko, EKG, DLCO, dan/atau observasi
foto toraks, CT scan resolusi tinggi, dan AGD
YA YA
Diagnosis penyakit jantung kiri atau penyakit paru-
paru telah terkonfirmasi?
TIDAK
Tidak ada tanda PH/ disfungsi Tanda HP /disfungsi ventrikel kanan
ventrikel kanan yan berat yang berat
V/Q scan
YA TIDAK
Rujuk ke pusat ahli
hipertensi pulmonal
CTD CHD
HIV Skistosomiasis
23
menunjukkan bercak defek perfusi (“moth eaten’ appareance); (G) Uji
fungsi paru-paru menunjukkan adanya reduksi yang moderat pada
kapasitas difusi paru-paru (diffusion lung capacity) dengan volume yang
normal; (H) Kateterisasi jantung kanan menunjukkan adanya peningkatan
yang berat pada tekanan arteri pulmonal (pulmonary artery [PA]) dan
resistensi pembuluh darah pulmonal (pulmonary vascular resistance
[PV]) dengan nilai pulmonary capillary wedge pressure(PCWP) yang
normal khas dari hipertesi arteri pulmonal. Curah jantung (cardiac output
[CO]) berkurang namun tekanan atrium kanan (right atrium [RA])
normal.
(Thenappan T, Ormiston ML, Ryan JJ, Archer SL. Pulmonary arterial hypertension: pathogenesis
and clinical management. BMJ. 2018)
24
(Nathan SD, Barbera JA, Gaine SP, Herari S, Martinez FJ, Olschewski H et al. Pulmonary
hypertension in chronic lung disease and hypoxia. Eur Repir J. 2019)
8. PENATALAKSANAAN
Saat ini tidak ada terapi yang spesifik pada HP terkait penyakit paru-paru.
Pemberian oksigen jangka panjang telah menunjukkan penurunan progresi pada
HP akibat PPOK. Meskipun demikian, PAP jarang kembali ke nilai normal dan
abnormalitas struktur yang terjadi tidak berubah. Pada HP akibat penyakit
intertisial paru-paru, penggunaan oksigen jangka panjang masih belum jelas
manfaatnya. Vasodilator konvensional, seperti CCB, tidak dianjurkan karena
belum menunjukkan efektivitas pada penggunaan jangka panjang. Terapi pada
penyakit paru-paru yang mendasari haru tetap dioptimalkan. Penggunaan obat-
obatan yang terbukti bermanfaat pada HP kelompok 1 belum dianjurkan pada
HP kelompok 3.1
9. PROGNOSIS
Hipertensi pulmonal kelompok 3 umumnya menunjukkan prognosis yang
paling buruk diantara seluruh kelompok HP, salah satu penyebabnya akibat
tingginya proporsi lansia. Adanya penyakit respiratori yang mendasari juga
dianggap memperburuk prognosis pasien.18
RINGKASAN
Hipertensi pulmonal merupakan suatu penyakit yang dikarakteristikkan dengan
peningkatan tekanan arteri pulmonal dan resistensi pembuluh darah pulmonal.
Gangguan ini merupakan komplikasi yang seringkali ditemukan pada penyakit paru
obstruktif kronik, penyakit intertisial paru, dan kombinasi fibrosis paru dan
emfisema. Ketika gangguan ini timbul, maka akan menurunkan kapasitas aktivitas
dan harapan hidup. Terapi pada setiap pasien berbasis pada individu.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
11. Peacock AJ, Murphy NF, McMurray JJV, Caballero L, Stewart S. An
epidemiological study of pulmonary arterial hypertension. European
Respiratory Journal. 2007;30:105
12. Rich JD, Rich S. Clinical Diagnosis of Pulmonary Hypertension. Circulation.
2014;130(20):1821
13. Nathan SD, Barbera JA, Gaine SP, Herari S, Martinez FJ, Olschewski H et al.
Pulmonary hypertension in chronic lung disease and hypoxia. Eur Repir J.
2019;53(1):3-5
14. Lan NSH, Massam BD, Kulkarni SS, Lang CC. Pulmonary Arterial
Hypertension: Pathophysiology and Treatment. Diseases. 2018;6(2):38
15. Frost A, Badesch D, Gibbs JSR, Gopalan D, Khanna D, Manes A, et al.
Diagnosis of pulmonary hypertension. Eur Respir J. 2019;53(1):2-3
16. Hoeper MM, Bogaard HJ, Condliffe R, Frantz R, Khanna D, Kurzyna M, et al.
Definitions and Diagnosis of Pulmonary Hypertension. JACC. 2013;62(25):43
17. Thenappan T, Ormiston ML, Ryan JJ, Archer SL. Pulmonary arterial
hypertension: pathogenesis and clinical management. BMJ. 2018;360:5
18. Chebib N, Mornex J, Traclet J, Phillit F, Kouatra C, Zeghmar S, et al.
Pulmonary hypertension in chronic lung diseases: comparison to other
pulmonary hypertension groups. Pulm Circ. 2018;8(2):6-7
27