Anda di halaman 1dari 20

PEMBAHASAN

Definisi

Autoimun merupakan suatu respon imun terhadap antigen jaringan sendir yang

terjadi akibat kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self

tolerance atau dapat diartikan sebagai kegagalan pada toleransi imunitas sendiri. Penyakit

autoimun terjadi ketika respon autoimun atau respon sistem kekebalan tubuh mengalami

gangguan kemudian menyerang jaringan tubuh itu sendiri sehingga memunculkan

kerusakan jaringan atau gangguan fisiologis, padahal seharusnya sistem imun hanya

menyerang organisme atau zat-zat asing yang membahayakan tubuh (Robbins, 2007).

Gangguan autoimun dapat dikelompokkan menjadi dua kategori berdasarkan organ

yang diserang, yaitu organ tunggal dan sistemik. Organ tunggal berarti sistem imun

menyerang satu organ tertentu, sedangkan yang sistemik artinya sistem imun meyerang

beberapa organ atau sistem tubuh yang lebih luas (Robbins, 2007).

Gagalnya mekanisme yang bertanggungjawab untuk toleransi self dan induksi

respon imun terhadap komponen self. Respon imun yang terjadi tidak selalu merugikan bagi

hospes (misal : antibodi anti-idiotype). Walaupun demikian, telah dikenal adanya beberapa

penyakit autoimun yang merupakan produk sistem imun yang menyebabkan kerugian pada

hospes itu sendiri. Efektor yang terlibat dalam mekanisme penyakit autoimun adalah

antibodi dan sel T.

Klasifikasi Penyakit Autoimun

Klasifikasinya berdasar pada organ dan jaringan yang terlibat. Pada label 5 diberikan

nama penyakit, organ yang terlibat, antibodi yang berperan, serta tes diagnostik yang

digunakan.

Tabel 1. Spektrum penyakit autoimun, organ target dan tes diagnostik


Penyakit Organ Antibodi Tes Diagnostik
Hashimoto's Tiroid Tiroglobulin, tiroid RIA
thyroiditis peroksidase
Miksidem primer Tiroid Reseptor TSH Imunofluoresen
sitoplasmik
Graves disease Tiroid - Bioassay
Anemia pernisiosa Sel darah merah Faktor intrinsik, sel Imunofluoresen B
perietal gastrik 12 binding to IF
Penyakit addison Adrenal Sel adrenal Imunofluoresen
Onset menopos Ovarium Sel yg memproduksi Imunofluoresen
prematur steroid
Infertilitas laki-laki Sperma Spermatozoa Aglutinasi.
Imunofluoresen

Penyebab Umum Penyakit Autoimum

Penyebab dari gangguan autoimun juga masih belum dapat dipastikan, namun ada

beberapa faktor yang dapat memengaruhi, antara lain:

 Genetik atau keturunan


Faktor risiko utama dari penyakit autoimun adalah faktor genetik.
 Lingkungan
Temasuk gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. misalnya lingkungan yang
terpapar berbagai zat kimia.
 Hormon
Terdapat asumsi bahwa penyakit autoimun terkait dengan perubahan hormon, seperti
saat hamil, melahirkan, atau menopause.
 Infeksi
Gejala autoimun juga dapat dipicu atau diperburuk infeksi tertentu.
 Daerah/Suku
 Diet
 Toksik/Obat
 Defisiensi Vitamin D
Kekurangan vitamin D berpengaruh kuat terhadap gen-gen yang berkaitan dengan
beragam jenis penyakit seperti kanker dan gangguan autoimun seperti Multiple
Sclerosis, Rheumatoid Arthritis dan Diabetes tipe 1, bahkan kepikunan (Demensia).
Patogenesa Autoimun

Patogenesis autoimun terdiri atas gangguan aktivitas selular dan protein regulator.

Gangguan aktivitas selular dapat terjadi apabila tubuh gagal mempertahankan toleransi akan

self-antigen dan terjadi aktivasi autoreaktif sel imun terhadap self-antigen tersebut.

Mekanisme kegagalan toleransi tersebut diperankan oleh sel T perifer dalam berbagai proses

(Dapat dilihat pada Tabel 1).

Tabel 2. Mekanisme Toleransi Sel T Perifer


Toleransi sel T perifer Kegagalan toleransi
Ketidaktahuan imun  Mengeluarkan self-antigen
 Ekspresi yang menyimpang pada
MHC kelas II
 Meningkatnya ekspresi dari
autoantigen/MHC kelas II
 Mimikri molekuler
 Penyebaran epitop
Anergy  Melepaskan mediator inflamasi
 Meningkatnya ekspresi atau fungsi
dari molekul costimulatory
Sel T regulator  Melepaskan mediator inflamasi
Apoptosis  Berkurangnya sinyal apoptosis
 Menghambat apoptosis virus

Mekanisme Penyakit Autoimun

 Kegagalan kematian sel yang diinduksi oleh aktivasi

Pada pematangan sel T terdapat toleransi sentral dan toleransi perifer,pada

toleransi sentral pun telah dilakukan eliminasi untuk pemusnahan sel t self-

reactive,namun ada beberapa sel t self reactive yg belum tereliminasi dan akhirnya

di eliminasi di toleransi perifer.Pada toleransi perifer pun terdapat dua mekanisme


untuk meninaktivkan sel T dimana dilakukan anergi sel T dan stimulasi berulang sel

T.

Pada stimulasi berulang inilah ketika sel T self reactive di stimulasi maka

seharusnya ia mengeluarkan molekul fas dan ligannya untuk berikatan dan menekan

laju sel T self reactive namun adanya faktor genetik yang mempengaruhi kesalahan

pemrograman protein fas dan ligannya maka sel t self reactive yang terstimulasi tidak

berikatan atau sama sekali sehingga tidak ada yang menginduksi untuk sel T self

reactive apoptosis dan ,sel T self-reactive tetap mampu berkembang dan menjadi sel

T yang membahayakan bagi jaringan normal tubuh.

 Gangguan pada anergi sel T

Menyambung dari penjelasan sebelumnya di Toleransi perifer terdapat

mekanisme yang disebut anergi ini adalah penonaktifan sel T self reactive ,Apabila

terdapat product dari bakteri maka product bakteri yang menginfeksi jaringan tubuh

pun mampu menghentikan proses anergi sel T self reactive ini,maka sel self T

reactive menjadi berkembang dan membahayakan jaringan normal dalam tubuh kita.

 Modifikasi protein pada membran sel darah merah yang dapat diinduksi oleh suatu

antigen (cnth:obat)

Antigen dari luar pun mampu memodifikasi protein yang terdpat di membran

sel sehingga mampu mengelabuhi sel B pembentuk antibodi seolah olah sel normal

tersebut adalah suatu antigen,dan sel B membentuk antibodi untu sel normal yang

telah di modifikasi.Kasus ini biasanya terjadi pada penyakit anemia,dimana sel B

membentuk antibodi antieristrosit.

 Infeksi yang dimediasi oleh mikroba dimana terjadi nekrosis dan inflamasi dapat

mampu mengistirahatkan APC dan membantu penghentian anergi sel T


Gambar 1. Toleransi sentral dan perifer sel T

Penyakit Autoimun Pada Hewan

1. Systemic Lupus Erythematosus Pada Anjing

Definisi

Lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit kelainan autoimun yang

bersifat multisistem, antibody-mediated, seringkali fatal, dan muncul secara spontan

pada penderitanya termasuk tikus dan manusia. Penyakit lupus dapat berkembang

dalam diri penderita bertahun-tahun sebelum dapat didiagnosa (Seavey, 2011).

Penyakit SLE (systemic lupus erythematosus) ditandai dengan pembentukan

antibodi terhadap beragam zat penghasil antibodi dan kompleks imun yang

bervariasi. Dengan kata lain, penyakit ini adalah penyakit dimana sistem kekebalan
tubuh menjadi hiperdefensif, menyerang sel, organ, dan jaringan tubuhnya sendiri

seolah-olah penyakit yang perlu dihancurkan.

Karena lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit multisistem, maka

menyerang banyak organ dalam tubuh termasuk pada jantung atau pada sistem

cardiovaskuler. Manifestasikardiovaskuler terjadi di kebanyakan kasus SLE pada

rentang waktu tertentu dalam penyakitnya, yang paling sering terjadi adalah

pericarditis fibrinous akut dan efusi perikardial. Myokarditis juga dapat terjadi

namun jarang menunjukkan gejala, hanya dapat dibuktikan dengan biopsi

endomiocardial atau pemeriksaan post-mortem.

Etiologi

Faktor penyakit ini, merupakan genetik. Beberapa gen dapat menyebabkan

kelainan imun yang tergeneralisasi, dan bisa juga menyebabkan autoantibodi

spesifik. Sedangkan lingkungan memicu peningkatan produksi autoantibodi.

Lingkungan bisa termasuk sinar ultraviolet, pengobatan tertentu, virus, stres fisik

atau emosi, trauma. SLE menyerang lebih banyak hewan betina daripada jantan.

Peneliti percaya bahwa estrogen juga mengambil peran dalam menyebabkan SLE,

namun teori ini masih diperdebatkan

Patofisiologi

Pasien penderita Lupus eritematosus sistemik memiliki peningkatan risiko

kardiovaskular yang meningkat secara signifikan kejadian ini akibat aterosklerosis.

Faktor risiko tradisional penyakit cardiac tidak bias sepenuhnya menjelaskan hal ini.

Bukti penelitian terkini menunjukkan bahwa plak aterosklerotik sebagian besar

didorong oleh inflamasi dan respons imunologis aktif. Pendekatan untuk pencegahan
aterosklerosis pada sistemik lupus erythematosus saat ini melibatkan penargetan

factor risiko penyakit jantung yang dapat dimodifikasi dan diatur

Gejala Klinis

Gejala klinis tergantung pada lokalisasi kompleks imun, bersamaan dengan

spesifisitas autoantibodi. Namun, faktor genetik, lingkungan, farmakologis, dan

infeksi dapat berperan dalam munculnya tanda klinis seperti leverrgy, kehilangan

nafsu makan (anoreksia), dan demam, yang terutama terlihat pada fase akut. Tanda

lainnya meliputi: Musculoskeletal

 Deposisi kompleks imun di membran sinovial (jaringan lunak yang melapisi

permukaan di dalam persendian)

 Sendi bengkak dan / atau nyeri

 Kepincangan

 Nyeri otot

Kulit / eksokrin

 Deposisi kompleks imun di kulit

 Lesi kulit

 Lesi kulit simetris atau fokal - kemerahan, penskalaan, borok, depigmentasi,

dan / atau rambut rontok

 Ulserasi sambungan mukokutan dan mukosa oral dapat terjadi - daerah kulit

yang terdiri dari kulit mukosa dan kulit; ini sebagian besar terjadi di dekat

lubang di tubuhdan mukosa yang menutupi bagian dalam tubuh dimulai

(misal: mulut, anus, lubang hidung)

Ginjal / urologis

 Deposisi kompleks imun di ginjal


 Hepatosplenomegali - pembesaran ginjal dan hati

Darah / limpa / sistem kekebalan tubuh

 Autoantibodi terhadap eritrosit, leukosit, atau trombosit (sel darah merah dan

putih)

 Limfadenopati - kelenjar getah bening yang membengkak

 Sistem organ lain mungkin terpengaruh jika terjadi deposisi kompleks imun

atau antibodi, atau ketika sel-mediated cell (lymphocytes) menyerang

Gambar 2. SLE pada Anjing

Diagnosis

Untuk memastikan adanya penyakit Systemic Lupus Erythematosus

dibutuhkan pemeriksaan laboratorium khusus yang disebut sebagai Anti Nuclear

Antibody (ANA) dan Anti Double Stranded DNA. Pemeriksaan anti body Anti

Double Stranded DNA sangat spesifik bagi penderita Systemic Lupus

Erythematosus. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan kadar

ANA, Anti Double Stranded DNA, disertai dengan kurangnya sel darah merah

(anemia), menurunnya jumlah sel darah putih, dan menurunnya sel pembeku darah.

Penanganan
Obat-obatan yang dapat digunakan pada penderita lupus meliputi :

a. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Obat ini dapat digunakan untuk mengatasi nyeri dan pembengkakan pada sendi

dan otot. Biasanya hanya digunakan pada lupus ringan dan organ vital tidak

mengalami gangguan. Perlu kehati-hatian dalam penggunaannya karena dapat

menyebabkan gangguan pada lambung, sakit kepala, penimbunan cairan di

dalam tubuh, gangguan pada hati, darah, dan ginjal. Obat ini juga dihindari

penggunaannya pada hewan bunting dan menyusui.

b. Kortikosteroid atau steroid

Obat ini digunakan untuk mengatasi pembengkakan dan nyeri pada berbagai

organ tubuh. Pada dosis besar, obat ini dapat menekan kerja sistim imun. Gejala

lupus memberi respon perbaikan yang cepat dengan pemberian obat ini. Begitu

gejala membaik, maka dosis obat ini perlu diturunkan perlahan-lahan sampai

dengan dosis yang paling kecil yang masih dapat mengontrol aktifitas penyakit.

Selain efeknya yang kuat dalam mengatasi gejala lupus, obat ini juga

mempunyai banyak efek samping yang harus menjadi bahan pertimbangan

didalam penggunaannya. Efek samping jangka pendek meliputi nafsu makan

meningkat, berat badan bertambah, dan perubahan suasana hati. Efek samping

ini biasanya menghilang setelah obat dihentikan. Efek samping jangka panjang

meliputi mudah mengalami memar, kulit dan rambut menipis, tulang keropos,

peningkatan tekanan darah, peningkatan gula darah, kelemahan pada otot,

infeksi, dan katarak.

c. Obat anti malaria

Obat ini digunakan untuk pencegahan dan pengobatan malaria, tetapi juga

mempunyai efek yang baik dalam mengatasi gejala lupus. Efektifitas obat ini
terlihat baik pada lupus dengan keterlibatan kulit dan muskuloskeletal, juga baik

untuk mengatasi gejala kelelahan dan inflamasi pada paru. Ada dua obat yang

sering digunakan yaitu klorokuin dan hidroksiklorokuin. Efek samping yang

utama akibat penggunaan obat ini adalah gangguan pada penglihatan.

d. Obat Immunosupressif

Obat ini bertujuan menekan sistim imun pada penderita lupus, terutama

digunakan pada lupus yang berat. Obat-obatannya antara lain azathioprine,

cyclophosphamide, mycofenolatemofetil, dan methotrexate. Efek samping yang

dapat terjadi dengan penggunaan obat ini, antara lain mual, muntah, rambut

rontok, gangguan pada kandung kemih, kanker, dan infeksi.

2. Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

Definisi

Pada Auto Immune Hemolytic Anemia, sistem pertahanan tubuh yang

seharusnya melindungi tubuh malah menyerang tubuh dan sel darah merah dari

hewan bersangkutan, yang menyebabkan meningkatnya penghancuran sel darah

merah, sehingga dapat mengakibatkan anemia yang sangat parah hingga

membahayakan nyawa hewan tesebut. Terkadang sum-sum tulang belakang tidak

dapat memproduksi sel-sel darah yang baru.

Penyebab

Kunci dari penyakit autoimmune ini dikarenakan terjadinya kerusakan atau

gangguan dari mekanisme kontrol yang mengatur komponen sel lymphocyte dan

aktivitas sistem kekebalan tubuh. Penelitian utama tentang hal ini masih

berlangsung, tetapi banyak bukti yang menunjukkan, bahwa penyakit autoimmune


ini disebabkan oleh genetik. AIHA dapat merupakan penyakit primer maupun

penyakit sekunder. Dalam AIHA primer, tidak ada penyebab dasar yang dapat

diindentifikasi, hal tersebut merupakan penyakit idiopatik.

Pada AIHA sekunder, auto antibodi sel darah merah (red blood cell/RBC)

timbul setelah adanya penyebab yang mendasari, biasanya merupakan kanker,

penyakit radang kronis, reaksi terhadap obat tertentu atau paparan terhadap penyakit.

Pada anak anjing yang baru lahir, penyakit ini dapat ditularkan melalui air susu induk

(colostrums).

Penyebab karena infeksi – Hemobartonella, Babesia, Leptospira, Ehrlichia,

FeLV dan virus lainnya. Terpaparnya antigen penyakit yang belum pernah terpapar

sebelumnya.

 Penyakit cacing hati

 Radang kronis – dapat terjadi diikuti dengan colitis.

 Neoplasia – Lymphoma, hemangiosacorma, myeloproliferative (sejenis

kanker)

 Obat-obatan – Obat-obatan sulfa, cephalosporin, heparin, methimazole,

quinidine, propylthiouracil.

 Reaksi hipersensitif tipe III – sengatan lebah.

 Vaksinasi, umumnya didasarkan pada hubungan temporal (waktu) antara

vaksinasi dan onset penyakit (dalam waktu empat minggu). Tidak ada

hubungan statistik yang signifikan telah terbukti. Tidak ada vaksin tertentu

telah dicurigai. Kurang dari 4 sampai 10 000 anjing diduga memiliki reaksi

ini terhadap vaksin.

Jenis dan Usia


Penyakit ini jarang terjadi pada kucing, dan lebih sering terjadi pada anjing.

Beberapa jenis anjing cenderung terserang oleh penyakit ini: Old English Sheepdogs,

Cocker Spaniels, Poodles, Irish setters, English springer spaniels, dan collies.

Penyebab timbulnya penyakit ini disebabkan beberapa faktor seperti, stress, loops,

melahirkan dan infeksi dapat menyerang anjing yang memiliki/membawa genetik

penyakit ini. AIHA cenderung timbul pada anjing betina diumur 5-6 tahun (tetapi

ada laporan penyakit ini menyerang di usia 1-13 tahun).

Gejala Klinis

Gejala dari penyakit AIHA dapat bervariasi, tergantung dari faktor-faktor

pemicunya, termasuk sistem imun dari inangnya dan pengaruh lingkungan. Anemia

(kurangnya sel darah merah) dapat menyebabkan pucatnya selaput lendir yang

merupakan tanda klinis utama yang terlihat. Tanda klinis lainnnya termasuk pingsan,

lemah, lesu, anorexia (kurangnya nafsu makan), tidak dapat berolahraga atau

beraktifitas, dyspnea (kesulitan bernafas), tachypnea (meningkatnya detak jantung),

muntah, diare, demam dapat muncul dapat juga tidak, jaundice (selaput lendir

berwarna kekuningan), otot yang sakit, petechia (memar) dan biasanya

meningkatnya konsumsi air dan juga banyaknya urin yang dikeluarkan.

Gambar 3. AIHA pada anjing


Diagnosa

Untuk mendapatkan diagnosa AIHA, dibutuhkan pemeriksaan laboratorium

dan juga pemeriksaan fisik anjing yang dapat dilakukan oleh dokter hewan ataupun

rumah sakit hewan.

 Complete Blood Cell Count (Perhitungan jumlah darah)-Jumlah sel darah

merah yang rendah, sering dengan sel PCV kurang dari 20%. Jumlah sel

darah putih dapat meningkat, menurun, atau normal. Trombosit biasanya

rendah. Uji darah sering mengungkapkan adanya sel abnormal pada darah

merah.

 Serum-Kimia, tes ini digunakan terutama untuk menyingkirkan penyakit

lainnya. Peningkatan enzim hati yang merupakan ciru umum AIHA.

 Profil dari autoimun (Coomb itu, Antinuclear Antibodi, dan faktor

rheumatoid)-ini adalah tes diagnostik pilihan. Sayangnya, tes ini tidak dapat

dijalankan di rumah dan mungkin memerlukan beberapa hari untuk

mendapatkan hasil. Harap diingat bahwa kadang-kadang tes akan Coomb

menunjukkan AIHA yang negatif.

 Tick Panel (Ehrlichia, RMSF, Lyme)-tes ini dapat dilakukan untuk

menyingkirkan penyakit ini ketika trombositopenia (jumlah trombosit

rendah) hadir dalam darah.

 Radiografi / USG-mungkin diperlukan jika kehadiran tumor dicurigai.

 Biopsi Sum-sum tulang belakang-test ini dilakukan ketika anemia tersebut

nonregeneratif dan tidak ada pengobatan lain yang dapat membantu.

Pengobatan AIHA
Pengobatan yang spesifik dibutuhkan untuk menghentikan hemolysis

(hancurnya sel darah merah). Dosis tinggi corticosteroid merupakan pilihan pertama

untuk menghentikan produksi sel darah merah. Pada awal pengobatan, CPV pasien

di monitor dengan ketat untuk memastikan tubuh merespon terhadap pengobatan.

Jika CPV pasien sudah diatas 30%, dosis steroid dapat dikurangi selama 3- 6 bulan

kedepan.

Jika penyakit tersebut tidak kambuh dan anjing diberikan dosis steroid yang

sangat rendah, makan pemberian steroid dapat diberhentikan. Jika AIHA kambuh

selama pemberhentian steroid, maka corticosteroid harus diberikan kembali. Pasien-

pasien dengan AIHA primer membutuhkan perawatan jangka panjang atau seumur

hidup mereka dan sulit untuk mengontrol penyakit ini agar tidak kambuh. Efek

samping dari corticosteroid antara lain, konsumsi air dan pembuangan urin yang

meningkat, meningkatnya nafsu makan, meningkatnya berat badan, pemborokan

saluran pencernaan dan meningkatnya infeksi karena obat-obatan penekan sistem

imun.

Prognosis

AIHA merupakan penyakit yang sangat serius. Lebih dari sepertiga atau

setengah dari anjing-anjing yang terinfeksi akan mati pada fase akut (awal) dari

penyakit ini, penyakit kambuhan, atau dari efek samping terapi penekan sistem imun.

Namun, beberapa anjing dengan onset AIHA kronis dapat pulih dengan sangat baik

dengan pengobatan suportif dan imunosupresi yang tepat, tetapi anjing ini juga

beresiko kambuh.

Ketika AIHA merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi sekunder

lainnya seperti kanker, prognosis lebih erat kaitannya dengan gangguan sekunder
dibandingkan anemia. Pasien-pasien yang sembuh dari AIHA harus di pantau secara

ketat selama enam hingg adua belas bulan pertama, kemudian selama hidup mereka.

3. AntipPhospolipid Syndrome (APS)

Merupakan suatu keadaan autoimun yang ditandai dengan produksi antibodi

antiphospholipid dalam kadar sedang sampai tinggi dan dengan gambaran klinis

tertentu seperti trombosis (vena maupun arteri termasuk stroke), trombositopenia

autoimun dan abortus (Rahman, 2012).

4. Penyakit Addison

Penyakit Addison adalah hipofungsi kronik korteks adrenal primer akibat

dari kerusakan pada korteks adrenal. Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi

akibat fungsi korteks tidak untuk memenuhi kebutuhan pasienakan hormon-hormon

korteks adrenal.Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit

destruktif atau atrofik, biasanya autoimun atau tuberkulosa (Rahman, 2012).

5. Seliaka

Seliaka adalah gangguan autoimun dari usus kecil yang terjadi pada orang

genetik cenderung dari segala usia dari bayi dan seterusnya. Gejala termasuk diare

kronis, gagal tumbuh (pada anak) dan kelelahan, tetapi mungkin tidak ada dan gejala

pada sistem organ lainnya telah dijelaskan. Sebagian pertumbuhan diagnosis sedang

dilakukan pada orang tanpa gejala sebagai akibat dari skrining meningkat.

Seliaka ini disebabkan oleh reaksi terhadap gliadin, sebuah prolamin (protein

gluten) ditemukan dalam gandum dan protein serupa yang ditemukan dalam tanaman

lainnya (Rahman, 2012).


6. Hepatitis Autoimun

Hepatitis autoimun (AIH), yang dahulu disebut sebagai lupoid hepatitis atau

hepatitis kronik autoimun adalah suatu gangguan hati kronis nekroinflamatori yang

belum diketahui penyebabnya, dengan karakteristik secara histologik berupa

infiltrasi sel mononuklear di saluran portal dan secara serologis adanya autoantibodi

terhadap antigen hati yang spesifik dan yang tidak spesifik serta adanya peningkatan

kadar immunoglobulin G (igG) serum.

Hepatitis autoimun merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai

dengan adanya kematian sel hati, pembentukan jaringan ikat yang disertai

pembentukan benjolan. Hal ini dapat menyebabkan gangguan aliran darah ke hati

dan mengganggu fungsi hati. Sistem kekebalan tubuh biasanya membuat antibodi

untuk menyerang bakteri, virus dan kuman lainnya. Pada hepatitis autoimun,sistem

kekebalan tubuh membuat antibodi terhadap sel-sel hati yang dapat menyebabkan

kerusakan dan sirosis (Rahman, 2012).

7. Alopecia Areata

Kata alopecia sendiri dalam dunia kedokteran bermakna secara umum untuk

menyebut (kondisi) kebotakan. Ketika rambut tiba-tiba rontok (biasanya pada kulit

kepala), mungkin saja itu adalah alopecia areata. Biasanya bentuknya terlokalisir

pada sebuah atau lebih area yang umumnya membentuk lingkaran kulit kepala yang

bersih dari rambut dan tidak ada tanda-tanda kelainan spesifik lain yang tampak kasat

mata, termasuk tidak nyeri ataupun gatal (Rahman, 2012).

8. Myasthenia Gravis

Myasthenia gravis adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai oleh

kelemahan dari otot wajah, orofaringeal, ekstraokuler dan otot anggota gerak.
Kelemahan dari otot-otot wajah dapat menyebabkan kesukaran untuk tersenyum,

mengunyah dan berbicara. Tanda utama dari penyakit ini adalah peningkatan

kelemahan otot pada aktivitas otot yang berulang. Merupakan penyakit yang jarang

dengan insiden 1 per 100.000, wanita dua kali lebih banyak dibanding pria.

Penyebabnya diduga karena serangan autoimun terhadap reseptor asetilkolin

pada neuro-muscular junction. Antibodi terhadap reseptor asetilkolin atau receptor-

decamethonium complex (anti-AchR) ditemukan dalam serum dari tigaperempat

penderita Myasthenia gravis (Rahman, 2012).

9. Systemic Sclerosis

Merupakan penyakit yang jarang, dikenal pula dengan nama lain

scleroderma, yang ditandai dengan fibrosis kulit, pembuluh darah dan organ viscera

yang progresif. Gambaran klinisnya bervariasi dan morbiditas penyakit ini

tergantung pada luasnya permukaan kulit dan organ dalam yang terkena. Sering

ditemukan fenomena Raynauld khususnya pada pasien dengan sindroma CREST

(calcinosis pada kulit, fenomena Raynauld, dismotilitas esofagus, sclerodactyly dan

telangiectasis). Penderita dengan penyakit yang difus akan menampakkan gejala

arthritis pembengkakan tangan dan jari serta penebalan kulit yang dimulai pada jari

dan tangan dan bisa meluas ke muka dan leher (Rahman, 2012).

10. Reumathoid Arthritis


Radang sendi atau artritis reumatoid (bahasa Inggris: Rheumatoid Arthritis,

RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang

oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam

waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai

banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-

struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang (Rahman, 2012).

Gambar 4. Reumathoid Arthritis

11. Ankylosing Spondylitis

Ankylosing spondylitis adalah bentuk peradangan kronis dari tulang

belakang (spine) dan sendi-sendi tulang sacroiliac (sacroiliac joints). Sacroiliac

joints berlokasi pada belakang bawah dimana sakrum (tulang kelangkang, tulang

yang tepat berada diatas tulag ekor) bertemu tulang-tulang ilium (tulang-tulang yang

berada di kedua sisi dari bokong atas). Peradangan kronis pada area-area ini

menyebabkan nyeri dan kekakuan dalam dan sekitar tulang belakang (spine).

Dengan berjalannya waktu, peradangan spine yang kronis (spondylitis) dapat

menjurus pada suatu penyatuan bersama sepenuhnya (fusion) dari vertebra-vertebra,

proses yang dirujuk sebagai ankylosis (Rahman, 2012).


PENUTUP

KESIMPULAN

Autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan

kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B,

sel T atau keduanya. Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh

yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh

melawan pada apa yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu

termasuk mikro-jasad, parasit (seperti cacing), sel kanker malah pencangkokkan organ dan

jaringan.
DAFTAR PUSTAKA

A, Ansari. 1985. Cardiovascular Manifestations Of Systemic Lupus Erythematosus: Current


Perspective.Prog Cardiovasc Dis. 1985 May-Jun;27(6):421-34
Bolon B. Cellular and Molecular Mechanisms of Autoimmune Disease. Toxicol Pathol.
2012;1(1):216–29.
Bratawidjaya KG. Imunologi Dasar. Edisi ke-10. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
Fairweather D. Autoimmune Disease : Mechanisms. Encycl life Sci. 2007 Jan 21(9):1–6.
Immunol JCC, Ray S, Sonthalia N, Kundu S, Ganguly S. Autoimmune Disorders : An
Overview of Molecular and Cellular Basis in Today ’ s Perspective. J Clin Cell
Immunil. 2012;1(1):1–12
Integra. 2018. Gangguan Autoimun. https://www.integra.co.id/wp-
content/uploads/2018/11/Newsletter_November_2018_Integra-1.pdf. Diakses 19
April 2019.
MM., Seavey. 2011. Animal Models Of Systemic Lupus Erythematosus (Sle) And Ex Vivo
Assay Design For Drug Discovery.Curr Protoc Pharmacol. 2011 Jun;Chapter 5:Unit
5.60
National Institute of Arthritis and Musculosceletal and Skin Disease. 2016. Understanding
Autoimun disease. United states: National Institutes of Health.
Rahman. 2012. Kumpulan 10 Penyakit Autoimun. http://diforahmanbleweran. com/.
Diakses 19 April 2019.

Anda mungkin juga menyukai