Anda di halaman 1dari 34

PERANAN NUTRISI PADA

PENDERITA LUPUS
Penyaji
: dr. Achnes Pangaribuan
Pembimbing : dr. Gede Kambayana, Sp.PD-KR
Dept. Of Rheumato-Immunology FK UNUD RSUP SANGLAH - Denpasar

PENDAHULUAN
SLE merupakan penyakit inflamasi autoimun
kronis dengan etiologi yang belum diketahui
serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit &
prognosis yang sangat beragam.
Terutama menyerang wanita usia reproduksi
Terdapat
beberapa
faktor
yang
diduga
mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap
SLE, diantaranya: faktor genetik, lingkungan dan
hormonal.

Annals of the rheumatic diseases. 2010;69(9):160311

Tujuan dari pengobatan SLE adalah untuk


mengontrol tanda dan gejala, mempertahankan
remisi, dan mencegah kerusakan yang disebabkan
oleh obat-obatan dan aktivitas penyakit.
Pengobatan yang digunakan untuk terapi
SLE
adalah golongan NSAID, kortikosteroid, obat
antimalaria
dan
pemberian
imunosupresan
intravena.
Pemberian kortikosteroid dan mengurangi aktivitas
fisik meningkatkan kecenderungan untuk akumulasi
lipid yang merupakan predisposisi untuk terjadinya
penyakit jantung koroner dan risiko tinggi
penurunan kepadatan mineral tulang, anemia, dan
peningkatan kadar homosistein plasma.

Akumulasi
lemak
tubuh
menyebabkan
peningkatan kadar sitokin proinflamasi, yang
dapat menyebabkan eksaserbasi dari inflamasi dan
meningkatkan risiko terjadinya diabetes mellitus,
Aspek-aspek
tersebut menunjukkan
hipertensi, dan penyakit jantung koroner.

bahwa status gizi dan asupan


makanan
Di sisi lain, pasien-pasien
ini mungkin
kurang
gizi
pada pasien
dengan
SLE
karena
penggunaan
terus
menerus
obat
dapat memperbaiki
perjalanan
imunosupresan,
yang meningkatkan
kerentanan
terhadap infeksi dan gejala gastrointestinal yang
penyakit SLE.
mempunyai risiko besar untuk terjadinya gangguan
nafsu makan dan perubahan pola makan.

Perubahan metabolisme pada SLE


Pada pasien SLE terjadi perubahan metabolisme
berupa penurunan semua jalur pembentukan
energi (ATP) antara lain: glikolisis, siklus krebs,
oksidasi hidroksi butirat dan amino acid pools.
Penurunan pembentukan ATP kelemahan
kronis
Perubahan pada profil lipid penurunan asam
lemak rantai panjang dan peningkatan asam
lemak rantai sedang.
Penurunan antioksidan intraseluler (glutation)

Glikolisis (A), siklus Krebs (B), oksidasi asam lemak (C), amino acid
pools (D), biosintesis lipid (E), biosintesis asam lemak esensial (F),
biosintesis eicosanoid (G) methyl group interchange pathways (H) dan
pembentukan glutathione (I)
PLoS One.

KALORI
Pembatasan kalori dalam diet memperbaiki progresifitas
penyakit autoimun. Beberapa penelitian pada hewan coba telah
menunjukkan bahwa pembatasan energi sekitar 30%-40%
memperlambat onset glomerulonefritis pada tikus percobaan,
dengan menghambat perkembangan sindrom limfoproliferatif.
Restriksi kalori menghambat penurunan limfosit T CD4 + dan
CD8+, meningkatan sitokin Th1 (IL-2 dan interferon- [IFN-])
pada tikus.
The National Academy of Sciences menganjurkan asupan
sebesar 1.800-2.000 kalori/hari pada dewasa eutrofik, dan
2.200-2.500 kalori/hari pada orang dewasa dengan aktivitas fisik
minimal.

PROTEIN
Asupan protein yang tinggi berhubungan dengan
progresifitas kerusakan ginjal pada pasien maupun hewan
coba autoimun.
Tikus dengan diet protein moderat memiliki kekebalan dan
perlambatan terhadap progresifitas penyakit autoimun
dibandingkan dengan tikus dengan diet protein normal.
Pada penelitian tersebut, diet dengan restriksi terhadap
asam amino fenilalanin dan tirosin memberikan manfaat
yang signifikan pada tikus percobaan.

Hal ini layak untuk diperhatikan


pada penderita lupus nefritis, diet
rendah protein tidak dianjurkan
Caetano et al. menyatakan bahwa asupan protein yang
untuk
mencegah keseimbangan
berlebihan menyebabkan demineralisasi tulang pada pasien
usia muda dengan SLE. Di sisi lain, restriksi diet protein
nitrogen
negatif dan gizi buruk.
(0,6 gram/kg/hari) meningkatkan laju filtrasi glomerular
pada penderita gagal ginjal kronis fase predialitik
J Ren Nutr. 2000;10(4):170-83

ISOFLAVON
Banyak ditemukan pada jenis makanan berbasis kedelai.
Strukturnya mirip dengan yang 17-estradiol (E2), yang memiliki
efek estrogenik.
Hong et al. menunjukkan bahwa suplementasi dengan isoflavon
meningkatkan kelangsungan hidup model murine SLE dengan
menghambat
produksi
autoantibodi
(anti-dsDNA
dan
anticardiolipin), dan mengurangi sekresi IFN-. Penulis
melaporkan bahwa isoflavon memiliki efek anti inflamasi dan
efek antioksidan. 1
Zhao et al. melaporkan bahwa diet tinggi kedelai dapat
memperburuk kerusakan ginjal, mengurangi creatinin clereance,
yang meningkatkan perburukan penyakit glomerular pada tikus
percobaan. 2

Lupus. 2009;18(3):206Int Immunopharmacol 2005;5(11):1601-

L-canavanin
Asam amino non-protein ini banyak ditemukan pada biji-bijian
(kacang kedelai, bawang merah, dan kecambah) yang
merupakan homolog alami L-arginine dengan aktivitas
antimetabolik. Defisiensi L-canavanin dapat mengakibatkan
apoptosis sel dalam kondisi defisiensi arginin. L-canavanin
bertindak sebagai supresi terhadap induksi sel T yang mengatur
sintesis antibodi dan proliferasi limfosit.
Hong et al. menyimpulkan bahwa suplementasi dengan ekstrak
etilasetat dari kecambah dalam model murine untuk SLE
terbukti
mengurangi
secara
signifikan
sekresi
IFN-,
mengurangi risiko inflamasi dan aktivasi mediator respon imun.
Namun, beberapa studi pada manusia dan monyet
cynomolgus
sehat
menunjukkan
bahwa
asupan
kecambah dapat menginduksi sindrom autoimun seperti
lupus, dengan peningkatan titer antibodi antinuclear,
anti-dsDNA,
dan
penurunan
komplemen,
serta
menghambat remisi

Sumber makanan dengan kandungan Lcanavanin yang tinggi juga kaya akan
serat
sehingga
dapat
mencegah
hiperkolesterolemia dan aterosklerosis.
Meskipun temuan telah menyarankan
bahwa makanan dengan kandungan Lcanavanin
(kecambah)
tidak
boleh
dikonsumsi pada SLE, perlu dicatat bahwa
memasak
dan
autoklaf
menghancurkan
efek
yang
tidak
menguntungkan
tanpa
merusak
fungsinya sebagai penurun lipid.

Taurin
Asam amino bebas intraseluler terutama, yang
disintesis melalui metionin dan sistein. Banyak
terdapat dalam makanan seperti telur, daging,
tiram, dan cumi-cumi.
Taurin mempunyai peranan penting sebagai
pengatur respon imun, mengurangi stres oksidatif,
sitokin inflamasi, dan apoptosis, serta mengurangi
kadar serum lipid pada tikus.
Huang et al. menyatakan bahwa suplementasi
taurin pada tikus yang diberi diet tinggi kolesterol
dapat mengurangi risiko penyakit jantung dengan
dosis 10 gram/kg berat badan dalam diet hewan

Rev Bras Reumatol 2012;52(3):384-4

LIPID
Asupan tinggi lemak tak jenuh ganda dapat
mengurangi risiko terjadinya Diabetes Mellitus (DM),
sedangkan diet lemak trans meningkatkan risiko DM
Halen et al. telah menunjukkan bahwa diet tinggi
lipid
menginduksi
aterosklerosis
pada
tikus,
sebaliknya pembatasan lipid mengurangi ekspresi
kompleks
imun
pada
glomerulonefritis
dan
memperpanjang rentang hidup pada tikus percobaan.
Selain itu lipid dapat mengubah keseimbangan
antara sel Th1 dan Th2, mendukung perkembangan
fenomena autoimun

3 and 6 polyunsaturated fatty acids


Asam lemak tak jenuh eicosapentaenoic (EPA)
dan docosahexaenoic (DHA) menghambat
enzim lipoxygenase dan mengurangi produksi
inflamasi yang berasal dari asam arakidonat.

-6
PUFA
dapat
memperburuk
SLE
DHA secara signifikan mengurangi titer serum
dengan
menginduksi
di
anti-dsDNA,
deposit
IgG ginjal dan mengurangi
kadar IL-18
pada tikus percobaan
mediator
inflamasi.
Halade GV et al. telah melaporkan peningkatan
yang signifikan dalam rentang hidup tikus
percobaan dengan pemberian suplementasi
DHA dan EPA melalui peranannya dalam
menghambat sekresi TNF dan IL-2.

VITAMIN
Metabolit vitamin A, seperti asam retinoat, memiliki
peran antineoplastik, regulasi, proliferasi dan
diferensiasi sel. Vitamin A juga memiliki efek terapi
pada beberapa model binatang penyakit ginjal, seperti
lupus nephritis.
Kinoshitak et al. telah menunjukkan bahwa pasien yang
diobati dengan retinoid memperbaiki proteinuria,
menurunkan titer anti-dsDNA dan komplemen tanpa efek
samping, yang menunjukkan bahwa retinoid merupakan
pengobatan yang menjanjikan untuk lupus nefritis
Dosis 100.000 IU vitamin A selama dua minggu telah
terbukti meningkatkan efek perlindungan terhadap
respon sitotoksisitas sel antibodi-dependent, aktivitas sel
Natural Killer, dan IL-2.

Vitamin D diproduksi di kulit dan diperoleh dari


makanan. Efek dari bentuk aktifnya pada respon
imun melalui penghambatan terhadap proliferasi
limfosit T (Th1).
1,25(OH)2D3 menghambat proliferasi sel Th1 dan
produksi sitokin, mengurangi sekresi IL-2, IFN-
oleh sel T CD4 dan meningkatkan produksi IL-5
dan IL-10, yang menentukan pergeseran ke arah
respons Th-2.
Konsumsi vitamin D dosis tinggi (37 ng/mL) telah
dikaitkan
dengan
penurunan
risiko
untuk
terjadinya DM tipe 1, encephalomyelitis autoimun,
SAH,
hipertrigliseridemia,
Multiple
Sclerosis,
penyakit radang, Iritable Bowel Disease, SLE.

Pasien dengan SLE telah terbukti memiliki


beberapa faktor yang mengurangi tingkat
vitamin D (< 20 ng/mL), yang tidak terjadi
pada pasien dengan rheumatoid arthritis
(RA) dan osteoarthritis.
Penjelasan yang mungkin untuk penurunan
kadar
vitamin
D
pada
SLE
adalah
fotoproteksi intens dari pasien, di samping
hipoparatiroidisme relatif yang disebabkan
oleh
tingginya
IL-6
(akibat
aktivitas
penyakitnya) dan penggunaan kronis steroid,
yang menyebabkan penurunan absorbsi
kalsium.

Kombinasi minyak ikan dan vitamin E memiliki


dampak pada beberapa mediator SLE. Tikus yang
diberi minyak ikan dan 75 IU vitamin E
menunjukkan penurunan sitokin inflamasi,
PGE2, leukotrien B, dan tromboksan B.
Efek proteksi ini berbanding lurus dengan
peningkatan suplementasi vitamin E 500 IU, dan
meningkat secara signifikan dengan pemberian
suplementasi vitamin E bersamaan dengan -3
PUFA.

Kadar plasma homosistein yang tinggi terkait


dengan tingginya kejadian aterosklerosis pada
SLE, yang meningkatkan kebutuhan konsumsi
vitamin B6 dan B12 (selain folat), yang
merupakan kofaktor penting dalam metabolisme
dan menurunan kadar homosistein.
Selain itu, vitamin B juga memengaruhi
beberapa kadar serum penanda inflamasi,
seperti protein
C-reaktif (CRP).

Studi pada tikus telah menunjukkan


bahwa vitamin C dapat mengurangi
titer
IgG
dan
anti-dsDNA
dan
insufisiensi
vitamin
C
dapat
mempertahankan stres oksidatif dan
menginduksi inflamasi pada fase aktif
penyakit SLE.
Menurut studi oleh Minami et al. pada
279 pasien dengan SLE, konsumsi
vitamin C berbanding terbalik dengan
aktivitas inflamasi pada SLE

Patient Education
Natural and Fresh Food
Sugested maximum Daily Intakes: 24002600 calories (men); 1600 calories
(women)
Foods low in calories and saturated fats;
and foods high in antioxidants, fiber,
calcium, vitamin D, and Omega 3 fatty
acids.
Protein : 63 gram (men) / 50 gram
(women)
Fat : 30% total calories (65 gram),

Choose Low Calorie Foods


Avoid drenching your food in dressing,
oil, butter, and sugar, which can
increase your calorie intake.

FAT
Red meat is high in cholesterol and saturated fat. Try to limit
to once a week if you can.
Look for lean meats around 99%.
Remove skin from poultry because that is where the most
saturated fat is.
Cut fat off from red meat.
Broil and grill vs. pan fried with oil, deep fried, and breading.
It is important to incorporate fish into your diet around 3-4
times a week.
Practice portion control - meat should not take up of your
plate, it should be more like
Best Bets:
Chicken breast, lean beef, wild salmon, herring,
mackerel, sardines, anchovies, rainbow trout, tuna
(canned light), crab, oysters, tilapia, cod, pacific oysters

Fruits and Vegetables


When bought fresh, there are no added cholesterol and
saturated fats added to fruits and vegetables, and they
are low in fat and sodium. Fruits and vegetables contain
antioxidants and fiber and are a great source of Vitamin C
and Vitamin A
Healthy ways to add fruits and vegetables into your
diet:

Snack on fruits and vegetables throughout the day


Add vegetables to soups, sandwiches, and salads
Add fruit to your cereal and yogurt
Choose fresh and frozen (without sauces)
Go easy on canned foods (choose low salt), dried fruits,and fruit
juice

KESIMPULAN
Mengingat semua aspek yang menguntungkan dan
merugikan dari nutrisi, adalah bijaksana untuk
menyatakan bahwa diet yang memadai untuk
pengobatan
SLE
terutama
ditujukan
untuk
mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan
aterosklerosis, selain mengurangi faktor peradangan
dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh.
Nutrisi seimbang dan bergizi untuk menjaga berat
badan ideal, dengan kontrol kalori yang efektif untuk
menghindari resistensi insulin, meningkatkan HDL-C
dan
mengurangi
tingkat
trigliserida
sangat
bermanfaat pada penderita SLE sebagai terapi
suportif.

Suksma

Anda mungkin juga menyukai