PENDAHULUAN
1
sangat diperlukan pemahaman, koordinasi dan kerjasama yang baik antara
teknisi dan subjek agar didapatkan hasil yang optimal. Faktor-faktor yang
dapat meningkatkan hasil pemeriksaan spirometri adalah peralatan yang
akurat, prosedur pemeriksaan yang baik, program pengendalian mutu
berkelanjutan, nilai acuan yang tepat, dan algoritma interpretasi hasil yang
baik. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi atau
keperluan tertentu. Penurunan fungsi paru yang terjadi secara mendadak dapat
menimbulkan keadaan yang disebut gagal napas dan dapat mendatangan
kematian kepada penderita. ( Blondshine,2000).
Alat tersebut digunakan untuk menguji fungsi paru. Dimana hal tersebut
sangat berguna baik untuk kepentingan diagnostik, monitoring, evaluasi atau
pun sebagai upaya kesehatan masyarakat. Maka dari itu, sebagai seorang
mahasiswa fakultas kedokteran kita harus mengetahui bagaimana
mendemonstrasikan dan menganalisa kapasitas pernapasan manusia dengan
menggunakan spirometri.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu memahami mekanisme respirasi eksternal (ventilasi
pulmoner);
2. Mahasiswa mampu memahami volume dan kapasitas paru;
3. Mahasiswa mampu memahami teknik pemeriksaan spirometri; dan
4. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan spirometri.
2
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan spirometri;
2. Mahasiswa dapat mendemonstrasikan dan menganalisa kapasitas
pernapasan manusia;
3. Mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas
pernapasan manusia;
4. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan spirometri.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Respirasi melibatkan otot-otot regular dan otot bantu. Otot reguler
bekerja dalam pernapasan normal, sedang otot bantu atau auxiliar bekerja saat
pernapasan sesak. (Snell, 2011).
Otot reguler inspirasi : m. Intercostalis externus, m. Levator costae, m.
Serratus posterior superior, dan m. Intercartilagineus.
Otot auxiliar inspirasi : m. Scaleni, m. Sternocleidomastoideus, m.
Pectoralis mayor et minor, m. Latissimus dorsi, m. Serrarus anterior.
Otot reguler ekspirasi : m. Intercostalis internus, m. Subcostalis, m.
Tranversus thorachis, m. Serratus posterior inferior.
Otot auxiliar ekspirasi : m. Obliquus externus et internus abdominis, m.
Tranversus abdominis, m. Rectus abdominis.
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung,
farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus.
a) Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung.
Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai
vestibulum (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir
yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan
farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke
dalam rongga hidung.
b) Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak
sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Maka ‘letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
c) Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang
mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx sampai ketinggian
vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri
atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
d) Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan
dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di
tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas
16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat
5
bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah
belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
e) Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan
kesamping ke arah tampuk paru. Bronchus kanan lebih pendek dan lebih lebar
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronchus
lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan,
dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa
cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus
lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan
terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya
menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis
tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang
rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut
saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar
udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. (Snell, 2011)
f) Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus
alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut
lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20
kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus
dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn. (Snell, 2011)
g) Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan.
Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga
pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan
6
dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan
paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus
dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola,
venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga
mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran
gas.(Snell, 2011)
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari sel-
sel epitel dan dan endotel. O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan
dari darah.
Letak paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, datarannya menghadap ke tengah rongg
dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paru-paru
atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus
oeh selaput selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua :
Pleura viseral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru.
Pleura parietal, yaitu selaput paru yang melapisi bagian dalam dinding dada.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.
Pada keadaan normal kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-
paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat)
yang 1. Serabut symphaticus: truncus sympaticus
7
pandangan dorsal jantung dan paru-paru yang telah dibelah
8
Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncus sympaticus
dan serabut parasympatiscus berasal dari nervus vagus.
1. Serabut symphatis
Truncusympaticus kanan dan kiri memberikan cabang – caang pada paru
membentuk plexus pulmonalis yang terletak didepan dan dibelakang broncus
prim. Fungsi saraf sympatis untuk merelaxasi tunica muscularis dan
menghambat sekresi broncus.
2. Serabut para sympatikus
Nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang – cabang pada plexus
pulmonalis kedepan dan kebelakang. Fungsi saraf parasympaticus untuk
konstraksi tunica muscularis akibatnya lumen menyempit dan merangsang
sekresi boncus.(Snell, 2011)
9
b. Pertukaran O2 dan CO2 alveoli dan kapiler pulmonal melalui mekanisme
difusi
c. O2 dan CO2 ditranspor oleh darah dari paru ke jaringan
d. Pertukaran O2 dan CO2 antara jaringan dan darah dengan proses difusi
melintasi kapiler sistemik.
Tahap a & b oleh sistem respirasi, sedangkan tahap c & d oleh sistem
sirkulasi.
(Sherwood, 2012)
10
inspirasi juga disebut udara komplementer. Umumnya pada laki-laki
sebesar 3.300 mililiter dan pada wanita sebesar 1.900 mililiter.
3. Volume Cadangan Ekspirasi (Expiratory Reserve Volume = ERV)
Volume cadangan ekspirasi adalah udara yang masih dapat dikeluarkan
setelah melakukan ekspirasi biasa sampai mencapai ekspirasi maksimal.
Volume cadangan ekspirasi juga disebut udara suplementer. Pada laki-laki
1.000 ml, sedangkan perempuan 700 ml.
4. Volume Residu (Residual Volume =RV)
Volume residu adalah volume gas dalam paru yang masih tertinggal saat
akhir ekspirasi maksimal, dengan kata lain volume residu adalah kapasitas
paru total dikurangi kapasitas vital. Udara yang masih tersisa didalam
paru sesudah ekspirasi maksimal sekitar 1100ml.
Menurut Guyton & Hall (2008), kapasitas vital paru adalah volume cadangan
inspirasi ditambah volume tidal dan volume cadangan ekspirasi, volume ini
merupakan jumlah maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru
11
setelah terlebih dahulu penghisapan secara maksimum. Kapasitas vital rata-
rata pada pria muda dewasa kira- kira 4,6 liter, dan pada wanita muda dewasa
kirakira 3,1 liter. Meskipun nilai itu jauh lebih besar pada beberapa orang
dengan berat badan yang sama pada orang lain. Orang yang memiliki postur
tubuh yang tinggi dan kurus biasanya mempunyai kapasitas paru yang lebih
besar daripada orang yang gemuk dan seorang atlet yang terlatih baik,
mungkin mempunyai kapasitas vital 30- 40 % diatas normal yaitu 6-7 liter.
Dalam keadaan yang normal, kedua paru-paru dapat menampung udara
sebanyak -5 liter. Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal ±3
liter udara. Pada saat kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-
paru 2.600 cm3 (21/2 liter). Menurut Rahmah (2008), kapasitas paru-paru
dapat dibedakan sebagai berikut:
12
Jumlah udara yang dapat dikeluarkan dalam waktu 1 detik, diukur
dalam liter. Bersama dengan FVC merupakan indikator utama fungsi
paru-paru. FEV1/FVC merupakan rasio FEV1 /FVC. Pada orang
dewasa sehat nilainya sekitar 75% - 80%.
Sementara menurut Hood (2005), ada dua macam kapasitas vital paru
berdasarkan cara pengukurannya:
1. Usia
Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung
sebanyak ± 5 liter. Saat ekspirasi terjadi, di dalam paru-paru masih
13
tertinggal ± 3 liter udara. Pada waktu bernafas biasa udara yang masuk ke
dalam paru-paru 2600 cc (2,5 liter) jumlah pernafasan. Dalam keadaan
normal:
a. Orang Dewasa : 16-18 kali per menit
b. Anak-anak : 24 kali per menit
c. Bayi kira-kira : 30 kali per menit
Walaupun pada pernapasan pada orang dewasa lebih sedikit daripada
anak-anak dan bayi, akan tetapi kapasitas vital paru orang dewasa lebih
besar dibandingkan dengan anak-anak dan bayi. Dalam keadaan tertentu
dapat berubah misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa
bertambah cepat atau sebaliknya (Trisnawati, 2007). Umur merupakan
variabel yang penting dalam hal terjadinya gangguan fungsi paru.
Semakin bertambahnya umur, terutama yang disertai dengan kondisi
lingkungan yang buruk serta kemungkinan terkena suatu penyakit, maka
kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru dapat terjadi lebih besar.
Seiring dengan pertambahan umur, kapasitas paru juga akan
menurun.Kapasitas paru orang berumur 30 tahun ke atas rata-rata 3.000
ml sampai 3.500 ml, dan pada orang yang berusia 50 tahunan kapasitas
paru kurang dari 3.000 ml. Secara fisiologis dengan bertambahnya umur
maka kemampuan organorgan tubuh akan mengalami penurunan secara
alamiah tidak terkecuali gangguan fungsi paru dalam hal ini kapasitas
vital paru. Kondisi seperti ini akan bertambah buruk dengan keadaan
lingkungan yang berdebu atau faktor-faktor lain seperti kebiasaan
merokok serta kebiasaan olahraga/aktivitas fisik yang rendah. Rata-rata
pada usia 30 – 40 tahun seseorang akan mengalami penurunan fungsi paru
yang dengan semakin bertambah umur semakin bertambah pula gangguan
yang terjadi (Guyton & Hall, 2008).
2. Jenis kelamin
Kapasitas vital paru berpengaruh terhadap jenis kelamin seseorang.
Volume dan kapasitas paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 % lebih
14
kecil dari pada pria (Guyton & Hall, 2008). Menurut Tambayong (2001)
disebutkan bahwa kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 L
dibandingkan pada wanita yaitu 3,1 L. Frekuensi pernapasan pada laki-
laki lebih cepat dari pada perempuan karena laki-laki membutuhkan
banyak energi untuk beraktivitas, berarti semakin banyak pula oksigen
yang diambil dari udara hal ini terjadi karena lelaki umumnya beraktivitas
lebih banyak dari pada perempuan.
3. Status gizi
Status Gizi seseorang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru.
Seseorang dengan kategori kurus dan tinggi biasanya kapasitas vitalnya
lebih dari orang gemuk pendek. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi
pada orang dewasa (usia 18 tahun keatas) merupakan masalah penting,
karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat
mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu,pemantauan keadaan
tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah
dengan mempertahankan berat badan ideal atau normal.
4. Kondisi kesehatan
Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang.
Kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit. Gangguan
kesehatan yang terjadi pada seseorang yang diakibatkan karena infeksi
pada saluran pernafasan dapat mengakibatkan penurunan fungsi paru
(Pearce, 2002).
5. Riwayat penyakit
Dalam beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa seseorang yang
mempunyai riwayat menderita penyakit paru berhubungan secara
bermakna dengan terjadinya gangguan fungsi paru. Dari hasil penelitian
Soedjono (2002) dan Nugraheni (2008) diperoleh hasil bahwa pekerja
yang mempunyai riwayat penyakit paru mempunyai risiko 2 kali lebih
15
besar untuk mengalami gangguan fungsi paru. Seseorang yang pernah
mengidap penyakit paru cenderung akan mengurangi ventilasi perfusi
sehingga alveolus akan sedikit mengalami pertukaran udara. Akibatnya
akan menurunkan kadar oksigen dalam darah. Banyak ahli juga
berkeyakinan bahwa penyakit emfisema kronik, pneumonia, asma
bronkiale, tuberculosis dan sianosis akan memperberat kejadian gangguan
fungsi paru.
6. Riwayat pekerjaan
Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit akibat
kerja. Hubungan antara penyakit dengan pekerjaan dapat diduga dengan
adanya riwayat perbaikan keluhan pada akhir minggu atau hari libur
diikuti peningkatan keluhan untuk kembali bekerja, setelah bekerja
ditempat yang baru atau setelah digunakan bahan baru di tempat kerja.
7. Kebiasaan merokok
Menurut Depkes RI (2003) merokok menyebabkan perubahan struktur
dan fungsi saluran pernapasan dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas
besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mukus bertambah
banyak. Pada saluran pernapasan kecil, terjadi radang ringan hingga
terjadi penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir.
Pada jaringan paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan
alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan
timbul perubahan fungsi paru-paru dan segala macam perubahan
klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruksi paru
menahun. Kebiasaan merokok dan akan mempercepat penurunan faal
paru. Penurunan volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,7 ml untuk
non perokok, 38,4 ml untuk bekas perokok, dan 41,7 ml perokok aktif.
Pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh debu hanya
sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok.
16
8. Kebiasaan olahraga
Olahraga atau latihan fisik yang dilakukan secara teratur akan
menyebabkan peningkatan kesegaran dan ketahanan fisik yang optimal,
pada saat latihan terjadi kerja sama berbagai lelah otot, kelenturan otot,
kecepatan reaksi, ketangkasan, koordinasi gerakan dan daya tahan sistem
kardiorespirasi. Kapasitas vital paru dan olah raga mempunyai hubungan
yang timbal balik, gangguan kapasitas vital paru dapat mempengaruhi
kemampuan olah raga. Sebaliknya latihan fisik yang teratur atau olaraga
dapat meningkatkan kapasitas vital paru. Kebiasaan olahraga akan
meningkatkan kapasitas paru 30-40% (Guyton & Hall, 2008). Kapasitas
vital paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan
olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru
sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru
dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital pada
seorang atlet lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga.
17
Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai
VEP/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif
bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar. (
Alsagaff, dkk, 2005 ).
Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas
secara maksimal dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin
dan Nilai KVP dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai prediksi
berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis kelamin. Spirometer menggunakan
prinsip salah satu hukum dalam fisika yaitu hukum Archimedes. Hal ini
tercermin pada saat spirometer ditiup, ketika itu tabung yang berisi udara
akan naik turun karena adanya gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan
dari udara yang masuk ke spirometer. Spirometer juga menggunakan hukum
newton yang diterapkan dalam sebuah katrol. Bandul ini kemudian
dihubungkan lagi dengan alat pencatat yang bergerak diatas silinder berputar.
Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi
paru secara lebih mendalam.
Melalui spirometri ini, bisa diketahui gangguan obstruksi ,sumbatan dan
restriksi atau pengembangan paru. (Blondshine,2000 )
18
2. Monitoring
Beberapa manfaat untuk keperluan monitoring adalah sebagai berikut :
- Menilai efek intervensi terapetik
- Memantau perkembangan penyakit yang mempengaruhi fungsi paru
- Memonitoring individu yang terpajan agen beresiko terhadap fungsi paru
- Memonitoring efek samping obat yang mempunyai toksisitas pada paru
4. Kesehatan masyarakat
Beberapa manfaat untuk kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut :
- Survei epidemiologis
- Penelitian klinis
( Miller, 2005 )
19
3. Angina pektoris tidak stabil;
4. Hernia skrotalis;
5. Hernia inguinalis;
6. Hernia umbilikalis;
7. Hernia Nucleous Pulposus (HNP) tergantung derajat keparahan, dan lain-
lain.
20
Gambar 1. Karakteristik Spirometri yang dapat dinilai
(sumber : Mccarthy K.”Spirometri”.2012.tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/303239-overview)
21
Gambar 3. Spirometri Obstruktif.
PEF: peak expiratory flow; RV:residual volume; TLC:total lung capacity.
(sumber : Shifren A. Pulmonary Function Test dalam Washington Manual(R)
Pulmonary Subspeciality Consult, The, 1stEdition. 2006)
22
c. Restrictive Ventilatory Defects(RVD)
Gangguan restriktif yang menjadi masalah adalah hambatan dalam
pengembangan paru dan akan mempengaruhi kerja pernapasan dalam
mengatasi resistensi elastik. Manifestasi spirometrik yang biasanya timbul
akibat gangguan ini adalah penurunan pada volume statik. RVD menunjukkan
reduksi patologik pada TLC (<80%).
23
Dari hasil penilaian pemeriksaan spirometri, penilaian fungsi faal paru dapat
dilihat dalam tabel berikut :
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
25
8. Bilaperlu tanpa melepaskan mouthpiece, ulangi pengukuran dengan in
spirasi dalam dan ekspirasi yang maksimal.
9. Setelah selesai lepaskan mouthpiece, periksa data dan kurva dilanjutkan
dengan mencetak hasil perekaman (tekan tombol print).
Alat Bahan
1.Spirometri
2.Tissue
3.Tinta spirometri
4.Mouth piece dispposible
5.Penjepit hidung
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
27
EVC 4.71 3.22 68
IVC 4.71
FEV1/VC 82.7 62
IC 3.26 1.49 46
ERV 1.52 .38 57
TV .10
VE 2.08
RR 15.00 15.22 105
tI 1.23
tE 1.73
tI/ttot .41
TV/tI .08
28
FEF75 2.32 4.15 179
EVol 0 70
MVV(calc) 138.4 74.9 54
FIVC 4.27
FIV1 3.89
FIV1/FIVC 82.7
PIF 9.15
29
FIV1/FIVC 83.6 87.2 105
PIF 9.32 .45 5
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil yang dintrepretasikan spirometri, dinyatakan
bahwa naracoba memiliki derajat obstruksi ringan, Jumlah maksimum
udara yg didapat adalah normal. Menurut Sherwood (2014) pada orang
dewasa sehat, rata-rata jumlah maksimum udara yang dapat dikandung
oleh kedua paru adalah sekiar 5,7 liter pada pria dan 4,2 liter pada wanita.
Bentuk anatomis, usia, distensibilitas paru, dan ada atau tidaknya penyakit
pernapasan mempengaruhi kapasitas paru total ini.
Volume respirasi normal dan jumlah oksigen yang dipakai dalam
satuan waktu dipengaruhi oleh tidal volume dan frekuensi pernapasan.
Frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh berbagai seperti umur, jenis
kelmain, berat badan, tinggi badan, kegiatan fisik, posisi tubuh, dan suhu
tubuh (Sherwood, 2014). Sehingga pada masing-masing naracoba akan
mendapatkan hasil yang berbeda. Seperti pada naracoba, bila frekuensi
pernapasannya adalah 15x/menit maka volume respirasi normal dalam
satu harinya adalah 10800 L dengan jumlah oksigen yang dipakai adalah
2160 L dalam satu hari pada kondisi istirahat.
Pada naracoba didapatkan tidak adanya penyakit retriksi,
dikarenakan meliki pred fvc yang lebih dari 80% Pred, hal ini sesuai
dengan teori.
30
Sedang-Berat 50-59% Pred
Pada FEV1, naracoba didapatkan hasil FEV1 66% Pred pada posisi
duduk, dan FEV1 55% Pred pada posisi berdiri,hal ini membuktikan
bahwa Posisi juga dapat mempengaruhi aktivitas otot abdominal dan
diafragma (Guyton, 2010). Posisi tubuh seseorang akan berpengaruh
terhadap kebutuhan energinya. Sehingga pada orang berdiri akan lebih
banyak frekuensi pengambilan oksigennya akrena otot yang berkontraksi
lebih banyak sehingga memerlukan energi yang lebih banyak pula
(Sherwood, 2014).
FEV1 naracoba <80% sehingga dintrepretasikan adanya obstruksi
ringan.
Pada FEV1/FVC ,naracoba didapatkan hasil FEV1/FVC 120%Pred
pada posisi duduk dan berdiri , Hal ini di intrepretasikan sebagai normal
dikarenakan nilai normal FEV1/FVC >80%Pred , sesuai dengan teori
bahwa,penilaian fungsi faal paru dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 3. Tabel Penilaian Pemeriksaan Spirometri
Value Normal Obstruksi Restriksi Kombinasi
Obstruksi dan
Restriksi
31
(FEV1%)
FVC/FVC >80% N
Pred
Responden 2
Nama : DN
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin :Perempuan
Berat badan : 58 kg
Tinggi badan :162 cm
32
TV/tI .43
33
FEV3/FVC 94.9 100.0 105
ELA 28 80 308
FET 6.03 1.20 20
FEF25 7.85 7.96 102
FEF50 5.13 6.14 120
FEF75 2.32 4.15 179
EVol 0 70
MVV(calc) 138.4 74.9 54
FIVC 4.27
FIV1 3.89
FIV1/FIVC 82.7
PIF 9.15
34
FEF75 2.32 3.78 163
EVol 0 150
MVV(calc) 138.4 84.4 61
FIVC 4.67 .47 10
FIV1 4,10 .41 10
FIV1/FIVC 83.6 87.2 105
PIF 9.32 .45 5
4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil yang dintrepretasikan spirometri, dinyatakan
bahwa naracoba memiliki derajat obstruksi ringan, Jumlah maksimum
udara yg didapat adalah normal. Menurut Sherwood (2014) pada orang
dewasa sehat, rata-rata jumlah maksimum udara yang dapat dikandung
oleh kedua paru adalah sekiar 5,7 liter pada pria dan 4,2 liter pada wanita.
Bentuk anatomis, usia, distensibilitas paru, dan ada atau tidaknya penyakit
pernapasan mempengaruhi kapasitas paru total ini.
Volume respirasi normal dan jumlah oksigen yang dipakai dalam
satuan waktu dipengaruhi oleh tidal volume dan frekuensi pernapasan.
Frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh berbagai seperti umur, jenis
kelmain, berat badan, tinggi badan, kegiatan fisik, posisi tubuh, dan suhu
tubuh (Sherwood, 2014). Sehingga pada masing-masing naracoba akan
mendapatkan hasil yang berbeda. Seperti pada naracoba, bila frekuensi
pernapasannya adalah 15x/menit maka volume respirasi normal dalam
satu harinya adalah 10800 L dengan jumlah oksigen yang dipakai adalah
2160 L dalam satu hari pada kondisi istirahat.
Pada naracoba didapatkan adanya penyakit retriksi ringan,
dikarenakan meliki pred fvc kurangdari 80% Pred, hal ini sesuai dengan
teori.
35
Tabel 2. Derajat Retriksi
Derajat Retriksi % Pred FVC
Pada FEV1, naracoba didapatkan hasil FEV1 60% Pred pada posisi
duduk, dan FEV1 53% Pred pada posisi berdiri,hal ini membuktikan
bahwa Posisi juga dapat mempengaruhi aktivitas otot abdominal dan
diafragma (Guyton, 2010). Posisi tubuh seseorang akan berpengaruh
terhadap kebutuhan energinya. Sehingga pada orang berdiri akan lebih
banyak frekuensi pengambilan oksigennya akrena otot yang berkontraksi
lebih banyak sehingga memerlukan energi yang lebih banyak pula
(Sherwood, 2014).
FEV1 naracoba 90% sehingga dintrepretasikan normal.
Pada FEV1/FVC ,naracoba didapatkan hasil FEV1/FVC 100%Pred
pada posisi duduk dan berdiri , Hal ini di intrepretasikan sebagai normal
dikarenakan nilai normal FEV1/FVC >80%Pred , sesuai dengan teori
bahwa,penilaian fungsi faal paru dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 3. Tabel Penilaian Pemeriksaan Spirometri
Value Normal Obstruksi Restriksi Kombinasi
Obstruksi dan
Restriksi
36
(N)
(FEV1%)
FVC/FVC >80% N
Pred
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil praktikum spirometri ini adalah sebagai
berikut:
1. Nilai kapasitas vital paru pada dasarnya dipengaruhi oleh bentuk anatomi
tubuh, posisi selama pengukuran kapasitas vital, kekuatan otot pernapasan
serta pengembangan paru dan otot dada.
2. Usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan aktivitas fisik juga
mempengaruhi kapasitas vital.
3. Semakin besar berat badan seseorang maka semakin kecil pula kapasitas
vital paru-parunya.
4. Volume dan kapasitas paru dapat diukur dengan menggunakan alat yang
disebut spirometer.
5. Dari hasil spirometri yang telah dilakukan, didapatkan dua hasil
responden, dimana responden pertama mengalami obstruksi dan
responden kedua mendapatkan hasil yang retriksi.
5.2 Saran
Adapun saran dari hasil praktikum spirometri ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa diharapkan agar lebih mempelajari teori yang berkaitan dengan
judul praktikum sehingga saat pelaksanaan bisa lebih cepat dan lebih
mudah.
2. Mahasiswa hendaknya melakukan pengukuran kapasitas vital paru dengan
teliti sehingga didapatkan hasil yang akurat.
38
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC
Miller MR, Hankinson JL, Brusasco V et al. 2005. Standarisasi Spirometri Eur
Respir J; 26: 319-38.
Shifren A. Pulmonary Function Test dalam Washington Manual(R) Pulmonary
Subspeciality Consult, The, 1stEdition. 2006.
Snell, Richard. S. 2011. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta :
EGC
39