Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

ILMU KEPANITERAAN KLINK RADIOLOGI


NONALCOHOLIC FATTY LIVER DISEASE

Dibuat oleh:
Marcel Ezra Setiawan
01073170105

Pembimbing:
Dr. dr. Rusli Muljadi, Sp. Rad (K)

ILMU KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


PERIODE 27 JANUARI – 15 FEBRUARI 2020
SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2
LANDASAN TEORI………..…………………………………………………………………….3
1. Non Alcoholic Fatty Liver…………………...…………………………………………….3
1.1 Definisi….……………………………………………………………………………3
1.2 Epidemiologi…………………………………………………………………………3
1.3 Etiologi…….…………………………………………………………………………4
1.4 Patogenesis...…………………………………………………………………………4
1.5 Gejala Klinis…………………………………………………………………………4
1.6 Pemeriksaan Laboratorium………..…………………………………………………5
1.7 Pemeriksaan Histopatologi…………………..………………………………………5
1.8 Pemeriksaan Pencitraan...……………………………………………………………5
1.9 Tatalaksana..…………………………………………………………………………6
2. Pencitraan pada Non Alcoholic Fatty Liver..…………..………………………………….3
2.1 Ultrasound pada Non Alcoholic Fatty Liver …..….…………………………………6
2.2 Computed Tomography pada Non Alcoholic Fatty Liver ……..……………………7
2.3 Magnetic Resonance Imaging pada Non Alcoholic Fatty Liver ……………………8
DAFTAR PUSTAKA……....……………………………………………………………………10

2
LANDASAN TEORI

1. Non Alcoholic Fatty Liver Disease


1.1. Definisi
Non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) merupakan sebuah istilah yang dipakai
untuk menyatakan sebuah kondisi hepar yang steatosis yang ditemukan melalui bukti
pemeriksaan radiologi atau histologi (macro-vesicular steatosis), dan absesnnya penyebab
sekunder fatty liver yaitu konsumsi alkohol yang signifikan, penggunaan obat - obatan
dalam jangka waktu yang panjang yang dapat menyebabkan steatosis hepatis, atau
merupakan penyakit keturunan.

Non-alcoholic fatty liver disease sering kali terdiagnosis secara kebetulan saat
pemeriksaan pencitraan atau penyakit ini muncul saat sudah ada komplikasi.(1) NAFLD
merupakan salah satu menifestasi metabolic syndrome yang terjadi pada hepar.(2) Fatty liver
non alkoholik dimulai dari steatosis simpel, steatohepatitis, fibrosis, siroris hingga pada
tahap akhir yaitu hepatosellular karsinoma.(1,3)

1.2. Epidemiologi
NAFLD menjadi salah satu penyakit liver terbanyak di dunia dengan prevalensi
sekitar 24%. Hal ini didukung oleh angkat obesitas yang meningkat di dunia karena obesitas
merupakan salah satu hal yang berhubungan secara langsung dengan NAFLD.Angka
estimasi insidensi NAFLD diseluruh dunia dimulai dari 28,01 per 1000 orang/tahun hingga
52,34 per 1000 orang/tahun.(4) Prevalensi NAFLD tertinggi terjadi pada Amerika Selatan dan
Timur Tengah, dan prevalensi terendah pada benua Afrika.(5,6)
Insidensi dan prevalensi dari fatty liver umumnya ditemukan melalui
ultrasonography. Prevalensi NAFLD 80 - 90% terjadi pada dewasa yang mengalami
obesitas, 30 - 50% pada pasien diabetes mellitus, 90% atau lebih pada pasien dengan
hyperlipidemia, 3 - 10% pada anak dan meningkat setinggi 40 - 70% pada anak dengan
obesitas.(7)

3
1.3. Etiologi
Obesitas, diabetes, dislipidemia, insulin resisten dan sindrom metabolik merupakan
beberapa hal yang berkaitan dengan perkembangan penyakit NAFLD. Karena hubungan
NAFLD yang tinggi dengan sindrom metabolik, NAFLD dengan resiko cardiovaskular
berkontribusi meningkatkan mortalitas dan semakin meningkat pada pasien dengan end-
stage liver sirosis dan pasien hepatosellular karsinoma.(3) Paparan inorganik arsenik
memiliki hubungan terhadap perkembangan NAFLD yang direfleksikan pada peningkatan
kadar alanine transferase (ALT).(8)
1.4. Patogenesis
Proses menjadi NAFLD terbagi menjadi 2 hit model. Hit yang pertama disebabkan
oleh insulin resisten dan obesitas sentral yang mengarahkan pada penumpukan lemak yaitu
trigliserida di sitoplasma hepatosit dan ditambah dengan disregulasi metabolisme asam
lemak yang akan menyebabkan steatosis.(9,10) Hit yang kedua (gambar 1)menyebkan adanya
injury pada hepatosit dan berkembang menjadi NASH (Non Alkohol Steatohepatitis),
hepatosit menjadi inflamasi dan berakhir pada necrosis yang akan mengubah hepatosit
menjadi jaringan fibrosis atau sirosis hepatis. (10)
Pasien dengan NAFLD hanya dengan steatosis beresiko sebesar 30% akan menjadi
NASH dan 0 – 4% memiliki kemungkinan berprogresi menjadi sirosis.(33,34) Pada pasien
dengan NASH, progresi menjadi sirosis meningkat hingga 25% dalam 9 tahun.(35) Progresi
dari NASH menjadi sirosis diperberat dengan tingkatan fibrosis yang terjadi. NASH tanpa
fibrosis memiliki resiko yang lebih kecil. Fibrosis yang terjadi pada NASH tidak selalu
disebabkan oleh satu hal yang sama, tetapi intoleransi glukosa dan tipe 2 diabetes mellitus
memiliki peran yang signifikan dalam perkembangan menjadi fibrosis.(36,37)
1.5. Gejala Klinis
Pasien dengan NAFLD menunjukan gejala - gejala yang sangat bervariasi dan tidak
spesifik dan banyak pasien asimptomatik. Fatigue merupakan salah satu gejala yang paling
banyak muncul. Nyeri tumpul maupun nyeri tajam pada abdomen bagian atas, begah, dan
gangguan tidur merupakan beberpa gejala penyerta yang sering ditemui. Pasien NAFLD
yang sudah menjadi Sirosis hingga HCC akan memunculkan gejala seperti mual, muntah,
jaundice, asites, mudahnya pendarahan, hingga hilang napsu makan.(11)

4
1.6. Pemeriksaan Laboratorium
NAFLD menunjukan hasil liver chemistry yang lebih tinggi diantaranya adalah
kadar serum aspartate aminotransferase (ALT) yang meningkat 1,5 hingga 4 kali dari
kadar normal. Kadar gamma glutamyl transpeptidase dan alkaline phospatase mungkin
meningkat, namun kadar serum prothrombin time, bilirubin level dan serum albumin yang
normal kecuali pasien NAFLD yang berhubungan dengan sirosis.(12)
1 dari 40 pasien NAFLD memiliki kadar titer antinuclear antibodies yang rendah
yaitu kurang dari 1: 320.(13) serum ferritin yang meningkat 20 - 50% dapat menunjukan
tingkat keparahan dari penyakit ini.(14) Hiperglikemia dan dislipidemia terdapat pada 30
hingga 50% pasien dengan NAFLD.(15) Namun, hasil laboratorium dan gejala yang
ditimbulkan tidak berkorelasi dengan tingkat keparahan hasil histopatologi.(16)
1.7. Pemeriksaan Histopatologi
Temuan histopatologi NAFLD sama seperti alcohol-induced liver disease yaitu
adanya jaringan lemak yang ditambah dengan inflamasi parenkim liver dengan atau tanpa
fokal necrosis atau yang biasa disebut steatohepatitis. Pada pemeriksaan histopatologi juga
ditemukan steatosis yang predominan macrovesikuler dan selalu terdistribusi secara diffuse
ke seluruh lobus hepar. Ditemukannya juga neutrofilik ringan, limfositik, mix
inflammatory infiltrates, hingga nukleus yang terglikogenasi.(16)
1.8. Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan pada NAFLD akan menunjukan adanya peningkatan
lemak pada parenkim hepar. Pola yang ditemukan dapat berupa diffuse dan homogen atau
heterogen, dengan deposisi lemak secara fokal maupun tersebar secara diffuse di seluruh
area hepar. Bentuk yang homogen adalah yang paling umum, sedangkan heterogen dan
persebaran secara fokal dapat menunjukan adanya abnormalitas dari perfusi jaringan,
adanya penyakit infiltratif, lesi lesi nodul hingga massa.(17,18)
Pada pemeriksaan pencitraan tidak hanya bertujuan untuk menemukan lemak saja
namun juga bertujuan untuk membedakan lemak dengan proses - proses patologi yang
terjadi seperti fibrosis hingga massa yang ditemukan. Beberapa instrumen pemeriksaan
yang terpenting untuk menilai steatosis hepatis yaitu Ultrasonography, Computed
tomography (CT), dan magnetic resonance imaging (MRI). Plain radiography tidak
memiliki peran untuk membantu diagosa NAFLD.(19)

5
1.9. Tatalaksana
Perubahan gaya hidup direkomendasikan pada seluruh pasien dengan NAFLD
karena pasien ini memiliki gangguan metabolik dan beresiko mengidap penyakit
kardiovaskular. Target penurunan berat badan pada pasien dengan NAFLD adalah 3 - 5%.
Selain perubahan gaya hidup, diperlukan kontrol terhdap faktor - faktor penyebab seperti
hiperlipidemia dengan mengkonsumsi obat golongan statin. Kontrol hipertensi dan status
gula darah juga diperlukan untuk mengurangi terjadinya komplikasi.

2. Pencitraan pada Non Alcoholic Fatty Liver Disease


2.1. Ultrasound pada Non Alcoholic Fatty Liver Disease
Parenkim hepar yang sehat akan menunjukan tekstur echo yang homogen dan sama
jika dibandingkan dengan korteks ginjal kanan. Pada steatosis hepatis (gambar 1), adanya
akumulasi lipid pada hepatosit akan mengganggu penyebaran gelombang ultrasound,
sehingga gelombang ini akan lebih banyak kembali pada ultrasound transducer. Hal ini kan
memperlihatkan gambaran yang lebih cerah atau hyperechoic pada parenkim sehat hepar jika
dibandingkan dengan korteks ginjal kanan. Sedangkan pada bagian hepar yang terdapat
akumulasi lipid akan terlihat lebih gelap dibandingan hepar yang tidak terakumulasi lipid
atau dibandingkan dengan korteks ginjal kanan.(20)

Gambar 1. Ultrasound tidak menunjukan adanya perbedaan echogenecity antara hepar dengan korteks ginjal
kanan (A), pada gambar B menunjukan hyperechoic pada parenkim hepar dibandingkan dengan parenkim
ginjal (20)

6
Klasifikasi steatosis hepatis menurut hasil ultrasound menjadi 4 tingkatan (gambar
2): (20,24)

1.Normal: Echogenecity hepar sama jika dibandingkan dengan ginjal


2. Mild steatosis: Peningkatan Echogenecity secara diffuse pada parenkim hepar
3. Moderate: Echogenecity hepar mengaburkan dinding pembuluh darah dan diafragma
4. Severe: tidak terlihat pembuluh darah hepatik dan diafragma

Gambar 2; A : Mild Steatosis, B : Moderate steatosis, C : Severe steatosis (24)

Ultrasound memiliki sensitivitas rendah dalam membedakan hepar yang sehat


dengan mild steatosis (Hepatic fat fraction < 30%) dan kondisi patologis lain seperti
fibrosis dan/atau inflammasi yang mungkin akan meningkatkan echogenecity, namun
(20,21)
terkadang gambarannya sama seperti steatosis hepatis. Prosedur ultrasound
disarankan untuk tidak selalu dilakukan dalam membantu mendiagsoa NAFLD pada anak
– anak. (20)

Pada pemeriksaan US, peningkatan echogenecity pada parenkim hepar tidak dapat
digunakan untuk membedakan steatosis dengan kelainan liver lainnya, termasuk fibrosis
dan sirosis.(25,26) Untuk mengevaluasi kelainan hati lain seperti NASH hingga fibrosis
diperlukan US Elastography untuk mengukur liver stiffness secara kuantitatif. Liver
stiffness dinilai dengan nilai ukur diatas 7,9 kPa yang ditentukan oleh gelombang Shear.
Pada hepar dengan steatosis (gambar 3) memiliki nilai median SWE (Shear Wave
Elastography) kurang dari 7,9 (gambar 3a) kPa dan sebaliknya pada hepar (gambar 3b)

7
yang sudah terkonfirmasi fibrosis melalui pemeriksaan histopatologi memiliki nilai median
SWE lebih dari 7,9 kPa. (27)

Gambar 3; (A) Pasien dengan hasil biopsi hepatosteatosis tanpa inflamasi atau fibrosis dengan nilai median
SWE 7,05 kPa dan (B) Pasien dengan hasil biopsi fibrosis stage 0 menurut METAVIR system dengan nilai
median SWE 11,5 kPa. (27)

Echogenecity pasien dengan kelainan hepar sirosis sukar dibedakan dengan pasien
hanya dengan steatosis saja. (28) Hepar yang sirosis ditandai dengan adanya perubahan tekstur
parenkim, nodul degeneratif hingga tanda tanda hipertensi portal. Pada gambar 4 ditemukan
permukaan yang irregular pada lobus kiri hepar dan echotexture parenkim yang kasar. (29)

Gambar 4; Pasien dengan sirosis hepatis, dengan permukaan lobus kiri hepar yang irregular dan echotecture
parenkim yang kasar

2.2. Compute Tomography (CT) pada Non Alcoholic Fatty Liver Disease
Normal parenkim hepar pada CT non kontras (computed tomography) sedikit lebih
redup dibandingkan limpa atau darah. Pada keadaan steatosis hepatis (gambar 3), gambaran

8
hepar akan lebih hipodense dibandingkan dengan pembuluh darah intrahepatik. Hal ini
disebabkan karena penunmpukan lemak menyebabkan reduksi hepatic parenchyma
attentuation. hepatic attentuation yang berubah disebabkan oleh banyak faktor selain fat
yaitu zat besi, glikogen, fibrosis, edema atau penggunaan amiodaron. Penilaian lemak pada
liver pada CT tidak dapat dijadikan acuan karena metode CT pada mild steatosis tidak
sensistif. Namun CT dapat diandalkan pada moderate atau severe steatosis karena
sensitivitasnya 73% - 100% dan 95 – 100%.(22)

Gambar 5 Gambar 6
Potongan axial pada CT Non kontras yang menunjukan steatosis hepatis difus (gambar 5) dan (gambar 6)
Potongan axial pada CT dengan kontras yang menunjukan steatois hepatis difus

Pada CT dengan kontras, penggunaan iodine kontras akan mempengaruhi


attentuation, dan akan menimbulkan faktor cofounding baru. Perubahan perfusi, waktu
akuisisi, tipe kontras, dosis hingga laju injeksi mungkin akan mempengaruhi hepar dan limpa
atenuasi. Untuk mendeteksi hepatis steatosis pada CT dengan kontras (gambar 4), dapat
dilihat dari perbedaan atenuasi antara hepar dengan limpa setidaknya 20 HU antara 80 – 100
detik atau setidaknya 18,5 HU antara 100 – 120 detik, pasca pemberian kontra melalui
Intravena. Sensitivitas dan spesifisitas atenuasi ini berkisar antara 54% hingga 90% dan 87%
- 93%. Namun pada akhirnya diagnosis kriteria kuantitatif pada CT dengan kontras
menimbulkan tumpang tindih atenuasi antara hepar normal dengan fatty liver sehingga
membatasi peran klinisnya.(22)

Gambaran pemeriksaan CT pasien dengan NASH (Non Alcoholic


Steatohepatitis) terbatas dalam menentukan tingkat keparahan inflamasi dan fibrosis. Namun
pasien dengan NASH dapat dibedakan dengan pasien dengan steatosis saja. Beberapa yang
dapat ditemukan seperti caudate-to-right-lobe ratio yang meningkat dan hepatomegali.

9
Caudate-to-right-lobe ratio pasien (gambar 7) dengan NASH memiliki ratio rata rata 0,43
dan pasien hanya dengan steatosis memiliki ratio rata rata 0,39. Gambaran CT berkorelasi
dengan tingkat keparahan perubahan derajat akumulasi lemak hasil histopatologi. (31)

Gambar 7; Pasien dengan NASH yang memiliki caudate-to-right-lobe ratio 0,49

Perubahan morfologi pada sirosis hepatis dapat dievaluasi menggunakan CT.


Pada sirosis hepatis (gambar 8), permukaan parenkim hepar yang bernodul dan irregular
serta parenkim hepar yang heterogen. Porta hepatis dan fissura interlobaris yang terlihat
membesar karena lobus kanan hepar dan segmen medial lobus kiri hepar yang mengecil serta
lobus kaudatus dan segmen lateral lobus kiri hepar yang membesar.

Gambar 8; Gambaran CT dengan kontras pada pasien dengan sirosis menunjukan permukaan hepar yang
irregular, gambaran hiperdense parenkim yang heterogen, diameter vena portal yang disebabkan large
collateral vessel dan menunjukan adanya asites.

2.3. Magnetic Resonance Imaging pada Non Alcoholic Fatty Liver Disease

Magnetic Resonance Imaging merupakan modalitas imaging dengan sensitivitas


dan spesifisitas paling baik dalam menilai steatosis. Pencitraan (gambar 9) yang ditunjukan

10
pada pemeriksaan T1-weighted magnetic resonance imaging dari hepatosteatosis
menunjukan hepar yang hiperintense. (19)

Penggunaan PDFF atau Proton Density Fat Fraction digunakanan untuk membantu
menilai steatosis. Sinyal lemak hepar yang dihasilkan melalui pencitraan MR PDFF
(gambar 10) direspon oleh seluruh proton pada TG, sehingga dapat mendeteksi hampir
seluruh lemak patologis pada hepatis steatosis secara virtual. Sementara itu, lemak hati yang
terdeteksi mungkin mengandung lipid – lipid lain, namun hal ini tidak dapat terdeteksi
karena mereka memiliki T2 ultrashort yang berartikan lipid – lipid ini terikat dengan
jaringan normal disekitar seperti dinding sel.(23)

Gambar 9
T1-weighted magnetic resonance imaging dari hepatosteatosis yang menunjukan hepar yang hiperintense(19)

Gambar 10
Pasien 64 Tahun dengan mild histological grade steatosis melakukan complex data-based (c-MRI) dan magnitude
data-based (m-MRI) menunjukan MR-PDFF sebesar 7,5 % pada c-MRI dan 7,4% m-MRI(23)

11
Sama seperti ultrasound elastography, MR elastography digunakan untuk
mengukur liver stiffess yang berhubungan dengan tingkat fibrosis pada parenkim hati. MRE
dapat membedakan simple steatosis dengan steatohepatitis dengan nilai batas 2,74 kPa. (27)
Pada gambar 11, diperlihatkan hasil MRE dengan normal shear stiffness yaitu 2,12 kPa.
Sedangkan pada gambar 12, diperlihatkan gambaran MRE yang menunjukan peningkatan
hepatic shear stiffness yaitu 4,39 kPa. Hasil ini didukung dengan hasil biopsi yang
menunjukan fibrosis stage 2. (33)

Gambar 11; MRE dengan normal hepatic shear stiffness (2,22 kPa)

Gambar 12; MRE dengan peningkatan hepatic shear sttiffness (4,39 kPa)

12
MRI konvensional terbatas dalam membantu mendiagnosa fibrosis hepar pada
tingkatan awal. Analisa tekstur parenkim hepar pada pasien dengan kelainan hepar sirosis
dapat dilakukan dengan bantuan media kontras. Pasca injeksi superparamagnetic iron
oxides (SPIOs) atau gadolinium chelates, akan muncul gambaran retikulasi hiperintese
yang menandakan adanya septal fibrosis pada sirosis hepatis. SPIOs yang terakumulasi
didalam retikuloendothellial sel pasca injeksi IV, menyebabkan gelombang T2 yang
memendek dan mengurangi sinyal intensitas hepar. Pada sirsosis hepatis , akumulasi SPIOs
menyebabkan T2 memendek pada parenkim normal sehingga fibrosis tampak hiperintense
berpola retikular pada T2 (gambar 13).

Gambar 13
Pada gambar A tampak hepar normal yang menunjukan parenkim hepar yang homogen hypointense, B
menunjukan hepar yang sirosis dengan hiperintense retikulasi dan menunjukan septal fibrosis

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Milic S, timac D. Nonalcoholic Fatty Liver Disease/Steatohepatitis: Epidemiology,


Pathogenesis, Clinical Presentation and Treatment. Digestive Diseases. 2012;30(2):158-
162.

2. Lee YH, Cho Y, Lee BW, Park CY, Lee DH, Cha BS, Rhee EJ. Nonalcoholic Fatty
Liver Disease in Diabetes. Part I: Epidemiology and Diagnosis. Diabetes Metab J. 2019
Feb;43(1):31-45

3. Aguilera-Méndez A. Nonalcoholic hepatic steatosis: a silent disease. Rev Med Inst


Mex Seguro Soc. 2019 Mar 15;56(6):544-549.

4. Younossi ZM, Koenig AB,Abdelatif D, Fazel Y, Henry L, Wymer M. Global


epidemiology of nonalcoholic fatty liver disease: meta‐analytic assessment of prevalence,
incidence, and outcomes. Hepatology 2016;64:73‐84.

5. Younossi ZM, Loomba R, Anstee QM, Rinella ME, Bugianesi E, Marchesini G, et


al. Diagnostic modalities for non‐alcoholic fatty liver disease (NAFLD), non‐alcoholic
steatohepatitis (NASH) and associated fibrosis. Hepatology; doi:10.1002/hep.29721.

6. Younossi ZM, Loomba R, Rinella ME, Bugianesi E, Marchesini G, Neuschwander‐


Tetri BA, et al. Current and future therapeutic regimens for non‐alcoholic fatty liver disease
(NAFLD) and non‐alcoholic steatohepatitis (NASH). Hepatology; doi:10.1002/hep.29724.

7. Bellentani S, Scaglioni F, Marino M, Bedogni G. Epidemiology of non-alcoholic


fatty liver disease. Dig Dis. 2010;28(1):155-61.

8. Frediani JK, Naioti EA, Vos MB, Figueroa J, Marsit CJ, Welsh JA. Arsenic
exposure and risk of nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) among U.S. adolescents and
adults: an association modified by race/ethnicity, NHANES 2005-2014. Environ Health.
2018 Jan 15;17(1):6.

9. Basaranoglu M, Neuschwander-Tetri BA. Nonalcoholic Fatty Liver Disease:


Clinical Features and Pathogenesis.

10. Papandreou D, Rousso I, Mavromichalis I. Update on non-alcoholic fatty liver

14
disease in children. Clin Nutr 2007; 26: 409-415 [PMID: 17449148 DOI:
10.1016/j.clnu.2007.02.002

11. Gastroenterol Hepatol (N Y). 2006 Apr;2(4):282-291.Khoonsari M, Mohammad


Hosseini Azar M, Ghavam R, Hatami K, Asobar M, Gholami A, Rajabi A, Safarnezhad
Tameshkel F, Amirkalali B, Sohrabi M. Clinical Manifestations and Diagnosis of
Nonalcoholic Fatty Liver Disease. Iran J Pathol. 2017 Spring;12(2):99-105.

12. Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ. Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal
and Liver Disease. In: Reid AE. Nonalcoholic Fatty Liver Disease. Saunders: an imprint of
Elsevier Inc, 2010: 1401-1411

13. Adams LA, Lindor KD, Angulo P. The prevalence of autoantibodies and
autoimmune hepatitis in patients with nonalcoholic Fatty liver disease. Am J Gastroenterol
2004; 99: 1316-1320 [PMID: 15233671 DOI: 10.1111/j.1572-0241.2004.30444.x]

14. Bugianesi E, Manzini P, D’Antico S, Vanni E, Longo F, Leone N, Massarenti P,


Piga A, Marchesini G, Rizzetto M. Relative contribution of iron burden, HFE mutations,
and insulin resistance to fibrosis in nonalcoholic fatty liver. Hepatology 2004; 39: 179-187
[PMID: 14752836 DOI: 10.1002/hep.20023]

15. Mofrad P, Contos MJ, Haque M, Sargeant C, Fisher RA, Luketic VA, Sterling RK,
Shiffman ML, Stravitz RT, Sanyal AJ. Clinical and histologic spectrum of nonalcoholic
fatty liver disease associated with normal ALT values. Hepatology 2003; 37: 1286-1292
[PMID: 12774006 DOI: 10.1053/jhep.2003.50229]

16. Chitturi S, Abeygunasekera S, Farrell GC, Holmes-Walker J, Hui JM, Fung C,


Karim R, Lin R, Samarasinghe D, Liddle C, Weltman M, George J. NASH and insulin
resistance: Insulin hypersecretion and specific association with the insulin resistance
syndrome. Hepatology 2002; 35: 373-379 [PMID: 11826411 DOI: 10.1053/
jhep.2002.30692]

17. Karcaaltincaba M, Akhan O. Imaging of hepatic steatosis and fatty sparing. Eur J
Radiol 2007; 61: 33-43 [PMID: 17118603 DOI: 10.1016/j.ejrad.2006.11.005]

18. Hamer OW, Aguirre DA, Casola G, Lavine JE, Woenckhaus M, Sirlin CB. Fatty

15
liver: imaging patterns and pitfalls. Radiographics 2006; 26: 1637-1653 [PMID: 17102041
DOI: 10.1148/rg.266065004

19. Mazhar SM, Patton HM, Scuderi RT, Yokoo T, Fari CS, Sirlin CB. Fatty Liver
Disease. In: Sahani DV, Samir AE. Abdominal Imaging. Saunders: an imprint of Elsevier
Inc, 2011: 595-606

20. Di Martino M, Koryukova K, Bezzi M, Catalano C. Imaging Features of Non-


Alcoholic Fatty Liver Disease in Children and Adolescents. Children. 2017;4(8):73.

21. Vajro, P.; Lenta, S.; Socha, P.; Dhawan, A.; McKiernan, P.; Baumann, U.; Durmaz,
O.; Lacaille, F.; McLin, V.;Nobili, V. Diagnosis of nonalcoholic fatty liver disease in
children and adolescents: Position paper of the ESPGHAN Hepatology Committee. J.
Pediatr. Gastroenterol. Nutr. 2012, 54, 700–713.
22. Charatcharoenwitthaya P, Lindor KD. Role of radiologic modalitiein the
management of non-alcoholic steatohepatitis. Clin Liver Dis 2007; 11: 37-54, viii [PMID:
17544971 DOI: 10.1016/j.cld.2007.02.014]
23. Choi SS, Diehl AM. Hepatic triglycerid synthesis and nonalcoholic fatty liver
disease. Curr Opin Lipidol 2008; 19: 295–300. doi: https:// doi. org/ 10. 1097/ MOL.
0b013e3282ff5e55
24. Koplay M, Sivri M, Erdogan H, Nayman A. Importance of imaging and recent
developments in diagnosis of nonalcoholic fatty liver disease. World J Hepatol 2015; 7(5):
769-776

25. Siegelman ES, Rosen MA. Imaging of hepatic steatosis. Semin Liver Dis.
2001;21:71–80.

26. Quinn SF, Gosink BB. Characteristic sonographic signs of hepatic fatty infiltration.
AJR Am J Roentgenol. 1985;145:753–755.

27. Li Q, Dhyani M, Grajo J, Sirlin C, Samir A. Current status of imaging in


nonalcoholic fatty liver disease. World Journal of Hepatology. 2018;10(8):530-542.
28. Zardi EM, Caturelli E. May sonography distinguish between liver fibrosis and liver
steatosis? Dig Liver Dis 2007; 39: 790 [PMID:17604239 DOI: 10.1016/j.dld.2007.05.001]

16
29. Colli A, Fraquelli M, Andreoletti M, Marino B, Zuccoli E, Conte D. Severe liver
fibrosis or cirrhosis: accuracy of US for detection-analysis of 300 cases. Radiology 2003;
227: 89-94 [PMID:12601199 DOI: 10.1148/radiol.2272020193]
30. Yeom S. Prediction of liver cirrhosis, using diagnostic imaging tools. World
Journal of Hepatology. 2015;7(17):2069.
31. Oliva M, Mortele K, Segatto E, Glickman J, Erturk S, Ros P et al. Computed
Tomography Features of Nonalcoholic Steatohepatitis With Histopathologic Correlation.
Journal of Computer Assisted Tomography. 2006;30(1):37-43.
32. Costa-Silva L, Ferolla S, Lima A, Vidigal P, Ferrari T. MR elastography is effective
for the non-invasive evaluation of fibrosis and necroinflammatory activity in patients with
nonalcoholic fatty liver disease. European Journal of Radiology. 2018;98:82-89.

33. Matteoni, C.A.; Younossi, Z.M.; Gramlich, T.; Boparai, N.; Liu, Y.C.;
McCullough, A.J. Nonalcoholic fatty liver disease: A spectrum of clinical and pathological
severity. Gastroenterology 1999, 116, 1413–1419.

34. Loomba, R.; Abraham, M.; Unalp, A.; Wilson, L.; Lavine, J.; Doo, E.; Bass, N.M.
Association between diabetes, family history of diabetes, and risk of nonalcoholic
steatohepatitis and fibrosis. Hepatology 2012, 56, 943-951

35. Ekstedt, M.; Franzén, L.E.; Mathiesen, U.L.; Thorelius, L.; Holmqvist, M.;
Bodemar, G.; Kechagias, S. Long-term follow-up of patients with NAFLD and elevated
liver enzymes. Hepatology 2006, 44, 865–873.

36. Hui, J.M.; Kench, J.G.; Chitturi, S.; Sud, A.; Farrell, G.C.; Byth, K.; Hall, P.; Khan,
M.; George, J. Long-term outcomes of cirrhosis in nonalcoholic steatohepatitis compared
with hepatitis C. Hepatology 2003, 38, 420–427.

37. Sanyal, A.J.; Banas, C.; Sargeant, C.; Luketic, V.A.; Sterling, R.K.; Stravitz, R.T.;
Shiffman, M.L.; Heuman, D.; Coterrell, A.; Fisher, R.A.; et al. Similarities and differences
in outcomes of cirrhosis due to nonalcoholic steatohepatitis and hepatitis C. Hepatology
2006, 43, 682–689.

17
18
19

Anda mungkin juga menyukai