Juferdy Kurniawan
Pendahuluan
Penyakit perlemakan hati non-alkohol (Non-alcoholic fatty liver disease/NAFLD) merupakan
kondisi yang didefinisikan sebagai adanya steatosis hepatik, inflamasi, dan kerusakan dari
hepatosit (ballooning degeneration). Di negara barat dan berbagai negara di Asia,
perubahan gaya hidup dan diet menyebabkan peningkatan prevalensi obesitas dan sindrom
metabolik yang sejalan dengan peningkatan dari insidensi NAFLD. Kondisi NAFLD tidak
hanya dianggap sebagai penyakit hati primer, tetapi juga merupakan bagian dari sindrom
metabolik ataupun kondisi resistensi insulin dan penyakit yang terkait dengan gaya hidup
seperti diabetes, dislipidemia, dan hipertensi. NAFLD telah menjadi masalah dunia dengan
prevalensi yang mencapai 10-50% yang juga dipengaruhi oleh etnis hingga jenis kelamin
(Tabel 1) dan diperkirakan sejalan dengan bertambahnya masalah obesitas dan sindrom
metabolik di dunia.1,2
Tabel 1. Prevalensi NAFLD pada populasi umum dan populasi dengan faktor risiko di negara
Asia Pasifik2
Malaysia 17%
Singapura 5%
Kondisi resistensi insulin, stress oksidatif dan inflamasi memainkan peran dalam perjalanan
penyakit dari NAFLD. Kondisi ini termasuk ke dalam hipotesis multiple hit yang menjelaskan
patogenesis dari NAFLD dimana kondisi resistensi insulin menyebabkan peningkatan asam
lemak bebas yang kemudian diabsorpsi hati dan menyebabkan terjadinya steatosis (first hit),
dan kemudian dilanjutkan dengan interaksi kompleks yang melibatkan hepatosit, sel stelata,
sel adiposa, sel kupfer, reactive oxygen species (ROS) dan mediator inflamasi yang
menyebabkan kondisi inflamasi pada hepatosit yang bermanifestasikan
sebagai Nonalcoholic Steatohepatitis (NASH) hingga menjadi sirosis.3
Pemeriksaan invasif berupa biopsi hati perlu dipertimbangkan pada pasien yang secara klinis
berisiko mengalami steatosis atau fibrosis berat (F3) ataupun pasien dengan diagnosis
banding yang tidak dapat dieksklusi tanpa menggunakan biopsi hati. Gambaran secara
histopatologis NAFLD terdiri atas lima gambaran histologis utama, yakni steatosis (adanya
steatosis makrovesikular dengan droplet besar dengan inti sel di perifer), steatosis dengan
inflamasi (adanya inflamasi lobular dan nekrosis), steatohepatitis (adanya tanda inflamasi
dengan degenerasi balon), borderline steatohepatitis, dan sirosis kriptogenik (Gambar 1).
Terdapat skoring semikuantitatif yang mengkaji lesi nekroinflamasi pada pasien NAFLD,
yakni NAFLD Activity Score (NAS). NAS mencakup beberapa variabel seperti derajat
steatosis, inflamasi lobular, dan kerusakan hepatosit dengan interpretasi berupa non-
Omega-3 fatty acid Antiinflamasi dan efek Tidak diketahui Tidak diketahui
pada metabolisme lipid
Vitamin E sebagai agen antioksidan dapat diberikan dengan dosis a-tocopherol sebesar 800
IU untuk pasien NASH yang tanpa disertai dengan sirosis ataupun diabetes. Penelitian yang
dilakukan oleh Sumida Y, et al (2013) menunjukkan perbaikan fibrosis pada NASH dengan
pemberian vitamin E jangka panjang dengan dosis 300 mg/hari.14 Asia-Pacific Working
Party tahun 2018 juga merekomendasikan pemberian vitamin E yang dapat memperbaiki
gambaran histologis dan kadar serum aminotransferase pasien NASH non-sirotik dan non-
diabetik.13 Selain itu, pemberian asam ursodeoksikolat (UDCA) baik dikombinasikan dengan
vitamin E ataupun sebagai monoterapi menunjukkan perbaikan fungsi hati dan kondisi
fibrosis pada penderita NASH.15
Kesimpulan
Penyakit perlemakan hati non-alkohol (NAFLD) sebagai salah satu penyakit hati kronis yang
kerap meningkat sejalan dengan semakin banyaknya prevalensi obesitas dan sindrom
metabolik perlu untuk ditatalaksana secara tepat untuk mecegah progresivitas penyakit.
Berbagai strategi penatalaksanaan pada NAFLD/NASH telah tersedia, mulai dari landasan
terapi berupa modifikasi gaya hidup, prosedur tindakan pembedahan, terapi farmakologis,
hingga modulasi dari mikrobiota saluran cerna menunjukkan manfaat pada kondisi
NAFLD/NASH.
Referensi