Anda di halaman 1dari 7

PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK

DEFINISI

Perlemakan hati adalah suatu kondisi dimana kandungan lemak di hati (sebagian
besar terdiri dari trigliseride) melebihi 5% dari seluruh berat hati. Diagnosis dibuat
berdasarkan analisis specimen biopsy jaringan hati, yaitu ditemukannya minimal 5 –
10% sel lemak dari keseluruhan hepatosit. Kondisi Non-alkoholik didefinisikan bila
konsumsi alkohol ≤20 gram/hari. Spektrum penyakit perlemakan hati dimulai dari
perlemakan hati sederhana (simple steatosis) sampai steatophepatitis non alkoholik
(nonalcoholic steatohepatitis/NASH), fibrosis dan sirosis hati.

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi perlemakan hati non alkoholik pada populasi dewasa di Amerika Serikat,
Jepang dan Italia adalah kisaran 15 – 20%, dengan 20 – 30% di antaranya berada
pada fase steatohepatitis non alkoholik. Di Indonesia, diperoleh prevalensi
perlemakan hati non-alkoholik sebesar 30,6%.

FAKTOR RESIKO

Obesitas, Diabetes Melitus (DM) dan hipertrigliseridemia. Paling banyak terjadi pada
dekade ke-4 dan ke-5 kehidupan, namun juga dapat terjadi pada anak-anak. Wanita
lebih rentan menderita perlemakan hati.

PATOGENESIS

Two Hit Theory Hypothesis (Day and James)

Hit pertama terjadi akibat penumpukan lemak di hepatosit akibat berbagai keadaan,
termausk dyslipidemia, diabetes mellitus dan obesitas. Dalam keadaan normal, asam
lemak bebas akan dihantarkan memasuki hati lewat sirkulasi darah arteri dan portal.
Di dalam hati, asam lemak bebas akan mengalami re-esterifikasi menjadi trigliserida
atau digunakan untuk pembentukan lemak lainnya. Adanya peningkatan massa
jaringan lemak tubuh, terutama pada obesitas sentral akan meningkatkan pelepasan
asam lemak bebas yang kemudian menumpuk di dalam hepatosit. Penambahan asam
lemak bebas di dalam hati akan menimbulkan peningkatan oksidasi dan esterifikasi
lemak. Proses ini terfokus pada mitokondria hepatosit sehingga akhirnya
mengakibatkan kerusakan mitokondria. Hal ini yang disebut dengan hit kedua.

Peningkatan stress oksidatif juga dapat terjadi pada resistensi insulin, peningkatan
konsentrasi endotoksin di hati, peningkatan aktivitas sitokrom P-450 2E1,
peningkatan cadangan besi dan menurunnya aktivitas anti oksidan. Ketika stress
oksidatif yang terjadi di hati melebihi kemampuan perlawanan anti oksidan, maka
aktivasi sel stelata dan sitokin pro inflamasi akan berlanjut menjadi inflamasi
progresif, pembengkakan hepatosit dan kematian sel, pembentukan badan Mallory
serta fibrosis.

PERJALANAN PENYAKIT

Terdapat beberapa tingkat gambaran histologic, yaitu : Perlemakan hati sederhana,


steatohepatitis, steatohepatitis yang disertai fibrosis dan sirosis. Setelah berkembang
menjadi sirosis, perlemakan makin menghilang. Perbaikan histologic dapat terjadi,
terutama pada pasien dengan fibrosis yang minimal. Setelah mengalami penurunan
berat badan, histologi hati bisa membaik, inflamasi berkurang, Mallory bodies
berkurang dan fibrosis berkurang. Hal ini terjadi bila penurunan dilakukan secara
bertahap. Kehilangan berat badan secara mendadak justru memperburuk progresivitas
penyakit hati, bahkan bisa menyebabkan kegagalan hati.

MANIFESTASI KLINIS

Sebagian besar pasien perlemakan hati non-alkoholik tidak memiliki gejala dan tanda
penyakit hati. Beberapa pasien melaporkan keluhan tidak khas seperti rasa lemah,
malaise, kerasa tidak enak seperti mengganjal di perut kanan atas. Pada kebanyakan
pasien, hepatomegaly bisa menjadi satu-satunya kelainan fisis yang didapatkan.
Seringkali pasien ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan lain. Pasien dapat
pula datang dengan komplikasi sirosis seperti asites, perdarahan varises atau
hepatoma.

DIAGNOSIS

 Biopsi hati
Gold standard untuk diagnosis adalah biopsi hati, untuk membedakan antara
steatosis non alkoholik dengan perlemakan hati tanpa atau dengan inflamasi.
 Laboratorium
Belum ada pemeriksaan laboratorium yang dapat secara akurat membedakan
steatosis dengan steatohepatitis atau perlemakan hati non alkoholik dengan
perlemakan hati alkoholik. Pemeriksaan fungsi hepar dapat memberikan hasil
peningkatan ringan sampai sedang dari konsentrasi AST (aspartate
aminotransferase), ALT (Alanine Aminotransferasi) atau keduanya pada
pasien perlemakan hati non alkokholik, namun dapat pula ditemukan hasil
enzim hati yang normal. Peningkatan AST dan ALT tidak memiliki korelasi
dengan aktivitas histologis.
Pemeriksaan laboratorium lain seperti fosfatase alkali, g-glutamiltransferase,
ferritin darah, saturasi transferrin dapat meningkat. Hipoalbuminemia,
pemanjangan protrombin time dan hiperbilirubinemia ditemukan pada pasien
sirosis.
Dislipidemia juga dapat ditemuakan dan biasanya berupa hipertigliserida.
Peningkatan konsentrasi gula darah juga sering ditemukan
 Imaging
USG merupakan pilihan terbaik saat ini. Infiltrasi lemak pada hati akan
menghasilkan peningkatan difus ekogenisitas (hiperekoik, bright liver) bila
dibandingkan dengan ginjal. Sensitivitas USG 89% dan spesivisitas 93%.
Modalitas lain yang dapat digunakan adalah CT Scan dan MRI. Pada CT Scan
infiltrasi lemak pada hati memberikan gambaran parenkim hati dengan
densitas rendah dan difus, terkadang bisa juga berbentuk fokal. Gambaran
fokal dapat disalah artikan dengan massa keganasan, sehingga untuk
konfirmasinya dapat menggunakan MRI. Namun, ketiga modalitas tersebut
tidak dapat membedakan perlemakan hati sederhana dari steatohepatitis.
 Histologi
Perlemakan hati non alkoholik tidak dapat dibedakan dengan kerusakan hati
akibat alkohol melalui pemeriksaan histologi. Gambaran biopsi antara lain
adalah steatosis, infiltrasi sel radang, hepatocyte ballooning dan nekrosis,
nucleus glikogen, Mallory’s Hyaline dan fibrosis. Adanya fibrosis
menunjukkan kerusakan hati lebih beart.
Karakteristik histologis perlemakan hati non alkoholik adalah : perlemakan
hati dengan atau tanpa inflamasi. Perlemakan umumnya didominasi dengan
gambaran sel makrovesikular yang mendesak inti hepatosit ke tepi sel. Pada
fase steatosis ringan, lemak ditemukan pada 3 zona hepatosit. Inflamasi
merupakan komponen dasar untuk menyatakan adanya steatohepatitis non
alkoholik. Sel-sel inflamasi terdiri dari neutrophil dan mononuclear yang
ditemukan pada lobules-lobulus hati. Bila tidak terdapat sel inflamasi, maka
pasien masih berada dalam tahap perlemakan hati saja. Badan Mallory dan
anak inti glikogen adalah variasi lain dari gambaran steatohepatitis non
alkoholik.

PENATALAKSANAAN

 Pengontrolan faktor resiko


- Mengurangi Berat Badan dengan Diet dan Latihan Jasmani
Terapi lini pertama bagi steatohepatitis non alkoholik merupakan
intervensi gaya hidup untuk mengurangi berat badan. Target penurunan
berat badan untuk mengoreksi resistensi insulin dan obesitas sentral.
Penurunan berat secara bertahap dapat memperbaiki konsentrasi AST dan
ALT, serta memperbaiki gambaran hitologi hati pada pasien
steatohepatitis non alkoholik.
Penurunan berat badan terlalu drastic atau fluktuasi (sindrom yo-yo) justru
memicu progresi penyakit hati. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan
aliran asam lemak bebas ke hati sehingga peroksidasi lemak meningkat.
Aktivitas fisik berupa latihan aerobik minimal 30 menit sehari. Pengaturan
diet berupa mengurangi asupan lemak total menjadi <0% total asupan
energi, mengurangi asupan lemak jenuh, mengganti dengan karohidrat
kompleks yang mengandung minimal 15 gr serat serta banyak konsumsi
buah dan sayur.
- Mengurangi berat badan dengan tindakan bedah
Apabila pengaturan diet dan latihan jasmani gagal, dapat dilakukan
pembedahan dengan operasi bariatrik.
 Terapi Farmakologis
- Antidiabetik dan insulin sensitizer
Metformin digunakan untuk meningkatkan kerja insulin pada hepatosit
dan mengurangi produksi glukosa hati. Tiazolidindion dapat memperbaiki
sensitifitas insulin pada jaringan adiposa, serta menghambat ekspresi
leptin dan TNF Alfa, konstituen yang dianggap terlibat dalam
pathogenesis steatohepatitis nonalkoholik.
- Antihiperlipidemia
Pemberian antihiperlipidemia menunjukkan perbaikan AL dan konsentrai
lipid (Gemfibrozil). Pemberian atorvastatin dapat memberikan perbaikan
parameter biokimia dan histologi
- Antioksidan
Terapi antioksidan yang pernah dievaluasi adalah vitamin E, vitamin C,
betain dan N-asetilsistein. Vitamin 3 dapat menurunkan konsentrasi TGF-
Beta, memperbaiki inflamasi dan fibrosis. Selain itu, terjadi perbaikan
hasil tes fungsi hati. Betain dapat memperbaiki konsentrasi ALT, steatosis
dan aktivitas nekroinflamasi serta fibrosis
- Hepatoprotektor
Ursodeoxycholic acid (UDCA), yaitu asam empedu dengan banyak
potensi seperti efek imunomodulator, pengaturan lipid dan efek
sitoproteksi. Penggunaan UDCA dapat memperbaiki enzim transaminase,
ALT, fosfatase alkali, g-GT dan steatosis.

DAFTAR PUSTAKA
1. PAPDI. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ke-6. Jakarta :
Interna Publishing.
2. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktik
Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
3. Scharschmidt, Bruce F. 2007. Internal Medicine. USA : Cambridge
University Press.
4. Tanto, Christ., et. al. 2014 Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta
: Media Aeusculapius

Anda mungkin juga menyukai