Anda di halaman 1dari 12

RESUME

NUTRITION DIET THERAPY FOR NON ALCOHOLIC FATTY


LIVER DISEASE (NAFLD) ATAU TERAPI DIET DAN NUTRISI
PADA PENYAKIT PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Asuhan Gizi Dewasa

Dosen Pengampu: Dr. Etika Ratna Noer, S.Gz, M.Si

Disusun oleh :

KELOMPOK 3

Masdayani (22030121410021)
Tri Wahyuni (22030121410023)
Rena Budiyatri (22030121410025)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
A. Pendahuluan
Penyakit fatty liver merupakan penyakit perlemakan pada hati manusia.
Fatty liver dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu fatty liver pada
pengonsumsi alkohol (alcoholic fatty liver/ AFLD), non-alkohol
(nonalcoholic fatty liver Disease/NAFLD), Penyakit hati berlemak (NAFLD)
menjadi penyakit hati yang paling umum di seluruh dunia, nonalkohol terkait
dengan epidemi kelebihan berat badan dan sindrom metabolik yang
dihasilkan (MetS). Sekitar 20-30% pasien dengan NAFLD mengembangkan
fibrosis hati yang progresif, merupakan yang terpenting dari jumlah kematian
yang berhubungan dengan hati dan secara keseluruhan. Perkembangan
fibrosis dan faktor risiko untuk ini masih belum sepenuhnya dijelaskan.
Terlepas dari profil genetik, penambahan berat badan, memburuknya
resistensi insulin, dan memburuknya steatosis hati merupakan faktor kandidat
yang terkait dengan perkembangan penyakit hati yang tidak
menguntungkan.Kematian terkait hati adalah penyebab utama kematian di
NAFLD. (1)

NAFLD merupakan penyebab penyakit hati kronik paling umum di


dunia. 4 Prevalensi NAFLD diseluruh dunia berkisar antara 22%- 28%.1
Prevalensi NASH pada populasi umum sekitar 1,5-6,45%. Prevalensi NASH
ditemukan pada pasien NAFLD yang dilakukan biopsi hati adalah 59,10%.2
Prevalensi NAFLD di Amerika Serikat sebesar 18,8% dan NASH 2,6%, 5
20%-30% di negara Barat dan di Asia 5%-18%.6 Prevalensi NAFLD di
Amerika Serikat sebesar 18,8% dan NASH 2,6%, 5 20%-30% di negara Barat
dan di Asia 5%-18%.6 Di Indonesia prevalensi NAFLD kurang lebih sekitar
30% dari total populasi dewasa. 7 Di RSCM selama tahun 2007 hingga 2017
didapatkan 406 kasus pasien dengan NAFLD. (2)

Diagnosa fatty liver atau perlemakan hati dengan cara anamnesis mencari
faktor risiko, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi
dan gejala yang dialami. Identifikasi faktor risiko dilakukan.dengan cara
seperti pengukuran indeks masa tubuh dan tekanan darah. Fatty liver yang
tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan peradangan atau kerusakan
pada sel hati yang bisa menyebabkan Fibriosis hati serta jaringan parut
(sirosis hati) dan dapat menyebabkan kanker hati. Pada dasarnya hati
memproses makanan dan minuman serta menyaring zat berbahaya dari darah.
Fungsi ini akan terganggu jika ada perlemakan pada hati. (1)

Saat ini strategi pengobatan untuk pasien yang menderita NAFLD


meliputi identifikasi dan tatalaksana penyakit metabolik yang terkait seperti
obesitas, diabetes dan dislipidemia, memperbaiki resistensi insulin melalui
penurunan berat badan, olahraga dan farmakoterapi, serta penggunaan obat –
obatan serta tatalaksana diet sangat penting untuk melindungi hepar dari
proses stres oksidatif yang dapat memperburuk diagnosa fatty liver. Oleh
karena itu, penting untuk mengetahui tatalaksana diet pada penderita
NAFLD.

B. Definisi
Hati merupakan organ terbesar yang dimiliki manusia dan organ yang
sangat penting dari tubuh yang terletak di bagian kanan atas perut dan
terlindungi oleh tulang rusuk serta diafragma. Fungsi utama hati adalah
membuat protein sintetis, detoksifikasi racun yang diserap oleh usus dan
menghasilkan biokimia yang berperan untuk pencernaan. Hati juga
memainkan peran penting dalam mengatur metabolisme kolesterol,
menghilangkan kelebihan cairanempedu dari tubuh. Berbagai macam kondisi
dan penyakit dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati.(3)

Gambar 1. Organ hati


Penyakit Pelemakan Hati merupakan penyakit akibat akumulasi atau
penumpukan lemak secara berlebihan di sel hati atau hepatosit sebesar 5%.
Artinya, Lemak pada hati tidak boleh lebih dari 5% berat hati. Kondisi
penumpukan ini merupakan akibat ketidakseimbangan proses pengantaran
dan penguraian lemak. Fatty liver dapat terjadi akibat konsumsi alkohol yang
berlebih yang biasa disebut dengan alcoholic liver disease (AFLD), dan
kondisi metabolik lainnya yang biasa disebut non alcoholic fatty liver
(NAFLD). (3) (Gambar. 2)

Gambar 2. Perbedaan AFLD dengan NAFLD

Non-alcoholic fatty liver Disease (NAFLD) atau Penyakit Perlemakan Hati


Non Alkoholik
Merupakan kelainan hati yang secara histopatologi mirip dengan
gambaran kelainan hati yang disebabkan karena konsumsi alkohol. Penyakit
perlemakan hati non-alkohol (NAFLD) terjadi pada penderita dengan sedikit
atau tanpa ada riwayat konsumsi alkohol.

Penyakit hati ini disebabkan oleh akumulasi lemak dalam sel hepar besar
sama 5%, dua kedaaan dari NAFLD :1) tanpa adanya inflamasi dan tanpa
fibrosis yang disebut NAFL ( Non Alcoholic Fatty Liver) atau perlemakan
hati non alkoholik, 2) disertai inflamasi atau tanpa fibrosis disebut NASH
(Non Alcoholic Steatohepatitis) atau Steatohepatitis Non Alkoholik .
(3)
(Gambar 3)
Kondisi yang kronis dapat menyebabkan sirosis hepar dan keganasan
hepar. Adanya keadaan Sindrom metabolik, kondisi obesitas dan diabetes
mellitus, dapat mendorong terjadinya NAFLD. (3)

Gambar 3. NAFLD

C. Tanda dan gejala NAFLD


Pada umumnya seseorang tidak merasakan gejala (perlemakan hati) fatty
liver saat awal organ hatinya bermasalah. Penderita hanya sesekali
merasakan sakit perut bagian atas atau rasa tidak nyaman di bagian organ hati
tersebut. Kebanyakan orang baru bisa merasakan gejala fatty liver saat
mengalami komplikasi seperti sirosis atau fibrosis hati.(4)

Gambar 4. Tanda dan gejala NAFLD


D. Faktor resiko NAFLD
a. Kegemukan
Indeks massa tubuh (BMI) menunjukkan apakah seseorang memiliki
berat badan yang sehat untuk tinggi badan mereka. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) merekomendasikan BMI 23kg/m2 dan 27.5 kg/m2 untuk
menentukan kelebihan berat badan dan obesitas di Asia.
b. Diabetes Mellitus
Batasi konsumsi makanan dan minuman beralkohol tinggi untuk
mencegah asupan kalori berlebihan.
c. Sindrom Metabolik
Ini adalah kombinasi antara tekanan darah tinggi dan kadar gula darah,
obesitas dan kolesterol tinggi; mirip dengan faktor risiko penyakit
kardiovaskular. Definisi Sindrom Metabolik Berdasarkan NCEP ATP III
(National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III)
dapat dilihat pada tabel 1.
Definisi Sindrom Metabolik Berdasarkan NCEP ATP III (National
Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III)

Diagnosis sindrom metabolic harus memenuhi tiga atau lebih dari lima
faktor resiko berikut :
Faktor Resiko Definisi
Obesitas abdominal : Ligkar Pinggang
 Pria >102 cm
 Wanita >88 cm
Trigliserida : ≥150 mg/dl
HDL Cholesterol :
 Pria < 40 mg/dl
 Wanita <50 mg/dl
Tekanan Darah : ≥ 130/85 mmHg
Glukosa Puasa : ≥ 100 mg/dl
Sumber : NCEP ATP III (National Cholesterol Education Program Adult Treatment
Panel III
d. Peningkatan kadar Trigliserida .

Nilai besar sama 150 mg/dl

E. Patogenesis NAFLD
Hipotesis yang umum diterima untuk patogenesis NAFLD adalah ‘two
hit theory’ yang dikemukakan oleh Day dan James pada tahun 1998. ‘Hit’
pertama adalah terbentuknya perlemakan hati atau steatosis, kemudian terjadi
peningkatan sensitifitas hati terhadap ‘hit’ kedua, dimana terjadi inflamasi
dankerusakan sel hati, yang selanjutnya terjadi fibrosis hati. ‘First Hit’ pada
jaringan hati adalah penumpukan lemak di hepatosit yang disebabkan oleh
beberapa keadaan seperti dislipidemia, diabetes dan obesitas. Dalam keadaan
normal, asam lemak bebas masuk ke hati melalui sirkulasi darah, kemudian
dalam hati akan dimetabolisir lebih lanjut seperti re-esterifikasi menjadi
trigliserida atau digunakan untuk pembentukan lemak lainnya.

Adanya lemak dalam tubuh yang berlebih, misalkan peningkatan


jaringan lemak tubuh, khususnya obesitas sentral akan meningkatkan
penglepasan asam lemak bebas yang kemudian menumpuk dalam hepatosit.
Hal ini akan diikuti peningkatan oksidasi dan esterifikasi lemak. Proses ini
terfokus pada mitokondria sel hati sehingga akhirnya terjadi kerusakan
mitokondria. Proses tersebut merupakan ‘Second Hit’.

Peningkatan stress oksidatif sendiri dapat juga terjadi karena resistensi


insulin, serta terjadi berbagai peningkatan antara lain: kadar endotoksin
dihati, aktifitas un-coupling protein mitokondria, aktifitas sitokrom P-450
2E1, cadangan besi. Disamping itu juga terjadi penurunan aktifitas dari anti-
oksidan. Karena stress oksidatif yang terjadi melebihi kemampuan
perlawanan dari anti-oksidan, maka terjadi aktifasi sel stelata dan sitokin pro-
inflamasi yang akan berlanjut dengan inflamasi yang progresif,
pembengkakan sel hati dan kematian sel, pembentukan badan Mallory,serta
fibrosis(4)
Gambar 5. Patogenesis NAFLD

F. Diagnosis
a. Skrining pada orang dengan risiko tinggi, seperti orang dengan sindrom
metabolik seperti diabetes melitus, dislipidemia, obesitas,
mengkonsumsi alkohol atau obat hepatotoksik dalam jumlah banyak
dan jangka panjang

b. Pemeriksaan fisik dengan mengukur berat badan dan mengamati tanda-


tanda terjadinya masalah hati, seperti kulit kuning atau organ hati yang
membesar, selanjutnya dilakukan:
- Pemeriksaan darah, untuk memeriksa fungsi hati
- Pemindaian dengan USG (Ultrasonografi) , CT scan, , MRI, untuk
mendeteksi keberadaan lemak dalam hati
- Biopsi hati, untuk melihat kondisi jaringan hati secara langsung,
untuk melihat apakah ada potensi terjadi peradangan
- Elastografi transien
Gambar 6. Derajat perlemakan hati secara Ultrasonografi

1 Derajat Ringan Peningkatan ekogenitas difus parenkim hati


(Mild) dibandingkan dengan korteks ginjal, tetapi
pembuluh darah intrahepatic masih
tervisualisasi normal.
2 Derajat Sedang Peningkatan ekogenitas difus moderate
(Moderate) parenkim hati dengan visualisasi pembuluh
darah intrahepatik sedikit kabur
3 Derajat Berat Peningkatan ekogenitas hati nyata dengan
(Severe) sulitnya visualisasi dari dinding vena porta dan
diafragma. Bagian hati yang lebih dalam juga
mungkin sulit divisualisasikan.
Sumber : Wedemeyer, 2020

G. Tata laksana diet (4,5,6,7)


1. Yang perlu diperhatikan :
a. Mengatasi kondisi-kondisi metabolik yang mendasarinya, yakni
mengatasi diabetes melitus, sindrom metabolik , obesitas , dan
keadaan lainnya.
b. Penurunan berat badan (indeks massa tubuh < 25 kg/m2) dengan
kontrol kalori makanan, penurunan lingkar perut, wanita < 80 cm dan
laki-laki < 90 cm.
c. Olahraga rutin, serta penggunaan obat-obatan untuk mengurangi fatty
liver
2. Syarat dan prinsip diet NAFLD :
Diet sesuai dengan penyakit mendasari, misalkan pasien dengan sindroma
metabolik, maka diet yang dapat diberikan yaitu :
a. Karbohidrat : 50-60% dari total kalori. Jika Obesitas, dilakukan
penurunan jumlah kalori yang diberikan berdasarkan Berat Badan
Ideal (BBI). Hindari karbohidrat simplek : gula, kue kering, permen,
jus, krupuk. Pilih karbohidrat yang mempunyai Indeks Glikemik
(kadar glukosa) yang rendah (di bawah 55), contoh : beras merah, oat,
roti gandum, buah, sayur-sayuran. Perhatikan Glikemiks Load
(muatan kandungan gula di setiap makanan). Jika suatu makanan
mempunyai indeks glikemiks yang rendah, tetapi jumlah sekali makan
banyak, maka glikemiks load menjadi tinggi. Sebaiknya tetap
diperhatikan jumlah makanan yang akan dikonsumsi.
b. Protein : 10-20% dari total kalori. Jika fungsi ginjal baik dapat
diberikan minimal 0,8-1 g/hari sesuai berat badan ideal. Jika
mempunyai kelainan fungsi ginjal, jumlah protein akan disesuaikan
dengan kadar kreatinin pasien. Pemilihan protein : putih telur, ikan
(tawar atau laut), ayam bagian dada tanpa kulit, daging sapi has dalam,
tahu, tempe, tofu, dan lain-lain.
c. Serat/Fiber : 20-39 gram/hari. Serat atau fiber bisa didapat dari buah-
buahan dan sayur-sayuran.
d. Total lemak : 25-35% dari total kalori. Pilih lemak tak jenuh tunggal
seperti : minyak zaitun. Hindari mentega, butter, krim, keju. Saturated
fat : < 7% dari total kalori.
e. Kolesterol : < 200 mg/hari.
f. Konsumsi air putih yang cukup 8 gelas/hari
g. Cara memasak :
- Diusahakan jangan untuk menggoreng dalam jumlah banyak,
dalam waktu yang lama dan berkali-kali. Dikukus atau dipepes
lebih baik.
- Hindari makanan siap saji, makanan yang mengandung banyak
tepung, makanan dan minuman manis serta menghindari makanan
dengan cara memasak digoreng (deep frying).
3. Tatalaksana Untuk Penderita NAFLD Gemuk :
Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen kunci dalam
mengelola NAFLD. Pasien harus melakukan latihan ringan tiga puluh
menit lima kali seminggu dan bertujuan untuk kehilangan BB antara 1 dan
1.6 kg per minggu. Perubahan diet juga memainkan peran penting dalam
pengobatan NAFLD. Pasien harus mengkonsumsi 600 kalori lebih sedikit
dari kebutuhan kalori harian mereka dan mengurangi asupan gula mereka
termasuk fruktosa, atau gula buah serta lemak jenuh dan trans, seperti yang
ditemukan dalam makanan cepat saji. Pasien disarankan untuk
meningkatkan asupan lemak tak jenuh ganda, terutama asam lemak
omega-3. Hal ini dapat dicapai dengan mengkonsumsi lebih banyak ikan
dan makanan berserat tinggi, serta lebih banyak protein kedelai dan whey.
Pasien NAFLD dengan obesitas harus mengambil langkah untuk
mengurangi faktor risiko metabolik.
4. Pencegahan NAFLD:
a. Perbaiki Gaya Hidup (Life Style) : Tidak Merokok, Tidak mengkonsumsi
Alkohol, Tidur Teratur tidak larut malam, dan olah raga teratur
b. Biasakan konsumsi Makanan sehat dan bergizi. Rendah Gula, Rendah
Lemak, Banyak Sayur dan Buah
DAFTAR PUSTAKA

1. Grgurevic, Ivica, et.al. 2020 .“Natural History of Nonalcoholic Fatty Liver


Disease: Implications for Clinical Practice and an Individualized Approach”
Volume 2020, Article ID 9181368, 10 pages.
2. Sarwanti dkk. 2020. Peran CD44 pada Progresivitas Non Alcoholic Steatohepatitis
(NASH). P-ISSN 0215-7284,e-ISSN 25279106 Terakreditasi
KEMENRISTEKDIKTI/Sinta-3.
3. Wedemeyer, Sarrazin. Berg, Mauss.2020 The Diagnosis and Management of
Nonalcoholic Fatty Liver Disease:Practice Guidance From the American
Association for the Study of Liver Diseases.
4. Mauss, Berg, Rockstroh, Sarrazin, Wedemeyer. 2020. Hepatology – A clinical
textbook. Tenth Edition, 2020
5. Raymond. Janice, Mahan L Kathleen. 2017.Krause’s . Food & The Nutrition
Care Process .Fourteenth Edition. Elsevier.
6. DeMarzio Duna Halequoa, Xie Chenceng. 2019.Role of Probiotics in Non-
alcoholic Fatty Liver Disease: Does Gut Microbiota Matter? Nutrients 2019,
11, 2837; doi:10.3390/nu11112837
7. Semmler Georg. 2020.Nut consumption and the prevalence and severity of
non-alcoholic fatty liver disease. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0244514
December 31, 2020

Anda mungkin juga menyukai