Anda di halaman 1dari 13

A.

PENGERTIAN DIABETES MELITUS


Menurut WHO Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit
atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,
lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi
insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh selsel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya
sel-sel tubuh terhadap insulin.[1]
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan
terapi medis secara berkelanjutan. Penyakit ini semakin berkembang dalam
jumlah kasus begitu pula dalam hal diagnosis dan terapi. Dikalangan masyarakat
luas, penyakit ini lebih dikenal sebagai penyakit gula atau kencing manis. Dari
berbagai penelitian, terjadi kecenderungan peningkatan prevalensi DM baik di
dunia maupun di Indonesia. DM dapat mengakibatkan berbagai macam
komplikasi yang serius pada organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, dan
pembuluh darah. Untuk mencegah komplikasi yang lebih serius adalah dengan
diagnosis dini DM agar dapat diberikan intervensi lebih awal. Oleh karena itu,
penulis tertarik menggali lebih dalam lagi bagaimana cara preanalitik dan
interpretasi glukosa darah untuk diagnosis Diabetes Mellitus ini.[1]
Diabetes Mellitus adalah penyakit kelainan metabolik

yang

dikarakteristikkan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme


karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja
insulin maupun keduanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes melitus akan
disertai dengan kerusakan, gangguan fungsi beberapa organ tubuh khususnya
mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Walaupun pada diabetes melitus
ditemukan gangguan metabolisme semua sumber makanan tubuh kita, kelainan
metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme karbohidarat. Oleh
karena itu diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan tingginya kadar glukosa
dalam plasma darah.[1]
Prevalensi DM sulit ditentukan karena standar penetapan diagnosisnya
berbeda-beda. Berdasarkan kriteria American Diabetes Association tahun 2012
(ADA 2012), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM.
Sementara itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15

tahun, bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%. Pemeriksaan


laboratorium bagi penderita DM diperlukan untuk menegakkan diagnosis serta
memonitor terapi dan timbulnya komplikasi. Dengan demikian, perkembangan
penyakit bisa dimonitor dan dapat mencegah komplikasi.[1]
B. ETIOLOGI DIABETES MELLITUS TIPE II
DM tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1. Penderita DM tipe 2 mencapai 9095% dari keseluruhan populasi penderita DM. Umumnya berusia diatas 45 tahun.
Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan DM
tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak
badan. Berbeda dengan DM tipe 1, pada penderita DM tipe 2, terutama yang
berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup
didalam darahnya. Disamping kadar glukosa yang juga tinggi. DM tipe 2 bukan
disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin
gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.[2]
Resistensi Insulin adalah suatu keadaan terjadinya resistensi terhadap kerja
insulin, yaitu keadaan dimana suatu sel, jaringan atau organ membutuhkan
sejumlah insulin lebih banyak untuk mendapatkan secara kuantitatif respons
normal, antara lain terpakainya atau masuknya glukosa ke dalam sel tersebut.
Agar insulin dapat bekerja, insulin harus berikatan dengan reseptor insulin pada
dinding sel. Setelah berikatan, akan terjadi serangkaian proses rumit, melalui
berbagai sel dan proses antara, menyebabkan dicapaianya efek kerja insulin yang
dikehendaki dalam sel tersebut. Di dalam sel, insulin mempunyai beragam peran,
mulai dari peranannya dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein,
sampai pengaruhnya untuk proses pembentukan DNA dan RNA dan berbagai
proses pertumbuhan sel, jaringan ataupun organ tersebut. Rangkaian proses
tersebut terjadi pula di dalam sel Beta pancreas. Sehingga dapat dikatakan bahwa
terjadinya resistensi insulin akan menjadi dasar untuk terjadinya disfungsi sel Beta
pankreas pada Diabetes Melitus tipe 2. Banyak proses yang dapat menimbulkan
resistensi insulin, diantaranya factor genetic, berbagai factor lingkungan seperti
kegemukan, inaktivitas fisik, asupan makanan yang berlebihan, beberapa macam
obat dan juga proses menua.[3]

Pada keadaan normal, apabila didapatkan resistensi insulin, maka tubuh


akan

merespons

dengan

meningkatkan

produksi/fungsi

insulin,

untuk

mengembalikan kadar glukosa pada keadaan normal. Kalau proses kompensasi


menurun, maka kapasitas menyeimbangkan tersebut kurang, sehingga tubuh tidak
dapat mengembalikan keseimbangan sehingga terjadilah hiperglikemia, kemudian
DM.[3]
Kriteria diagnosis untuk diabetes menurut ADA (American Diabetes
Association) tahun 2001 adalah sebagai berikut:
1

Gejala diabetes ditambah kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/l).
Sewaktu didefenisikan sebagai waktu kapanpun pada suatu hari tanpa
menghiraukan waktu sejak makan terakhir. Gejala klasik diabetes meliputi
poliuri, polidipsi, polifagia serta kehilangan berat badan yang tak dapat

2
3

dijelaskan.
Gula Darah Puasa (GDP) >200 mg/dl (11,1 mmol/l). Puasa didefenisikan

sebagai tidak adanya masukan kalori sedikitnya dalam jangka waktu 8 jam.
Pemeriksaan Glukosa setelah 2 jam dengan batas tidak boleh >200 mg/dl
(11,1mmol/l) selama OGTT(Tes Toleransi Glukosa Oral). Tes harus dilakukan
sebagaimana dijelaskan oleh WHO, menggunakan pembebanan glukosa
sebanyak 75 gram, dilarutkan dalam 250 air. [4]
Faktor Risiko[2]

Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,
pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan

kadar glukosa darah menjadi 200mg%. 1,2.


Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan
tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari

dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.


Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen
diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang
yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes

Mellitus.
Dislipedimia Restyana Diabetes Mellitus Tipe 2

Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah


(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin
5

dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus

adalah > 45 tahun.


Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan

dalam

gaya

hidup

berhubungan

dengan

peningkatan frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini


dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidakaktifan
fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan
tradisional ke lingkungan kebarat-baratan yang meliputi perubahan-perubahan
dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM tipe
2. Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita
DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan
darah.
Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil
alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski, 240 ml
wine atau 720 ml. Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2,
dibedakan menjadi dua, yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat
berubah misalnya umur, faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis
kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik,
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh. 2,5.
Gejala klinis
Gejala diabetes mellitus dibedakan menjadi akut dan kronik Gejala akut
diabetes mellitus yaitu: Poliphagia (banyak makan) Polidipsi (banyak minum),
Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah
namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah
lelah. Gejala kronik diabetes mellitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau
seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah
mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu
hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan
bayi berat lahir lebih dari 4 kilogram. [2]

C. PATOFISIOLOGI DIABETES MELITUS TIPE II


Tubuh manusia memerlukan bahan bakar berupa energi untuk menjalankan
berbagai fungsi sel dengan baik. Bahan bakar tersebut bersumber dari sumber zat
gizi karbohidrat, protein, lemak yang di dalam tubuh mengalami pemecahan
menjadi zat yang sederhana dan proses pengolahan lebih lanjut untuk
menghasilkan energi. Proses pembentukan energi terutama yang bersumber dari
glukosa memerlukan proses metabolisme yang rumit. Dalam proses metabolisme
tersebut insulin memegang peranan yang sangat penting yang bertugas
memasukkan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya diubah enjadi energi. [5]
Pankreas berfungsi sebagai organ endokrin dan eksokrin. Fungsinya sebagai
organ endokrin didukung oleh pulau-pulau Langerhans (Islets of Langeerhans)
yang terdiri dari; sel alpha () menghasilkan glukagon dan sel beta ()
menghasilkan insulin. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta dapat diibaratkan
sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel.
Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain.
Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam
berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai
kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh.
Kemudian di dalam sel, glukosa itu dimetabolisme menjadi tenaga. Dalam
keadaan normal artinya kadar insulin cukup dan sensitif, insulin akan ditangkap
oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot, kemudian membuka pintu
masuk sel hingga glukosa dapat masuk sel untuk kemudian dibakar menjadi
energi/tenaga. Akibatnya kadar glukosa dalam darah normal.[5]
Insulin bekerja pada keadaan makan dan puasa. Setelah makan banyak,
kadar insulin akan naik dan gula (glukosa) akan disimpan oleh tubuh. Sebaliknya
saat puasa, kadar insulin akan turun dan gula yang disimpan dalam organ tubuh
seperti hati, otot, dan lemak dilepaskan untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Semakin lama puasa, energi yang tadinya berasal dari pemecahan gula semakin
habis, digantikan oleh lemak dan protein yang menimbulkan efek merugikan.[6]
Pada DM dimana didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan
insulin tidak baik (resisten insulin), meskipun insulin dan reseptor ada, tetapi
karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri pintu masuk sel tetap tidak dapat

terbuka hingga glukosa tidak dapat masuk ke sel untuk dibakar (dimetabolisme)
akibatnya glukosa tetap berada di luar sel, hingga kadar glukosa dalam darah
meningkat.[5]
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,
namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai resistensi insulin. Resistensi
insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta
penuaan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi
glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan, tapi
menurunnya fungsi sel beta langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus
tipe 2.[7]
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa diabetes dan prediabetes
tidak

akan

berkembang

sampai

sel

beta

gagal

mengimbangi

insulin

disekelilingnya secara tepat pada tahap resistensi insulin. Kemampuan sel beta
mengeluarkan cukup insulin untuk merespon adanya resistensi insulin bergantung
pada beberapa factor yaitu jumlah sel beta dan kapasitas sekresi, dimana factorfaktor itu dipengaruhi oleh factor genetic dan factor lingkungan.Bahkan,
meskipun fungsi sel beta berkurang dikarenakan gangguan metabolik yang
berbeda, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa disfungsi sel beta
ditentukan oleh factor genetic yang sangat berperan penting terhadap terjadinya
disfungsi sel beta.[8]
Karbohidrat yang masuk dibutuhkan oleh sel dalam bentuk glukosa.
Glukosa yang berlebih akan disimpan didalam hati dalam bentuk glikogen, yang
dapat digunakan sebagai cadangan energi. Ketika energi berkurang maka glikogen
yang ada dalam hati akan dirubah kedalam bentuk glukosa melalui reaksi
glukogenolisis. Hati juga memproduksi glukosa yang berasal dari lemak dan
protein melalui proses glukoneogenesis. Kedua proses tersebut menyebabkan
penigkatan kadar glukosa dalam darah. Insulin adalah satu-satunya hormon yang
berfungsi dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah. Pada penderita DM tipe
II, terjadi gangguan dalam tiga hal, yaitu: [7]
1. Adanya resistensi jaringan terhadap ransangan hormone insulin, terutama
2.
3.

terjadi pada sel otot.


Terjadinya peningkatan produksi glukosa didalam hati
Gangguan dalam sekresi hormone insulin

Meningkatknya resistensi jaringan terhadap insulin secara umum akan


diikuti dengan gangguan sekresi insulin. Hal ini menyebabkan terjadinya
gangguan glukosa untuk masuk kedalam sel dan menyebabkan glukosa cenderung
terakumulasi didalam darah dan akan menyebabkan keadaan hiperglikemia.
Adanya akumulasi glukosa dalam darah akan meningkatkan sekresi insulin. Pada
penderita DM tipe II biasanya akan mengalami kondisi hiperinsulinemia.[7]
Obesitas merupakan salah satu faktor yang sering menjadi penyebab DM
tipe II. Kehilangan berat badan secara cepat biasanya menyertai penderita DM
tipe II. Selain obesitas, DM tipe II biasanya disebabkan adanya kelainan yang
bersifat genetik atau kurangnya aktifitas fisik.[7]

D. PENGENDALIAN DIABETES MELITUS


Pengendalian diabetes melitus dan penyakit metabolik lain dapat
digambarkan pada diagram berikut[9]

Program pengendalian Diabetus mellitus dilaksanakan secara terintegrasi dalam


program pengendalian penyakit tidak menular terintegrasi yaitu antara lain:[9]
1

Pendekatan faktor risiko penyakit tidak menular terintegrasi di fasilitas layanan


primer (PTM)
Untuk peningkatan tata laksana faktor resiko utama (konseling berhenti
merokok, hipertensi, dislipidemia, obesitas dll) di fasilitas pelayanan dasar

(puskesmas, dokter keluarga, praktik swasta)


Tata laksana terintegrasi hipertensi dan diabetes melalui pendekatan faktor

risiko
Prediksi risiko penyakit jantung dan stroke dengan diagram WHO berikut:
2 Posbindu PTM (pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular)
Pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kewaspadaan dini dalam

memonitoring faktor risiko menjadi salah satu tujuan dalam program


8

pengendalian penyakit tidak menular termasuk diabetes melitus. Posbindu


PTM merupakan program pengendalian faktor risiko berbasis masyarakat yang
bertujuan meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap faktor risiko baik
terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat.
3 Program PATUH dan CERDIK , yaitu:
P: Periksa Kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
A: Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
T: Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
U: Upayakan aktifitas fisik dengan aman
H: Hindari rokok, alkohol, dan zat karsinogenik lainnya
Program Cerdik

C: Cek kondisi kesehatan secara berkala


E: Enyahkan asap rokok
R: Rajin aktifitas fisik
D: Diet Sehat dengan Kalori Seimbang
I: Istirahat yang cukup
K: Kendalikan stress

Medical Nutrition Therapy


1

Secara Umum[10]
a Terapi gizi direkomendasikan untuk semua orang dengan diabetes tipe 1 dan
b

2 sebagai komponen efektif yang bersifat menyeluruh


Individu yang mengalami prediabetes atau diabetes harus menerima terapi
gizi secara individual yang diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan,
sebaiknya disediakan oleh seorang ahli gizi yang benar-benar memahami

tentang komponen-kompnen terapi gizi pada pasien dm


c Terapi gizi dapat menekan biaya pengobatan, dan hasilnya cukup baik
2 Berdasar keseimbangan energi, overweight, dan obesitas
Seseorang yang mengalami overweight atau kelebihan
berat badan dapat mengubah tingkat diabetes mereka,
menurunkan tekanan darah, dan mengurangi kadar lemak
dalam darah termasuk kolesterol dengan cara menurunkan
berat badan. Dua kata kunci dalam mengatur berat badan
adalah makanan sehat dan olahraga teratur.[11]
Dalam hal ini terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan
standar, yang pertama adalah ukuran pinggang seseorang.
Kadar lemak terutama di bagian perut meningkatkan resiko
tekena penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan diabetes.
9

WHO sendiri menyatakan untuk laki-laki dengan ukuran


pinggang di atas 94 cm dan perempuan ukuran pinggang di
atas 80 cm sudah beresiko terkena penyakit jantung, tekanan
darah tinggi, dan diabetes. Yang kedua adalah pengaturan
kalori konsumsi yang sesuai dengan energi yang dikeluarkan.
Karena kelebihan kalori yang dikonsumsi akan disimpan dalam
bentuk lemak. Bahkan jika kelebihan kalori dalam jumlah
sedikit dari yang kita konsumsi akan berakibat secara pelan
tapi pasti meningkatnya berat badan.[11]
a Untuk orang dewasa yang kelebihan berat badan atau obes dengan DM tipe
2 dianjurkan untuk menurunkan berat badan, mengurangi asupan energi
b

sementara waktu, dan menjaga asupan makanan bergizi seimbang[10]


Penurunan berat badan dapat memberikan manfaat klinis

yaitu

meningkatkan glikemia, tekanan darah, dan lipid pada beberapa individu


dengan diabetes, terutama mereka yang menagalami proses awal terjadinya
DM. Untuk mencapai penurunan berat badan, intervensi gaya hidup dapat
dilakukan dengan cara konseling tentang terapi gizi, aktifitas fisik, dan
perubahan perilaku secara terus menerus.[10]
3 Pola makan dan distribusi makronutrient[10]
a Bukti menunjukkan bahwa tidak ada persentase yang ideal dari jumlah
kalori karbohidrat, protein, dan lemak pada penderita DM. Oleh karena itu
distribusi makronutrien harus berdasarkan pada penilaian pola makan
b

individu berdasar AKG.


Berbagai pola makan (kombinasi makanan yang berbeda atau sekelompok
makanan),

tradisi,

etnis,

kepercayaan,

dan

ekonomi

juga

harus

dipertimbangkan dalam memberikan rekomendasi menu

Jumlah dan Kualitas karbohidrat[10]


a Pemantauan asupan karbohidrat berdasarkan perhitungan karbohidrat yang
harus dikonsumsi atau estimasi berdasarkan riwayat makan tetap menjadi
b

kunci strategi pencapaian kontrol glikemik


Asupan makanan dengan glikemik rendah

10

Asupan karbohidrat dari sayuran, buah, biji-bijian, kacang-kacangan, dan


produk susu harus melebihi dari sumber karbohidrat yang lain seperti nasi,

d
e

agar kebutuhan akan karbohidrat tetap tercukupi


Kebutuhan serat yang tercukupi
Orang dengan diabetes atau yang berisiko diabetes sebaiknya mengurangi
asupan minuman manis termasuk pemanis (fruktosa dan sukrosa) untuk
mengurangi risiko kenaikan berat badan dan memburuknya risiko

kardiometabolik
5 Kuantitas dan kualitas lemak[10]
a Orang dengan DM tipe 2, kaya akan makanan yang mengandung MUFA
dapat menguntungkan kontrol glikemik dan faktor risiko CVD dan oleh
karena itu dapat direkomendasikan sebagai alternatif efektif untuk pola
b

makan rendah lemak dan tinggi karbohidrat


Meningkatkan makanan yang mengandung 3-asam lemak (EPA dan DHA)
dan n-3 asam linoleat (ALA) direkomendasikan untuk individu dengan DM
karena memberikan keuntungan pada lipoprotein, mencegah penyakit

jantung, dan menghasilkan efek positif.


Sejumlah diet lemak jenuh, kolesterol,

dan

asam

lemak

trans

direkomendasikan untuk penderita DM


6 Suplemen untuk manajemen DM[10]
a Tidak ada bukti yang jelas tentang manfaat suplementasi vitamin dan
mineral kepada penderita DM, kecuali pada orang yang memang mengalami
b

defisiensi
Suplementasi antioksidan (vit C dan vit E) secara rutin tidak dianjurkan
untuk jangka panjang karena belum ada bukti yang jelas yang diberikan

pada penderita DM
Terdapat bukti yang

cukup

untuk

mendukung

penggunaan

rutin

mikronutrien seperti kromium, magnesium, dan vitamin D untuk


d
7

meningkatkan kontrol glikemik


Kayu manis atau suplemen herbal juga bermanfaat untuk pengobatan

diabetes
Alkohol[10]
a Maksimal mengkonsumsi alkohol sehari sekali untuk wanita dewasa dan 2

kali sehari untuk laki-laki dewasa


b Konsumsi alkohol meningkatkan resiko penundaan hipoglikemi
8 Sodium[10]
a Konsumsi sodium untuk penderita diabetes sebanyak 2300 mg/hr
b Untuk penderita diabetes dan hipertensi harus mengurangi asupan sodium

11

DAFTAR PUSTAKA
1

Kardika I B, Herawati S, Yasa I W, Preanalitik dan Interpretasi Glukosa


Darah Untuk Diagnosis Diabetes Melitus. Bagian Patologi Klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah; 2013


Rahmi,EP. Diabetes Melitus Tipe II [Internet]. Tersedia di
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38067/3/Chapter%20II.pdf.

[Diakses pada 28 Agustus 2016].


Djokomoeljanto,RJ. Naskah Lengkap Diabetes Melitus Ditinjau dari
Berbagai Aspek Penyakit Dalam[Buku].Universitas Diponegoro; 2007

Mahan, Kathleen, Sylvia Escott, Janice L. Krauses Food and The Nutrition
Care Process Edition 13[Buku]. St. Louis: Saunders Elsevier; 2012

Soegondo S,dkk. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta:

Penerbit FKUI; 2009


Aman Pulungan, Herqutanto. Diabetes Melitus Tipe 1: Penyakit Baru yang

7
8

akan Makin Akrab dengan Kita. Oktober 2009.59(10).455-456


J Majority. Diabetes Melitus Tipe 2. Februari 2015; 4(5); 93-100
DAdamo Ebe, Sonia Caprio. Type 2 Diabetes in Youth: Epidemiology and

Pathophysiology. American Diabetes Association.2011;(34).


Depkes RI. Situasi dan Analisis Diabetes. Pusat Data dana Informasi:
Kemenkes

RI;

2014.

http://www.depkes.go.id/resources/download/

pusdatin/infodatin/infodatin-diabetes.pdf. [Diakses pada 25 Agustus 2016]

12

10 American Diabetes Association. Diabetes Care. Volume 37. January 2014.


Tersedia

di:

http://care.diabetesjournals.org/content/suppl/2014/12/23/38.

Supplement_1.DC1/January_Supplement_Combined_Final.6-99.pdf [Diakses
pada 25 agustus 2016]
11 Campbell A, editor. 2010. The Diabetes Cookbook: What to Eat & What to
Cook to Treat 2 Diabetes. New York: DK.

13

Anda mungkin juga menyukai