Anda di halaman 1dari 9

OSTEOARTRITIS

DEFINISI

Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan kerusakan
kartilago sendi. Bagian yang paling sering terkena adalah vertebrae, panggul, lutut dan
pergelangan kaki. OA bersifat kronik-progresif.

PATOGENESIS

OA dibagi menjadi OA primer/OA idiopatik dan OA sekunder. OA primer yaitu OA yang


tidak diketahui kausanya dan tidak memiliki hubungan dengan penyakit sistemik maupun
proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya
kelainan endokrin, inflamasi, metabolic, pertumbuhan, herediter, lesi mikro dan makro
serta imobilisasi yang terlalu lama. OA primer lebih sering ditemukan daripada OA
sekunder. OA merupakan penyakit gangguan homeostasis metabolisme kartilago dengan
kerusakan struktur proteoglikan kartilago dengan penyebab belum jelas. Jejas mekanis dan
kimiawi pada synovia sendi terjadi secara multifactorial, seperti karena faktor umur, stress
mekanis, defek anatomic, obesitas, genetic, humoral dan faktor kebudayaan. Jejas mekanis
dan kimiawi ini diduga merupakan faktor yang merangsang terbentuknya molekul
abnormal dan produk degradasi kartilago dalam cairan synovial sendi yang mengakibatkan
inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan nyeri. OA ditandai dengan fase hipertrofi
kartilago yang berkaitan dengan peningkatan terbatas sintesis matriks makromolekul oleh
kondrosit sebagai kompensasi perbaikan. OA terjadi sebagai hasil kombinasi antara
degradasi kartilago sendi, remodeling tulan dan inflamasi cairan sendi.

Kartilago sendi sebenarnya dapat melakukan perbaikan sendiri. Kondrosit akan berreplikasi
dan memproduksi matrix baru. Proses ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu
polipeptida, yang menginduksi kondrosit untuk mensintesis DNA dan protein seperti
kolagen serta proteoglikan. Faktor pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth
factor (IGF-1), growth hormone, transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni
stimulating factors (CSFs). IGF-1 berperan penting dalam perbaikan rawan sendi. Pada
keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitive terhadap efek IGF-1. Sedangkan TGF- b
merangsang sintesis kolagen dan proteoglikan serta menekan stromelisin, yaitu enzim yang
mendegradasi proteoglikan dan meningkatkan produksi prostaglandin E2.

Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi.


Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi cenderung berakumulasi di sendi
dan menghambat fungsi rawan sendi dan mengawali respon imun yang menyebabkan
inflamasi sendi. Pada pasien OA, perbandingan antara sintesis dan pemecahan matriks
rawan sendi lebih rendah.

Pada pasien OA juga terjadi peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas
fibrinolitik pada rawan sendi, sehingga terjadi penumpukan thrombus dan kompleks lipid
pada pembuluh darah sub-kondral dan menyebabkan iskemia serta nekrosis jaringan
subkondral. Hal ini menyebabkan pelepasan mediator kimiawi seperti prostaglandin dan
interleukin yang kemudian menimbulkan bone angina lewat subkondral. Sedangkan daerah
subkondral memiliki ujung saraf sensible sehingga menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri
juga dapat disebabkan oleh pelepasan kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang
sendi dan peregangan tendo dan ligamentum serta spasme otot-otot ekstra artikular. Selain
itu, adanya osteofit yang menekan periosteum dan radix nervus medulla spinalis dapat
menyebabkan nyeri. Nyeri juga dapat diakibtkan oeh stasis vena intramedular karena proses
remodeling pada trabekula dan subkondrial.

Adanya jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi
sitokin activator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut antara lain
adalah IL-1, IL-6, TNF-a dan b, dan IFN a dan t. Sitokin tersebut merangsang kondrosit
untuk memproduksi CSFs dan mempengaruhi monosit dan PA untuk mendegradasi rawan
sendi. Pasien OA memiliki kadar PA tinggi dalam cairan sendi. Sitokin juga mempercepat
resorpsi matriks rawan sendi. IL-2 juga memiliki efek meningkatkan sintesis enzim
stromelisin dan kolagenosa (mendegradasi rawan sendi) serta menghambat proses sintesis
dan perbaikan normal kondrosit. Kondrosit pasien OA memiliki reseptor IL-1 2x lipat lebih
banyak daripada normal. Sitokin mendegradasi komponen matriks rawan sendi sedangkan
faktor pertumbuhan merangsang sintesis. Pada pasien OA, IGF-1 lebih rendah.
Selain itu, Nitric Oxide (NO) juga berperan dalam kerusakaan kartilago. NO merupakan gas
yang diproduksi oleh sebagian sel tubuh dan berperan dalam pertahanan tubuh dan
imunitas. Erdapat 3 isoform NOS yaitu constitutivelye expressed NOS atau cNOS,
contohnya Neuronal cNOS/NOS-I, Endothelial cNOS (ecNOS/NOS-III) dan Inducible
NOS (iNOS=NOS-II). iNOS bersifat patologis dan merangsang produksi NO yang
berlebihan, yang kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk peroksinitrit yang toksik.
Pada pasien OA dan RA terdapat peningkatan kadar iNOS. NO memiliki sifat proinflamasi
karena mempunyai efek vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Efek NO
terhadap kondrosit adalah :

- Inhibisi produksi kolagen dan proteoglikan


- Aktivasi metalloproteinase
- Meningkatkan kepekaan trauma oksidan lain
- Menurunkan ekspresi IL-1 reseptor antagonis
- Inhibisi polymerase aktin dan sinayl IL-1 integrin
- Apoptosis

Kartilago normal tidak memproduksi NO kecuali jika terdapat rangsangan IL-1, namun
pada pasien OA dan RA, terdapat produksi NO tanpa rangsangan IL-1, TNF maupun LPS.

FAKTOR RISIKO

 Umur
Merupakan faktor risiko terkuat. Prevalensi dan beratnya OA meningkat dengan
pertambahan umur.
 Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, laki-laki lebih sering
terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Di atas 50 tahun (setelah
menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita.
 Suku bangsa
OA lebih sering terjadi pada orang-orang Indian.
 Kegemukan dan penyakit metabolic
Kegemukan tidak hanya berkaitan dengan OA pada seni yang weight bearing tapi
juga pada sendi lain. Selain karena faktor mekanis (peningkatan beban), faktor
metabolic dan hormonal juga memiliki peran.
 Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan berat, pemakaian satu sendi terus menerus meningkatkan resiko OA.
Olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi meningkatkan faktor risiko OA.
Cedera dan benturan berulang pada sendi juga meningkatankan risiko OA.
 Kelainan Pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan berkaitan dengan OA pada usia muda
 Genetik
 Faktor lain
Tingginya kepadatan tulang meningkatkan risiko OA. Tulang yang lebih padat tidak
mengurangi benturan beban yang diterima oleh rawan sendi.

DAERAH PREDILEKSI

 Carpometacarpal I  Genu
 Metatarsofalangeal I  Coxae
 Sendi apofiseal vertebrae

Terdapat hipotesis bahwa sendi yang sering terken aOA adalah sendi yang paling akhir
mengalami perubahan evolusi, khususnya dalam kaitan dengan gerakan mencengkeram dan
berdiri dua kaki. Sendi-sendi tersebut mungkin memiliki rancang bangun yang suboptimal.

MANIFESTASI KLINIS

 Nyeri Sendi
Merupakan keluhan utama. Sebelumnya mungkin sendi sudah kaku dan berubah
bentuknya. Nyeri bertambah berat dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan
istirahat. Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati,
misalnya pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal yang menimbulkan stenosis
spinal dapat menimbulkan nyeri di betis, hal ini disebut dengan claudication
intermitten
 Hambatan gerakan sendi
Keluhan ini biasanya memberat perlahan sejalan dengan pertambahan nyeri
 Kaku Pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas
 Krepitasi
Rasa gemeretak terkadang terdengar pada sendi yang sakit saat digerakkan
 Pembesaran sendi (deformitas)
Pasien dapat menunjukkan bahwa salah satu sendinya membesar secara pelan-pelan
 Perubahan gaya berjalan
Pasien dengan OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul seringkali
berkembang menjadi pincang.

PEMERIKSAAN FISIK

 Hambatan gerak
Hambatan gerak sering terjadi meskipun pada OA yang secara radiologis masih
dini. Hambatan gerak biasanya memberat dengan semakin beratnya penyakit.
Apabila hambatan gerak menjadi parah dapat terjadi kontraktur.
 Krepitasi
Lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Krepitasi mungkin timbul akibat
gesekan kedua permukaan tulang sendi saat digerakkan.
 Pembengkakan sendi
Seringkali tidak simetris. Pembengkakan akibat efusi pada sendi atau karena
osteofit yang merubah permukaan sendi.
 Tanda-tanda peradangan
Tanda radang pada sendi : rasa hangat, warna kemerahan, nyeri tekan, gangguan
gerak. Hal ini dapat disebabkan oleh sinovitis. Biasanya tanda-tanda tersebut tak
menonjol dan timbul belakangan.
 Deformitas sendi permanen
Dapat timbul akibat kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, gaya
berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.
 Perubahan gaya berjalan
Terutama ditemui pada OA lutut, paha dan OA vertebrae dengan stenosis spinal.
Perubahan gaya berjalan seringkali karena nyeri. Pada sendi lain, OA mengganggu
fungsi sendi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksan Radiologi
Radiografi pada sendi yang terkena. Gambaran radiologi OA adalah :
- Penyempitan celah sendi, seringkali asimetris
- Peningkatan densitas (sclerosis) subkondral
- Kista tulang
- Osteofit pada pinggir sendi
- Perubahan struktur anatomi sendi
Pada fase awal penyakit, seringkali radiografi sendi masih normal. Secara radiografi
OA dikelompokkan dari ringan hingga berat menurut Kriteria Kellgren dan
Lawrence.
Berdasarkan kriteria tersebut, OA dibagi menjadi 5 derajat :
Grade 0 : Normal
Grade I : Sendi normal, terdapat sedikit osteofit
Grade II : Osteofit pada 2 tempat dengan sclerosis subkondral, celah antar
sendi normal, terdapat kista subkondral
Grade III : Osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang, terdapat
penyempitan celah sendi
Grade IV : Terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapt kista
subkondral dan sklerosis
 Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan lab pada OA biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi berada
dalam batas normal kecuali OA generalisata. Pemreiksaan imunologi juga normal.
Pada OA yang disertai peradangan mungkin diperoleh penurunan viskositas,
pleositositis ringan hingga sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/ml)
dan peningkatan protein.
 Biomarker
- Uji diagnostic : Keratan sulfat dalam serum, konsentrasi fragmen aggrecan,
fragmen COMP, metalloproteinase dan inhibitornya dalam cairan sendi
- Prognostik : Serum hialuronan

TATALAKSANA

Umumnya simptomatik (pengendalian faktor risiko, latihan, fisioterapi) dan terapi


farmakologis, pada OA fase lanjut sering diperlukan pembedahan. Untuk mengurangi nyeri
biasnaya digunakan analgetika atau NSAID. Selain itu dapat digunakan obat-obatan
chondroprotective dan disease modifying osteoarthritis drugs (DMOADs).

 Terapi non farmakologis


- Terapi fisik dan rehabilitasi
Terapi agar persendian pasien tetap dapat digunakan serta melindungi sendi
yang sakit. Selain itu, dapat diguakan alat-alat lain seperti decker.
- Penurunan berat badan
Bila terdapat kelebihan berat badan, lakukan usaha penurunan berat badan
hingga mencapai berat badan ideal

 Farmakologis
- Analgesik topical
Analgesik topical dapat diberikan sebelum menggunakan obat-obatan peroral
lainnya
- Analgesik oral non opiate
- NSAID (oral)
Apabila penggunaan obat-obat di atas tidak berhasil, dapat diberikan NSAID
karena memiliki efek analgetik dan antiinflamasi. Hati-hati pada pasien usia
lanjut.
a. Non Selective : COX 1 dan COX 2 (Natrium diklofenak, ibuprofen,
piroxicam, asam mefenamat dan metampiron
b. Selective : COX 2 (Meloxicam)

NSAID selektif lebih aman karena efek samping pada lambung lebih minimal.

- Chondroprotective Agent
Obat-obatan yang menjaga atau merangsang repair tulang rawan sendi. Obat-
obatan ini termasuk dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs)
atau Disease Modifying Anti Osteorthritis Drugs (DMAODs). Contoh yang
termasuk dalam kelompok obat ini : Tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin
sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide dismutase, dsb.
a. Asam hialuronat
Dapat memperbaiki viskositas cairan synovial (viscosupplement). Pemberian
secara intraartikular. Asam hialuronat juga berperan penting dalam
pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan proteoglikan
serta dapat mengurangi inflamasi sinovium, menghambatn angiogenesis dan
kemotaksis sel-sel inflamasi.
b. Glikosaminoglikan
Dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam proses degradasi
tulang rawan seperti hialuronidase, protease, elastase dan Cathepsin B1 in
vitro, serta merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat.
c. Kondroitin sulfat
Terutama terdapat pada matriks extraselular sekeliling sel. Zat ini
merupakan bagian dari proteoglikan. Efektivitas kondroitin sulfat pada OA
yaitu melalui mekanisme antiinflamasi, efek metabolic terhadap sintesis
asam hialuronat dan proteoglikan, serta antidegeneratif dengan cara
menghambat enzim proteolitik dan efek oksigen reaktif.
d. Vitamin C
Menghambat aktivitas enzim lisozim
e. Superoxide Dismutase
Dapat menghilangkan superoxide dan radikal hidroksil. Radikal superoxide
dapat merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan, sedangkan radikal
hidroksil merusak kondrosit.
f. Steroid intraartikular
Kortikosteroid intraartikular dapat mengurangi rasa sakit namun hanya
dalam waktu yang singkat. Pemakaiannya masih kontroversial
 Terapi bedah
Dilakukan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit
serat untuk melakukan koreksi pada deformitas sendi.

Anda mungkin juga menyukai