Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Medis

2.1.1

Pengertian Arthritis
Arthritis adalah peradangan pada sendi yang bisa disebabkan oleh karena adanya

infeksi, gangguan metabolik dan gangguan konstitutional (Merriam Webster Dictionary,


2006).
Artritis berarti sendi yang rusak karena sering dipakai dan aus dengan
bertambahnya usia (Price&Wilson, 2013). Arthritis biasanya ditandai dengan adanya
eritema, panas, nyeri dan pembengkakan pada sendi yang mengalami inflamasi (Stein,
2001).

Osteoarthritis (OA) sebagai suatu bentuk arthritis yang paling umum adalah
gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif
lambat, ditandai dengan adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya
pertumbuhan tulang baru pada permukaan persendian (Price & Wilson, 2013; Kowalak,
Welsh&Mayer, 2012).
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis
(sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan
dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer&Bare, 2002).
Osteoarthritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan deteriorasi kartilago sendi
dan pembentukan tulang baru reaktif di margin dan area subkondral sendi. Degenerasi ini
disebabkan oleh adanya gangguan kondrosit, biasanya di pinggul dan lutut (Paramitha,
2011).
2.1.2

Klasifikasi Arthritis
Adanya banyak tipe-tipe arthritis, namun yang paling umum ditemukan adalah:

a. Osteoarthritis (OA)
b. Rheumatoid Arthritis (RA)
c. Gout Arthritis
Berdasarkan kasus yang didapat oleh kelompok 1, sesuai dengan keluhan, gejala dan
usia maka kasus tersebut adalah Osteoarthritis

2.1.3

Etiologi Osteoarthritis
Berdasarkan penyebab, OA dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. Osteoartritis Primer (Idiopatik)
1) Penuaan/umur
Proses penuaan ada hubungan dengan perubahan-perubahan dalam fungsi
kondrosit, menimbulkan perubahan pada komposisi rawan sendi yang mengarah
pada perkembangan OA.

2) Faktor metabolik/faktor endokrin

Misalnya pada klien dengan gangguan endokrin seperti hiperparatiroid.


Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang dan prevalensi OA pada
wanita menunjukkan bahwa hormon punya peranan penting dalam progesivitas
OA.
3) Genetik/keturunan
Terjadi karena penurunan sintesi kolagen. Bisa juga karena adanya kelainan
genetik dan perkembangan seperti dysplasia epifisial, dysplasia acetabuler,
penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi panggul bawaan dan slipped
epiphysis.
Wanita pasca menopause dalam keluarga yang sama ternyata memiliki tipe OA
pada tangan yang ditandai dengan rimbulnya nodus pada sendi interfalang distal
dan sendi interfalang proksimal tangan (Nodus Herbeden).
4) Faktor mekanis
Terjadi karena penekanan yang berulang pada sendi. faktor ini menyebabkan
erosi kartilago sendi sehingga tulang yang ada dibawahnya tidak terlindungi.
5) Faktor kimiawi
Terjadi karena stimulasi obat-obatan yang mengstimulasi enzim yang mencerna
kolagen dalam membran sinovial seperti preparat steroid.
(Paramitha, 2011; Price&Wilson, 2013; Kowalak, Welsh&mayer, 2012;
Smeltzer&Bare, 2002)
b. Osteoartritis Sekunder
1) Trauma (penyebab paling sering)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut,
terutama terjadi akibat fraktur, post menisektomi, tungkai bawah yang tidak
sama panjang, hipermobilitas dan instabilitas sendi, tidak sejajar dan serasinya
permukaan sendi.
2) Deformitas kongenital
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan
menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang sehingga mempercepat proses
degenerasi
3) Obesitas/kegemukan

Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan,
sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan
seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan.
(Paramitha, 2011; Price&Wilson, 2013; Kowalak, Welsh&mayer, 2012;
Smeltzer&Bare, 2002)
Penyebab Lain
1) Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran
sinovial dan sel-sel radang.
2) Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.
2.1.4

Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan

progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami
kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi
sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan
unsur penting rawan sendi. Kondrosit merupakan sel yang bertanggung jawab terhadap
pembentukan proteoglikan dan kolagen rawan sendi. Saat terjadi stress biomekanik
tertentu akan terjadi pengeluaran enzim lisosom dan menyebabkan dipecahnya
polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sintesis proteoglikan dan kolagen akan
meningkat tajam namun substansi ini juga dihancurkan dengan kecepatan tinggi, sehingga
pembentukan tidak seimbang dengan kebutuhan.
Terjadilah perubahan diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah
biomekanika kartilago. Rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya, menjadi lebih
lunak dan mempersempit rongga sendi dan menimbulkan rasa nyeri. Sendi yang paling

sering terkena adalah sendi-sendi sinovial yang harus menanggung berat badan, seperti
panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalang distal dan proksimasi.
Perubahan-perubahan degeneratif yang disebabkan karena peristiwa-peristiwa
tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit
peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik
dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur pada ligamen atau adanya perubahan
metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan
kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang
menyebabkan nyeri, kaki krepitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
Saat terjadi erosi kartilago, terjadi juga pembentukan tulang baru (osteofit) yang juga
menimbulkan perubahan kontur tulang dan pembesaran tulang (Kowalak, Welsh&Mayer,
2012; Price&Wilson, 2013).
Gambaran patofisiologi Osteoarthritis ini dapat dilihat secara jelas pada Pathway pada
Lampiran 1.
2.1.5

Manifestasi klinis Osteoatritis


a. Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis. Disebabkan oleh adanya inflamasi
sinovial, peregangan kapsula dan ligamen, iritasi/tekanan pada ujung-ujung saraf
dan spasme otot. Nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan suatu kegiatan
fisik, bergerak atau menanggung beban dan akan hilang apabila penderita
beristirahat.
b. Kekakuan sendi terutama di pagi hari dan sesudah melakukan latihan
c. Keterbatasan gerak akibat rasa nyeri dan kekakuan sendi
d. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan
dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya kemerahan. Bisa juga terjadi
karena adanya tekanan pada tulang dan gangguan pertumbuhan tulang.
e. Krepitasi atau bunyi berderik pada sendi selama melakukan gerakan. Bunyi ini
timbul akibat kerusakan kartilago.
f. Nodus Herbeden (pembesaran tulang pada ujung distal sendi interfalangeal)

g. Perubahan cara berjalan akibat kontraktur yang disebabkan oleh kompensasi


berlebihan otot yang menyangga sendi tersebut.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012)
2.1.6

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Penegakkan diagnosa OA, didasarkan pada keluhan klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Keluhan klinis primer yang biasa dikeluhkan adalah adanya
nyeri sendi, kekakuan dan keterbatasan gerak.
a. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Terdapat asimetrisitas, pembesaran sendi yang mengalami peradangan, dilihat

ada tidaknya kemerahan di area sendi tersebut. Adanya nodus Herbeden


Palpasi
Didapatkan nyeri tekan dan dirasakan panas. Ditemukan juga adanya krepitasi,
dimana terdengar suara gemeretak kretek-kretek seperti suara krupuk yang

diremukkan.
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto Rontgen/X-Ray menunjukkan:
Penyempitan rongga atau bagian tepi sendi
Endapan tulang mirip kista dala rongga serta tepi sendi
Sklerosis rongga subkondrium
Deformitas tulang akibat degenerasi atau kerusakan sendi
Pertumbuhan tulang di daerah yang menyangga beban tubuh
Fusi atau penyatuan sendi
2) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
3) Artroskopi memperlihatkan bone spurs dan penyempitan rongga sendi
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal, kecuali jika ada peradangan
2) Pemeriksaan darah: adanya peningkatan LED akibat sinovitis yang luas
(Paramitha, 2011; Kowalak, Welsh&Mayer, 2012)

2.1.7

Penatalaksanaan Osteoarthritis
Penatalaksanaan OA bertujuan untuk mencegah atau menahan kerusakan lebih lanjut

pada sendi yang terkena/disabilitas, mengatasi nyeri dan kekakuan sendi dan
mempertahankan mobilitas. Penanganan dapat meliputi:
a. Nonfarmakologi
1) Klien dianjurkan untuk menjaga BB yang ideal untuk mengurangi tekanan atau
beban pada sendi dengan olahraga yang teratur, diet.
2) Klien perlu menjaga keseimbangan antara istirahat, bekerja dan berolahraga

3) Klien dapat menggunakan alat bantu berupa kruk, korset, tongkat penipang,
walker ataupun traksi untuk menstabilkan sendi dan mengurangi tekanan pada
sendi.
4) Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi
pemakaian panas dan dingin dan program latihan yang tepat. Program latihan
bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya
atrofi pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik daripada
isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atrofi rawan sendi dan tulang
yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke
sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang
peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan
otot-otot tersebut adalah penting.
5) Terapi panas atau dingin
Terapi panas digunakan untuk mengurangi rasa sakit, membuat otot-otot sekitar
sendi menjadi rileks dan melancarkan peredaran darah. Terapi panas dapat
diperoleh dari kompres dengan air hangat / panas, sinar IR (infra merah) dan
alat-alat terapi lainnya.
Terapi dingin digunakan untuk mengurangi bengkak pada sendi dan mengurangi
rasa sakit. Terapi dingin biasanya dipakai saat kondisi masih akut. Dapat
diperoleh dengan kompres dengan air dingin.
6) Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifat
penyakitnya yang menahun dan ketidakmampuan yang ditimbulkannya. Disatu
pihak pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia
ingin orang lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali
keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012; Price&Wilson, 2013; Paramitha, 2011)
b. Medikamentosa
Berikut nama-nama obat yang umumnya diberikan pada pasien dengan OA
1) Acetaminophen/Ibuprofen/Aspirin
Merupakan obat pertama yang direkomendasikan oleh dokter karena relatif aman
dan efektif untuk mengurangi rasa sakit. Aspirin dan Ibuprofen dapat membantu
dalam mengontrol sinovitis.
2) NSAIDs (nonsteroidal anti inflammatory drugs)
Dapat mengatasi rasa sakit dan peradangan pada sendi. Pada orang tua biasanya
menimbulkan efek samping, misalnya gangguan pada lambung
3) Suplemen sendi/cairan sendi artifisial

Suplemen sendi seperti Glukosamin dan Chondroitin, masing-masing memiliki


fungsi yaitu:
-

Glukosamine adalah bahan pembentukan proteoglycan, bekerja dengan


merangsang pertumbuhan tulang rawan, serta menghambat perusakan tulang
rawan.

Chondroitin Sulfat berguna untuk merangsang pertumbuhan tulang rawan


dan menghambat perusakan tulang rawan.

Cairan sendi ini dapat juga membantu meredakan nyeri dan diberikan sementara
dengan jangka waktu 6 bulan.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012; Price&Wilson, 2013; Paramitha, 2011)
c. Pembedahan
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan osteoartritis dengan
kerusakan sendi yang nyata/klien yang mengalami disabilitas yang berat, dengan nyeri
yang menetap/tidak terkontrol. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:
1) Osteotomi
Yaitu tindakan pengubahan alignment/kesejajaran tulang untuk mengurangi
tekanan dengan melakukan eksisi baji pada tulang atau memotong tulang tersebut.
2) Artroskopi debridement
Merupakan suatu prosedur tindakan untuk diagnosis dan terapi pada kelainan sendi
dengan menggunakan kamera, dengan alat ini dokter melakukan pembersihan dan
pencucian sendi, selain itu dokter dapat melihat kelainan pada sendi yang lain dan
langsung dapat memperbaikinya.
3) Artroplasti
Yaitu penggantian partial atau total bagian sendi yang rusak dengan protesis.
4) Artrodesis
Yaitu operasi penyatuan tulang terutama tulang-tulang vertebra (laminatokmi)
5) Osteoplasti
Yaitu pengerokan dan pencucian tulang yang rusak dari dalam sendi.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012; Price&Wilson, 2013; Paramitha, 2011)
2.1.8

Pencegahan Asteoatritis
Osteoatritis dapat dicegah dengan beberapa hal berikut:
a. Menjaga berat badan
b. Olahraga yang tidak banyak menggunakan persendian
c. Aktifitas olahraga sesuai kebutuhan

d. Jaga keseimbangan antara olahraga, bekerja dan istirahat


e. Menghindari perlukaan pada persendian.
f. Minum suplemen sendi
g. Mengkonsumsi makanan sehat
h. Memilih alas kaki yang tepat dan nyaman
i. Lakukan relaksasi dengan berbagai teknik
j. Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan.
k. Jika ada deformitas pada lutut, misalnya kaki berbentuk O, jangan dibiarkan. Hal
tersebut akan menyebabkan tekanan yang tidak merata pada semua permukaan
tulang.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012)

2.2 Konsep Keperawatan


2.1.2

Pengkajian

1.

Identitas klien
-

Nama

Umur

Jenis Kelamin

Diagnosa Masuk

2.

Status kesehatan
Status Kesehatan Saat Ini
-

Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada seluruh sendi, bengkak dan sulit untuk digerakkan

Riwayat perjalanan penyakit saat ini


Klien datang ke RS dengan nyeri pada seluruh sendi, bengkak dan sulit untuk
digerakkan . Klien sudah sering keluar masuk RS

3.

POLA FUNGSI KESEHATAN GORDON


a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Klien merasa sakit dan datang ke RS untuk memeriksakan diri. Klien sudah sering
keluar masuk RS dengan sakit yang sama.
b. Nutrisi/ metabolic
Tidak ada data
c. Pola eliminasi
Tidak ada data
d. Pola aktivitas dan latihan
Klien mengeluh nyeri pada seluruh sendi, bengkak dan sulit untuk digerakkan.
e. Pola tidur dan istirahat
Tidak ada data
f. Pola kognitif-perseptual
Klien mengatakan belum banyak tahu cara manajemen penyakitnya.
g. Pola persepsi diri
Tidak ada data
h. Pola seksual dan reproduksi
Tidak ada data
i. Pola peran-hubungan
Tidak ada data
j. Pola manajemen koping stress
Tidak ada data
k. Sistem nilai dan keyakinan
Tidak ada data

4.

Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik


Keadaan umum: Klien tampak kesakitan
Kesadaran: Composmentis
Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

: bengkak di semua persendian, tidak tampak eritema

Palpasi : tidak ada krepitasi, nyeri tekan (-), nodus Herbeden (-)

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

Nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik kronis ditandai dengan klien
mengeluh nyeri dan bengkak pada seluruh sendi, tampak bengkak hampir di seluruh

persendian.
2.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kaku sendi ditandai klien mengeluh
3.

seluruh sendinya terasa sulit digerakkan, tampak bengkak hampir di seluruh persendian.
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi ditandai
dengan klien mengatakan belum banyak tahu tentang cara manajemen penyakitnya dan
sering keluar masuk RS.

B. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


C.
NO
H.
1

AQ.
2

D.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
I.
Nyeri kronis berhubungan
dengan ketunadayaan fisik kronis
ditandai dengan klien mengeluh
nyeri dan bengkak pada seluruh
sendi, tampak bengkak hampir di
seluruh persendian

E.
J.

TUJUAN

Setelah diberikan tindakan selama 3 x


24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang dengan kriteria hasil:

K.
L. NOC Label
1.
M.
Pain Level
N.
1. Klien
melaporkan
rasa
nyeri
berkurang
2. Klien tidak mengerang atau menangis
2.
karena rasa sakitnya.
O.
Pain Control
3.
P.
1. Klien dapat mengenal nyeri yang
dialaminya.
2. Klien mengetahui faktor penyebab
nyeri
3. Klien dapat melaporkan keluhannya
4.
ketika tidak dapat mengontrol nyeri.
4. Klien melaporkan faktor-faktor yang
dapat membantu mengurangi rasa
5.
nyerinya
5. Klien melaporkan perubahan gejala
nyeri
AR. Hambatan mobilitas fisik
AS. Setelah diberikan tindakan selama 3 x
berhubungan dengan kaku
24 jam diharapkan klien mampu
sendi
ditandai
klien
menggerakkan sendi dengan kriteria
mengeluh
seluruh
hasil:
1.
sendinya
terasa sulit
AT.
digerakkan,
tampak
AU. NOC Label
bengkak
hampir
di
AV.
2.
seluruh persendian.
Mobility

F.

INTERVENSI

Q. NIC Label
R.
S. Pain Management
T.
Lakukan pengkajian nyeri:
U.
P: provokatif dan paliatif
V.
Q:quality dan quantity
W.
R: region dan radiasi
X.
S: severity
Y.
T: time
Z.
Gunakan komunikasi terapeutik agar
klien mengatakan pengalaman nyeri
AA.
Ajarkan klien cara mengurangi nyeri
dengan terapi nonfarmakologi (teknik
relaksasi nafas dalam dan terapi
spesifik dalam mengurangi nyeri sendi
akibat arthritis)
AB.
Berikan analgesik untuk mengurangi
nyeri klien.
AC.
Observasi reaksi non verbal dan
ketidaknyamanan
AZ. Exercise
Therapy:
Joint
Mobility
BA.
Tentukan keterbatasan gerak sendi klien
dan akibat yang ditimbulkan.
BB.
BC.
Tentukan
seberapa
besar

G.

1.

2.

3.

4.

5.

RASIONAL

AD.
AE.
AF.
AG.
Untuk mendapatkan data yang
akurat tentang nyeri yang dirasakan
klien
AH.
AI.
AJ.
AK.
Untuk lebih memudahkan dalam
mengkaji rasa nyeri klien.
AL.
Memandirikan klien dalam usaha
mengurangi rasa nyeri yang
dialaminya
AM.
AN.
AO.
Analgesik dapat diberikan jika nyeri
tidak dapat dikontrol.
AP.
Untuk mengobserasi tingkat nyeri
klien

BY.
BZ.
1. Memudahkan
perawat
dalam
menentukan jenis latihan yang akan
diberikan pada klien
CA.
2. Kurangnya motivasi dari klien akan
membuat proses latihan menjadi

AW.
1.
2.
3.
4.

Koordinasi tubuh baik (3)


Gaya berjalan baik (3)
Gerakan otot normal (3)
Gerakan sendi normal (3)
AX.
Body Mechanics Performance
3.
AY.
1. Dapat menggunakan alat bantu dengan
baik (4)
2. Menjaga kekuatan otot (4)
4.
3. Menjaga fleksibilitas sendi (4)

5.

6.

7.

1.
2.

3.

4.

motivasi/kemungkinan
klien
untuk
memelihara
atau
memperbaiki
pergerakan sendinya.
BD.
BE.
BF.
Bantu klien mengatur posisi tubuh yang
optimal baik untuk gerakan sendi yang
pasif maupun yang aktif
BG.
BH.
Lakukan latihan pasif (PROM) atau aktif
(AROM), bila diindikasikan.
BI.
BJ.
Ajarkan klien/keluarga
bagaimana
melakukan ROM pasif/ROM aktif
BK.
BL.
BM.
Berikan feed back positif karena telah
melakukan latihan sendi.
BN.
Kolaborasi dengan fisioterapi dalam
membangun dan mengelola program
latihan.
BO.
BP.
BQ. Exercise
Therapy:
Muscle
Control
BR.
Berikan klien pakaian yang tidak ketat.
BS.
Bantu menjaga tubuh dan kestabilan
sendi selama melakukan aktivitas gerak.
BT.
Kenalkan tahap demi tahap setiap
aktivitas gerak selama latihan.
BU.
Bantu pasien mengembangkan protokol

3.

4.

5.

6.

7.

1.
2.
3.

4.

5.
6.
7.

tidak optimal atau hasil yang


diharapkan dari latihan tidak
maksimal
CB.
Latihan dapat dilakukan secara
optimal dengan posisi tubuh yang
baik dan benar
CC.
Membantu klien dalam mobilisasi
dan mencegah kekakuan sendi lebih
lanjut/komplikasi
CD.
Memandirikan klien dan keluarga.
Dukungan keluarga meningkatkan
rasa percaya diri klien
CE.
Meningkatkan rasa percaya diri
klien
CF.
Membantu klien dalam mobilisasi
dan mencegah kekakuan sendi lebih
lanjut/komplikasi
CG.
CH.
CI.
Memperlancar sirkulasi
CJ.
Mencegah terjadinya cedera
CK.
CL.
Latihan yang berlebihan dapat
menyebabkan kelelahan bagi klien
CM.
Meningkatkan kekuatan, ketahanan
dan kelenturan.
CN.
Melakukan ADL dapat melatih otot
dan sendi serta mencegah kekakuan
Untuk mengurangi spasme otot.
CO.
Mengevaluasi
penting
dalam

5.

6.
7.

CP.
3

CQ. Defisiensi pengetahuan CR.


Setelah
dilakukan
asuhan
berhubungan
dengan keperawatan
3 x 24 jam diharapkan
kurang pajanan informasi pengetahuan klien dan keluarga bertambah
ditandai dengan klien dengan kriteria hasil:
mengatakan
belum CS.
CT. NOC: Knowledge: Disease Process
banyak tahu tentang cara
CU.
manajemen penyakitnya
CV. Klien dan keluarga dapat:
dan sering keluar masuk

Mengetahui penyakit yang dialaminya


RS

Mengetahui faktor penyebab dari sakit


yang dialaminya

Mengetahui faktor resiko

Mengetahui tanda & gejala

Mengetahui komplikasi

Mengetahui tindakan pencegahan untuk


mencegah komplikasi dan kekambuhan
CW.
CX.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

latihan
BV.
Masukkan ADL dalam protokol latihan
secara tepat.
BW.
Gunakan stimulus taktil
BX.
Evaluasi kemajuan pasien dalam
meningkatkan/memperbaiki
gerakan
tubuh dan fungsinya.
CY. Teaching: Disease Process
CZ.
Kaji tingkat pengetahuan klien dan
keluarga tentang proses penyakit secara
spesifik
DA.
Jelaskan proses terjadinya penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi tubuh dengan cara
yang tepat
DB.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
muncul pada penyakit dengan cara yang
tepat

menentukan apakah perlu adanya


modifikasi atau perubahan latihan

EB.
EC.
1.

2.

3.

DC.
Gambarkan proses penyakit dengan cara
yang tepat

4.

DD.
DE.
Identifikasi kemungkinan penyebab,
dengan cara yang tepat
DF.
DG.
Sediakan informasi pada klien tentang
kondisi yang sedang dialaminya dengan
cara yang tepat
DH.
Sediakan bagi keluarga informasi

5.

6.

7.

Untuk memudahkan perawat dalam


menentukan metode dan media
edukasi yang tepat
ED.
Memudahkan klien dan keluarga
dalam
memahami
perjalanan
penyakit yang dialami klien
EE.
EF.
Membantu klien dan keluarga
dalam mengenali tanda dan gejala
penyakit
EG.
Memudahkan klien dan keluarga
dalam
memahami
perjalanan
penyakit yang dialami klien
EH.
Membantu klien dan keluarga
dalam
mengenali
penyebab
penyakit yang diderita klien
EI.
Membantu klien dan keluarga
dalam proses penerimaan diri
EJ.
EK.
Membantu klien dan keluarga
dalam proses penerimaan diri
EL.
EM.

tentang kemajuan klien dengan cara


yang tepat
DI.
Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan
DJ.
DK.
DL.
9. Berikan informasi kepada klien dan
keluarga tentang pentingnya kontrol
(follow up)
DM.
10. Diskusikan
pilihan
terapi
atau
penanganan
8.

DN.
DO.
DP.
DQ. Behavior Modification
DR.
1. Tentukan motivasi klien untuk
berubah.
DS.
DT.
DU.
2. Identifikasi masalah klien dalam hal
perilaku..
DV.
DW.
3. Dukung penggantian kebiasaan yang
tidak diinginkan dengan yang
diinginkan.
DX.
4. Perkenalkan klien dengan orang atau
kelompok yang telah sukses
menjalani pengalaman yang sama
dengan klien

8.

Untuk mencegah komplikasi atau


kekambuhan di masa yang akan
datang
EN.
9. Kontrol sangat penting dalam
menilai kemajuan/kondisi yang
dialami klien
EO.
10. Memberikan kesempatan pada klien
dan keluarga untuk memilih sendiri
jenis terapi dan penanganan yang
diinginkan atau sesuai dengan
kebutuhan klien
EP.
EQ.
ER.
1. Adanya motivasi yang kuat dari
dalam
diri
klien
dapat
mengoptimalkan perubahan gaya
hidup klien
ES.
2. Tentukan apakah perilaku target
yang diidentifikasi perlu untuk
ditingkatkan, diturunkan
ET.
3. Membiarkan klien memilih sendiri
perubahan gaya hidup seperti apa
yang diinginkan
EU.
4. Dengan
adanya
orang
atau
kelompok
yang
mempunyai
pengalaman dapat meningkatkan
motivasi klien dalam mengubah
gaya hidup
EV.
5. Meningkatkan rasa percaya diri
klien

DY.
DZ.
5. Dukung pengambilan keputusan
yang
membangun
terutama
menyangkut kebutuhan kesehatan
6. Pilih dukungan yang paling berarti
bagi klien.
EA.
7. Pilih dukungan yang dapat dikontrol
(hanya digunakan ketika terjadi
perubahan perilaku).

EW.

DAFTAR PUSTAKA
EX.
EY.

EZ. Bulecheck,G. N & Doctherman, J. M. (2008). Nursing Intervensions Classification


(NIC), Fifth Edition. St. Louis : Mosby Year Book
FA.
FB. Herdman, T. H. (2011). Diagnosa Keperawatan: Defenisi dan Klasifikasi 2012 2014
(NANDA). Jakarta : EGC ( terjemahan Sumarwati, dkk, 2011)
FC.
FD. Kowalak, J. P, Welsh, W. & Mayer, B. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
FE.
FF. Merriam-Websters Medical Dictionary. (2006). USA.
FG.
FH. Moorhead S. & Johnson, M. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth
Edition. St. Louis : Mosby Year Book
FI.
FJ. Paramita. (2011). Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT. Indeks
FK.
FL. Price, S.A & Wilson, L. M. (2013). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses proses
Penyakit. Edisi 6, Volume 2. Jakarta: EGC
FM.
FN. Smeltzer, S. C, & Bare, B. G,. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth, Volume 2, Edisi 8. Jakarta: EGC
FO. Stein, J. H,. (2001). Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam,Edisi 3. Jakarta: EGC
FP.
FQ.

FR.
FS.
FT.
FU.
FV.
FW.
FX.
FY.
FZ.

Anda mungkin juga menyukai