Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

Ny. S DENGAN OSTEOARTHRITIS KNEE POST TKR


DI RUANG ANGGREK 1 RS ORTOPEDI DR R SOEHARSO SURAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Ortopedi


Clinical Instructor : Sri Lestari, S. Kep., Ns.
Clinical Teacher : Sunarto, SST., Ns., M. Kes.

Disusun oleh :
Fitria Rahmawati
P27220019156
4BD4 Keperawatan

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2023
BAB I
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN
Osteoarthritis adalah penyakit peradangan kronik pada sendi sinovial.
Penyakit ini merupakan jenis peradangan sendi yang paling banyak terjadi
pada manusia di seluruh dunia, sekitar 250 juta manusia terkena osteoarthritis.
Osteoarthritis paling banyak terjadi pada usia 65 tahun atau lebih, prevalensi
wanita lebih banyak dibandingkan pria. Insiden terjadinya Osteoarthritis
meningkat pada kelompok obesitas (nazhifah, 2018).
Sendi lutut adalah sendi sinovial terbesar pada manusia. Pada sendi ini
terdapat pertemuan dua tulang yaitu tulang femur bagian bawah dan tulang
tibia bagian atas, setiap ujung tulang ini terdapat tulang rawan yang
memungkinkan kedua tulang bergerak tanpa ada nya gesekan satu sama lain.
Pada Osteoarthritis, terjadi kerusakan tulang rawan sehingga kedua tulang
langsung bergesekan ketika bergerak dan menyebabkan nyeri. Pada sendi
lutut, selain tulang dan tulang rawan, terdapat anatomi lain yaitu ligamen dan
sinovium membrane (Devita Intania Putri Gunadi et al., 2022).
OA lutut merupakan jenis arthritis lutut tersering yang ditemukan (selain
arthritis rheumatoid, arthritis paska trauma dan lain sebagainya). Kondisi ini
terjadi paling sering pada individu berusia 50 tahun keatas, tetapi dapat juga
terjadi pada usia lebih muda. Osteoarthritis diakui sebagai masalah kesehatan
publik mayor. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab utama disfungsi
individu yang mengurangi kualitas hidup di seluruh dunia. Beban penyakit
OA lutut diperkirakan akan meningkat, seiring dengan bertambahnya masalah
obesitas dan usia (Taruna Nagara et al., 2022).

B. ETIOLOGI
(nazhifah, 2018)

Etiologi atau penyebab dari penyakit degeneratif pada sendi ini diketahui
dengan pasti tetapi banyak faktor yang mungkin dapat menyebabkan timbul-
nya penyakit ini, antara lain:
1. Usia
Semakin lanjut usia seseorang, pada umumnya semakin besar faktor resiko
terjadinya ostearthritis lutut. Hal ini disebabkan karena sendi lutut yang
digunakan sebagai penumpu berat badan sering mengalami kompresi atau
tekanan dan gesekan, sehingga dapat menyebabkan kartilago yang
melapisi tulang keras pada sendi lutut tersebut lama kelamaan akan
terkikis dan rentan terjadi degenerasi.
2. Obesitas
Jelas sekali bahwa kelebihan berat badan atau obesitas bisa menjadi faktor
resiko terjadinya ostearthritis lutut. Berat badan yang berlebihan akan
menambah kompresi atau tekanan atau beban pada sendi lutut. Semakin
besar yang ditumpu oleh sendi lutut, semakin besar pula resiko terjadinya
kerusakan pada tulang.
3. Herediter atau faktor bawaan
Struktur tulang rawan dan laxity pada sendi, serta permukaan sendi yang
tidak teratur yang dimiliki seseoranmg sebagai faktor bawaan merupakan
faktor resiko terjadinya osteoarthritis lutut.
4. Trauma pada sendi
Terjadinya trauma, benturan atau cidera pada sendi lutut juga dapat
menyebabkan kerusakan atau kelainan pada tulang-tulang pembentuk
sendi tersebut.
5. Pekerjaan dan aktivitas sehari-hari
Pekerjaan dan aktivitas yang banyak melibatkan gerakan lutut juga
merupakan salah satu penyebab osteoarthritis pada lutut.
6. Faktor hormonal dan penyakit metabolic
Perubahan degeneratif pada sendi lutut bisa terjadi akibat perubahan
hormonal yang terjadi pada wanita yang sudah menopuse. Selain itu,
seseorang yang memiliki deabetes militus juga bisa terkena osteoarthritis
lutut.
C. MANIFESTASI KLINIS
(Devita Intania Putri Gunadi et al., 2022)

1. Nyeri Sendi
Nyeri pada sendi dapat timbul karena berbagai faktor, antara lain akibat
mikro fraktur di tulang persendian, iritasi saraf, tekanan pada ligamen,
kongesti pembuluh darah balik, tagangan otot, reumatik jaringan lunak
atau sinovitis. Biasanya nyeri bertambah bila bergerak dan berkurang bila
istirahat. Beberapa gerakan tertentu bahkan dapat menimbulkan rasa nyeri
yang sangat hebat.
2. Hambatan Gerak Sendi
Kesukaran bergerak pada sendi sering sudah timbul meskipun
penyakitnya masih dini. Hal ini bisa dikarenakan oleh berbagai macam
masalah seperti nyeri, spasme otot dan apabila terus dibiarkan bisa
menyebabkan kontraktur.
3. Kaku Sendi Pagi (morning steafness)
Kaku dan nyeri pada sendi bisa timbul setelah istirahat cukup lama,
seperti duduk terlalu lama atau setelah bangun tidur. Rasa kaku umumnya
kurang dari 30 menit.
4. Adanya Krepitasi
Rasa bergerak pada sendi yang sakit bila digerakkan dapat dirasakan oleh
penderita atau pemeriksa, bahkan kadang dapat terdengar. Gejala ini
sering terdapat pada pemeriksa sendi lutut. Bunyi ini mungkin akibat
gesekan kedua permukaan tulang sendi saat digerakkan.
5. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan bisa terjadi akibat adanya cairan sendi yang biasanya tidak
banyak (<100 cc) atau karena adanya osteofit yang dapat mengubah
permukaan sendi.
6. Gangguan Kapasitas Fisik
a. Adanya nyeri pada lutut baik nyeri diam, tekan, ataupun gerak.
b. Adanya keterbatasn lingkup gerak sendi karena nyeri.
c. Adanya spasme, penurunan kekuatan otot dan odema.
7. Gangguan Fungsional
a. Adanya gangguan aktifitas jongkok berdiri, terutama saat toileting.
b. Kesulitan untuk naik turun tangga, terutama saat menekuk dan
menapak.
c. Berjalan jauh serta mengalami gangguan untuk aktifitas sholat
terutama untuk duduk antara dua sujud, serta berdiri lama.
D. FAKTOR RESIKO
(Lestari, 2014)

1. Faktor Resiko Sistemik


a. Usia
Usia merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme.
Kartilago pada sendi orang tua sudah kurang responsif dalam
mensintesis matriks kartilago yang distimulasi oleh pembebanan
(aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua memiliki
kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan mengalami
gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan hal inilah yang
menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi.
b. Jenis Kelamin
Masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi OA pada
perempuan usila lebih banyak daripada laki-laki. Resiko ini dikaitkan
dengan berkurangnya hormon pada perempuan pasca menopause.
c. Faktor Herediter
Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain
untuk unsurunsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan
berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.

2. Faktor Intrinsik
a. Kelainan struktur anatomis pada sendi : Vagus dan valrus.
b. Cedera pada sendi : Trauma, fraktur, atau nekrosis.
c. Faktor beban pada persendian
1) Obesitas : Beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat
kerusakan pada sendi.
2) Penggunaan sendi yang sering : Aktivitas yang sering dan
berulang pada sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang
membantu pergerakan sendi.

E. PATOFISIOLOGI
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak
meradang dan progresif lambat yang seakan-akan merupakan proses penuaan,
rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan
pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi ini
disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting
rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik
tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida
protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena
adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul, lutut dan
kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi (Lestari,
2014)(nazhifah, 2018).
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya
gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau
diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi
tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena
peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas
kongenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma
pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan
fraktur pada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada
akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran,
tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan
nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus (Lestari,
2014).
F. PATHWAY

Umur >50 th : Jenis kelamin wanita : Genetik : Suku : Perbedaan


Penurunan absorbsi Penurunan hormonal Struktur tulang pola dan gaya
kalsium. memicu absorbsi kalsium abnormal hidup

Obesitas : Sendi tidak kuat Trauma : Terjadi vasodilatasi Radang sendi : Peggunaan
menopang tubuh, depresi atau kekakuan, sehingga sendi yang berlebih akibat
sendi, penurunan aliran darah suplai oksigen turun. banyak aktivitas.

Arthritis : Osteoarthritis

Pergesekan fragmen bagian inferior femur dengan superior tibia

Hilangnya tulang kartilago dan meniscus permukaan sendi lutut

PROSEDUR PEMBEDAHAN : TKR

Post Op TKR

NYERI
Jahitan Luka Insisi Pembatasan Gerak Akibat
AKUT
Pemasangan Implant

Bacterial Entrance
GANGGUAN
RESIKO INFEKSI MOBILITAS FISIK

DEFISIT
PERAWATAN
DIRI
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteoarthritis dapat terjadi apabila
osteoarthritis tidak ditangani dengan serius. Terdapat dua macam komplikasi
yaitu (nazhifah, 2018):
1. Komplikasi akut berupa, osteonecrosis, ruptur baker cyst, bursitis.
2. Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang disignifikasi, yang
terparah ialah terjadi kelumpuhan.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
(nazhifah, 2018)

1. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis. Gambaran radiografi sendi yang menyokong
diagnosis OA, diantaranya :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
daerah yang menanggung beban).
b. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral.
c. Kista tulang.
d. Osteofit pada pinggir sendi.
e. Perubahan struktur anatomi sendi.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi
penyebab pokok pada OA sekunder. Darah tepi (hemoglobin, leukosit,
laju endap darah) dalam batas normal kecuali OA generalisata yang harus
dibedakan dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA,
faktor rhematoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai
peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan
sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan
peningkatan protein.
3. Pemeriksaan Marker
Destruksi rawan sendi pada OA melibatkan proses degradasi matriks
molekul yang akan dilepaskan ke dalam cairan tubuh, seperti dalam cairan
sendi, darah, dan urin. Beberapa marker molekuler dari rawan sendi dapat
digunakan dalam diagnosis, prognostik dan monitor penyakit sendi seperti
RA dan OA dan dapat digunakan pula mengidentifikasi mekanisme
penyakit pada tingkat molekuler. Marker yang dapat digunakan sebagai
uji diagnostik pada OA antara lain: Keratan sulfat, Konsentrasi fragmen
agrekan, fragmen COMP (cartilage alogometric matrix protein),
metaloproteinase matriks dan inhibitornya dalam cairan sendi. Keratan
sulfat dalam serum dapat digunakan untuk uji diagnostik pada OA
generalisata. Marker sering pula digunakan untuk menentukan beratnya
penyakit, yaitu dalam menentukan derajat penyakit.

I. PENATALAKSANAAN
(Ramania & Hemavathy, 2022)

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah untuk meredakan


nyeri, mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan kepada
orang lain dan meningkatkan kualitas hidup, menghambat progresivitas
penyakit, serta mencegah terjadinya komplikasi Penatalaksanaan OA pada
pasien berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat
ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal, yaitu :
1. Terapi Non-Farmakologis
a. Edukasi : Memberitahukan tetang penyakitnya, bagaimana
menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah parah serta
persendiannya tetap dapat dipakai.
b. Menurunkan berat badan : Berat badan berlebih merupakan faktor
resiko dan faktor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh
karenanya berat badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan.
Apabila berat badan berlebihan, maka harus diusahakan penurunan
berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.
c. Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/Fisioterapi
Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai
dan melatih pasien untuk melindungu sendi yang sakit. Fisioterapi,
yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan
menambah luas pergerakan sendi.
s

2. Terapi Farmakologis
a. Obat Sistemik
1) Analgesik Oral
a) Non narkotik : Parasetamol.
b) Opioid (kodein, tramadol).
2) Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Obat utama untuk paien OA adalah Acetaminophen 500 mg
maksimal 4 gram per hari. Pemberian obat ini harus hati-hati pada
pasien usia lanjut karena dapat menimbulkan reaksi pada liver dan
ginjal.
3) Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan
yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg
rawan sendi pada pasien OA, sebagian peneliti menggolongkan
obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs
(SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs
(DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat
ini adalah: etrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan
sebagainya.
4) Tranuzemad (medikamentosa terbaru, masih dalam penelitian).

b. Obat Topikal
1) Krim rubefacients dan capsaicin.
2) Krim NSAIDs : Gel piroxicam, dan sodium diclofenac.
c. Injeksi intraartikular/intra lesi
1) Steroid Intra-artikuler (triamsinolone hexacetonide dan methyl
prednisolone).
2) Asam hialuronat.
3) Stem cells.
d. Pembedahan
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila deformitas
menimbulkan gangguan mobilisasi dan nyeri yang tidak dapat teratasi
dengan penganan medikamentosa dan rehabilitatif. Ada 2 tipe terapi
pembedahan, yaitu :
1) Realignment Osteotomy
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan
merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago
sendi yang sehat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula
dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair
2) Arthroplasty/Replacement Joint
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi
yang baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari
logam yang berada dalam high-density polyethylene. Salah satu
jenis operasi ini adalah total knee replacement.

J. PENGERTIAN TOTAL KNEE REPLACEMENT (TKR)


Total Knee Replacement (TKR) adalah prosedur operasi penggantian
sendi lutut yang tidak normal dengan material buatan. Pada TKR, ujung dari
tulang femur akan dibuang dan diganti dengan metal shell dan ujung dari tibia
juga akan diganti dengan metal stem dan diantara keduanya dihubungkan
dengan plastik sebagai peredam gerakan (AAOS, 2015). Total Knee
Replacement adalah tindakan pembedahan umum yang dilakukan untuk
mengobati pasien dengan nyeri dan immobilisasi yang disebabkan oleh
osteoartritis dan rheumatoid arthritis (McDonald & Molony, 2004). Dalam
pembedahan penggantian total sendi lutut, bagian ujung-ujung tulang diganti
dengan bahan logam dan plastik (polyethylene). Permukaan tulang rawan
yang rusak di tiga bagian tulang tulang pada sendi lutut akan dibuang,
kemudian permukaan tulang tersebut baru akan dilapisi dengan implant (Jones
et al., 2005). Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur,
epiphysis proxsimal, tulang tibia dan tulang patella. Serta 18 mempunyai
beberapa sendi yang terbentuk dari tulang yang berhubungan, yaitu antar
tulang femur dan patella disebut articulatio patella femoral, antara tulang tibia
dengan tulang femur disebut articulatio tibio femoral dan antara tulang tibia
dengan tulang fibula proximal disebut articulatio tibio fibular proxsimal (De
Wolf, 1996). Sendi lutut adalah sendi engsel yang terdiri dari penyatuan dua
tulang: tulang panjang paha (femur) dan tulang kering (tibia). Antara ujung
tulang 2 putaran cakram yang terbuat dari tulang rawan yang disebut medial
(dalam) dan lateral (luar) meniskus. Tulang rawan artikular juga melapisi
permukaan sendi (Triwibowo, 2012).
Indikasi Total Knee Replacement dilakukan pada pasien yang mengalami
nyeri berat dan disabilitas fungsi karena kerusakan permukaan sendi akibat
artritis (Osteoarthritis, Rheumatoid artritis, artitis pasca trauma), dan
perdarahan ke dalam sendi, seperi pada penderita hemophilia. Dapat
digunakan prosthesis logam dan akrilik dirancang untuk membuat sendi yang
fungsional, tidak nyeri, stabil (Smeltzer & Bare, 2002). Osteoartritis (OA),
atau kelainan tulang degeneratif, sering ditemukan pada orang dewasa berusia
65 tahun atau lebih. Tindakan TKR sering dilakukan pada pasien dengan
osteoartritis lutut tingkat lanjut.
Tujuan penggantian lutut total (TKR) yaitu ; memperbaiki cacat, dan untuk
mengembalikan fungsi, penggantian sendi lutut yang telah parah, untuk
membebaskan sendi dari rasa nyeri, untuk menggembalikkan rentang gerak
(ROM), untuk mengembalikkan fungsi normal bagi seorang pasien, untuk
membangun kembali aktivitas sehari-hari (ADL) dengan modifikasi yang
tetap menjaga ROM pasien (Triwibowo, 2012). Kerusakan sendi dapat diatasi
dengan Total Knee Replacement, tapi tindakan itu mengandung resiko.
Komplikasi serius pasca TKR yaitu dislokasi prosthese akibat infeksi,
Pembekuan darah di sekitar daerah operasi, implant yang bermasalah, nyeri
yang berkepanjangan dan cedera neurovaskuler (AAOS, 2015).
K. TAHAP LATIHAN POST TKR
(Lestari, 2014)

1. Latihan awal post operasi (0 – 1 hari)


Tujuan : untuk mencegah penumpukan sirkulasi darah dan mencegah
infeksi pernapasan. Latihan ini harus dilakukan secara teratur.
a. Deep breathing. Langkah – langkah : Ambil nafas lewat hidung, tahan
2-3 detik, hembuskan lewat mulut secara perlahan 3-4 detik, lakukan
sebanyak 10 kali.
b. Sirkulatori exercise. Langkah – langkah : lakukan gerakan menekuk
dan meluruskan ankle (kaki), lakukan sebanyak 30 kali secara perlahan
dimana 1 detik naik dan 1 detik turun untuk ankle ditekuk ke atas dan
ke bawah, lakukan sebanyak 30 kali secara perlahan untuk gerakan
ankle memutar, latihan ini dilakukan sebanyak 4 kali sehari.
c. Static quad. Langkah-langkah : tidur terlentang, tekan tempurung lutut
ke bed dengan ankle ditarik ke atas, tahan 10 detik, lakukan sebanyak
10 kali.
d. Straight leg raises. Langkah-langkah : Tidur terlentang, angkat kaki
dengan lutut lurus setinggi perut dimana ankle ditekuk ke atas, tahan
10 detik saat kaki ke atas, lakukan sebanyak 10 kali.
e. Static hamstring. Langkah-langkah : Tidur terlentang, tekuk lutut
TKR, naikkan ankle ke atas lalu tekan ujung tumit ke bed, tahan 10
detik, lakukan sebanyak 10 kali.
f. Static gluteus. Langkah-langkah : Tidur terlentang, kontraksikan
gluteus, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.
g. Knee flexion. Langkah-langkah : Tidur terlentang, lutut TKR ditekuk
kemudian diluruskan, taburi bedak di bed untuk memudahkan
menekuk dan meluruskan lutut, lakukan sebanyak 10 kali.
h. Mobilisasi dari tempat tidur. Langkah-langkah : Saat bangun tidur,
pasien tidak dapat langsung berdiri karena control lutut belum adekuat,
dengan bantuan kursi, pasien dapat berpindah ke kursi terlebih dahulu
untuk kemudian mencoba berdiri sambil memegang kursi.
i. Full squad range. Langkah-langkah : Duduk di kursi, luruskan lutut ke
atas dimana ankle ditekuk ke atas, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10
kali
j. Knee flexion in sitting. Langkah-langkah : Duduk di kursi, tekuk lutut
ke dalam, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.
2. Satu minggu
a. Assisted keen bending in sitting Langkah-langkah : Duduk, kaki yang
sehat menyanggah kaki TKR, kedua tangan menekan ke bed untuk
berpindah tempat.
b. Resisted exercise in sitting Langkah-langkah : Duduk, angkat kaki
lurus ke atas, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.
c. Passive hiperekstensi. Langkah-langkah : Duduk di meja ruang tamu
yang setinggi lutut, angkat kaki ke atas meja, tahan 10 detik, lakukan
sebanyak 10 kali.
d. Heel squat in standing. Berdiri berpegangan pada kursi, angkat kedua
tumit perlahan dan jinjit, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.
e. Half squatting. Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada kursi,
tekuk kedua lutut perlahan, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.
f. Knee flexion in standing. Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada
kursi, lutut sehat ditekuk, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.
3. Dua – tiga minggu
a. Step up. Langkah-langkah : Lakukan di tangga, berpegangan pada riil
tangga, naik secara perlahan ke atas tangga kemudian mundur lagi
turun, lakukan sebanyak 10 kali.
b. Step down. Langkah-langkah : Lakukan di tangga, berpegangan pada
riil tangga, turun secara perlahan ke bawah kemudian mundur lagi ke
atas, lakukan sebanyak 10 kali.c
c. Single leg balance. Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada kursi,
tekuk kaki sehat, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.
d. Single leg hell rising. Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada
tembok, angkat tumit seperti jinjit, tekuk lutut sehat, tahan 10 detik,
lakukan sebanyak 10 kali.
4. Empat minggu.
a. Balancing with feet together. Langkah-langkah : Berdiri berpegangan
pada tembok, seimbangkan kedua kaki saat berdiri, tahan 10-15 detik,
lakukan sebanyak 10 kali.
b. Balancing one foot in front other. Langkah-langkah : Berdirilah di
samping kursi, langkahkan lutut TKR di depan lutut sehat, tahan 10-15
detik, lakukan sebanyak 10 kali.
c. Rolling ball forward and backward while sitting. Langkah-langkah :
Duduk dengan kaki bertumpu pada bola, gerakkan bola ke depan dan
ke belakang, tahan 10 detik ke depan, lalu tahan 10 detik ke belakang,
lakukan sebanyak 10x.
d. Rolling ball in small circle while sitting. Langkah-langkah : Duduk
dengan kaki bertumpu pada bola, gerakkan bola memutar ke depan dan
lalu ke belakang, tahan 10 detik ke depan, lalu tahan 10 detik ke
belakang, lakukan sebanyak 10 kali.
e. Squasing ball into the floor. Langkah-langkah : Duduk dengan kaki
bertumpu pada bola, tekan bola ke lantai, tahan 10 detik, lakukan
sebanyak 10 kali.
f. Inner thight strengthening. Langkah-langkah : Duduk dengan kedua
paha menjepit bola, tekan bola dengan kedua paha, tahan 10 detik,
lakukan sebanyak 10 kali.
5. Aktivitas dini setelah operasi (setelah 1 bulan).
a. Berjalan menggunakan walker dengan partial weight bearing.
b. Dilanjutkan berjalan menggunakan crutch ketika pasien sudah bisa
menopang BB selama > 10 menit, sampai 1 bulan.
c. Lepaskan crutch secara perlahan dengan berlatih berjalan tanpa crutch
untuk menyeimbangkan lutut.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien : Data pokok berupa nama dan usia klien. Banyak kasus
arthritis terjadi pada usia >50 tahun, penderita muda ditemukan memiliki
riwayat kecelakaan atau deformitas kongenital.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Perjalanan Penyakit
1) Keluhan utama klien datang ke RS adalah nyeri pada sendi yang
tidak mengalami perbaikan.
2) Penyebab nyeri tersebut adalah kecelakaan atau trauma,
cantumkan kapan terjadinya.
3) Apa yang dirasakan klien : Nyeri, panas, bengkak, perubahan
bentuk, terbatasnya gerakan, hilang fungsi tubuh.
4) Apakah klien mempunyai riwayat penyakit arthritis?
b. Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1) Apakah pasien pernah mendapatkan pengobatan jenis
kortikosteroid dalam jangka waktu lama?
2) Apakah klien pernah menggunakan obat hormonal?
3) Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut?
4) Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir?

3. Pemeriksaan Fisik
a. Look : Inspeksi daerah mana yang terkena.
1) Deformitas yang tampak jelas.
2) Edema, ekimosis di sekitar lokasi cedera.
3) Laserasi.
4) Perubahan warna kulit.
5) Kehilangan fungsi daerah yang cedera.
b. Feel : Palpasi adanya bengkak, nyeri dan penyebarannya, krepitasi,
nadi, akral, dan spasme otot di sekitar sendi.
c. Move : Cek ROM secara aktif maupun pasif.

4. Pemeriksaan penunjang : Rontgen polos, MRI, CT dan bone scan,


pemeriksaan laboratorium.

B. DIAGNOSA
1. Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi) (D.0077).
2. Gangguan mobilitas fisik b.d. gangguan musculoskeletal (D.0054).
3. Defisit perawatan diri b.d. gangguan muskuloskeletal (D.0109).
4. Resiko infeksi b.d. efek prosedur invasif (D.0142).

C. INTERVENSI
No.D Tujuan dan Kriteria
Intervensi
x. Hasil
1 Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
asuhan keperawatan Observasi
selama 3x7 jam, 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
diharapkan tingkat frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri.
nyeri pasien menurun 2. Identifikasi skala dan faktor yang
dengan kriteria hasil memperberat dan memperingan nyeri.
(L.08066) : 3. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
- Keluhan nyeri kualitas hidup.
menurun skala 5. 4. Monitor keberhasilan terapi
- Kesulitan tidur komplementer yang sudah diberikan.
menurun skala 5. 5. Monitor efek samping penggunaan
- Mual dan muntah analgesik.
menurun skala 5. Terapeutik
- Nafsu makan 1. Berikan teknik non-farmakologis untuk
membaik skala 5. mengurangi rasa nyeri (mis: terapi
musik).
2. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri.
3. Fasilitasi istirahat dan tidur.
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri.
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat.
5. Ajarkan teknik non-farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
2 Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi (I.06171)
asuhan keperawatan Observasi
selama 3x7 jam, 1. Identifikasi adanya keluhan fisik.
diharapkan mobilitas 2. Identfikasi toleransi fisik melakukan
fisik pasien meningkat ambulasi.
dengan kriteria hasil 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
(L.05042) : darah sebelum memulai ambulasi.
- Pergerakan 4. Monitor kondisi umum selama
ekstermitas melakukan ambulasi.
meningkat skala 5. Terapeutik
- Kekuatan otot 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
meningkat skala 5. bantu.
- ROM menngkat 2. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik,
skala 5. jika perlu.
3. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi.
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini.
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan.
3 Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
asuhan keperawatan Observasi
selama 3x7 jam, 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
diharapkan perawatan perawatan diri sesuai usia.
diri pasien meningkat 2. Monitor tingkat kemandirian.
dengan kriteria hasil 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
(L.11103) : kebersihan diri, berpakaian, berhias,
- Kemampuan dan makan.
mandi, Terapeutik
mengenakan 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik.
pakaian, dan ke 2. Siapkan keperluan pribadi.
toilet meningkat 3. Dampingi dalam melakukan perawatan
skala 5. diri sampai mandiri.
- Kemampuan 4. Fasilitasi untuk menerima keadaan
makan meningkat ketergantungan.
skala 5. 5. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
- Verbalisasi mampu melakukan perawatan diri.
keinginan untuk 6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri.
meningkatkan Edukasi
perawatan diri Anjurkan melakukan perawatan diri secara
meningkat skala 5. konsisten sesuai kemampuan.
- Mempertahankan
kebersihan diri dan
mulut meningkat
skala 5.
4. Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)
asuhan keperawatan Observasi
selama 3x7 jam, Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
diharapkan tingkat sistemik.
infeksi pasien Terapeutik
menurun dengan 1. Batasi jumlah pengunjung.
kriteria hasil 2. Berikan perawatan kulit pada area
(L.14137) : edema.
- Demam, bengkak, 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kemerahan, dan kontak dengan pasien dan lingkungan
nyeri menurun pasien.
skala 5. 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
- Kadar sel darah beresiko tinggi.
putih membaik Edukasi
skala 5. 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
- Nafsu makan 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
meningkat skala 5. benar.
- Kebersihan tangan 3. Ajarkan etika batuk.
dan badan 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka.
meningkat skala 5. 5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
dan cairan.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.

D. IMPLEMENTASI
Melakukan intervensi atau tindakan keperawatan yang sudah direncanakan
untuk pasien sesuai jadwal dan bertahap agar diperoleh hasil yang diinginkan.
Pelaksanaan merupakan pengelolaan dari perwujudan rencana tindakan yang
meliputi beberapa kegiatan yaitu validasi rencana keperawatan,
mendokumentasikan rencana tindakan keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan dan mengumpulkan data.
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap atau langkah dalam proses keperawatan yang
dilaksanakan dengan sengaja dan terus-menerus yang dilakukan oleh perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya dengan tujuan untuk memenuhi apakah
tujuan dan rencana keperawatan terapi atau tidak serta untuk melakukan
pengkajian ulang, sehingga didapat penilaian sebagai berikut :
1. Tujuan tercapai : Klien mampu melakukan/menunjukan perilaku pada
waktu yang telah ditentukan sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah
ditentukan
2. Tujuan tercapai sebagian : Klien mampu menunjukan perilaku tetapi hanya
sebagian dari tujuan yang diharapkan.
3. Tujuan tidak tercapai : Bila klien tidak mampu atau tidak sama sekali
menunjukan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
Pelaksanaan evaluasi didokumentasikan bisa dalam bentuk catatan
perkembangan dengan menggunakan metode SOAP
S (Subjektif) : data berdasarkan keluhan pasien/keluarga pasien.
O (Objektif) :data berdasarkan hasil pengukuran/observasi langsung
kepada pasien.
A (Assegment) : masalah keperawatan yang masih terjadi atau baru saja
terjadi akibat perubahan status kesehatan yang telah
teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif.
P (Planning) : perencanaan tindakan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau menambah rencana tindakan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Devita Intania Putri Gunadi, Kurniawati Tandiyo, D., & Hastami, Y. (2022).
Hubungan Antara Tingkat Aktivitas Fisik Dengan Derajat Nyeri Pada Pasien
Osteoarthritis Lutut di RS UNS. Plexus Medical Journal, 1(1), 10–17.
https://doi.org/10.20961/plexus.v1i1.6
Lestari, D. (2014). Osteoarthritis Genu Bilateral on 53 Years Old Woman With
Grade Ii Hypertension. Osteoarthritis Genu Bilateral on 53 Years Old
Woman with Grade II Hypertension Jurnal Medula Unila |, 3(1), 184.
Nazhifah, naurah. (2018). Asuhan Keperawatan Osteoarthritis Menggunakan
Fokus Studi Penatalaksanaan Nyeri Di Rsud Tidar Kota Magelang. Jik-
Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(2), 74–79. https://doi.org/10.33757/jik.v2i2.116

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018. Standar Interfensi Keperawatan


Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018. Standar Luaran Keperawatan


Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
Ramania, R., & Hemavathy, V. (2022). A study to assess the effectiveness of
isometric exercise on reducing the knee pain among osteoarthritis patients in
orthopedic ward in Sree Balaji Medical College and Hospital, Chennai.
Cardiometry, 4(22), 504–507.
https://doi.org/10.18137/cardiometry.2022.22.504507
Taruna Nagara, A., Putri Kasimbara, R., Abdullah, A., Deo Fau, Y., Sarjana
Fisioterapi, P., Ilmu Kesehatan, F., Teknologi, I., & Kesehatan Soepraoen,
dan R. (2022). Pengaruh Pemberian Isometric Exercise Dan Intervensi TENS
Terhadap Peningkatan Aktivitas Fungsional Pada Pasien Osteoarthritis Lutut.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 7(1), 2022.

Anda mungkin juga menyukai