Anda di halaman 1dari 19

A.

DEFINISI

Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang

mengenai sendi yang dapat digerakkan, terutama sendi penumpu badan,

dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang

rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial dan

tepi-tepi tulang yang membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi

perubahan biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis secara serentak

pada jaringan hialin rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang yang

membentuk persendian.( R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999).

Osteoarthritis disebut juga penyakit sendi degeneratif, merupakan

gangguan sendi tersering. Kelainan ini sering, jika tidak dapat dikatakan

pasti menjadi bagian dari proses penuaan dan merupakan penyebab

penting cacat fisik pada orang berusia diatas 65 tahun. Osteoartritis (OA)

yang dalam bahasa awam masyarakat kita sering dinamakan pekapuran

sendi, adalah proses degenerasi atau penuaan sendi (Ahmad Aby, 2014).

Osteoarthritis adalah penyakit tulang degeneratif yang ditandai

oleh pengeroposan kartilago artikular (sendi). Tanpa adanya kartilago

sebagai penyangga, maka tulang dibawahnya akan mengalami iritasi, yang

menyebabkan degenerasi sendi (Elizabeth J.Corwin, 2009).

Osteoartritis (OA) berarti radang sendi, walaupun lebih dikenali

sebagai penyakit degeneratif yang karena disebabkan oleh peradangan

sendi dengan penipisan tulang rawan yang berkaitan. Tulang rawan pada

persendian kita memungkinkan pergerakan sendi yang mulus. Ketika

tulang rawan ini rusak karena cedera, infeksi, atau efek penuaan,

pergerakan sendi menjadi terganggu. Akibatnya, jaringan di dalam sendi

mengalami iritasi serta menyebabkan rasa nyeri dan pembengkakan.


Osteoarthritis (OA) atau penyakit degenerasi sendi ialah suatu

penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat yang

tidak diketahui penyebabnya, meskipun terdapat beberapa factor resiko

yang berperan. Keadaan ini berkaitan dengan usia lanjut, terutama pada

sendi-sendi tangan dan sendi besar yang mananggung beban dan secara

klinis ditandai oleh nyeri, deformitas, pembesaran sendi dan hambatan

gerak.

B. KLASIFIKASI

Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :

1. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang

berhubungan dengan osteoarthritis.

2. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur (Long,

C Barbara, 1996 hal 336)

C. ETIOLOGI

Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun

beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :

1. Umur

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan

adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin

meningkat dengan bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak

pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering

pada umur diatas 60 tahun.

2. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki

lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher.

Secara keeluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang

lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi

oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini

menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesisosteoartritis.

3. Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis misal, pada

ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter

falang distal terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-

sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai

tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita

tanpa osteoarthritis. Heberden node merupakan salah satu bentuk

osteoartritis yang biasanya ditemukan pada pria yang kedua orang

tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya salah satu dari

orang tuanya yang terkena.

4. Suku

Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya

terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa,

misalnya osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit

hitam dan usia dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai

pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini

mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan

pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.

5. Kegemukan (obesitas)
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya

resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada

pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan

dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga

dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).

6. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma)

Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma

yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik

sendi tersebut.

7. Akibat penyakit radang sendi lain

Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan

reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi

oleh membran sinovial dan sel-sel radang.

D. PATOFISIOLOGI

Tulang rawan sendi merupakan sasaran utama perubahan

degeneratif pada osteoarthritis. Tulang rawan sendi memiliki letak

strategis yaitu diujung –ujung tulang untuk menjamin gerakan yang

hampir tanpa gesekan didalam sendi, berkat adanya cairan sinovium, dan

disendi sebagai penerima beban, menebarkan beban keseluruh permukaan

sendi sedemikian sehingga tulang dibawahnya dapat menerima benturan

dan berat tanpa mengalami kerusakan. Fungsi ini mengharuskan tulang

rawan elastis (yaitu memperoleh kembali arsitektur normalnya setelah

tertekan) dan memiliki daya regang (tensile streghth) yang tinggi.

Seperti pada tulang orang dewasa, tulang rawan sendi tidak statis,

tulang ini mengalami pertukaran, komponen matriks tulang tersebut yang


harus diuraikan dan diganti. Keseimbangan ini dipertahankan oleh

kondrosit, yang tidak hanya menyintesis matriks tetapi juga mengeluarkan

enzim yang menguraikan matriks. Pada osteoarthritis, proses ini terganggu

oleh beragam sebab.

Osteoarthritis ditandai dengan perubahan signifiikan baik dalam

komposisi maupun sifat mekanis tulang rawan. Pada awal perjalanan

penyakit, tulang rawan yang mengalami degenerasi memperlihatkan

peningkatan kandungan air dan penurunan konsentrasi proteoglikan

dibandingkan dengan tulang rawan sehat. Selain itu, tampaknya terjadi

perlemahan jaringan kolagen, mungkin karena penurunan sintesis lokal

kolagen tipe II, dan peningkatan pemecahan kolagen yang sudah ada.

Kadar molekul perantara tertentu, termasuk IL-1, TNF, nitrat oksida

meningkat pada tulang rawan osteoarthritis dan tampaknya berperan dalam

perubahan komposisi tulang rawan. Apoptosis juga meningkat, yang

mungkin menyebabkan penurunan jumlah kondrosit fungsional.

Secara keseluruhan, perubahan ini cenderung menurunkan daya

regang dan kelenturan tulang rawan sendi. Sebagai respons terhadap

perubahan regresif ini, kondrosit pada lapisan yang lebih dalam

berproliferasi dan berupaya memperbaiki kerusakan dengan menghasilkan

kolagen dan proteoglikan baru. Meskipun perbaikan ini pada mulanya

mampu mengimbangi kemerosotan tulang rawan, sinyal molekular yang

menyebabkan kondrosit lenyap dan matriks ekstrasel berubah akhirnya

menjadi predominan. Faktor yang menyebabkan pergeseran dari gambaran

reparatif menjadi generatif ini masih belum diketahui.

Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan

terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang
dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang

digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang

mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi

infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya

akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan

ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur pada ligamen atau adanya

perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang

rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi

penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi,

deformitas, adanya hipertropi atau nodulus. ( Soeparman ,1995).

Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus

menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis.

Sendi interfalanga distal dan proksimasi.

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Nyeri dan kekakuan pada satu atau lebih sendi, biasanya pada tangan,

pergelangan tangan, kaki, lutut, spina bagian atas dan bawah, panggul,

dan bahu. Nyeri dapat berkaitan dengan rasa kesemutan atau kebas,

terutama pada malam hari.

2. Pembengkakan sendi yang terkena, dan penurunan rentang gerak.

Sendi tampak mengalami deformitas.

3. Nodus Heberden, pertumbuhan tulang di sendi interfalangeal distal

pada jari tangan, dapat terbentuk.

4. Pemeriksaan menunjukkan adanya daerah nyeri tekan krepitus, dan

tanda-tanda inflamasi pada saat-saat tertentu.

5. Kehilangan fungsi secara progresif.


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Osteoarthritis tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diagnostik, tetapi

pemeriksan laboratorium yang spesifik dapat membantu mengetahui

penyakit yang mendasari pada OA sekunder, dengan uji serologik dengan

pendeteksian di dalam cairan sinovium dan/ serum adanya makromolekul

(mis, glikosaminoglikan) yang dilepas oleh tulang rawan / tulang yang

mengalami degenerasi.

1. Sinar-X

Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang

terjadi pada tulang seperti pecahnya tulang rawan.

2. Tes darah

Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa

rematik.

3. Analisa cairan engsel

Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk

kemudian diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok

atau infeksi.

4. Artroskopi

Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan

engsel tulang. Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.

5. Foto Rontgent

Menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai

penyempitan rongga sendi.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang umum adalah kekakuan sendi dan nyeri tumpul yang

dalam, terutama pada pagi hari. Pemakaian sendi berulang-ulang

cenderung menambah nyeri. Krepitus, suara berderak akibat permukaan

yang terpajan saling bergesekan, sering terdengar pada kasus yang berat.

Biasanya sendi agak bengkak, dan mungkin terjadi efusi ringan.

H. PROGNOSIS

Umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat

konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi. Progresif

lambat. Dubia, tergantung sendi yang terlibat dan tingkat keparahan

I. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas

untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat

yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan

mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti

inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus

mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau

menghentikan proses patologis osteoartritis.

a. Analgesik yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9

g/hari atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif

namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal.

b. Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS,

seperti fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis

untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis


rematoid. Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek

samping utama adalahganggauan mukosa lambung dan gangguan

faal ginjal.

c. Injeksi cortisone. Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada

engsel yang mempu mengurangi nyeri/ngilu.

d. Suplementasi-visco. Tindakan ini berupa injeksi turunan asam

hyluronik yang akan mengurangi nyeri pada pangkal tulang.

Tindakan ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis pada lutut.

2. Perlindungan sendi

Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh

yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi

yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat

memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut

berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).

3. Diet

Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk

harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan

berat badan seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan

peradangan.

4. Fisioterapi

Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis,

yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag

tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untuk

mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif

sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum

pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator,


bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi

dari pancuran panas. Program latihan bertujuan untuk memperbaiki

gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar

sendi osteoartritis.

Latihan isometrik lebih baik dari pada isotonik karena

mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang

timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban

ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular

memegang peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari

beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.

5. Operasi

Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan

kerusakan sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan

fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi

ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi untuk

menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan osteofit.

a. Penggantian engsel (artroplasti). Engsel yang rusak akan diangkat

dan diganti dengan alat yang terbuat dari plastik atau metal yang

disebut prostesis.

b. Pembersihan sambungan (debridemen). Dokter bedah tulang akan

mengangkat serpihan tulang rawan yang rusak dan mengganggu

pergerakan yang menyebabkan nyeri saat tulang bergerak.

c. Penataan tulang. Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan

remaja. Penataan dilakukan agar sambungan/engsel tidak

menerima beban saat bergerak.


6. Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat, penurunan

berat badan, upaya untuk menhistirahatkan sendi serta menghindari

penggunaan sendi yang berlebihan pemakaian alat-alat ortotail. Untuk

menyangga sendi yang mengalami inflamasi ( bidai penopang) dan

latihan isometric serta postural. Terapi okupasioanl dan fisioterapi

dapat membantu pasien untuk mengadopsi strategi penangan mandiri.

J. PENCEGAHAN

Untuk mencegah osteoarthritis, lakukan hal-hal berikut:

a. Konsumsi makanan sehat seperti buah-buahan, sayur dan kacang-

kacangan.

b. Minum obat yang direkomendasikan dokter.

c. Pertimbangkan untuk menggunakan alat bantu saat beraktivitas untuk

mengurangi bahaya.

d. Jaga gerakan yang dapat menyebabkan cidera tulang.

e. Jika mengangkat benda, usahakan beban terbagi merata pada seluruh

sambungan tulang.

f. Ketahui batas kemampuan gerakan dan kemampuan mengangkat

beban.
B.     KONSEP KEPERAWATAN

1.      Pengkajian

a.       Riwayat Kesehatan

-          Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
-          Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien

mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.

b.      Pemeriksaan Fisik

1)      Aktivitas/istirahat

Gejala : nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan stress

dengan sendi, kekakuan senda pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan

simetris.

Tanda : malaise, keterbatasan ruang gerak, atrofi otot, kulit kontraktur atau

kelainan pada sendi dan otot.

2)      Kardiovaskur

Gejala : fenomena Raynaud jari tangan/kaki, missal pucat intermitten, sianotik

kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal

3)      Integritas ego

Gejala : factor-faktor stress akut/kronis missal finansial, pekerjaan,

ketidakmampuan, factor-faktor hubungan social, keputusan dan ketidakberdayaan.

Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas diri missal ketergantungan pada

orang lain, dan perubahan bentuk anggota tubuh

4)      Makanan / cairan

Gejala : ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengonsumsi makanan atau

cairan adekuat : mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.

Tanda : penurunan berat badan, dan membrane mukosa kering.

5)      Hygiene

Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara

mandiri, ketergantungan pada orang lain.

6)      Neurosensory
Gejala : kebas/ kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari

tangan.

Tanda : pembengkakan sendi simetri

7)      Nyeri/kenyamanan

Gejala : fase akut dari nyeri ( disertai / tidak disertai pembengkakan jaringan

lunak pada sendi ), rasa nyeri kronis dan kekakuan ( terutama pada pagi hari ).

8)      Keamanan

Gejala : kulit mengkilat, tegang, nodus subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki,

kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga, demam ringan

menetap, kekeringan pada mata, dan membrane mukosa.

9)      Interaksi social

Gejala : kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran, isolasi.

c.       Riwayat Psiko Sosial

Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi

apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia

merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan

sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap

konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
Diagnosa Keperawatan

Intoleransi Aktivitas b/d tirah baring dan imobilitas, kelemahan umum, gaya hidup

kurang gerak

Ansietas b/d ancaman atau perubahan pada kesehatan, kebutuhan yang tidak terpenuhi

Gangguan citra tubuh b/d penyakit, ditandai dengan deformitas sendi

Resiko jatuh b/d penurunan kekuatan ekstremitas bawah, kelemahan umum

Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit b/d keterbatasan kognitif, kurang

familier dengan sumber-sumber informasi

Nyeri b/d penyempitan rongga sendi

Defisit perawatan diri b/d gangguan muskuloskeletal, kelemahan

Intervensi Keperawatan

a.       Intoleransi Aktivitas b/d tirah baring dan imobilitas, kelemahan umum, gaya

hidup kurang gerak

Kriteria Hasil :

·         Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan

·         Menunjukkan toleransi aktivitas

·         Mendemonstrasikan penghematan energi

Intervensi :

1)      Kaji tingkat kemampuan klien berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi.

2)      Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas

3)      Tentukan penyebab keletihan

4)      Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energi yang adekuat

b.      Ansietas b/d ancaman atau perubahan pada kesehatan, kebutuhan yang tidak

terpenuhi
Kriteria hasil :

·         Ansietas berkurang, dibuktikan oleh tingkat ansietas hanya ringan hingga

sedang

·         Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas yang dibuktikan oleh

indikator 1-5 (tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu)

Intervensi :

1)      Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien

2)      Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil

menurunkan ansietas

3)      Bantu pengalihan ansietas melalui radio, TV, permainan untuk menurunkan

ansietas dan memperluas fokus

4)      Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan ansietas

c.       Gangguan citra tubuh b/d penyakit, ditandai dengan deformitas sendi

Kriteria Hasil :

·         Gangguan citra tubuh berkurang yang dibuktikan oleh selalu menunjukkan

adaptasi dengan ketunadayaan fisik

·         Menunjukkan citra tubuh

Intervensi :

1)      Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan nonverbal pasien terhadap tubuh

klien

2)      Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan klien

3)      Tentukan harapan klien tentang citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan

d.      Resiko jatuh b/d penurunan kekuatan ekstremitas bawah, kelemahan umum

Kriteria Hasil :
·         Resiko jatuh akan menurun atau terbatas, yang dibuktikan oleh keseimbangan,

gerakan terkoordinasi, perilaku pencegahan jatuh, kejadian jatuh, dan pengetahuan

: Pencegahan Jatuh

Intervensi :

1)      Lakukan pengkajian resiko jatuh pada pasien

2)      Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi jatuh

3)      Ajarkan klien bagaimana posisi terjatuh yang dapat meminimalkan cedera

4)      Bantu pasien saat ambulasi

5)      Sediakan alat bantu berjalan

e.       Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit b/d keterbatasan kognitif,

kurang familier dengan sumber-sumber informasi

Kriteria Hasil :

·         Mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan tentang proses

penyakit

Intervensi :

1)      Kaji tingkat pengetahuan klien saat ini dan pemahaman terhdapa materi

2)      Tetapkan tujuan pembelajaran bersama yang realistis dengan klien

3)      Pilih metode dan strategi penyuluhan yang sesuai

4)      Beri waktu pada klien untuk mengajukan pertanyaan dan mendiskusikan

permasalahannya

f.       Nyeri b/d penyempitan rongga sendi

Kriteria Hasil :

·         Melaporkan nyeri dapat dikendalikan

·         Menunjukkan pengurangan tingkat nyeri


Intevensi :

1)      Kaji tingkat nyeri

2)      Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis pengendalian nyeri setelah atau

selama aktivitas yang menimbulkan nyeri

3)      Kolaborasi pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri (berat)

4)      Kendalikan faktor lingkungan yang memengaruhi respon pasien terhadap

ketidaknyamanan

g.      Defisit perawatan diri b/d gangguan muskuloskeletal, kelemahan

Kriteria Hasil :

·         Menunjukkan perawatan diri : Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat terpenuhi

Intervensi :

1)      Kaji kemampuan personal hygiene

2)      Pantau adanya perubahan kemampuan fungsi

3)      Dukung kemandirian klien dalam personal hygiene, bantu klien hanya jika

diperlukan

4)      Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan

5)      Akomodasi pilihan dan kebutuhan klien seoptimal mungkin

4.      Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Aby, Ahmad. 2014. Osteoarthritis OA atau Pengapuran Sendi.


http://ahmadaby.blogspot.com. Diakses tanggal 8 Oktober 2014, 18:15 WITA
Anonim. 2012. Osteoarthritis Knee-Pain.
http://www.singhealth.com.sg/Patientcare/Overseas-Referral/bh/Conditions/
Pages/Osteoarthritis-Knee-Pain.aspx. Diakses tanggal 8 Oktober 2014, 18:27
WITA
Cania, Murni. 2014. Askep Osteoarthritis. http://murnicania.blogspot.com. Diakses
tanggal 8 Oktober 2014, 18:17 WITA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku edisi 3. Jakarta : EGC
Idrus, Alwi, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi V, jilid III. Jakarta :
Internal Publishing
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal : Aplikasi Pada Praktik
Klinik Keperawatan. Jakarta : EGC
Nurma, Ningsih lukman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer C. Suzannne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Alih Bahasa Andry Hartono, dkk. Jakarta : EGC
Soeparman, A. 1995. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FK UI
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith.M, Nancy R.Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan :
Diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC.Edisi 9. Jakarta : EGC
Zairin, Noor Helmi. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai