Anda di halaman 1dari 19

Keperawatan Medikal Bedah

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN NY.E DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


“OSTEOARTHRITIS”

SURIANTI

(K.18.01.028)

Cl Institusi

(Wahyu Hidayat,S.Kep.,Ns.,M.Kep)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Osteorathritis merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan
kerussakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering
terkena OA (Sudoyo Aru dkk, 2009 dalam Nurarif dkk, 2015)
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat
kronik, berjalan progresif lambat, dan abrasi rawan sendi dan adanya gangguan
pembentukan tulang baru pada permukaan persendian.
Osteoartritis adalah bentuk atritis yang paling umum, dengan jumlah pasiennya
sedikit melampui separuh jumlah pasien arthritis.Osteoartritis adalah penyakit
peradangan sendi yang sering muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia
dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun.
Osteoartritis juga dikenal dengan nama osteoartrosi , yaitu melemahnya tulang
rawan pada engsel yang dapat terjadi di engsel manapun di sekujur tubuh. Tapi
umumnya, penyakit ini terjadi pada siku tangan, lutut, pinggang dan pinggul.

B. ETIOLOGI
Osteoartritis terjadi karena tulang rawan yang menjadi ujung dari tulang yang
bersambung dengan tulang lain menurun fungsinya. Permukaan halus tulang rawan ini
menjadi kasar dan menyebabkan iritasi. Jika tulang rawan ini sudah kasar seluruhnya,
akhirnya tulang akan bertemu tulang yang menyebabkan pangkal tulang menjadi rusak
dan gerakan pada sambungan akan menyebabkan nyeri dan ngilu. Beberapa faktor
resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
1. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
2. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering
terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan
dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita
tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria
hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3. Riwayat Trauma sebelumnya
Trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya, biasa mengakibatkan malformasi
sendi yang akan meningkatkan resiko terjadinya osteoartritis. trauma berpengaruh
terhadap kartilago artikuler, ligamen ataupun menikus yang menyebabkan
biomekanika sendi menjadi abnormal dan memicu terjadinya degenerasi premature.
4. Pekerjaan
Osteoartritis lebih sering terjadi pada mereka yang pekerjaannnya sering
memberikan tekananan pada sendi-sendi tertentu. Jenis pekerjaan juga
mempengaruhi sendi mana yang cenderung terkena osteoartritis. sebagai contoh,
pada tukang jahit, osteoartritis lebih sering terjadi di daerah lutut, sedangkan pada
buruh bangunan sering terjadi pada daerah pinggang.
5. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak
hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga
dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Pada kondisi ini terjadi
peningkatan beban mekanis pada tulang dan sendi.
6. Faktor Gaya hidup
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa faktor gaya hidup mampu
mengakibatkan seseorang mengalami osteoartritis. contohnya adalah kebiasaan
buruk merokok.Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam
darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat
pembentukan tulang rawan
7. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari
seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua
kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya
perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak
perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
8. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih
jarang diantara orang-orang kulit hitam dan Asia dari pada kaukasia. Osteoartritis
lebih sering dijumpai pada orang–orang Amerika asli (Indian) dari pada orang kulit
putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan
pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.

C. PATOFISIOLOGI
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami
kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi
sendi.Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida
protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan
kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus
menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi
interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal
ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang
sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang
mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi
deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma
pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada
ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan
tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi
penyempitan ronggasendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya
hipertropi atau nodulus

D. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri sendi, keluhan utama dan cenderung memiliki onset yang perlahan.
2. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan pelan-pelan
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
3. Nyeri bertambah dengan aktifitas, membaik dengan istirahat , terasa paling nyeri pada
akhir , dan seiring dengan memburuknya penyakit, menjadi semakin parah, sampai
pada tahap dimana pergerakan minimal saja sudah menimbulkan rasa nyeri dan biasa
menganggu tidur
4. Kekakuan paling ringan pada pagi hari namun terjadi berulang-ulang sepanjang hari
dengan periode istirahat.
5. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit
6. Pembesaran sendi (deformitas)
7. Perubahan gaya berjalan
8. Tanda-tanda peradangan pada sendi (nyeri tekan , gangguan gerak, rasa hangat yang
merata dan warna kemerahan).
(Nurarif dkk, 2015)

Gambar : perbandingan sendi sehat dengan sendi yang terkena osteoarthritis

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu terjadi
deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.
Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas
bautonmere dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal
yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk lebih
mendukung adanya Osteoartritis, antara lain sebagai berikut :
1. Foto polos sendi (Rontgent) menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi
sebagai penyempitan rongga sendi, destruksi tulang, pembentukan osteofit (tonjolan-
tonjolan kecil pada tulang), perubahan bentuk sendi, dan destruksi tulang.
2. Pemeriksaan cairan sendi dapat dijumpai peningkatan kekentalan cairan sendi.
3. Pemeriksaan artroskopi dapat memperlihatkan destruksi tulang rawan sebelum
tampak di foto polos.
4. Pemeriksaan Laboratorium: Osteoatritis adalah gangguan atritis local, sehingga tidak
ada pemeriksaan darah khusus untuk menegakkan diagnosis. Uji laboratorium
adakalanya dipakai untuk menyingkirkan bentuk-bentuk atritis lainnya. Faktor
rheumatoid bisa ditemukan dalam serum, karena factor ini meningkat secara normal
paa peningkatan usia. Laju endap darah eritrosit mungkin akan meningkat apabila ada
sinovitis yang luas.

G. PENATALAKSANAAN
1. Obat obatan
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh
karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan.
Obat-obat anti inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan sekaligus
mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses
patologis osteoartritis.
2. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang
baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian
tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan.
Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).
3. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi
program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat
mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
4. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang
menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin
menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai
alat-alat pembantu karena factor-faktor psikologis.
5. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang
belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter
karena biasanya pasien enggan mengutarakannya.
6. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang
meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian
panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan
kekakuan.Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok
jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti
Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi
dari pancuran panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat
otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometric lebih
baik dari pada isotonic karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi
dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya
beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular
memegang peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka
penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
7. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi
yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang
dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian,
debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan
osteofit.

H. PENCEGAHAN
Osteoarthritis dapat dicegah dengan beberapa langkah antara lain:
1. Menghindari setiap faktor resiko, misal mencegah obesitas
2. Istirahat atau proteksi terhadap sendi yang terkena
3. Olahraga yang tepat untuk membantu mempertahankan kesehatan tulang rawan,
meningkatkan daya gerak sendi dan kekuatan otot-otot disekitarnya sehingga otot
dapat menyerap benturan dengan lebih baik
4. Menjaga berat badan agar senantiasa dalam kondisi seimbang
5. Menjaga pola makan dan minum (Diet) agar selalu baik dan seimbang sehingga
pertumbuhan sendi dan tulang rawan sempurna dan normal
6. Berdiri, berjalan, mengangkat barang harus pada posisi yang benar
7. Senantiasa berhati-hati agar terhindar dari berbagai kecelakaan yang
mengakibatkan sendi rusak
8. Dianjurkan menggunakan kursi dengan sandaran keras, kasur yang tidak terlalu
lembek dan tempat tidur yang dialas dengan papan
9. Menekan lembut dengan hati-hati pada bagian yang bengkak dan kaku sambil
memberi terapi pemanasan sederhana dengan minyak oleh atau krim balsem
10. Untuk nyeri pada jari tangan, dianjurkan merendam tangan dalam campuran
parafin panas dengan mineral pada suhu 45-52°C atau mandi dengan air hangat.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1) Pengkajian fisik
a) Identitas
b) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
d) Pola fungsi Gordon
 Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan yang
dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
 Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan, dan volume
minuman perhari, makanan kesukaan.
 Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan warna
 Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri, dibantu atau
menggunakan alat
 Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji penyebabnya
 Pola kognitif-perseptual
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas 9nyerinya
seperti apa), Reqion (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time
(kapan nyeri terasa bertambah berat).
 Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri,
gambaran diri.
 Pola seksual dan reproduksi
kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
 Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan
 Pola manajemen koping stress
 Sistem nilai dan keyakinan

b. Fungsional klien
1) Indeks Barthel yang dimodifikasi
Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas
fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri, aktivitas di
toilet, mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol
defikasi dan berkemih. Cara penilaian:

N BANTUA
KRITERIA MANDIRI
O N

1 Makan 5 10

2 Minum 5 10

3 Berpindah dari kursi roda ketempat 5-10 15


tidur/sebaliknya

4 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, 0 5


menggosok gigi)

5 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka 5 10


tubuh, menyiram)

6 Mandi 5 15

7 Jalan di permukaan datar 0 5

8 Naik turun tangga 5 10

9 Menggunakan pakaian 5 10

10 Kontrol bowel (BAB) 5 10

11 Kontrol Bladder (BAK) 5 10

Total skor

Cara penilaian:
< 60 : ketergantungan penuh/total
65-105 : ketergantungan sebagian
110 : mandiri

2) Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas kehidupan sehari-
hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam
hal: makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke kamar mandi, mandi dan
berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan system penilaian
yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas
fungsionalnya. Salah satukeuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk
mengukur perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi
dan aktivitas rehabilitasi. Pengukuran pada kondisi ini meliputi:
Termasuk kategori manakah klien?

A. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan pakaian, pergi


ke toilet, berpindah dan mandi
B. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C. Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
D. Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
E. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi yang lain
F. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang
lain
G. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
Keterangan :

Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang lain,
seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan
fungsi, meskipun ia dianggap mampu.

c. Status mental dan kognitif gerontik


 Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual. Pengujian
terdiri atas 10 pertanyaan yang berkenan dengan orientasi, riwayat pribadi,
memori dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori jangka
panjang dan kemampuan matematis atau perhitungan (Pfeiffer, 2002).

N PERTANYAAN BENAR SALAH


O

1 Tanggal berapa hari ini


2 Hari apa sekarang

3 Apa nama tempat ini

4 Alamat anda?

5 Berapa umur anda?

6 Kapan anda lahir (minimal tahun lahir)

7 Siapa presiden indonesia sekarang?

8 Siapa presiden ndonesia sebelumnya?

9 Siapa nama ibu anda?

10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari


setiap angka baru, semua secara menurun

Jumlah

Interpretasi hasil :

1) Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh


2) Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
3) Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
4) Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat

 MiniMental Status Exam (MMSE)


Mini mental status exam (MMSE) menguji aspek kognitif dari fungsi mental:
orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai
kemungkinan ada 30, dengan nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut. Pemeriksaan
memerlukan hanya beberapa menit untuk melengkapi dan dengan mudah dinilai,
tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk tujuan diagnostic. karena pemeriksaan
MMSE mengukur beratnya kerusakan kognitif dan mendemonstrasikan perubahan
kognitif pada waktu dan dengan tindakan. Ini merupakan suatu alat yang berguna
untuk mengkaji kemajuan klien yang berhubungan dengan intervensi. Alat
pengukur status afektif bdigunakan untuk membedakan jenis depresi serius yang
mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati. Depresi adalah umum pada lansia
dan sering dihubungkan dengan kacau mental dan disorientasi, sehingga seorang
lansia depresi sering disalah artikan dengan dimensia. Pemeriksaan status mental
tidak dengan jelas membedakan antara depresi dengan demensia, sehingga
pengkajian afektif adalah alat tambahan yang penting.

2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi jaringan


oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,
ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi
d. Resiko trauma berhubungan dengan keterbatasan ketahanan fisik, perubahan
fungsi sendi
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi, perubahan bentuk
tubuh pada sendi dan tulang.
3. Perencanaan

No Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri b.d agen Setelah diberikan asuhan Pain Management
cedera biologis, keperawatan selama 1x24 jam  Lakukan pengkajian
distensi jaringan diharapkan nyeri nyeri secara
komprehensif termasuk
oleh akumulasi berkurang/terkontrol dengan
lokasi, karakteristik,
cairan, destruksi kriteria hasil : durasi, frekuensi,
sendi kualitas dan faktor
 Mampu mengontrol
presipitasi
nyeri (tahu penyebab
 Observasi reaksi
nyeri, mampu
nonverbal dari
menggunakan tehnik
ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk
 Evaluasi pengalaman
mengurangi nyeri,
nyeri masa lampau
mencari bantuan)
 Kurangi faktor
 Melaporkan bahwa nyeri
presipitasi nyeri
berkurang dengan
 Pilih dan lakukan
menggunakan
penanganan nyeri
manajemen nyeri
(farmakologi, non
 Mampu mengenali nyeri
farmakologi dan inter
(skala, intensitas,
personal)
frekuensi dan tanda
nyeri)  Kaji tipe dan sumber
 Menyatakan rasa nyaman nyeri untuk menentukan
setelah nyeri berkurang intervensi
 Tanda vital dalam  Ajarkan tentang teknik
rentang normal non farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration

 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
 Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

2. Gangguan/kerusakan Setelah diberikan asuhan Exercise therapy :


mobilitas fisik b/d keperawatan selama 3x24 jam, ambulation
deformitas skeletal, diharapkanhambatan  Monitoring vital sign
nyeri, mobilisasi fisik dapat diatasi sebelm/sesudah latihan
ketidaknyamanan, dengan kriteria : dan lihat respon pasien
penurunan .kekuatan saat latihan
 Klien meningkat dalam  Kaji kemampuan pasien
otot aktivitas fisik dalam mobilisasi
 Mengerti tujuan dari  Latih pasien dalam
peningkatan mobilitas pemenuhan kebutuhan
 Memverbalisasikan ADLs secara mandiri
perasaan dalam sesuai kemampuan
meningkatkan kekuatan  Dampingi dan Bantu
dan kemampuan pasien saat mobilisasi
berpindah dan bantu penuhi
 Memperagakan kebutuhan ADLs ps.
penggunaan alat Bantu  Berikan alat Bantu jika
untuk mobilisasi klien memerlukan
(walker)  Bantu klien melakukan
latihan ROM
 Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
3 Defisit perawatan Setelah diberikan asuhan
diri b/d kelemahan, keperawatan selama 3x24 jam, Self Care assistance : ADLs
 Monitor kemampuan
kerusakan persepsi klien mampu merawat diri klien untuk perawatan
dan kognitif dengan kriteria hasil : diri yang mandiri.
 Monitor kebutuhan
 Klien terbebas klien untuk alat-alat
dari bau badan bantu untuk kebersihan
 Menyatakan diri, berpakaian,
kenyamanan terhadap berhias, toileting dan
kemampuan untuk makan.
melakukan ADLs  Sediakan bantuan
 Dapat sampai klien mampu
melakukan ADLS secara utuh untuk
dengan bantuan melakukan self-care.
 Dorong klien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
dimiliki.
 Dorong untuk
melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
 Berikan aktivitas
rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
.
4. Resiko trauma b/d Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam, Environmental Management
penurunan fungsi safety
diharapkan klien
sendi, keterbatasan tidak/terhindar dari resiko  Sediakan lingkungan
trauma dengan criteria: yang aman untuk pasien
ketahanan fisik
 Identifikasi kebutuhan
 Klien terbebas dari keamanan pasien, sesuai
cedera dengan kondisi fisik dan
 Klien mampu fungsi kognitif pasien
menjelaskan faktor dan riwayat penyakit
resiko dari terdahulu pasien
lingkungan/perilaku  Menghindarkan
personal lingkungan yang
 Mampu memodifikasi berbahaya (misalnya
gaya hidup untuk memindahkan
mencegah injuri perabotan)
 Memasang side rail
tempat tidur
 Menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan
bersih
 Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau
pasien.
 Memberikan
penerangan yang cukup
 Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
 Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
 Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
LAMPIRAN

Patofisiologi (Penyimpangan KDM)


DAFTAR PUSTAKA

Aspriani, Reny Yuli. (2014) Buku ajar asuhan keperawatan gerontik aplikasi NANDA, NIC
dan NOC-Jilid 1. Jakarta : CV. Trans Info Media

Mickey, Stanley. (2006) Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC

Nugroho, Wahjudi. (2012) Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta : EGC.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis dan Nanda Nic-Noc, Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai