Anda di halaman 1dari 15

KEPANITERAAN KLINIK NERS

DEPARTEMEN KEPERAWATAN KOMUNITAS

LaporanPendahuluan
21 Agustus 2020

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA LANSIA


DENGAN OSTEOARTHRITIS DI KELURAHAN
ANDUONOHU KECAMATAN POASIA

Disusun Oleh:

WAHYUNI AGUS, S.Kep


N. 2019. 011. 56

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NERS


STIKES MANDALA WALUYA
KENDARI
2020

LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOARTHRITIS

A. DEFINISI
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini
bersifat kronik, berjalan progresif lambat, dan abrasi rawan sendi dan adanya
gangguan pembentukan tulang baru pada permukaan persendian.( Price A,
Sylvia, 2005)
Osteoartritis adalah bentuk atritis yang paling umum, dengan jumlah
pasiennya sedikit melampui separuh jumlah pasien arthritis.
Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul pada
usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering
dijumpai pada usia diatas 60 tahun.
Osteoartritis juga dikenal dengan nama osteoartrosis, yaitu melemahnya
tulang rawan pada engsel yang dapat terjadi di engsel manapun di sekujur
tubuh. Tapi umumnya, penyakit ini terjadi pada siku tangan, lutut, pinggang
dan pinggul.

B. ETIOLOGI
Osteoartritis terjadi karena tulang rawan yang menjadi ujung dari tulang
yang bersambung dengan tulang lain menurun fungsinya. Permukaan
halus tulang rawan ini menjadi kasar dan menyebabkan iritasi. Jika tulang
rawan ini sudah kasar seluruhnya, akhirnya tulang akan bertemu tulang
yang menyebabkan pangkal tulang menjadi rusak dan gerakan pada
sambungan akan menyebabkan nyeri dan ngilu.
Beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain
adalah :
a. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis faktor
ketuaan adalah yang terkuat (Soeroso, 2007). Prevalensi dan beratnya
orteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur.
Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur
dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
b. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendida
sedangkan lelaki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan
tangan dan leher. Secara keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi
osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun
frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria
hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis
osteoartritis. (Soeroso, 2006).
c. Riwayat Trauma sebelumnya
Trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya, biasa
mengakibatkan malformasi sendi yang akan meningkatkan resiko
terjadinya osteoartritis. trauma berpengaruh terhadap kartilago artikuler,
ligamen ataupun menikus yang menyebabkan biomekanika sendi menjadi
abnormal dan memicu terjadinya degenerasi premature. (Shiddiqui, 2008)
d. Pekerjaan
Osteoartritis lebih sering terjadi pada mereka yang pekerjaannnya
sering memberikan tekananan pada sendi-sendi tertentu. Jenis pekerjaan
juga mempengaruhi sendi mana yang cenderung terkena osteoartritis.
sebagai contoh, pada tukang jahit, osteoartritis lebih sering terjadi di
daerah lutut, sedangkan pada buruh bangunan sering terjadi pada
daerah pinggang. (Dewi SK. 2009).
e. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya
resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria.
Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada
sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain
(tangan atau sternoklavikula). Pada kondisi ini terjadi peningkatan
beban mekanis pada tulang dan sendi (Soeroso, 2007).

f. Faktor Gaya hidup


Banyak penelitian telah membuktikan bahwa faktor gaya hidup
mampu mengakibatkan seseorang mengalami osteoartritis. Contohnya
adalah kebiasaan buruk merokok. Merokok dapat meningkatkan
kandungan karbon monoksida dalam darah, menyebabkan jaringan
kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan
(Eka Pratiwi, 2007).
g. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal,
pada ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter
falang distal terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi
tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali
lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa
osteoarthritis. (Soeroso, 2007)
h. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya
terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya
osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan Asia
dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang – orang
Amerika asli (Indian) dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin
berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi
kelainan kongenital dan pertumbuhan. (Soeroso J. et all, 2007).

C. TANDA DAN GEJALA


Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama
waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula- mula rasa
kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat
hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran
sendi, dan perubahan gaya berjalan. (Soeroso J. Et all, 2007). Nyeri
merupakan keluhan utama tersering dari pasien-pasien dengan OA yang
ditimbulkan oleh keainan seperti tulang, membran sinovial, kapsul fibrosa,
dan spasme otot-otot di sekeliling sendi.
Karakteristik Nyeri pada osteoartritis dibedakan menjadi 2 Fase :

1. Fase Nyeri Akut.


Nyeri awalnya tumpul, kemudian semakin berat, hilang tibul, dan
diperberat oleh aktivitas gerak sendi. Nyeri biasanya menghilang dengan
istirahat.
2. Fase Nyeri kronis
Kekakuan pada kapsul sendi dapat menyebabkan
kontraktur (tertariknya) sendi dan menyebabkan terbatasnya gerakan.
Penderita akan merasakan gerakan sendi tidak licin disertai bunyi
gemeretak (Krepitus). Sendi terasa lebih kaku setelah istrahat.
Perlahan-lahan sendi akan bertambah kaku.

Secara spesifik, beberapa manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan


adalah sebagai berikut :

1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri
yang melebihi gerakan lain. ( Soeroso, 2006 )
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini(secara
radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya
penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur,
Hambatan gerak dapat konsentris(seluruh arah gerakan )maupun eksentris
(salah satu arah gerakan saja) (Soeroso, 2006).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan
kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago
(Felson, 2008).
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber
dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ),
efusi sendi, dan edema sumsum tulang ( Felson, 2008).Osteofit
merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh,
inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke
kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini
menimbulkan nyeri (Felson, 2008). Nyeri dapat timbul dari bagian di
luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum
di lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibial band
(Felson, 2008).
2. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan
sejalan dengan pertambahan rasa nyeri( Soeroso, 2006 ).
3. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam
waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari(
Soeroso, 2006 ).
4. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit.
Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya
berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien
atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit,
krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu (Soeroso, 2006).
5. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada
sendi yang biasanya tidak banyak (<100cc) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah ( Soeroso, 2006 ).
6. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai
pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak
menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh.
Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).
7. Perubahan gaya berjala
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih
pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri
kastrena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut (Soeroso,
2006).

D. KONDISI KLINIS TERKAIT


1. Nyeri: dalam, difus, gradual, lokal, bertambah parah dengan aktivitas,
membaik dengan obat-obatan (stadium awal).
2. Kaku pagi hari/morning stiffness < 30 menit.
3. Kaku sendi setelah istirahat.
4. Limitasi pergerakan.
5. Krepitus (terutama pada lutut).
6. Bengkak (efusi).
E. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Upaya Promotif
Adalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan
meningkatkan derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi
dirinya, keluarga, maupun masyarakat. Kegiatan tersebut dapat berupa
penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas panti mengenai
hal-hal berikut ini:
a. Masalah gizi dan diet
1) Cara mengukur keadaan gizi lansia.
2) Cara memilih bahan makanan yang bergizi bagi lansia.
3) Cara menyusun menu sehat dan diet khusus.
2. Upaya Preventif
Adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadi penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya.
Kegiatannya dapat berupa kegiatan berikut ini:
a. Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di panti oleh petugas
kesehatan yang datang ke panti secara periodic atau di puskesmas
dengan menggunakan KMS lansia.
b. Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di
puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam
pemeliharaan kesehatan lansia.
c. Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas
panti yang menggunakan buku catatan pribadi.
d. Melakukan olah raga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan
kondisi masing-masing.
e. Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan
kondisi kesehatannya masing-masing.
f. Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
g. Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap
produktif.
h. Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap
lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan
hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang secara
optimal.
3. Upaya Kuratif
a. Upaya kuratif adalah upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas
kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini
dapat berupa hal-hal berikut ini:
b. Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau
petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan
petugas kesehatan/puskesmas.
c. Pengobatan jalan di puskesmas.
d. Perawatan dietetik.
e. Perawatan kesehatan jiwa.
f. Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
g. Perawatan kesehatan mata.
h. Perawatan kesehatan melalui kegiatan puskesmas.
i. Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang
diperlukan.
4. Upaya Rehabilitatif
Adalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal
mungkin. Kegiatan ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional
(ketrampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh
petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam
pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).
Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan bahwa para
lansia yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi negatif dan
positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan
kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat
usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga kebersamaan ini
dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami.
Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa jauh lebih nyaman
berada di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung
tinggi kekeluargaan, tinggal di panti merupakan sesuatu hal yang tidak
natural lagi, apa pun alasannya. Tinggal di rumah masih jauh lebih baik
dari pada di panti.
Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul
perasaan tidak berguna (useless) dan kesepian. Padahal mereka yang
sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal.
Jika lansia dapat mempertahankan pola hidup serta cara dia memandang
suatu makna kehidupan, maka sampai ajal menjemput mereka masih dapat
berbuat banyak bagi kepentingan semua orang.

F. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tindakan pada klien
a. Perilaku kesehatan cenderung berisiko
1) kaji pengetahuan klien tentang kesehatan khususnya bahaya rokok
terhadap tubuh dan gaya hidupnya, keluarga maupun lingkungan
sosialnya.
2) Identifikasi faktor internal maupun eksternal yang mungkin
meningkatkan atau menurunkan perilakunya.
3) Tegaskan kepada klien dengan segera terkait efek positif jangka
pendek dari berhenti merokok daripada efek positif jangka
panjangnya.
4) Berikan pendidikan kesehatan terkait bahaya merokok bagi tubuh.
5) Ajarkan strategi yang mungkin dapat digunakan untuk melawan
kebiasaan atau perilakunya yang tidak sehat (merokok)
2. Tindakan pada keluarga
a. Edukasi keluarga untuk ikut mengawasi diet lansia.
b. Ajarkan pada keluarga lansia untuk membantu kegiatan sehari-
harinya.
c. Ajarkan keluarga lansia untuk membantu merawat lansia.
3. Tindakan pada kelompok
a. Edukasi kelompok lansia untuk menghindari makanan yang
mengandung banyak purin.
b. Edukasi kelompok lansia untuk melakukan gerakan terbatas dan
terawasi oleh keluarganya.
c. Edukasi lansia untuk menerapkan pola hidup sehat.
4. Tindakan kolaborasi
a. Analgesic yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9
g/hari atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif
namun perhatikan efek samping pada saluran cema dan ginjal.
b. Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS
seperti fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis
untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis
rematoid. Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek
samping utama adalah ganggauan mukosa lambung dan gangguan
faal ginjal.
c. Injeksi cortisone.
Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang
mempu mengurangi nyeri/ngilu.
d. Suplementasi-visco
Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan
mengurangi nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya dilakukan
jika osteoarhtritis pada lutut.
e. Fisioterapi

Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis,


yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan
yang tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum
latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang
masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan
dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai
seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi
paraffin dan mandi dari pancuran panas. Program latihan bertujuan
untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya
atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik
dari pada isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi
rawan sendi dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh
timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi
otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang peran penting
terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan
otot-otot tersebut adalah penting.
G. EVALUASI
H. RENCANA TINDAK LANJUT

Anda mungkin juga menyukai