Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN

OSTEOATHRITIS

OLEH

NAMA : DEWA AYU SRI UTAMI


NIM : P07120321056

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PROFESI NERS
2022
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN DENGAN OSTEOATHRITIS

A. KONSEP DASAR OSTEOATHRITIS


1. Definisi Osteoarthritis (OA)
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki
paling sering terkena OA (Sudoyo dkk, 2009). Osteoarthritis adalah penyakit
tulang degeneratif yang ditandai oleh pengeroposan kartilago artikular (sendi).
Tanpa adanya kartilago sebagai penyangga, maka tulang dibawahnya akan
mengalami iritasi, yang menyebabkan degenerasi sendi (Elizabeth J.Corwin,
2009)
Osteoarthritis merupakan penyakit gangguan homeostasis metabolisme
kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya
diperkirakan multifaktorial antara lain oleh karena faktor umur, stres mekanis atau
kimia, penggunaan sendi yang berlebihan defek anatomi, obesitas, genetik dan
humoral (Arismunandar, 2015).
2. Klasifikasi Osteoarthritis (OA)
Menurut Yuliana Elin (2009), Osteoarthritis (OA) diklasifikasikan menjadi :
a. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoarthritis.
b. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi, dan pernah fraktur.
Tabel 1. Klasifikasi Osteoarthritis (OA)
IDIOPATIK SEKUNDER
Lokal Trauma :
Tangan : Nodus Heberden dan  Akut
Bouchard (nodal), artritis  Kronik (pekerjaan, olahraga)
antarfalang etosif (nonnodal),
karpal-metakarpal pertama Kongenital atau perkembangan
 Penyakit local : Legg-Calve-Perthes,
Kaki : hallucks valgus, halluks dislokasi panggul kongenital, epifisis selip
rigidus, jempol terkontraksi  Faktor mekanis : panjang ekstremitas bawah
(jempol palu/cock up), yang tidak sama, deformitas valgus/varus,
talonavikularis sindrom hipermobilitas
 Dysplasia tulang : dysplasia epifisis,
Lutut : dysplasia spondiloapofisis,
 Kompartemen medial osteonikondistrofi
 Kompartemen lateral Metabolik :
 Kompartemen patelafemoralis  Okronosis (alkaptonuria)
 Hemokromatosis
Panggul :  Penyakit Wilson
 Eksentrik (superior)  Penyakit Gaucher
 Kosentrik (aksial, medial)
 Difus (koksa senilis) Endokrin :
 Akromegali
Tulang belakang :  Hiperparatioroidisme
 Sendi apofisalis  Diabetes melitus
 Antarvertebra (diskus)  Kegemukan
 Spondilosis (osteofit)  Hipotiroidisme
 Ligamentosa (hyperostosis,
penyakit foresteir, hyperostosis Penyakit endapan kalsium
rangka idiopatik difus)  Endapan kalsium pirofosat dihidrat
 Artropati apatit
Tempat tunggal lainnya, mis.  Penyakit tulang dan sendi lain
glenohumeralis,  Lokal : Fraktur, nekrosis avaskuler, infeksi,
akromioklavikularis, tibiotalar, gout
temporomandibularis, sakroiliaka  Difus : artritis rematoid (peradangan),
penyakit paget, osteopetrosis, osteokondritis
Generalisata (OAG) : mencakup
tiga atau lebih daerah yang Neuropatik (sendi Charcot)
tercantum di atas  Endemik
(Kellgren_Moore)
 Kashin-Beck
 Mseleni

Lain – lain
 Hemoglobinopati, penyakit casson, frosbite

3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama
waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat hambatan
pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan
gaya berjalan. (Soeroso J. Et all, 2007). Nyeri merupakan keluhan utama tersering
dari pasien-pasien dengan OA yang ditimbulkan oleh keainan seperti tulang,
membran sinovial, kapsul fibrosa, dan spasme otot-otot di sekeliling sendi.
Karakteristik Nyeri pada osteoartritis dibedakan menjadi 2 Fase :
a. Fase Nyeri Akut.
Nyeri awalnya tumpul, kemudian semakin berat, hilang timbul, dan
diperberat oleh aktivitas gerak sendi. Nyeri biasanya menghilang dengan
istirahat.
b. Fase Nyeri Kronis
Kekakuan pada kapsul sendi dapat menyebabkan kontraktur (tertariknya)
sendi dan menyebabkan terbatasnya gerakan. Penderita akan merasakan
gerakan sendi tidak licin disertai bunyi gemeretak (Krepitus). Sendi terasa
lebih kaku setelah istrahat. Perlahan-lahan sendi akan bertambah kaku.

Gambar 1. Perbandingan sendi sehat dan sendi yang terkena Osteosrtritis


Secara spesifik, beberapa manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan
adalah sebagai berikut :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan
dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi
gerakan lain (Soeroso, 2006).
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara
radiologis ). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit
sampai sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan
gerak dapat konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah
satu arah gerakan saja ) ( Soeroso, 2006 ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada
sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan
bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago (Felson,
2008). Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber
dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ),
efusi sendi, dan edema sumsum tulang ( Felson, 2008). Osteofit merupakan
salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi
neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan
menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri
(Felson, 2008).Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae
di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari
anserine bursitis dan sindrom iliotibial band (Felson, 2008).
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri (Soeroso, 2006).
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari (Soeroso, 2006).
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini
umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat
terdengar hingga jarak tertentu (Soeroso, 2006).
e. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga
bentuk permukaan sendi berubah (Soeroso, 2006).
f. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA
karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan
timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering
dijumpai pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).
4. Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik, yaitu kegagalan mekanisme
protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen,
dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat
terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi
akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan
sebagainya.
Osteoartritis terjadi karena tulang rawan yang menjadi ujung dari tulang
yang bersambung dengan tulang lain menurun fungsinya. Permukaan halus
tulang rawan ini menjadi kasar dan menyebabkan iritasi. Jika tulang rawan ini
sudah kasar seluruhnya, akhirnya tulang akan bertemu tulang yang menyebabkan
pangkal tulang menjadi rusak dan gerakan pada sambungan akan menyebabkan
nyeri dan ngilu. Beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain
adalah :
a. Faktor resiko sistemik
1) Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme. Kartilago
pada sendi orang tua sudah kurang responsif dalam mensintesis matriks
kartilago yang distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada sendi.
Akibatnya, sendi pada orang tua memiliki kartilago yang lebih tipis.
Kartilago yang tipis ini akan mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi
pada lapisan basal dan hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko
kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang menunjang sendi menjadi
semakin lemah dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap impuls.
Ligamen menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa mengabsorbsi
impuls. Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan kerentanan
sendi terhadap OA.
2) Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi OA
pada perempuan usila lebih banyak daripada laki- laki usila. Resiko ini
dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada perempuan pasca
menopause.
3) Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-
unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam
timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.
b. Faktor intrinsik
1) Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
2) Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.
c. Faktor beban pada persendian
1) Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat kerusakan
pada sendi.
2) Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan berulang pada
sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan
sendi.
5. Patofisiologi
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan
kolagen pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan antara
degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan diameter
dan orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, yang
menjadikan tulang rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik
(Price dan Wilson, 2013). Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada
patogenesis OA, terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan
perasaan tidak nyaman. Sinoviosit yang mengalami peradangan akan
menghasilkan Matrix Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan
dilepaskan ke dalam rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta
mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut
berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik
(Robbins, 2007). Perkembangan osteoarthritis terbagi atas tiga fase, yaitu sebagai
berikut.
a. Fase 1
Terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago. Metabolisme kondrosit
menjadi terpangaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti
metalloproteinases yang kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit
juga memproduksi penghambat protease yang akan mempengaruhi
proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.
b. Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai
adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.
c. Fase 3
Proses penguaraian dari produk kartilago yang menginduksi respon inflamasi
pada sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL 1), tumor
necrosis factor-alpha (TNFα), dan metalloproteinases menjadi meningkat.
Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung
memberikan dampak destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-
inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga terlibat. Kondisi ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi, dan memberikan
dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan
arsitektur sendi dan stres inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan
artikular menjadikan kondisi gangguan yang progresif (Helmi, 2012).

Gambar 2. Gambaran Osteoartritis


Osteoartritis pernah dianggap sebagai kelainan degeneratif primer dan
kejadian natural akibat proses ”wear and tear” pada sendi sebagai hasil dari
proses penuaan. Tetapi, temuan-temuan yang lebih baru dalam bidang biokimia
dan biomekanik telah menyanggah teoari ini. Osteoartritis adalah sebuah proses
penyakit aktif pada sendi yang dapat mengalami perubahan oleh manipulasi
mekanik dan biokimia. Terdapat efek penuaan pada komponen sistem
muskuloskeletal seperti kartilago artikular, tulang, dan jaringan yang
memungkinkan meningkatnya kejadian beberapa penyakit seperti OA (Price dan
Wilson, 2013).
Untuk melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang rawan.
Namun karena berbagai faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi pada tulang
rawan dan berkurangnya cairan pada sendi. Tulang rawan sendiri berfungsi
untuk menjamin gerakan yang hampir tanpa gesekan di dalam sendi berkat
adanya cairan sinovium dan sebagai penerima beban, serta meredam getar antar
tulang (Robbins, 2007). Tulang rawan yang normal bersifat avaskuler, alimfatik,
dan aneural sehingga memungkinkan menebarkan beban keseluruh permukaan
sendi. Tulang rawan matriks terdiri dari air dan gel (ground substansi), yang
biasanya memberikan proteoglikan, dan kolagen (Hassanali, 2011).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis. Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis
OA, ialah:
1) Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
daerah yang menanggung beban)
2) Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
3) Kista tulang
4) Osteofit pada pinggir sendi
5) Perubahan struktur anatomi sendi
Berdasarkan perubahan-perubahan radiologis diatas, secara radiografi OA
dapat digradasi menjadi ringan sampai berat; yaitu menurut Kellgren dan
Lawrence. Harus diingat bahwa pada awal penyakit, seringkali radiografi
sendi masih normal. (Milne dkk, 2007)
b. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi penyebab
pokok pada OA sekunder. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah)
dalam batas normal kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan
arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rhematoid dan
komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin
didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang,
peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein
(Soeroso, 2009).
c. Pemeriksaan Marker
Destruksi rawan sendi pada OA melibatkan proses degradasi matriks
molekul yang akan dilepaskan kedalam cairan tubuh, seperti dalam cairan
sendi, darah, dan urin. Beberapa marker molekuler dari rawan sendi dapat
digunakan dalam diagnosis, prognostik dan monitor penyakit sendi seperti RA
dan OA dan dapat digunakan pula mengidentifikasi mekanisme penyakit pada
tingkat molekuler.
Marker yang dapat digunakan sebagai uji diagnostik pada OA antara lain:
Keratan sulfat, Konsentrasi fragmen agrekan, fragmen COMP (cartilage
alogometric matrix protein), metaloproteinase matriks dan inhibitornya dalam
cairan sendi. Keratan sulfat dalam serum dapat digunakan untuk uji diagnostik
pada OA generalisata. Marker sering pula digunakan untuk menentukan
beratnya penyakit, yaitu dalam menentukan derajat penyakit.
Selain sebagai uji diagnostik marker dapat digunakan pula sebagai marker
prognostik untuk membuat prediksi kemungkinan memburuknya penyakit.
Pada OA maka hialuronan serum dapat digunakan untuk membuat prediksi
pada pasien OA lutut akan terjadinya progresivitas OA dalam 5 tahun.
Peningkatan COMP serum dapat membuat prediksi terhadap progresivitas
penggunaan untuk petanda lainnya maka marker untuk prognostik ini masih
diteliti lagi secara prospektif dan longitudinal dengan jumlah pasien yang
lebih besar.
Marker dapat digunakan pula untuk membuat prediksi terhadap respons
pengobatan. Pada OA maka analisa dari fragmen matriks rawan sendi yang
dilepaskan dan yang masih tertinggal dalam rawan sendi mungkin dapat
memberikan informasi penting dari perangai proses metabolik atau peranan
dari protease. Sebagai contoh maka fragmen agrekan yang dilepaskan dalam
cairan tubuh dan yang masih tertinggal dalam matriks, sangatlah konsisten
dengan aktivitas 2 enzim proteolitik yang berbeda fungsinya terhadap matriks
rawan sendi pada OA. Enzim tersebut ialah strolielisin dan agrekanase.
Penelitian penggunaan marker ini sedang dikembangkan.
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:
a. Meredakan nyeri
b. Mengoptimalkan fungsi sendi
c. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
d. Menghambat progresivitas penyakit
e. Mencegah terjadinya komplikasi

Spektrum terapi yang diberikan meliputi fisioterapi, pertolongan


ortopedi, farmakoterapi, pembedahan, rehabilitasi.

a) Terapi Konservatif

Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada


pasien, pengaturan gaya hidup, apabila pasien termasuk
obesitas harus mengurangi berat badan, jika memungkinkan tetap
berolah raga (pilihan olah raga yang ringan seperti bersepeda,
berenang).

b) Fisioterapi

Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur,

transverse friction (tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA),


latihan stimulasi otot, elektroterapi.

c) Pertolongan ortopedi

Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti


sepatu yang bagian dalam dan luar didesain khusus pasien OA,
ortosis juga digunakan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan
fungsi sendi.

d) Farmakoterapi

1) Analgesik / anti-inflammatory agents

COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik. Keamanan dan


kemanjuran dari obat anti inflamasi harus selalu dievaluasi agar tidak
menyebabkan toksisitas. Contoh:

a. Ibuprofen : untuk efek antiinflamasi dibutuhkan dosis 1200-


2400mg sehari.

b. Naproksen : dosis untuk terapi penyakit sendi adalah 2 x 250-


375mg sehari. Bila perlu diberikan 2 x 500mg sehari.

2) Glucocorticoids

Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan efusi


sendi akibat inflamasi. Contoh: Injeksi triamsinolon asetonid
40mg/ml suspensi hexacetonide 10 mg atau 40 mg.

3) Asam hialuronat

4) Kondroitin sulfat

5) Injeksi steroid seharusnya digunakan pada pasien


dengan diabetes yang telah hiperglikemia.

Setelah injeksi kortikosteroid dibandingkan dengan plasebo, asam


hialuronat, lavage (pencucian sendi), injeksi kortikosteroid
dipercaya secara signifikan dapat menurunkan nyeri sekitar 2-3
minggu setelah penyuntikan.

e) Non Farmakoterapi

1) Edukasi

Memberitahukan tetang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar


penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat
digunakan.

2) Menurunkan BB

Berat badan berlebih merupakan faktor resiko dan faktor yang akan
memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu
dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka
harus diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin mendekati
berat badan ideal.

3) Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/fisioterapi

Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat


dipakai dan melatih pasien untuk melindungu sendi yang sakit.
Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot,
dan menambah luas pergerakan sendi.

f) Pembedahan

1) Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan menyebabkan


rata infeksi yang rendah (dibawah 0,1%). Pasien dimasukkan ke
dalam kelompok 1 debridemen artroskopi, kelompok 2 lavage
artroskopi, kelompok 3 merupakan kelompok plasebo hanya dengan
incisi kulit. Setelah 24 bulan melakukan prosedur tersebut
didapatkan hasil yang signifikan pada kelompok 3 dari pada
kelompok 1 dan 2.

2) Khondroplasti : menghilangkan fragmen kartilago. Prosedur ini


digunakan untuk mengurangi gejala osteofit pada kerusakan
meniskus.

3) Autologous chondrocyte transplatation (ACT)

4) Autologous osteochondral transplantation (OCT)

(Michael et. al, 2010).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOATRITIS


1. Pengkajian
a. Identitas
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, staus perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi,
pekerjaan pasien, dan nama penanggung jawab.
b. Status kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya klien datang ke rumah sakit
dengan keluhan nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
b) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
c) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan apakah klien sudah pernah di rawat di Rumah Sakit/puskesmas
dengan keluhan osteoarthritis atau penyakit lainnya.
d) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah keluarga klien mempunyai riwayat penyakit keluarga,
misalnya hipertensi dan diabetes.
c. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a) Pola manajemen kesehatan danpersepsi kesehatan
Kaji pasien mengenai arti sehat dan sakit bagi pasien, pengetahuan status
kesehatan pasien saat ini.
b) Pola metabolic-nutrisi
Kaji pasien mengenai kebiasaan jumlah makanan dan kehidupan, jenis dan
jumlah (makanan dan minum), pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir,
porsi yang dihabiskan, nafsu makan.
c) Pola eliminasi
Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan lain.
Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna , bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan lain.
d) Gerak dan aktivitas
Kaji pasien mengenai aktifitas kehidupan sehari-hari, kemampuan untuk
merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan, kamar mandi), Mandiri
bergantung atau perlu bantuan, penggunaan alat bantu (kruk,kaki tiga).
e) Pola istirahat-tidur
Kaji pasien mengenai kebiasaan tidar sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur
dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran). Data
pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum, mengantuk.
f) Pola persepsi-kognitif
Kaji pasien mengenai :
1) Gambaran tentang indra khusus (penglihatan, penciuman, pendengaran,
perasaan, peraba).
2) Penggunaan alat bantu indra
3) Persepsi ketidak nyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara komprahensif)
4) Keyakinan budaya terhadap nyeri
5) Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk mengontrol
dan mengatasi nyeri
6) Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)
d. Pola konsep diri-persepsi diri
Kaji pasien mengenai :
a) Keadaan social : pekerjaan, situasi keluarga, kelompok social
b) Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan
c) dari kelemahan yang dimiliki
d) Keadaan fisik : segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh (yang disukai dan
tidak)
e) Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri
f) Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
g) Riwayat berhubungan dengan masalah fisik atau psikologi
h) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurangi diri, murung, tidak mau
berinteraksi)
e. Pola hubungan-peran
Kaji pasien menganai:
a) Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman kerja
b) Kepuasan atau ketidak puasan menjalankan peran
c) Efek terhadap status kesehatan
d) Pentingnya keluarga
e) Struktur dan dukungan keluarga
f) Pola membesarkan anak
g) Hubungan dengan orang lain
h) Orang terdekat dengan klien
i) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
f. Pola reproduksi-seksualitas
Kajian pasien mengenai :
a) Masalah atau perhatian seksual
b) Menstruasi, jumlah anak, jumlah suami atau istri
c) Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual yang aman, pelukan, sentukan dll)
d) Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi
e) Efek terhadap kesehatan
f) Riwayat yang berhungan dengan masalah fisik dan atau psikologi
g) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudarah,
rectum)
g. Pola toleransi terhadap stress-koping
Kaji pasien mengenai :
a) Sifat pencetus stress yang di rasakan baru-baru ini
b) Tingkat stress yang dirasakan
c) Gambaran respon umum dan khusus terhadap stress
d) Strategi mengatasi mengatasi stress yang biasanya digunakan dan
keefektifannya
e) Strategi koping yang biasa digunakan
f) Pengetahuan dan penggunaan tehnik manajemen stress
g) Hubungan antara manajemen strees dengan keluarga
h. Pola keyakinan-nilai
Kajia pasien mengenai :
a) Latar belakang budaya atau etnik
b) Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok budaya
atau etnik
i. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Disamping menilai adanya
sinovasi pada setiap sendi, perhatikan juga hal- hal berikut ini:
a) Keadaan umum : komplikasi steroid, berat badan.
b) Tangan : meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan
c) Lengan : Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe
aksila.
d) Wajah : periksa mata untuk sindroma sjorgen, skleritis, episkelritis,
skleromalasia perforans, katarak anemia dan tanda- tanda hiperviskositas pada
fundus. Kelenjar parotis membesar
e) Mulut : (Kring, karies dentis, ulkus) catatan: artritis rematoid tidak
menyeababkan iritasi.
f) Leher : adanya tanda- tanda terkenanya tulang servikal.
g) Toraks : Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta
dan mitral). Paru- paru (adanya efusi pleura, fibrosis, nodul infark, sindroma
caplan)
h) Abdomen: andanya splenomegali dan nyeri tekan epigastrik
i) Panggu dan lutut : tungkai bawah danya ulkus, pembengkakan betis (kista baker
yang ruptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda- tanda kompresi
medula spinalis.
j) Kaki : efusi lutut, maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantong
suprapatelar mengakibatkan pembengkakan diatas dan sekitar patela yang
berbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi pergelangan kaki akan terjadi
pembengkakan pada sisi anterior.
k) Urinalisis : untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk
menentukan adanya darah.
2. Diagnosis keperawatan
1) Nyeri Kronis berhubungan dengan kondisi musculoskeletal
2) Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kekakuan sendi
3) Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
4) Deficit Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar
informasi
5) Ansietas berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi
3. Rencana keperawatan
N Diagnosa Tujuan dan Intervensi
o Kriteria
Hasil

1 Nyeri kronis SLKI : Tingkat SIKI :


Nyeri Setelah Manajemen
dilakukan asuhan
Nyeri
keperawatan
selama … x 24 1. Identifikasi local,
jam diharapkan karakteristik,
tingkat nyeri durasi, frekuensi,
berkurang, kualitas,
dengan KH : inversitas nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi
berkurang skala nyeri
(skala nyeri 1-
3. Identifikasi
3)
respon
2. Pasien tampak nyeri
tidak meringis non verbal
3. Pasien tampak 4. Identifikasi
tidak gelisah factor yang
memperberat dan
memperingan
nyeri
5. Berikan teknik
nonfarmakologi s
untuk
mengurangi rasa
nyeri (mis.
Hypnosis,
akupresur,
terapi music)
6. Control
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
7. Fasilitasi
istirahat dan
tidur
8. Jelaskan
penyebab, periode
dan pemicu nyeri
9. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
10. Ajarkan
teknik non
farmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
11. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
Perlu
2 Gangguan Mobilitas Fisik SLKI : Mobilitas Fisik SIKI :Dukungan
Setelah dilakukan Mobilisasi
asuhan keperawatan
selama … x 24 jam 1. Identifikasi adanya
diharapkan mobilitas nyeri atau keluhan
fisik meningkat, fisik lainnya
dengan KH :
2. Monitor frekuensi
1. Pergerakan
jantung dan
ekstremitas
tekanan darah
meningkat
sebelum memulai
2. Kekuatan otot
mobilisasi
Meningkat
3. Monitor kondisi
3. Rentang
umum selama
gerak(ROM)
melakukan mobilisasi
meningkat
4. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu
5. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
6. Jelaskan tujuan
dukungan prosedur
mobilisasi
7. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
3 Defisit Perawatan Diri SLKI : Perawatan Diri SIKI : Dukungan
Setelah dilakukan Perawatan Diri
asuhan keperawatan
selama … x 24 jam 1. Identifikasi kebiasaan
diharapkan perawatan
aktivitas perawatan
diri meningkat,
dengan KH : diri
1. Kemampuan 2. sesuai usia
mandi meningkat
3. Monitor tingkat
2. Kemampuan
mengenakan kemandirian
pakaian 4. Siapkan keperluan
3. meningkat
pribadi
4. Kemampuan
makan meningkat 5. Fasilitasi
5. Kemampuan ke kemandirian, bantu
toilet (BAB/BAK) jika tidak mampu
meningkat
melakukan perawatan
6. Minat melakukan
perawatan diri diri
meningkat 6. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
4 Deficit Pengetahuan SLKI : Tingkat SIKI : Edukasi
Pengetahuan
Setelah dilakukan Kesehatan
asuhan keperawatan
selama … x 24 jam 1. Identifikasi kesiapan
diharapkan tingkat dan kemampuan
pengetahuan
menerima
meningkat, dengan
KH : 2. informasi
1. Verbalisasi minat 3. Sediakan materi dan
dalam belajar
media pendidikan
meningkat
2. Kemampuan 4. kesehatan
menjelaskan 5. Jadwalkan
pengetahuan pendidikan kesehatan
tentang suatu topik
meningkat sesuai kesepakatan
3. Perilaku sesuai 6. Berikan kesempatan
dengan untuk bertanya
pengetahuan
7. Jelaskan factor
meningkat
resiko yang
dapat mempengaruhi
8. kesehatan
9. Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
5 Ansietas SLKI : Tingkat SIKI : Reduksi Ansietas
Ansietas
Setelah dilakukan 1. Identifikasi saat
asuhan keperawatan tingkat ansietas
selama … x 24 jam
berubah (mis.
diharapkan tingkat
ansietas menurun, Kondisi, waktu,
dengan KH : stressor)
1. Verbalisasi
kebingungan 2. Monitor tanda- tanda
menurun
ansietas (verbal dan
2. Verbalisasi
khawatir akibat non verbal)
kondisi yang di
hadapi 3. Ciptakan suasana
menurun terapeutik untuk
3. Perilaku menumbuhkan
gelisah menurun
kepercayaan
4. Perilaku
tegang menurun
4. Pahami situasi
Konsentrasi pola
tidur membaik yang membuat
(6-8 jam/perhari) ansietas

5. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang
memicu kecemasan

6. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis,pengobatan
dan prognosis

7. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan

8. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan

9. Latih teknik
relaksasi

10. Kolaborasi
pemberian obat
antiansientas, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta,
EGC, Hamzah, : Ensiklopedia Artikel Indonesia, Surabaya

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC,

Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford
University Press

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta

Soeparman dkk,2007  Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta

Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,

Imam, S Dkk.2005. Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media:malang

McFaden, ER. 2005. Osteoartritis. In: Kasper, DL. Pauci, AS. Longo, DL. Draunwald, E.
Hauser, SL. Jameson, JL. (eds), Harrison’s Principal of Medicine, 16th ed, Vol 2,
McGraw-Hill, Philladelphia, pp:1508-1515.

Nurma, Ningsih lukman., 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
system musculoskeletal. Jakarta: salemba medika.

Smeltzer C. Suzannne, (2002 ), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa


Andry Hartono, dkk., Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai