BAB I
PENDAHULUAN
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menjelaskan pengertian dari Osteoartritis.
b. Untuk menjelaskan Etiologi dari Osteoartritis.
c. Untuk menjelaskan manifestasi klinisOsteoartritis.
d. Untuk menjelaskan anatomi fisiologi Osteoartritis
e. Untuk menjelaskan klasifikasi dari Osteoartritis.
f. untuk menjelaskan patofisiologi asteoartritis.
f. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan gangguan dengan Osteoartritis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Fetebrata, panggul, lutut dan pergelangan kaki
yang paling sering terkena OA (sudoyo aru, dkk: 2009)
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis
(sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering
ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer ,
C Suzanne, 2002 hal 1087)
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang
menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia,
penyakit ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering
dijumpai pada usia di atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan
adanya perbedaan frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).
osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi
yang dapat digerakkan, terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran
patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang rawan sendi serta
terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang
membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme,
fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan
subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian. (R. Boedhi
Darmojo & Martono Hadi ,1999)
B. ETIOLOGI
Faktor-faktor resiko osteoartritis
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Ras
4. Faktor keturunan
5. Faktor metabolik endokrin
6. Faktor mekanik serta kelainan geometri sendi
7. Trauma dan faktor okupasi
8. Cuaca atau iklim
9. Diet
Kelainan yang dapat ditemukan dalam tulang rawan sendi, tulang, membran
sinofial, kapsul sendi, badan lepas (loos bodies), efusi, nodus heberden dan
bouchard. (Khairuddin: 2003)
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Hasil penelitian
menunjukan 87% adalah kasus OA primer, dan 13% kasus OA sekunder. Menurut
klasifikasi rontgentography, 38% adalah jenis awal, 28,5% jenis patellofemoral
dan 23,2% jenis medio-patellofemoral. Klasifikasi radiologi itu terkait dengan
manifestasi klinis jika varus dan deformitas valgus lebih parah, penilaian X ray
juga akan menjadi lebih parah (Yongping et al., 2000)
Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini,
yaitu:
a. Usia lebih dari 40 tahun
b. Jenis kelamin
c. Suku bangsa
d. Genetik
g. Kelainan pertumbuhan
BAB I
PENDAHULUAN
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menjelaskan pengertian dari Osteoartritis.
b. Untuk menjelaskan Etiologi dari Osteoartritis.
c. Untuk menjelaskan manifestasi klinisOsteoartritis.
d. Untuk menjelaskan anatomi fisiologi Osteoartritis
e. Untuk menjelaskan klasifikasi dari Osteoartritis.
f. untuk menjelaskan patofisiologi asteoartritis.
f. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan gangguan dengan Osteoartritis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Fetebrata, panggul, lutut dan pergelangan kaki
yang paling sering terkena OA (sudoyo aru, dkk: 2009)
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis
(sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering
ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer ,
C Suzanne, 2002 hal 1087)
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang
menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia,
penyakit ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering
dijumpai pada usia di atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan
adanya perbedaan frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).
osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi
yang dapat digerakkan, terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran
patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang rawan sendi serta
terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang
membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme,
fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan
subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian. (R. Boedhi
Darmojo & Martono Hadi ,1999)
B. ETIOLOGI
Faktor-faktor resiko osteoartritis
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Ras
4. Faktor keturunan
5. Faktor metabolik endokrin
6. Faktor mekanik serta kelainan geometri sendi
7. Trauma dan faktor okupasi
8. Cuaca atau iklim
9. Diet
Kelainan yang dapat ditemukan dalam tulang rawan sendi, tulang, membran
sinofial, kapsul sendi, badan lepas (loos bodies), efusi, nodus heberden dan
bouchard. (Khairuddin: 2003)
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Hasil penelitian
menunjukan 87% adalah kasus OA primer, dan 13% kasus OA sekunder. Menurut
klasifikasi rontgentography, 38% adalah jenis awal, 28,5% jenis patellofemoral
dan 23,2% jenis medio-patellofemoral. Klasifikasi radiologi itu terkait dengan
manifestasi klinis jika varus dan deformitas valgus lebih parah, penilaian X ray
juga akan menjadi lebih parah (Yongping et al., 2000)
Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini,
yaitu:
a. Usia lebih dari 40 tahun
b. Jenis kelamin
c. Suku bangsa
d. Genetik
g. Kelainan pertumbuhan
E. KLASIFIKASI
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
a) Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis. OA Primer tidak diketahui dengan jelas
penyebabnya, dapat mengenai satu atau beberapa sendi. OA jenis ini terutama
ditemukan pada pada wanita kulit putih, usia baya, dan umumnya bersifat poli-
articular dengan nyeri akut disertai rasa panas pada bagian distal interfalang, yang
selanjutnya terjadi pembengkakan tulang (nodus heberden).
b) Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur. OA sekunder
dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan pada sinovia
sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder
(Long, C Barbara, 1996 hal 336)
C. PATOFISIOLOGI
D. WOC
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
A. Terapi non Farmakologi
1) Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar
penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap
terpakai (Soeroso, 2006).
Hasil penelitian yang telah dilakukan Zhang et al., bahwa edukasi memiliki
manfaat sebesar 59% untuk terapi non farmakologi pada pasien OA (Zhang et al.,
2007).
2) Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih
pasien untuk melindungi sendi yang sakit (Soeroso, 2006).
Hasil penelitian yang telah dilakukan Zhang et al., bahwa rehabilitasi memiliki
manfaat sebesar 67% untuk terapi non farmakologi pada pasien OA (Zhang et al.,
2007).
B. Terapi Farmakologis
Penanganan terapi farmakologi meliputi penurunan rasa nyeri yang timbul,
memeriksa gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi
klinis dari ketidakstabilan sendi (Felson, 2006).
1) (Non-steroidanti-inflammatory drugs) NSAIDs, Inhibitor Siklooksigenase-
2 (COX-2), dan Asetaminofen.
Hasil penelitian yang dilakukan Rahme et al., menunjukan proporsi penggunaan
NSAIDs di populasi geriatrik sebanyak 61% dan penggunaan NSAIDs memiliki
efek samping GI sebanyak 29,9% (Rahme et al., 2002). Untuk mengobati rasa
nyeri yang timbul pada OA, penggunaan obat NSAIDs dan Inhibitor COX-2
dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko
toksisitas obat NSAIDs lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap
menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain
untuk mengurangi dampak toksisitas dari NSAIDs adalah dengan cara
mengkombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2 (Felson, 2006).
Keterbatasan penggunaan NSAIDs adalah toksisitasnya. Toksisitas
NSAIDs yang sering dijumpai efek sampingnya pada traktus gastrointestinal,
terutama jika NSAIDs digunakan bersama obat lain, alkohol, kebiasaan merokok
atau dalam keadaaan stres. Usia juga merupakan faktor resiko untuk mendapatkan
efek samping gastrointestinal akibat NSAIDs. Bagi pasien yang sensitif dapat
digunakan preparat NSAIDs dalam bentuk supositoria, pro drug, enteric coated,
slow realease atau non-acidic. Preparat dalam bentuk ini kurang berpengaruh pada
mukosa lambung dibanding dengan preparat biasa. Pada pihak lain walaupun
NSAIDs dalam bantuk ini seringkali dianggap kurang menyebabkan timbulnya
iritasi gastrointestinal akibat kontak langsung dengan gastroduodenal umumnya
obat dalam bentuk ini tetap memiliki efek sistemik terutama dalam menekan
sintesis prostaglandin sehingga obat ini juga harus digunakan secara hati-hati
terutama pada pasien yang telah memiliki gangguan mukosa gastroduodenal. Efek
samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan NSAIDs antara lain adalah
reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta penekanan
hematopoetik (Anonim, 1996).
2) Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat–obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat–obatan yang termasuk
dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya (Felson, 2006).
a). Tetrasiklin dan derivatnya, contohnya doxycycline, mampu
menghambat kerja enzim MMP. Obat ini baru dipakai pada hewan, belum dipakai
pada manusia.
b). Asam hialuronat disebut viscosupplement karena dapat memperbaiki
viskositas cairan sinovial. Obat ini diberikan secara intraartikular. Asam
hialuronat berperan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui
agregasi dengan proteoglikan.Pada binatang percobaan, obat ini dapat mengurangi
inflamasi pada sinovium, menghambat angiogenesis dan kemotaksis sel-sel
inflamasi.
c). Glikosaminoglikan dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan
dalam degradasi tulang rawan dan merangsang sintesis proteoglikan dan asam
hialuronat pada kultur tulang rawan sendi manusia.
d). Kondroitin sulfat, merupakan bagian dari proteoglikan pada tulang
rawan sendi. Tulang rawan sendi terdiri atas 2% sel dan 98% matriks ekstraseluler
yang terdiri dari kolagen dan proteoglikan. Matriks ini membentuk struktur yang
utuh sehingga mampu menahan beban tubuh. Pada penyakit sendi degeneratif
seperti OA terjadi kerusakan tulang rawan sendi dan salah satu penyebabnya
adalah hilangnya atau berkurangnya proteoglikan. Efektivitas kondroitin sulfat
melalui 3 mekanisme utama, yaitu anti inflamasi, efek metabolik terhadap sintesis
hialuronat dan proteoglikan serta anti degradatif melalui hambatan enzim
proteolitik dan menghambat efek oksigen reaktif.
e). Vitamin C, dapat menghambat aktivitas enzim lisozim. Dalam
penelitian ternyata bermanfaat dalam terapi OA.
F. KOMPLIKASI
a. Rambut
Biasanya rambut klien terlihat bersih dan rambut berwarna hitam, dan rambut
tidak rontok.
b. Wajah
Biasanya kulit wajah baik dan tidak terdapat edema
b. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis dan sclera tidak ikterik, biasanya respon
cahaya baik (+)
c. Hidung
Biasanya bentuk telinga simetris kiri dan kanan , dan biasanya tidak ada pembesaran
polip.
d. Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris kiri dan kanan, dan fungsi pendengaran baik
e. Mulut
Biasanya mukosa mulut tidak pecah-pecah, dan biasanya lidah bersih.
f. Thoraks
I : biasanya bentuk dada simetris kiri dan kanan
P: biasanya vocal premitus kiri dan kanan
P: biasanya saat perkusi bunyi sonor
A: biasanya tidak terdapat bunyi nafas tambahan
g. Jantung
I: biasanya ictus cordis tidak terlihat
P: biasanya ictus cordis teraba
P: biasanya bunyi jantung pekak
A: biasanya bunyi jantung teratur
h. Abdomen
I: biasanya simetris kiri dan kanan
P: biasanya bising usus normal
P: biasanya tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas
A: biasanya bunyi thimpany
i. Genetalia urinaria
Biasanya tidak terdapat gangguan eliminasi, dan tidak terpasang
kateter
j. Ekstremitas
Biasanya klien mengalami nyeri sendi,dan biasanya klien mengalami
kekakuan sendi, dan tidak dapat melakukan kegiatan pergerakan, dan biasanya
panjang ekstremitas bawah yang tidak sama panjang.
k. Integument
Biasanya turgor kulit baik
l. Neurologis
Biasanya kesadaran klien baik dan peka terhadap rangsangan, kecuali daerah yang
mengalami nyeri sendi atau kaku sendi.
2. Eliminasi
a. Sehat: biasanya 1x sehari
b. Sakit: biasanya 2x sehari
3. Istirahat
a. Sehat: biasanya 8-9 jam perhari
b. Sakit: biasanya 5-6 jam perhari
4. Aktivitas
a. Sehat: biasanya bisa bergerak bebas dan mandi 2x sehari
b. Sakit: biasanya klien sering mengalami nyeri ada saat beraktivitas dan mandi 1x
sehari.
5. Data psikologis
Biasanya klien sering mengalami kecemasan, dan biasanya klien sering emosi
tiba-tiba.
ANALGESIK
ADMINISTRATION
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2. Instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, frekuensi.
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
Satu
5. Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI (1995), Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Maskuloskeletal, Jakarta, Pusdiknakes.