Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyalin sendi secara perlahan, meningkatnya ketebalan serta sklerosis
dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsul sendi,
timbulnya peradangan dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi (Kapoor
et, al 2011). Osteoarthritis biasa mengenai sendi yang menopang berat badan seperti
lutut, panggul, tulang belakang dan kaki. Osteoarthritis berperan penting sebagai
penyebab utama nyeri dan disabilitas pada lansia (Toivanen et, al 2009).
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling sering terjadi.Prevalensi
osteoarthritisdi Indonesia mencapai 23,6% sampai 31,3% dan diperkirakan 1-2 juta
lansia menderita cacat akibat osteoarthritis (Andriyasa, 2012). Menurut Arissa (2009)
mengatakan bahwa angka kejadian tertinggi osteoarthritisditemukan pada usia >55 tahun
(59,17%) dari keseluruhan kasus osteoarthritis di RSU Dokter Soedarso Pontianak.
Sendangkan menurut Arifin (2010) prevalensi osteoartritis di Malang pada usia dibawah
70 tahun cukup tinggi, yaitu 21,7% menyerang pada usia antara 49-60 tahun, yang terdiri
dari 6,2% laki-laki dan 15,5% perempuan. Di China, osteoarthritis merupakan penyebab
utama dari disabilitas pada kelompok usia >40 tahun (Shen, 2014). Angka prevalensi di
Amerika Serikat untuk kasusosteoarthritislutut pada orang dewasa usia diatas 60 tahun
adalah 42,1% pada wanita dan 31,2% pada laki-laki (Debi et al 2009).
Faktor risiko utama pada osteroarthritis adalah usia, jenis kelamin perempuan,
obesitas, aktivitas fisik, faktor genetik, ras, trauma sendi, dan chondrocalcinosis. Kurang
bergerak, obesitas dan penyakit metabolisme seperti diabetes dapat memperparah
osteoarthritis. Osteoarthritis juga lebih sering terjadi pada kelompok perempuan usia
menopause yang memiliki kadar estrogen rendah, berat badan berlebih, dan masih aktif
bekerja (Bhaskar, 2016). Seseorang yang menderita osteoarthritis lutut lebih sering
menjalani berbagai masalah, seperti sakit dan nyeri di bagian sendi, keterbatasan
gerakan, krepitasi pada saat bergerak, bengkak, efusi berulang dan peradangan lokal
yang akhirnya mengarah pada pembatasan dalam bergerakyang dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari (Alamri, 2013) Pada
osteoarthritis lutut kerusakan sendi dan nyeri kronis dapat menyebabkan atrofi otot,
penurunan mobilitas, mengganggu keseimbangan dan kecacatan yang akan mengurangi
aktifitas fungsional (Ayesha, 2016).
Menurut Rifhan (2011) memaparkan bahwa ligament dan capsula, otot- otot dan
saraf sensori memiliki peran besar sebagai pelindung sendi yang berfungsi untuk
memberikan batasan pada range of motion (ROM). pada Osteoarhtritis knee meskipun
kerusakan identik idiopatik, namun kemungkinan besar diawali oleh gagalnya
mekanisme perlindungan sendi dan diikuti oleh proses degeneratif dan patogenesis
lainnya. Penurunan ROM dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
bertambahnya usia. Sehingga pada pasien osteoarthritis knee terutama lansia, aktifitas
fungsionalnya akan memburuk seiring bertambahnya waktu (Taibi & Vitiello, 2012).
Di Indonesia pasien dengan osteoarthritis knee masih sangat kurang diperhatikan.
Menurut Perhimpunan Reumatologi Indonesia, dalam penanganannya selama ini apabila
keadaan sendi semakin memburuk biasanya diberikan obat untuk mengontrol
perlambatan kerusakan yang terjadi dan mengurangi rasa nyeri, selanjutnya jika tetap
nyeri walaupun sudah menjalani semua prosedur pengobatan maka pilihan terakhir yaitu
dengan operasi (Hamijoyo, 2012).
Beberapa tindakan yang digunakan untuk mengatasi keluhan dari osteoarthritis
knee diantaranya adalah pengobatan secara farmakologis, non-farmakologis, dan
surgery. Pengobatan secara non-farmakologis yang diberikan untuk pasien osteoarthritis
knee diantaranya adalah sebagai berikut; Ultrasound, Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation (TENS), Infra Red Therapy, Micro Wave Diathermy (SWD), Exercise
(Bagnato et al, 2012).Komplikasi yang paling sering terjadi apabila penanganan
osteoarthritis tidak maksimal, yaitu diantaranya; nyeri, kelemahan otot, penurunan
derajat range of motion (ROM), Micrystaline arthrophy, Osteonekrosis, Ruptur Baker
cyst, Bursitis, Symtomatic Meniscal Tear (Vesri, 2013)

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apakah pengertian osteoarthritis?
b. Bagaimana anatomi knee join?
c. Apakah etiologi osteoarthritis?
d. Bagaimana patofisiologi osteoarthritis?
e. Bagaimana manifestasi klinik osteoarthritis?
f. Apa saja pemeriksaan dari osteoarthritis?
g. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus osteoarthritis?
C. TUJUAN PENULIS
a. Untuk mengetahui pengertian osteoarthritis.
b. Untuk mengetahui anatomi osteoarthritis.
c. Untuk mengetahui etiologi osteoarthritis.
d. Untuk mengetahui patofisiologi osteoarthritis.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari osteoarthritis.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan dari osteoarthritis.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus osteoarthritis.

D. MANFAAT PENULIS
a. Bagi Penulis
Manfaat dari penulis adalah untuk memperoleh pengetahuan dan wawasan mengenai
kasus osteoarthritis knee dan penanganan fisioterapi terhadap kasus osteoarthritis
knee.
b. Bagi Fisioterapi
Untuk menambah pengetahuan terutama pada kasus musculoskeletal dan menambah
ilmu pengetahuan tentang penaganan terhadap kasus musculoskeletal osteoarthritis.
c. Bagi Pasien
Untuk memberi wawasan bagi pasien tentang bagaimana cara penanganan fisioterapi
sehingga dapat membantu mengurangi masalah-masalah yang muncul akibat dari
osteoarthritis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Osteoarthtritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif kronik yang sering terjadi
dan berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi secara perlahan hingga menimbulkan
gangguan dampak pada tulang, jaringan lunak dan cairan synovial di sekitarnya
(Yuniarti, 2010). Hwamdeh dan Al-ajlouni (2013) menyebutkan bahwa Osteoarthritis
merupakan penyakit kronis multifaktorial yang ditandai dengan degenerasi progresif
pada sendi dengan disertai oleh sclerosis subchondral tulang yang dapat menyebabkan
terjadinya pembentukan dari kista tulang dan osteofit marginal, sendi yang biasanya
terkena osteoarthritis yaitu pada knee, hip, hands dan spine, namun paling sering terjadi
pada knee joint (Elshazly, et al, 2013). Osteoarthritis ialah sesuatu penyakit sendi yang
menahun yang ditandai dengan adanya kelainan pada tulang rawan ( kartilago ) sendi
dan tulang didekatnya. Tulang rawan ( kartilago) adalah bagian dari sendi yang melapisi
ujung dari tulang, untuk memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago
atau tulang rawan akan berakibat tulang bergesek dengan tulang yang lainnya, sehingga
timbul gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan gerakan pada sendi ( Nur, 2009).

B. ANATOMI KNEE JOINT


Sendi lututjuga dengan knee joint merupakan sendi yang paling besar pada tubuh
manusia dan merupakan sendi yang paling rentan karena menjadi tumpuan dari berat
beban tubuh manusia. Knee joint merupakan sendi yang tersusun dari Os Fibula, Os.
Tibia, dan Os Femur yang kemudian disatukan dan diikat oleh ligamentum (Schmidler,
2016). Beberapa penyusun knee joint adalah sebagai berikut:
1. Joint
Knee joint merupakan jenis hinge joint dan secara konseptual terbentuk dari beberapa
hubungan antar tulang atau articulatio, yaitu patello-femoral joint (hubungan antara
Os patella dengan Os femur), tibio-femoral joint (hubungan antara Os tibia dan Os
femur), dan tibio-fibular joint (hubungan antara Os tibia dengan Os fibula) (Flandry
& Hommel, 2011).
Gambar 2.1
Struktur Knee Joint

2. Bones
a. Os. Femur
Tulang femur bagian distal dibentuk oleh condylus lateral dan condylus medial,
bagian anterosuperior dari condylus membentuk alur antara intercodylar groove
atau trochlear groove (Yadav & Shashidharan, 2016). Disinilah akan terjadi
pertemuan antara posterior dari patella dengan femur, artikulasi cartilago dari
condylus femuralis untuk patellofemoral joint menyambung dengan condylus
femoralis untuk sendi tibiofemoral joint (Houglum & Bertoti, 2012).
b. Os. Tibia
Tulang tibia memiliki permukaan artikulasi yang lebih kecil dari pada bagian
femur, tibia memiliki dua plateus yang berbentuk concave, atau condylus yang
memiliki hubungan dengan condylus femoralis medial dan lateral. Pada bagian
anterior tibia terdapat tuberositas tibialis yang mana merupakan daerah yang kasar
dan besar serta berfungsi sebagai tempat melekatnya tendon dari musculus
quadriceps femoris(Yadav & Shashidharan, 2016).
c. Os. Patella
Patella memiliki beberapa fungsi penting pada knee joint, yaitu (Houglum &
Bertoti, 2012) :
1) Untuk meningkatkan efisiensi dan meningkatkan torsi dari ekstensor knee
diseluruh rentang gerakan knee joint
2) Sebagai kekuatan central dari keempat otot quadriceps yang menjadi satu arah
ketika tertarik.
3) Memberikan mekanisme meluncur yang mulus untuk otot quadriceps dan
tendon sehingga dapat mengurangi kompresi dan gesekan selama melakukan
aktifitas seperti deep knee bends.
4) Berkonstribusi untuk stabilitas keseluruhan dari knee dan perlindungan tulang
5) Memberikan perlindungan dari trauma langsung ke condylus femoralis ketika
lutut bergerak kearah fleksi.
3. Ligamentum
Ligamentum merupakan ikatan dari beberapa ligamen. Ligamen adalah sebuah
jaringan fibrosa yang tersusun oleh serat kolagen yang memiliki sifat sangat kuat,
fleksibel dan resisten dari pukulan atau tekanan dari luar maupun dalam, ligamen
berfungsi sebagai penghubung tulang dengan tulang atau sendi (Quinn, 2016). Fungsi
utama ligament adalah sebagai stabilisator secara pasif dan membantu pergerakan
sendi ketika diberikan tahanan untuk mencapai lingkup gerak sendi secara normal.
Selain itu ligament juga berfungsi sebagai pelindung sendi yang mempertahankan
homeostasis postur (Mulyadi, 2015). Ligament yang terdapat pada knee joint
merupakan jenis articular, secara struktural lebih padat jika dibanding dengan jenis
struktur ligament lainnya (Hadi & Puji, 2015). beberapa ligament diantaranya adalah
sebagai berikut;
a. Medial Collateral Ligament (MCL)
Disebut MCL karena tempat ligament ini berada di tengah sendi lutut. MCL
berfungsi untuk menahan beban dari permukaan luar sendi lutut, sebagai penahan
beban tubuh ketika rotasi tibia pada femur, dan juga berperan saat gerakan
translasi Os. tibia pada Os. Femur (Lowe et al, 2016).
b. Lateral Collateral Ligament (LCL)
LCL merupakan ligament extracapsular. LCL menempel pada epycondylus
lateralis dari Os. Femur dan persendian dengan tendon m. Biceps Femoris ke
bagian conjoined tendon. Fungsi dari LCL adalah sebagai penahan beban varus
pada knee joint dan saat gerakan rotasi Os. tibia terhadap Os. Femur (Lowe et al,
2016).
c. Posterior Cruciatum Ligament (PCL)
PCL adalah ligament yang terhubung dari posterior superficial Os. Tibia. PCL
memiliki bentuk yang pendek. PCL berfungsi sebagai penahan ketika gerakan
posterior translation atau ketika knee flexi 75 – 90 derajat, rotasi dan valgus/
varus pada knee joint, medial tibial rotation 90 derajat (Lowe et al, 2016).
d. Anterior Cruciatum Ligament (ACL)
ACL tepatnya berada di area depan pada knee joint. ACL bertanggungjawab
untuk menahan beban di anterior knee joint, anterior translation Os. Tibia
terhadap Os. Femur (Lowe et al, 2016).

Gambar 2. 2 Ligament pembentuk sendi

4. Kartilago
Kartilago merupakan tulang rawan yang melapisi ujung tulang.
Kartilagodibutuhkan untuk mentransmisikan beban tubuh dan gerakan dari satu
segmen ke segmen lainnya. Sehingga, cartilago sangat bermanfaat sebagai
adaptability dan stabilitas sendi (Nwamaka, 2009).
Kartilagomengandung kolagen, sehingga semakin tinggi kandungan serabut
kolagen pada Kartilago, maka semakin kuat. Kartilagotidak memiliki kapiler darah
sehingga makanan didapatkan dari jaringan sekitar. (Hartono, 2015).

5. Membran synovial dan cairan synovial


Nwamaka (2009) mengatakan bahwa membran synovial disebut juga synovium
yang berasal dari bahasa Latin, berarti “dengan telur”, sebab cairan sinovial yang
terdapat pada sendi menyerupai putih telur (Mulyadi, 2014). Membran synovial
menyelubungi capsule joint pada sendi lutut. Membran sinovial juga terdapat di
permukaan ujung tulang, ligament intra-artikular dan tendon (Nwamaka, 2009).
Struktur synovium pada umumnya terdiri dari 2 lapisan, yaitu lapisan luar atau
subintima yang bersama-sama membentuk sebuah perlindungan untuk melindungi
cairan sinovial dan jaringan sekitarnya dan memiliki fungsi preventif untuk
menghindari terjepitnya sendi ketika terjadi trauma (Mulyadi, 2014). Jenis sel intima
ada 2, yaitu fibroblast dan makrofag. Fibroblast bekerja untuk pembuatan rantai
polimer gula atau hyaluronan yang berfungsi untuk melumasi sendi. Sedangkan
makrofag berfungsi untuk menelan molekul asing yang berbahaya (Mulyadi, 2014).
Adanya hyaluronic di dalam cairan synovial sehingga menyebabkan cairan
synovial bersifat kental yang berfungsi untuk membantu mengumpulkan dan menahan
air, meningkatkan pelumasan dan mengurangi gesekan, sehingga sel – sel di dalam
sendi dapat bergerak dan bekerja (William & Wilkins, 2003).
6. Meniscus
Meniscus adalah bantalan pada sisi dalam dan luar pada knee joint. Meniscus
sering diartikan sebagai cartilago semilunaris atau disebut dengan lamella
fibrocartilage berbentuk C. Pada sendi lutut, meniscus ada dua macam, yaitu meniscus
medialis dan meniscus lateralis (Makris et al, 2011).
7. Bursa
Pada knee joint terdapat bursa diantaranya yaitu (Houglum & Bertoti, 2012) :
a. Suprapatellar Bursa
Bursa ini terletak di bawah otot quadriceps, bursa suprapatellar merupakan bursa
terbesar dan selalu berinteraksi dengan sendi lutut.
b. Prepatellar Bursa
Bursa ini terletak diantara patella dan kulit.
c. Infrapatellar Bursa
Bursa infrapatellar ini terbagi dua yaitu superficial dan deep infrapatellar bursa.
Superficial infrapatellar bursa terletak diantara ligamentum patela dan kulit,
sedangkan deep infrapatellar bursa terletak diantara ligamentum patelae dan tibia.
d. Poplitea Bursa
Bursa ini terletak mengelilingi tendon popliteus, dan selalu berinteraksi dengan
rongga sendi.
e. Semimembranosus Bursa
Bursa ini terletak diantara tendon otot semimembranosus dan condylus medialis
dari tibia.
Gambar 2.3 Bursa pada knee joint

8. Otot penyusun knee joint


- Otot Penggerak Ekstensor Knee
Grup otot quadriceps femoris pada lutut terdiri dari empat otot yaitu rectus
femoris, vastus lateralis, vastus medialis dan vastus intermedius. Keempat otot ini
membentuk satu kesatuan distal yang kuat dengan patella, kapsul pada lutut dan
permukaan proksimal anterior dari tibia. Yang termasuk kedalam grup otot
quadriceps femoris yaitu (Houglum & Bertoti, 2012) :
a. M. Rectus femoris
Pada caput rectu, otot ini berorigo pada spina iliaca anterior inferior (SIAI),
sedangkan untuk caput reflexum otot ini berorigo pada tepi cranial dari
acetabulum. Berinsersio pada tepi proximal, lateral dan medial dari patella,
otot ini diinervasi oleh nervus femoralis dan berperan untuk gerak hip fleksi
dan ekstensi knee.
b. M. Vastus Lateralis
Otot ini berorigo pada lingkar distal dari trochanter major, labium lateral
linea asperae. Berinsersio pada tepi proximal, lateral dan medial dari
patella, otot ini diinervasi oleh nervus femoralis dan berperan untuk gerak
ekstensi knee.
c. M. Vastus Medialis
Otot ini berorigo pada dua pertiga bawah labium medial linea asperae.
Berinsersio pada tepi proximal, lateral, dan medial dari patella, otot ini
diinervasi oleh nervus femoralis dan berperan untuk ekstensi knee dan
sabilisasi patella.
d. M. Vastus Intermedius
Otot ini berorigo pada dua pertiga atas facies anterior dan aspek lateral
femur. Berinsersio pada tepi proximal, lateral, dan medial dari patella, otot
ini diinervasi oleh nervus femoralis dan berperan untuk ekstensi knee.

Gambar 2.4 Grup Otot Ekstensor Knee

- Otot Penggerak Flexor Knee


Grup otot flexor knee terdiri dari grup otot hamstring yaitu bicep femoris,
semitendinosus, semimembranosus (Kisner & Colby, 2012). Tetapi ada otot-otot
lain yang juga berkontribusi ketika gerakan fleksi lutut yaitu gastrocnemius,
plantaris, popliteus, gracillis, dan sartorius. Yang termasuk kedalam grup otot
hamstring yaitu (Houglum & Bertoti, 2012) :
a. M. Biceps Femoris
Pada caput longum otot ini berorigo di tuber ischiadicum, sedangkan pada
caput brevis otot ini berorigo pada sepertiga tengah labium laterale linea
asperae. Berinsersio pada caput fibulae, otot ini diinervasi oleh nervus
ischiadicus dan berperan untuk gerakan hip ekstensi, lateral rotasi hip, fleksi
knee, dan rotasi lateral knee.
b. M. Semitendinosus
Otot ini berorigo pada tuber ischiadicum, berinsersio pada permukaan
medial dari tuberositas tibiae. Otot ini diinervasi oleh nervus ischiadicus dan
berperan untuk gerakan ekstensi hip, medial rotasi hip, fleksi knee, medial
rotasi knee.
c. M. Semimembranosus
Otot ini berorigo pada tuber ischiadicum, berinsersio pada ujung proksimal
tibia di bawah condylus medialis, kapsul posterior sendi lutut, ligament
popliteum obliquum, fascia musculi poplitei. Otot ini diinervasi oleh nervus
inschiadicus dan otot ini berperan untuk ekstensi hip, medial rotasi hip, fleksi
knee, medial rotasi knee.
d. M. Gastrocnemius
Pada caput medial otot ini berorigo pada facies poplitea femoris disebelah
proksimal dari condylus medialis, sedangkan pada caput lateral berorigo
pada facies poplitea femoris di sebelah proksimal dari condylus lateralis.
Berinsersio pada tuber calcanei, otot ini diinervasi oleh nervus tibialis dan
berperan pada fleksi knee dan plantar fleksi dari ankle. )
e. M. Plantaris
Otot ini berorigo pada facies poplitea femoris di sebelah proksimal condylus
lateralis, berinsersio pada tuber calcanei. Otot ini diinervasi oleh nervus
tibialis dan berperan pada fleksor knee.
f. M. Popliteus
Otot ini berorigo pada epicondylus lateralis femoris, berisersio pada facies
posterior tibiae tepat di atas line musculi solei. Otot ini diinervasi oleh
nervus tibialis dan berperan untuk rotasi medial knee dan fleksi knee.

Gambar 2.5 Grup Otot Fleksor Knee


C. BIOMEKANIK
Biomekanik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang pergerakan tubuh
manusia yang meliputi otot, tulang, tendon dan ligament yang bekerja secara bersamaan
untuk menghasilkan suatau gerakan (Madeti & Rao, 2014). Biomekanik pada sendi lutut
terjadi karena axis gerak flexi dan ekstensi yang berada di atas permukaan sendi, yang
melewati condylus femoris. Gerakan rotasi axis longitudinal pada daerah condylus
medialis. Beban yang diterima sendi lutut secara biomekanik dalam keadaan normal
melalui knee joint bagian medial dan otot paha bagian lateral sebagai penyeimbang,
sehingga resultan akan jatuh di bagian sentral sendi lutut (Fitria, 2015).
1. Osteokinematik
Osteokinematik merupakan analisis gerak sendi yang dilihat dari pergerakan
yang terjadi antara dua tulang. Knee joint termasuk dalam jenis sendi giglyus (hinge
modified) dan mempunyai gerak yang cukup luas seperti sendi siku, lingkup gerak
sendi untuk gerakan flexi yang cukup besar. Gerakan yang terjadi pada sendi lutut
yaitu ketika flexi dan extensi knee pada bidang sagittal dengan ROM antara 120 – 130
derajat (140 derajat apabila diikuti flexi hip) dan 0 – 10 derajat ROM ketika extensi
jika diikuti dengan hip extensi. Gerakan rollling dan sliding tejadi pada kedua
permukaan tulang (Fitria, 2015).
2. Arthrokinematika
a. Arthrokinematics dari tibiofemoral joint
Close packed position knee joint adalah ketika gerakan ekstensi penuh.
Ketika gerakan ekstensi penuh, rotasi terminal menghasilkan pengetatan dari
ligament dan struktur kapsul untuk memberikan stabilisasi kuat pada sendi.
Tibiofemoral berada pada posisi ekstensi penuh, permukaan tibia yang concave
akan bergerak meluncur ke arah roll yang sama yaitu kearah anterior atau kearah
posterior, ketika tibia bergerak pada femur selama aktifitas open kinetic chain.
Oleh karena itu, ketika tibia bergerak forward rolls pada femur pada gerakan
ekstensi, tibia juga meluncur. Ketika tibia bergerak backward glides, tibia
meluncur ke posterior (Houglum & Bertoti, 2012).
b. Arthrokinematics dari patellofemoral joint
Permukaan posterior dari patella berbentuk concave dan bergerak pada
permukaan femoral yang berbentuk convex. Oleh karena itu, patellofemoral joint
diam dengan prinsip concave on convex. Posisi istirahat sendi patellofemoral
adalah ketika ekstensi penuh dan close packed position ketika gerakan fleksi.
Ketika lutut bergeak kearah fleksi patella meluncur ke inferior, dan ketika lutut
bergerak kearah ekstensi, patella meluncur ke superior (Houglum & Bertoti,
2012).

D. EPIDEMIOLOGI
Osteoarthritis merupakan penyakit degenerative yang berkaitan dengan kerusakan
kartilago sendi vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena
osteoarthritis. Di seluruh dunia, diperkirakan 9,6% pria dan 18% wanita diatas usia 60
tahun menderita osteoarthritis. Prevalensi osteoarthritisdi Indonesia, yaitu 5% pada
usia< 40 tahun, 30% pada usia antara 40-60 tahun dan 65% pada usia > 61 tahun. Sendi
yang paling banyak mengalami osteoarthritis adalah sendi lutut. Hampir 80%
osteoarthritispada usia diatas 60 tahun mengenai sendi lutut (Anwar, 2012).
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling sering terjadi. Prevalensi
osteoarthritis di Indonesia mencapai 23,6% sampai 31,3% dan diperkirakan 1-2 juta
lansia menderita cacat akibat osteoarthritis (Andriyasa, 2012). Menurut Arissa (2009)
mengatakan bahwa angka kejadian tertinggi osteoarthritis ditemukan pada usia >55
tahun (59,17%) dari keseluruhan kasus osteoarthritis di RSU Dokter Soedarso
Pontianak. Sendangkan menurut Arifin (2010) prevalensi osteoartritis di Malang pada
usia dibawah 70 tahun cukup tinggi, yaitu 21,7% menyerang pada usia antara 49-60
tahun, yang terdiri dari 6,2% laki-laki dan 15,5% perempuan. Di China, osteoarthritis
merupakan penyebab utama dari disabilitas pada kelompok usia >40 tahun (Shen, 2014).
Angka prevalensi di Amerika Serikat untuk kasus osteoarthritislutut pada orang dewasa
usia diatas 60 tahun adalah 42,1% pada wanita dan 31,2% pada laki-laki (Debi et al
2009).

E. PATOFISIOLOGI
Osteoarthritis disebabkan oleh perubahan biomekanikal dan biokimia tulang
rawan yang terjadi oleh adanya penyebab multifaktorial antara lain karena faktor umur,
stress, mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan, efek anatomi, obesitas dimana
akan terjadi ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis tulang rawan.
Ketidaseimbangan ini menyebabkan pengeluaran enzim-enzim degradasi dan
pengeluaran kolagen yang akan mengakibatkan kerusakan tulang rawan sendi dan
sinovium (sinovitis sekunder) akibat perubahan matrik dan struktur. (Kapoor, 2011).
Dekomposisi dari proteoglikan dan collagen bundles tiggers meningkatkan jumlah
air, ruang antara fibril yang diikuti oleh terjadinya nekrosis superfisial kondrosit dan
akan mengurangi kepadatan dari sel-sel ini, akibatnya permukaan sendi akan
mempengaruhi kapsul sendi, tulang subchondral, ligamen, otot dan tendon, termasuk
cairan sinovial (Hermento, 2015). Peningkatan hidrasi dari tulang rawan dan
proteoglikan, perubahan sifat mekanik dari jaringan akan memicu hilangnya integritas
dari permukaan artikular dan celah vertikal yang maju mengalami proses erosi dengan
konsekuensi terjadinya pemaparan dari tulang subchondral, kondisi ini akan
menyebabkan terjadinya nyeri, pembengkakan dan hilangnya mobilitas dari sendi pada
osteoarthritis (Hermento, 2015).
Kartilago articularis memiliki peran yang penting dalam mendistribusikan serta
menyebarkan gaya yang berkenaan dengan beban. Ketika kartilago artikularis
kehilangan integritasnya, gaya-gaya tersebut menjadi pusat pada tulang subkondral.
Hasilnya adalah degenerasi trabekular yang bersifat fokal, serta adanya pembentukan
kista, selain juga peningkatan vaskularisasi dan sklerosis reaktif pada zona dengan
beban maksimal (Solomon, 2011). Struktur yang tersisa dari kartilago tersebut masih
memiliki kemampuan regenerasi, perbaikan dan remodeling. Bagian pinggir kartilago
masih memiliki aktivitas pertumbuhan serta ostifikasi endokondral yang kemudian
akan berkontribusi pada pembentukan pada bagian osteofit (Solomon, 2011). Osteofit
sebagai suatu proses perbaikan untuk membentuk kembali persendian sehingga
dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif (Kapoor, 2011).
Menurut Enohumah & Imarengiaye (2008) dalam Mauludina (2017) mengatakan
bahwa tahap-tahap terjadinya osteoarthritis yaitu :
a. Tahap I : terjadi kerusakan proteolitik matriks tulang rawan
b. Tahap II : ada fibrilasi dan erosi dari permukaan tulang rawan, disertai dengan
pelepasan atau pemecahan produk ke dalam cairan sinovial
c. Tahap III : inflamasi sinovial dimulai ketika sel sinovial mencerna produk yang
rusak melalui fagositosis dan produksi protease dan cytokines proinflamasi.
Awalnya, perubahan kartilago dan tulang terfokus pada bagian tertentu dari sendi,
yaitu bagian yang lebih banyak menerima beban tubuh. Selain itu, terjadi pula
pelembutan dan pengurangan atau fibrilasi dari kartilago yang semula licin dan mulus.
Dengan adanya disintegrasi yang progresif dari kartilago, tulang yang berada
dibawahnya tersingkap yang memungkinkan terjadinya eburnasi yaitu suatu proses
dimana pembentukan sendi yang harusnya dilapisi oleh kartilago artikuler, namun
kartilago tersebut terkikis sampai tulang subkondral, sehingga tulang subkondral
tersebut kemudian menjadi permukaan sendi dan menjadi halus dan mengkilat seperti
gading. Vaskularisasi yang meningkat karena reaksi tulang dalam ruang tertutup
tersebut menjadi faktor penyebab timbulnya keluhan nyeri (Solomon, 2011).
Proses terbentuknya osteofit yaitu :
1. Osteofit terjadi sebagai akibat proliferasi pembuluh darah pada tempat dimana rawan
sendi berdegenerasi.
2. Osteofit tumbuh karena kongesti vena yang disebabkan oleh perubahan sinusoid
sumsum yang tertekan oleh kista subkondral
3. Osteofit tumbuh karena rangsangan serpihan rawan sendi yang menumbulkan
sinovitis. Hal ini akan menimbulkan osteofit pada tepi sendi atau tempat
perlengketan tendon atau ligament dengan tulang.

F. FAKTOR RISIKO
Menurut Anwer dan Alghadir (2016) menyatakan bahwa faktor risiko osteoarthritis
knee dapat dibagi dua yaitu:
1. Faktor predisposisi yang diamana faktor predisposisi merupakan faktor yang dapat
meningkatkan resiko seseorang mengalami osteoarthritis lutut sedangkan faktor
biomekanin ditinjau dari pembebanan oleh pergerakan tubuh yang menyebabkan
terjadinya osteoarthritis. Beberapa faktor predisposisi yaitu :
a. Usia
Osteoarthritis knee pada umumnya menyerang pada lansia dengan rentan usia
rata – rata 60 tahun keatas. Pada saat seseorang mulai memasuki tahapan usia
lanjut, maka resiko terjadinya osteoarthritis semakin meningkat yang
disebabkan penurunan kualitas cartilago persendian. Cartilago berfungsi
sebagai bantalan penahan tekanan
b. Jenis Kelamin
Wanita lebih dominan terkena osteoarthritis knee dibandingkan pria.
c. Obesitas
Berat badan yang berlebihan menambah beban pada sendi sehingga resiko
terjadinya osteoarthritis akan semakin meningkat.
d. Faktor Genetik
Berhubungan dengan abnormalitas kode genetic untuk sintesis kolagen yang
bersifat diturunkan.
e. Faktor metabolik
Ketidakmampuan tubuh untuk memperbaiki jaringan sendi secara sempurna
dapat meningkatkan terjadinya osteoarthritis.
2. Faktor biomekanik yang berpengaruh terhadap angka kejadian osteoarthritis lutut
diantaranya adalah :
a. Trauma sendi
Trauma pada sendi yang disebabkan oleh terjatuh ataupun akibat kecelakaan.
b. Kelainan anatomis yang dimiliki
Kerusakan pada Anterior Cruciatum Ligament dapat meningkatkan terjadinya
osteoarthritis akibat dari abnormalitas gerakan lutut.
c. Faktor pekerjaan
Pekerjaan dengan notabene yang membuat seseorang mengalami penekanan di
satu titik sendi lutut secara terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya
osteoarthritis.
d. Aktivitas fisik
Seseorang dengan aktivitas fisik yang padat juga dapat beresiko menderita
osteoarthritis, sebab beberapa titik persendian akan mengalami tekanan yang
berat dan terus-menerus.
e. Kebiasaan olahraga
Olahraga yang melibatkan intensitas tinggi atau pembebanan langsung pada
sendi sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya kasus osteoarthritis lutut.
Terutama pada saat pembebanan langsung pada sendi yang terjadi secara
repetitive dan melibatkan gaya twisting.
f. Laksitas sendi
Suatu kelainan seperti Joint Hypermobility Syndrome merupakan suatu keadaan
dimana terjadinya laksitas yang berlebihan pada banyak sendi yang diakibatkan
oleh adanya kelainan sistemik pada sintesis kolagen dengan berkurangnya rasio
antara kolagen tipe I dengan kolagen tipe III.

G. KLASIFIKASI
Menurut Yadav & Shashidharan (2016) mengatakan bahwa osteoarthritis di
klasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Osteoatrhritis Primer
Osteoarthritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya dan
tidak ada hubungannya dengan penyakit sistematik maupun proses perubahan lokal
pada sendi. Osteoarthiritis banyak dibuhungkan dengan penuaan. Pada lansia volume
air dari tulang muda meningkat dan susunan protein tulang mengalami degenerasi.
Akhirnya, kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas atau membentuk tulang
muda yang kecil. Pada kasus-kasus lainnya ada kehilangan total dari bantal kartilago
antara tulang-tulang dan sendi-sendi. Penggunaan berulang dari sendi-sendi yang
terpakai dari tahun ke tahun dapat membuat bantalan tulang mengalami iritasi dan
meradang, menyebabkan nyeri dan pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang
ini menyebabkan gesekan antar tulang, menjurus pada nyeri dan keterbatasan
mobilitas sendi. Peradangan dari kartilago dapat juga menstimulasi pertumbuhan-
pertumbuhan tulang baru yang terbentuk di sekitar sendi-sendi.
2. Osteoarthritis Skunder
Osteoarthiritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau
kondisi lainnya seperti post traumatik, kelainan konginetal dan pertumbuhan ( baik
lokak maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi, penyakit akibat deposit
kalsium, kelainan endokrin, metabolik, inflamasi, imobilisasi yang terlalu lama serta
faktor resiko lainnya seperti obesitas, operasi yang dilakukan secara berulang ulang
pada struktur sendi dan sebagainya.

H. GRADE PADA OSTEOARTHRITIS


Untuk mengetahui Grade pada osteoarthritis memakai sistem kellgren dan
lawrence, sistem kellgren dan lawrence merupakan sistem yang telah diterima oleh
WHO sejak tahun 1961, dan masih diterapkan sampai sekarang. Grade dapat diketahui
dari pemeriksaan fisik, pemeriksaan spesifik atau dengan menggunakandata penunjang
(Pratiwi, 2015).

Grade Keterangan

0 Tidak ada gambaran radiografi yang mengindikasikan Osteoarthritis


1 Sendi normal, namun terdapat osteofit
Osteofit pada knee joint tempat dengan sklerosis subkondral, celah sendi
2
normal, terdapat kista subkondral
Osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang, terdapat
3
penyempitan celah sendi
4 Terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista
subkondral dan sklerosis

I. MANIFESTASI KLINIS
Secara spesifik, beberapa manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan adalah
sebagai berikut :
1. Nyeri sendi
Nyeri merupakan gejala yang membuat pasien datang kedokter untuk
diperiksa. Nyeri dapat menyebar dan dapat teralihkan ke lokasi yang jauh dari lokasi
predileksi yang sesungguhnya. Nyeri muncul perlahan-lahan dan diperparah setelah
beraktifitas. Nyeri akan terasa berkurang saat beristirahat namun dengan seiring
berjalannya waktu, istirahat tidak terasa cukup untuk mengurangi rasa nyeri. Pada
tahap kronis pasien mungkin merasakan nyeri ketika berbaring untuk beristirahat.
Terdapat beberapa kemungkinan penyebab terjadinya nyeri, yaitu inflamasi sinovial
ringan, fibrosis kapsular dengan nyeri ketika meregangkan jaringan yang telah
memendek, kelelahan otot dan tekanan berulang pada tulang (Solomon, 2011).
2. Joint locking / unstable
Unstable joint menjadi hal yang umum dikeluhkan oleh pasien, kemungkinan
dikarenakan patologis yang terjadi pada osteoarthritis sehingga mengganggu
pergerakan sendi (Sinusas, 2012).
3. Stiffness
Pada osteoarthritis knee salah satu yang khas adalah terdapat stiffness yang terjadi
pada pagi hari dan umumnya terjadi dalam 30 menit dan pada malam hari sebelum
tidur, hal ini terjadi ketika ekstremitas tidak digunakan tapi secara bertahap akan
hilang (Hermento, 2015).
4. Deformitas
Deformitas pada varus dan valgus kemungkinan menandakan adanya kontraktur pada
kapsul sendi dan joint instability yang berhubungan dengan osteoarthritis (Sinusas,
2012).
5. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum
dijumpai pada pasien osteoarthritis lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak
tertentu (Sinusas, 2012). Krepitasi ditandainya dengan adanya suara yang dihasilkan
selama pergerakan lutut. Krepitasi ini diakibatkan oleh gesekan yang dihasilkan oleh
kedua permukaan katrilago yang telah kasar akibat erosi selama gerakan sendi
(Dziedzic & Hammond (2010).
6. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya
tidak banyak (<100cc) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi
berubah (Sinusas, 2012).
7. Munculnya tanda-tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat
yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada osteoarhtritiskarena adanya
synovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan
penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada osteoarhtritis knee (Sinusas,
2012).
8. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang
besar untuk kemandirian pasien osteoarhtritis, terlebih pada pasien lanjut usia.
Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri kastrena menjadi tumpuan berat badan
terutama pada osteoarhtritis lutut (Sinusas, 2012).
9. Muscle Spasm
Spasme merupakan respon protektif, sehingga ketika bergerak kemudian nyeri, maka
tubuh mencoba untuk berhenti bergerak sehingga spasme terjadi. Spasme juga dapat
menyebabkan nyeri dalam akumulasi metabolis sehingga otot merasa lelah dan
menyebabkan keterbatas gerak sendi (Sinusas, 2012).
10. Muscle Arthropy
Dikarenakan jarang digerakkan akibat respon patologi atau inhibisi nyeri, sehingga
terjadilah kelemahan otot yang menyebabkan muscle arthropy (Sinusas, 2012).

J. PEMERIKSAAN SPESIFIK
1. Ballotement Test
Untuk mengetahui apakah ada cairan pada lutut. Ressesus patellaris dikosongkan
dengan menekan menggunakan dua tangan, sementara jari-jari tangan lainnya
menekan patella kebawah. Bila banyak cairan dalam lutut maka patella akan
terangkat.
2. Krepistasi Test
Bertujuan untuk mengetahui adanya keruskan pada tulang rawan. Krepitasi
ditandainya dengan adanya suara yang dihasilkan selama pergerakan lutut. Krepitasi
ini diakibatkan oleh gesekan yang dihasilkan oleh kedua permukaan katrilago yang
telah kasar akibat erosi selama gerakan sendi. Krepitasi dapat diperiksa dengan
meminta pasien untuk menggerakan tungkai bawah atau meminta pasien untuk
bangun dari tempat duduk dan duduk dari posisi berdiri dengan pemeriksa melakukan
palpasi di bagian lutut.
3. Apley’s Test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memprovokasi nyeri akibat tear meniscus. Test ini
mempunyai dua jenis test yaitu 1) test rotas kompresi postif apabila nyeri dengan atau
apprehension ketka rotasi diaplikasikan dibawah kompresi. Dan yang kedua test rotasi
distraksi, positif apabila nyeri dirasakan berkurang saat distraksi dilakukan (Djohan,
Hasnia & Arisandy, 2014).
4. Anterior Drawer Test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai integritas dari ligament cruciatum anterior.
Test positif apabila ekskursi anterior tibia bertambah disertai dengan hilangnya
resistensi normal dari ligament cruciatum anterior. Translasi os tibia ke anterior
normalnya kurang lebih 6 mm. Apabila ligament cruciatum anterior mengalami tear
maka translasi os tibia mencapai 15 mm atau lebih (Djohan, Hasnia & Arisandy,
2014).
5. Knee Valgus Test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai integritas dari ligament collateral medial
(LCM) knee dan mengindikasikan laksiti atau tear pada ligament collateral medial.
Test positif apabila terdapat nyeri pada bagian medial knee dan/atau terjadi
peningkatan valgus movement dibanding dengan knee yang satunya (Djohan, Hasnia
& Arisandy, 2014).
6. Knee Varus Test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai ligament collateral lateral (LCL) knee dan
mengindikasikan laksiti atau tear pada ligament collateral lateral. Test positif apabila
nyeri dirasakan pada bagian laterak knee dan/atau terjadi peningkatan varus
movement disbanding dengan knee yag satunya (Djohan, Hasnia & Arisandy, 2014).
K. PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
WOMAC Instrument
Western Outarioand McMaster Universities Osteoarthritis Index (WOMAC)
adalah Sebuah alat ukur yang spesifik untuk pasien dengan osteoarthritis pada knee dan
hip, yang terdiri dari 24 item dalam tiga dimensi yaitu nyeri, kekakuan, dan fungsi fisik.
WOMAC merupakan questioner standar yang banyak digunakan untuk mengevaluasi
kondisi pasien dengan osteoarthritis pada knee dan hip, dengan tiga parameter penilaian
yaitu nyeri, stiffness dan physical functions pada sendi (Nemiwal & Bafna, 2014).
Dalam melakukan penilaian dengan menggunakan WOMAC, pasien diminta untuk
menjawab setiap pertanyaan berkenaan dengan rasa sakit yang terdiri dari 5 pertanyaan,
kekakuan yang terdiri dari 2 pertanyaan , dan fungsi fisik yang terdiri dari 15 pertanyaan
dan total seluruh pertanyaan ada 24 pertanyaan. Secara khusus, versi Likert yang
digunakan dan dengan menawarkan 5 pilihan jawaban berkenaan dengan nilai sesuai
yang dialami oleh pasien mulai dari “none” sampai “ekstream”. Jika pasien menjawab
tidak maka nilainya 0, jika ringan nilainya 1, moderat nilainya 2, berat nilainya 3 dan
ekstream nilainya 4, nantinya skor untuk setiap bagian dijumlahkan untuk melihat nilai
dari rasa sakit, stiffness, dan fungsi fisik. Jumlah skor WOMAC dapat ditransformasikan
ke skala 0-100 untuk kemudahan interpretasi. Selanjutnya skor dari 24 pertanyaan
dijumlah, dibagi 96 dan dikalikan 100% untuk mengetahui skor totalnya. Semakin besar
skor menujukkan semakin besarnyeri dan disabilitas pasien knee osteoarthrits tersebut
dan sebaliknya. Nilai ringan (0-40%), sedang (40%-70%) dan berat (70%-100%)
(Ackerman, 2009).
L. INTERVENSI FISIOTERAPI
1. Ultrasound
Dalam terapi ultrasound, penerapan gelombang suara frekuensi tinggi terjadi
pada area tubuh yang berguna untuk menghasilkan efek mekanis atau termal. Efek
mekanis dan termal ini meningkatkan aliran darah dan aktivitas metabolisme yang
dapat meningkatkan penyembuhan jaringan lunak dan mengurangi respons
peradangan sehingga dapat mengurangi rasa sakit (Zeng, et al 2014). Terapi
ultrasound untuk kasus osteoartritis knee joint mampu meningkatkan perbaikan dari
kartilago artikular dengan cara pembentukan kartilago hialin, dan membantu
meregenerasi jaringan di lokasi yang mengalami peradangan. Gelombang ultrasonik
juga mampu menghilangkan jaringan ikat fibrosa yang terkondensasi dan menunda
perkembangan osteoartritis dini lutut(Yegin, Altan & Aksoy, 2017).Mumtaz dan Shah
(2018) dalam penelitiannya mengatakan bahwa menerapkan ultrasound menunjukkan
peningkatan yang signifikan dalam mengurangi nyeri pada lutut, penurunan pada
kekakuan sendi dan meningkatkan aktivitas fisik pasien.

2. TENS (Transcutaneous electrical nerve stimulation)


Transcutaneous electrical nerve stimulation merupakan pengobatan yang
direkomendasikan untuk menghilangkan rasa sakit pada osteoarthritis di lutut.
Transcutaneous electrical nerve stimulation digunakan untuk menghilangkan nyeri
pada kasus muskuloskeletal dan telah terbukti efektif untuk mengurangi nyeri pada
Transcutaneous electrical nerve stimulation. Studi menunjukkan bahwa
Transcutaneous electrical nerve stimulation menghasilkan periode penghilang rasa
sakit yang jauh lebih .
Menurut Felson dan Schaible (2009) mengatakan bahwa TENS menghasilkan
penghambatan presinaptik pada dorsal horn di spinal cord dari modulasi pelepasan
endorfin, enkephalins, dan dynorphins. Secara selektif mengaktifkan serat Aβ
berdiameter besar (terkait sentuhan) secara bersamaan mengaktifkan serat Aδ dan C
berdiameter kecil (terkait nyeri). Aktivitas aferen berdiameter besar yang diinduksi
TENS menghambat transmisi informasi nyeri yang sedang berlangsung di sumsum
tulang belakang. Penghilang rasa sakit ini dicapai selama stimulasi, dengan membawa
"terbatas" lebih ”effect). Sementara itu, TENS diimplementasikan untuk melepaskan
dinorphin, salah satu opioid endogen, dengan efek analgesik dimediasi melalui
reseptor opioid kappa. Secara umum, timbulnya rasa sakit dimediasi melalui reseptor
opioidmungkin lebih lambat daripada mekanisme nyeri, karena butuh waktu untuk
meningkatkan kadar opioid melalui TENS. Namun, sekali tingkat opioid yang cukup
telah dilepaskan, opioid akan terus bekerja dengan kuat setidaknya selama 30-60
menit, bahkan setelah penghentian stimulasi (Maeda, et al 2017).

3. Traksi
Traksi adalah suatu teknik yang digunakan untuk menangani disfungsi sendi
seperti kekakuan, hipomobilitas sendi reversibel dan nyeri. Traksi merupakan gerakan
pasif yang dapat dilakukan oleh fisioterapis pada kecepatan yang lambat sehingga
pasien dapat menghentikan gerakannya. Gerakan traksi yang didasari oleh gerak
arthrokinematika. Pemberian traksi mampu menstimulasi aktivitas biologis dengan
pengaliran cairan sinovial yang dapat membawa nutrisi pada bagian avaskuler di
kartilago sendi pada permukaan sendi dan fibrokartilago sendi. Gerakan yang
berulang-ulang pada gerakan traksi akan memperbaiki mikrosirkulasi dan cairan yang
keluar akan banyak sehingga kadar air dan matrik di jaringan dapat meningkat
sehingga jaringan akan semakin elastis. Selain itu unsur gerak traksi hampir sama
dengan gerak fisiologis dari sendi lutut pada gerakan fleksi sehingga dapat menambah
dan mempertahankan elastisitas dari kapsul, ligamen, dan juga otot (Negara, 2013).

4. Strengthening Exercise
Kekuatan otot pada pasien osteoartritis lutut telah terbukti menjadi penentu
penting dari kemampuan fungsional. Otot-otot lutut periarticular merupakan
komponen terpadu dari sendi lutut dan memberikan gerakan sendi lutut. Otot
menyerap kekuatan dan beban yang dihasilkan selama berjalan dan berkontribusi pada
kontrol posisi dan gerakan tubuh. Kekuatan otot yang cukup diperlukan untuk
kemampuan fungsional yang memadai. Kelemahan otot telah ditemukan untuk
meningkatkan risiko penurunan kemampuan fungsional pada pasien osteoartritis lutut.
Latihan kekuatan otot secara isometrik, isotonik maupun isokinetik dapat
mengurangi nyeri dan disabilitas serta memperbaiki kecepatan berjalan pada pasien
osteoarthritis. Efek fisiologis penguatan otot adalah hipertrofi dimana bertambahnya
ukuran otot karena bertambahnya ukuran serabut-serabut otot dimana terutama
serabut otot tipe II dan myofibril, jumlah total protein kontraktil, densitas kapiler dan
jumlah jaringan ikat, tendon dan ligament. Dengan bertambahnya ukuran serabut otot,
maka diharapkan akan terjadi peningkatan kekuatan dan ketahanan pada otot
(Tuhulele, 2016).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Osteoarthritis merupakan sesuatu penyakit sendi yang menahun yang ditandai
dengan adanya kelainan pada tulang rawan ( kartilago ) sendi dan tulang didekatnya.
Tulang rawan ( kartilago) adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung dari tulang,
untuk memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago atau tulang rawan
akan berakibat tulang bergesek dengan tulang yang lainnya, sehingga timbul gejala
kekakuan, nyeri dan pembatasan gerakan pada sendi. Osteoarthritis dapat disebabkan
karena factor primer dan juga sekunder misalnya trauma dan juga pembebanan yang
terus menerus (overuse). Ada banyak modalitas pada fisioterapi yang bertujuan untuk
meregenerasi jaringan, mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot, misalnya
ultrasound, TENS, manual terapi dan juga terapi latihan.
B. SARAN
Osteoarthritis knee menimbulkan banyak permasalahan misalnya nyeri dan juga
penurunan kekuatan otot sehingga menyebabkan penurunan aktiifitas fuungsional pasien
sehingga fisioterapis disarankan untuk memberikan intervensi yang tepat sesuai dengan
permasalahan pasien. Sangat dibutuhkan kerjasama antara terapis dan juga pasien. Pasien
diharapkan melaksanakan edukasi yang telah diberikan oleh fisioterapis dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Andriyasa K, Putra TR. Korelasi Antara Derajat Beratnya Osteoarthritis Lutut dan Cartilage
Oligomeric Matrix Protein Serum. Jurnal Penyakit Dalam 2012; 13 (1).
Alamri S. (2011). Exercises versus Manual Therapy in Elderly Patients with Knee Osteoarthritis.
Masters [dissertation]. Saudi Arabia (SA):King Saud University :3

Anwer, Shahnawaz., Alghadir, Ahmad. (2014). Effect of Isometric Quadriceps Exercise on


Muscle Strength, Pain, and Function in Patients with Knee Osteoarthritis: A
Randomized Controlled Study. Journal of Physical Therapy Science. Vol. 26, No.5,
Hal. 745 – 74.
Arifin Z. 2010. Struktur Normal Rawan Sendi dan Perubahannya pada Osteoartritis. Di
dalam: Setiyohadi B dan Yoga IK (ed). Kumpulan Makalah Temu Ilmiah Reumatologi
2010. Perhimpunan Reumatologi Indonesia, Jakarta.
Arissa MI. (2012). Pola Distribusi Kasus Osteoartritis di RSU Dokter Soedarso Pontianak
Periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009. Pontianak: Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura
Ayesha Zakir, Syed Imran Ahmed, Saima Aziz, Faisal Yamin, Atiq-ur-Rehman, Shireen
Khanzada (2016). Effectiveness Of Manual Therapy Versus Exercise Therapy For The
Management Of Knee Osteoarthritis In Karachi Pakistan.Int J Physiother. Vol 3(1), 86-
93.
Bagnato, G.L., Miceli, G., Atteritano, N., Bagnato, GF. (2012). Far Infrared Emmiting Plaster
in Knee Osteoarthritis: a Single Blinded, Randomised Clinical Trial. Reumatismo. Vol.
64, no. 6, hal. 388 – 394
Bhaskar A, Areekal B, Vasuvedan B, Ajith R, Ravi S, Sankar S. Osteoarthritis of knee and
factors associated with it in middle aged women in a rural area of central Kerala, India.
Int J Community Med Public Health. 2016;3:2926-31.
Debi.R, Amit.M, Segal.O, Segal.G, Debbi. E, Agar .G, et al. (2009). Differences in gait
patterns, pain, function and quality of life between males and females with knee os-
teoarthritis. BMC Musculoskelet Disord.; 10:127- 37.
Djohan, Aras. Hasnia, Ahmad. Arisandy, Ahmad. (2014). Test Spesifik Musculoskeletal
Disorder. PhyisoCare Publishing. Makassar.
Dziedzic K, Hammond A. (2010). Rheumatology Evidence-Based Practice for
Physiotherapistsand Occupational Therapists. London. Elsevier: 235–241.
Elshazly, F.A., Azab, A.S.R., Radwan, N.L., & Mahmoud, W.S.E. (2013). Effect Of
Phonophoresis On Selected Gait Parameters In Patients With Knee Osteoarthritis.
Journal Of American Science, 12(9), 679-690.
Felson, D.T., & Schaible, H.G. (2009). Pain In Osteoarthritis. Canada : A John Willey &
Sons, INC., Publication.
Flandry, Fred., Hommel, Gabriel. (2011). Normal Anatomy and Biomechanics of the Knee.
Sports Med Arthrosc Rev. Vol. 19, No. 2, Hal. 82 – 92.
Fitria, F. (2015). Disabilitas Pada Osteoarthritis. Skripsi: Universitas Udayana
Ghosh, Pradip Kumar. Ray, Debkumar. Chatterjee, Biplab. Acharya, Sankhadeb. Adhikary,
Sanchita. De, Anindita. (2015). Comparative study of the effectiveness between
balancing exercises and strengthening exercises with common use of TENS to improve
functional ability in Osteoarthritis involving knee joint. IAIM. Vol. 2. No. 10, Hal. 1-5
Hadi, Abdul., Puji, Rizki. (2015). Pengertian, Fungsi, Struktur, dan Macam – Macam
Ligament. http://www.softilmu.com/2015/10/Pengertian-Fungsi-Struktur-Macam-
Macam-Mekanisme-Kerja-Ligamen-Adalah.html. Diakses pada 02 Meret, 2019.
Hamijoyo, Laniyati. (2012). Pengapuran Sendi atau Osteoartritis.
http://reumatologi.or.id/reuarttail?id=23. Diakses pada 27 Februari, 2019
Hartono. 2015. Anatomo Pada Ekstermitas Bawah. Diakses Pada 02 Maret 2019.
Hawamdeh, Z.M., & Al-Ajlouni, J.M. (2013). The Clinical Pattern Of Knee Osteoarthritis in
Jordan: A Hospital Based Study. International Journal of Medical Sciences, 10(6) 790-
795.
Hermento, L.C. (2015). Osteoarthritis Therapeutics. Foster City : OMICS Group eBooks.
Houglum, P.A., & Bertoti, D.B. (2012). Clinical Kinesiology, Sixth Edition. USA : F.A.
Davis Company.
Kapoor, M. et al. (2011). Role of Pro-inflammatory Cytokines in Pathophysiology of
Osteoarthritis. Nat. Rev. Rheumatol. 7, 33–42
Lowe, Tristan., Balint, Richard., Shearer, Tom. (2016). Optimal Contrast Agent Staining of
Ligaments and Tendon X-Ray Computed Tomography.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4831740/. Diakses pada 02 Maret
2019.
Negara, J.(2013). Penambahan Traksi/Translasi pada Latihan Gerak Aktif pada Osteoarthritis
Lutut Wanita Lanjut Usia. Tesis. Program Studi Fisioterapi Pasca Sarjana UNUD.
Nemiwal, Sandeep., & Bafna, Garima. (2014). Effect Of Acupressure Versus Physiotherapy
on Symptoms of Osteoarthritis Knee: a Comparative Study: International Journal of
Basic & Applied Physiology, 1(1), 145-150.
Nugraha, Made Hs.Saraswati, Putu As. Adhitya, I Putu Gde S. (2016).Perbedaan Efektifitas
Intervensi Microwave Diathermy Dan Isometric Quadriceps Muscle Exercise Dengan
Microwave Diathermy Dan Perturbation Training Terhadap Peningkatan Kemampuan
Fungsional Pada Penderita Osteoarthritis Genu. Tesis. Universitas Udayana.
Nwamaka.2009. Manfaat Cartilage Untuk Stabilitas Sendi Lutut. Diakses Pada 02 Maret
2019.
Makris, Eleftherios A., Hadidi, Pasha., Athanasiou, Kyriacos A. (2011). The Knee Meniscus:
Structure-Function, Pathophysiology, Current Repair Techniques., and Prospects for
Regeneration. Journal Biomaterials. Vol. 32, No. 30, Hal. 7411 – 7431
Mauludina, Yosika Septi. (2017). Efektivitas Quadriceps Strengthening Exercise Terhadap
Peningkatan Rom Pada Lansia Dengan Osteoarthritis Knee Di Posyandu Kendal Kerep
Malang. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang
Mulyadi, Tedi. (201). Struktur dan Fungsi Membran Sinovial.
http://budisma.net/2014/12/struktur-dan-fungsi-membran-sinovial.html. Diakses pada:
02 Meret, 2019.
Mumtaz, Syed Naveed, Shah, Syed Hussain. (2018). Role Of Ultrasound Therapy In
Osteoarthritis Knee. Pak Armed Forces Med J. Vol. 68, No. 4, Hal: 914-918.
Pratiwi, Anisa Ika. (2015). Diagnosis and Treatment Osteoarthritis. Journal Majority. Vol. 4,
No. 4, Hal. 10 – 18.
Sinusas, Keith. (2012). Osteoarthritis: Diagnosis and Treatment. American Family Physician.
Vol. 85, No. 1, Hal. 49 – 56.
Schmidler, Cindy. (2016). Knee Joint Anatomy, Function and Problems.
http://www.healthpages.org/anatomy-function/knee-joint-structure-function-problems/.
Diakses 02 Maret, 2019
Shen J, Chen D. (2014). Recent progress in osteoarthritis research. J Am Acad Orthop Surg.;
Vol. 22 Hal. 467-8.
Taibi, Diana M., Vitiello, Michael V. (2012). Yoga for Osteoarthritis. Journal of Gerontology
Nursing. Vol. 38, no. 7.
Toivanen AT, Heliovaara M, Impivaara O, Arokoski JPA, Knekt P, Lauren H, dkk (2009)
Obesity, physically demanding work and traumatic knee injury are major risk factors
for knee osteoarthritis-a population-based study with a follow-up of 22 years.
Rheumatology
Tuhulele, D.S. 2016. Perbedaan Pengaruh Penambahan Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (TENS) Pada Latihan Isotonik Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Ossteoarthritis Knee. Skripsi. Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Vesri, Yossy. (2013). Komplikasi Osteoarthritis.
https://id.scribd.com/doc/133134196/Komplikasi-Oa. Diakses pada tanggal 28
Februari, 2019.
Quinn, Elizabet. (2016). What is a Ligament: Learn about igaments and How to Treat
Ligament Injuries. https://www.verywell.com/what-is-a-ligament-3120393. Diakses 02
Maret, 2019.
Yadav, K.H., & Shashidharan, S. (2016). Effectiveness of Retrowalking in Osteoarthritis of
Knee – A Review Article. International Journal of Advanced Research, 4,2, 215-220.
Yegin T, Altan L, Aksoy MK. (2017). The Effect of Therapeutic Ultra-sound on Pain and
Physical Function in Patients with Knee Osteoarthritis. Ultrasound Med Biol. Vol 43,
No. 1 Hal: 187-194.
Yuniarti, 2010. Hubungan Antara faktor risiko osteoarthtritis lutut dengan nyeri, disabilitas,
dan berat ringannya Osteoarthtritis, Jurnal Media Medika Muda.
Zeng CH, Deng YZ, Zang YY, Lei D. (2014) Effectiveness of continuous and pulsed
ultrasound for the management of knee osteo-arthritis: Asystematic review and
network. Osteoarthritis Cartilage. Vol 22 No. 1, Hal. 1090-1099.

Anda mungkin juga menyukai