Anda di halaman 1dari 29

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS OSTEOARTHRITIS

GENU BILLATERAL DI RS MARINIR CILANDAK

DISUSUN OLEH

Ayuningtyas Putri Sudaryono (211070202025)


Daniel Alexander Sinaga (2110702028)
Muhamad Ilham (2110702029)

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI PROGRAM DIPLOMA TIGA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UPN “VETERAN” JAKARTA
2024
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyusun Laporan Kasus Praktik Fisioterapi
Klinis yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus ostheoarthitis genu
bilateral di Rumah sakit Marinir Cilandak”. Penulis menyampaikan banyak terima
kasih kepada:
1. Bapak Ansori S.Ft
2. Ibu Siti Samsinah S.Ft
3. Ibu Fidyatul Nazhira, S.Fis., Ftr., M.fis., AIFO selaku dosen pembimbing.
Penyusunan Laporan Kasus ini juga tidak luput dari dukungan moril, materi, serta
doa keluarga penulis, yang selalu menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan
laporan kasus. Serta terimakasih kepada seluruh senior dan staff Fisioterapi RS
Marinir Cilandak yang telah ikut serta membantu dalam penyusunan laporan
kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan
nya, atas segala kekurangan dalam karya tulis ini penulis meminta maaf yang
sebesar besarnya. Semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
dan pihak terkait khususnya dalam bidang kesehatan.

Jakarta, 1 Febuari 2024

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Sendi lutut termasuk sendi yang sering mengalami gangguan karena sendi lutut
termasuk sendi yang paling banyak digunakan manusia dalam melakukan aktivitas
dan memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, sistem pergerakan sendi lutut
harus dijaga kesehatannya. Adanya gangguan pada sistem gerak dan fungsi sendi
lutut akan berakibat menurunnya kemampuan fungsional pasien, sehingga dapat
membatasi aktivitas fisik dan salah satu diantaranya adalah Osteoarthritis
termasuk sendi yang sering mengalami gangguan Karen sendi lutut termasuk
sendi yang paling banyak digunakan manusia dalam melakukan aktivitas dan
memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu system pergerakan sendi lutut harus
dijaga kesehatannya. Adanya gangguan pada system gerak dan fungsi sendi lutut
akan berakibat menurunnya kemampuan fungsional pasien, sehingga dapat
membatasi aktivitas fisik dan salah satu diantaranya adalah Osteoarthritis
(Jehaman et al., 2021).
Osteoarthritis lutut menimbulkan berbagai gangguan yang terjadi terutama
pada lansia. Gangguan tersebut merupakan gangguan di tingkat impairment,
functional limitation dan disability. Impairment yang muncul antara lain (1) nyeri
yang dirasakan disekitar sendi lutut dan nyeri saat menekuk lutut, (2) kelemahan
otot-otot penggerak sendi lutut, (3) keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) lutut
(4) spasme. functional limitation berupa gangguan dalam melaksanakan
fungsional dasar seperti bangkit dari duduk/jongkok, berjalan lama, naik turun
tangga atau aktivitas fungsional yang membebani lutut. Sedangkan disability
berupa ketidak mampuan melaksanakan kegiatan tertentu yang berhubungan
dengan pekerjaan atau aktivitas bersosialisasi dengan masyarakat seperti kegiatan
pengajian dan arisan (Anggoro and Wulandari, 2019).
Osteoarthritis genu merupakan penyakit degeneratif yang biasanya terjadi
pada proses penuaan. Osteoarthritis genu adalah penyakit persendian yang
bergerak Penyakit ini merupakan penyakit berjalan progresif kronis, yang ditandai
dengan peradangan tulang rawan artikular dan peradangan pada membran

4
sinovial, yang menimbulkan nyeri, kaku pada sendi, penurunan kekuatan otot,
dan bahkan penurunan mobilitas. Penyakit ini pernah dianggap sebagai proses
penuaan yang normal karena insidennya meningkat seiring bertambahnya
usia(Munzirin, 2020).
Salah satu gejala osteoarthritis genu adalah adanya nyeri lutut. Nyeri lutut
yang timbul menyebabkan seseorang takut melakukan aktivitas atau gerakan
sehingga menurunkan kualitas hidupnya. Beberapa faktor predisposisi yang
diketahui berhubungan erat dengan terjadinya osteoarthritis yaitu umur, jenis
kelamin, obesitas, faktor hormonal atau metabolisme, genetik aktivitas kerja, dan
trauma. Gambaran klinis osteoarhritis berupa nyeri sendi, terutama bila sendi
bergerak atau menanggung beban, yang akan berkurang bila penderita beristirahat.
Gambaran klinis lainnya adalah keterbatasan dalam bergerak, nyeri tekan lokal,
pembesaran tulang di sekitar sendi, efusi sendi dan krepitasi(Yuri, Hadi and
Faridah, 2022).
I.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut maka didapat rumusan masalah pada makalah ini
adalah: “Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Osteoarthritis genu
billateral?”
I.3. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Untuk meningkatkan pengetahuan, menganalisis, mempelajari dan memberikan
terapi yang tepat pada kasus Osteoarthritis genu bilateral.
2. Tujuan khusus:
a. Untuk mengetahui efektivitas pemberian modalitas pada pasien kasus
Osteoarthritis genu bilateral.
b. Sebagai tugas akhir Praktek Kerja Lapangan di RS Marinir Cilandak stase
Muskuloskeletal
I.4. Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini, yaitu:
1. Bagi Perkembangan Ilmu Fisioterapi
Diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada bidang
fisioterapi.

5
2. Bagi Masyarakat
Manfaat bagi masyarakat adalah hasil penulisan ini dapat menjadi sumber
informasi untuk memperoleh pengetahuan tentang gambaran kemampuan
aktivitas pada pasien Osteoarthritis genu bilateral.
3. Bagi Penulis
Manfaat bagi peneliti adalah memberikan pengalaman dan wawasan dalam
metodologi penelitian yang baik dan benar, dan sebagai pengetahuan serta
masukan dalam pengembangan ilmu Fisioterapi yang akan datang.

6
BAB II
KAJIAN TEORI

II.1. Definisi
Osteoarthritis menurut American college of Rheumatology merupakan
sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi.
Osteoarthritis merupakan kelainan sendi degenerasi non inflamasi yang terjadi
pada sendi yang dapat digerakkan dan sendi penopang berat badan dengan
gambaran khas memburuknya rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru
pada tepi tulang (osteofit) sebagai akibat perubahan biokimia, metabolisme,
fisiologis dan patologis pada rawan sendi dan tulang sub kondral(Sawandari et al.,
2022).
Gangguan ini berkembang secara lambat, tidak simetris dan ditandai dengan
adanya degenerasi kartilago sendi. Genu merupakan persendian yang paling
sering mengalami Osteoarthritis dan merupakan jenis Osteoarthritis yang paling
berkaitan dengan gejala nyeri dan disabilitas(Indonesia, 2023). Osteoarthritis
Genu adalah penyakit degeneratif pada sendi genu karena adanya abrasi tulang
rawan sendi dan pembentukan tulang baru pada permukaan persendian yang
mampu menyebabkan kelemahan otot dan tendon sehingga membatasi gerak dan
menyebabkan nyeri(Dr.Zaki Achamad, M.Epid., 2015).
II.2. Anatomi Lutut
II.I.1. Tulang
1. Tulang Paha (Os. Femur)
Tulang paha adalah tulang terpanjang dan terbesar di tulang kerangka,
pada bagian pangkal terdapat caput femoris. Pada os. femur terdapat 2
tonjolan yaitu condylus medialis dan condylus lateralis, di antara kedua
condylus terdapat lekukan tulang tempurung yaitu fossa condyles
(Abdurrachman;, 2017).
2. Tulang Kering (Os. Tibia)
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, bagian pangkal melekat pada os.
fibula dan bagian ujungnya membentuk persendian tulang pangkal kaki
(Abdurrachman;, 2017).

7
3. Tulang Fibula
Tulang fibula adalah tulang pipa terbesar setelah os. femur, pada tulang
ini membentuk persendian genu dan os. Femur pada bagian ujungnya
(Abdurrachman;, 2017).
4. Tulang Tempurung (Patella)
Patella berfungsi sebagai perekat otot-otot dan tendon yang sebagai
penggerak sendi lutut (Abdurrachman;, 2017).

II.I.2. Sendi
Sendi lutut atau knee joint merupakan salah satu sendi terbesar dalam tubuh,
sendi ini merupakan sendi yang kompleks. Gerakan yang ada pada sendi lutut ini
yaitu menekuk dan meluruskan serta membantu setiap pergerakan seperti berjalan,
berlari dan berjongkok(Jehaman et al., 2021).
Lutut bergabung dengan tulang femur di atasnya dan dengan tulang tibia di
bawahnya. Tulang yang lebih kecil yang berada di sisi lateral tibia (fibula) dan
tempurung lutut (patela) adalah tulang lainnya yang menyusun sendi lutut. Ada
dua sendi di sendi lutut yaitu tibiofemoral, yang bergabung tibia ke femur dan
sendi patellofemoral yang bergabung patella dengan tulang femur. Kedua sendi
bekerja sama agar lutut dapat fleksi dan ekstensi, serta rotasi ke arah eksternal dan
internal(Sawandari et al., 2022).
Bagian utama dari sendi lutut adalah tulang, ligamen, tendon, tulang rawan,
dan kapsul sendi, yang semuanya terbuat dari kolagen. Kolagen adalah jaringan
fibrosa yang ada di seluruh tubuh. Pada umur tua, fungsi kolagen menurun dan
rentan untuk rusak (Sawandari et al., 2022)

8
II.I.3. Ligamen
Pada lutut memiliki beberapa ligament berfungsi sebagai kestabilan pada lutut
dan sebagai pembatasan gerak. Beberapa ligament tersebut (Sawandari et al.,
2022).
1. Medial Collateral Ligament
Ligament ini terletak antara epicondylus medial femur dan condylus medial
tibia, Ligament ini berfungsi sebagai pelindung medial lutut dari tekanan yang
berasal dari sisi lateral(Irianto et al., 2023).
2. Lateral Collateral Ligament
Ligament ini sering disebut dengan ligamen fibula karena ligamen ini terletak
membentang pada epicondylus lateral femur ke caput fibula. Lateral Collateral
Ligament ini sebagai pencegah sisi lateral lutut bengkok kearah lateral akibat
dorongan dari sisi medial(Irianto et al., 2023).
3. Anterior Cruciate Ligament
Ligament ini terlentang membentang antara condylus lateral femur dan
interkondilus anterior pada os. tibia. Ligament ini sebagai pencegah os.tibia
bergeser terlalu jauh ke depan(Sawandari et al., 2022).
4. Posterior Cruciate Ligament

9
Ligament ini terletak membentang antara permukaan anterior condylus medial
femur dan area interkondilus posterior os. tibia. Ligament ini sebagai pencegah
pergeseran os. tibia ke arah posterior(Sawandari et al., 2022).
5. Patellar Ligament
Merupakan ligament lanjutan dari tendon m. quadriceps femoris berjalan dari
patella ke tuberositas os. tibia(Dr.Zaki Achamad, M.Epid., 2015).
6. Popliteum Articuatum Ligament
Ligament popliteum articuatum terletak pada condylus lateral femoris dan
berhubungan erat dengan m. popliteum(Sawandari et al., 2022)
7. Popliteum Oblicu Ligament
Ligamen popliteum oblicu dari condylus lateralis femoris kemudian turun dan
menyilang menuju fascia popliteum yang berperan mencegah hiperektensi
lutut(Sawandari et al., 2022).
8. Ligament Retinaculum Patella Lateral Dan Medial.
Ligamen retinaculum patella lateral dan medial terletak di bagian lateral dari
tendon m.quadriceps femoris dan menuju os.tibia dan ligamen-ligamen ini
melekat pada tuberositas tibia(Sawandari et al., 2022).

II.I.1. Kapsul
1. Lapisan Luar
Lapisan luar biasa disebut dengan fibrous kapsul terdiri dari jaringan
connective yang tidak teratur dan kuat. Berlanjut menjadi lapisan fibrosus
dari periosteum yang menutupi bagian tulang.
2. Lapisan Dalam
Lapisan dalam sering disebut juga synovial membran, pada membran ini
terdiri dari jaringan ikat dan tipis dan juga membran ini menghasilkan cairan

10
sinovial yaitu serum darah dan cairan sekresi. Cairan sinovial ini merupakan
campuran dari polisakarida protein, lemak, dan sel. Polisakarida
mengandung hyluroinic acid yang berfungsi sebagai untuk pelumas pada
sendi agar mudah bergerak.
2.1.4 Jaringan Lunak
Meniscus merupakan jaringan lunak yang berfungsi sebagai penyebaran
pembebanan, peredam kejut, mempermudah gerakan rotasi dan juga sebagai
stabilisator. meniscus berfungsi sebagai peredam tekanan pada sendi lutut dan
menopang berat secara merata antara os. tibia dan os. femur(S and S., 2021).
Meniscus merupakan jaringan lunak yang berfungsi sebagai penyebaran
pembebanan, peredam kejut, mempermudah gerakan rotasi dan juga sebagai
stabilisator. meniscus berfungsi sebagai peredam tekanan pada sendi lutut dan
menopang berat secara merata antara os. tibia dan os. femur(S and S., 2021).
Terdapat 2 meniscus yaitu meniscus medial (fibrokartilago semilunar internal)
dan meniscus lateral (fibrokartilago semilunar eksternal). Meniscus medial di
bagian anterior terletak melekat pada sisi anterior fossa interkondilus tibia dan di
depan ligament krusiatum anterior, pada bagian posterior melekat pada sisi
posterior fossa interkondilus tibia dan terletak antara perlengketan meniscus
lateral dan ligament krusiatum posterior. Meniscus lateral yaitu meniscus yang
berbentuk seperti lingkaran dan area permukaannya lebih lebar dari pada
meniscus medial, pada meniscus ini bagian anterior melekat pada eminesia
epicondilus tibia di sisi latero-posterior ligament krusiatum anterior. Pada sisi
posterior melekat pada belakang eminesia interkondilus tibia dan didepan ujung
posterior meniscus medial(Sawandari et al., 2022).
II.I.4. Otot
Pada sendi lutut atau Knee Joint terdapat dua grup otot yaitu m. quadriceps
femoris dan m. hamstring. Otot quadriceps femoris yaitu otot yang digunakan
sebagai mobilisasi penggerak pada extremitas bawah. M. Quadriceps femoris ini
terdiri dari m. Rectus femoris, m. Vastus intermedius, m. Vastus lateralis, m.
Vastus medialis(Abdurrachman;, 2017). Pada grup otot ini berfungsi sebagai
ekstensor lutut pada saat kaki tidak menyentuh pada lantai dan menahan lutut saat
menyentuh lantai. Pada grup otot tersebut tendon menyatu dan berinsersio pada

11
anterior patella. Otot- otot Hamstring berorigo di Tuberositas ischiadica, otot
Hamstring ini terdiri dari m. Semitendinosus yang berinsersio di Medial tibia, m.
Semimembranosus ber- insersio di Condilus medial tibia, dan m. Biceps femoris
berinsersio di lateral caput fibula. Grup otot ini berfungsi sebagai gerakan fleksi
pada sendi lutut.
II.3. Biomekanik
Biomekanik merupakan suatu jenis pergerakan yang terjadi pada setiap tulang
dan sendi yang ada pada tubuh manusia. Biomekanik dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Artrokinematika (Pergerakan sendi)
Pada kedua permukaan sendi lutut gerakan yang terjadi meliputi gerak sliding
(geser) dan rolling (berputar). Pada permukaan tulang femur (convex) bergerak,
maka gerakan sliding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak flexi tulang femur
rolling ke arah belakang dan sliding nya ke arah depan. Dan pada permukaan tibia
(concave) bergerak, flexi ataupun exstensi menuju ke depan atau ventral maka
gerak rolling dan sliding tidak berlawanan arah(Sawandari et al., 2022).
2. Osteokinematika (Pergerakan tulang)
Lutut termasuk sendi yang memiliki gerakan flexi (menekuk atau mendekat)
yang cukup luas seperti sendi pada siku. Osteokinematika yang terjadi pada sendi
lutut adalah gerakan flexi (menekuk atau mendekat) dan extensi (lurus atau
menjauh) pada bidang segitiga. Lingkup gerak sendi untuk gerak flexi sebesar ±
130˚ hingga 135˚ dan posisi extensi 0˚ hingga 5˚. Pada gerak putaran keluar 40˚
hingga 45˚ dari posisi awal. Flexi sendi lutut adalah gerakan permukaan posterior
tungkai bawah mendekati permukaan posterior tungkai atas. Putaran keluar adalah
gerakan membawa jari-jari kaki ke arah luar (lateral) tungkai. Dan putaran ke
dalam adalah gerakan yang membawa jari-jari ke arah sisi dalam tungkai
(medial). Untuk putaran (rotasi) dapat terjadi posisi lutut fleksi 90˚, R (<90˚)
(Sawandari et al., 2022).
II.4. Epidemologi
OA merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak mengenai terutama
pada orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun
menggambarkan OA pada gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50% hanya
mengalami gejala. Umur dibawah 45 tahun prevalensi terjadinya Osteoartritis

12
lebih banyak terjadi pada pria sedangkan pada umur 55 tahun lebih banyak terjadi
pada wanita. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
terjadinya Osteoarthritis pada obesitas, pada sendi penahan beban
tubuh(BERAMPU, 2022).
Progresifitas dari OA biasanya berjalan perlahan-lahan, terjadi dalam beberapa
tahun atau bahkan dekade. Nyeri yang timbul biasanya menjadi sumber
morbiditas awal dan utama pada pasien dengan OA. Pasien dapat secara progresif
menjadi semakin tidak aktif beraktivitas, membawa kepada morbiditas karena
berkurangnya aktivitas fisik (termasuk penurunan berat yang bermakna).
Prevalensi OA berbeda-beda pada berbagai ras. OA lutut lebih banyak terjadi
pada wanita Afrika Amerika dibandingkan dengan ras yang lainnya. Terdapat
kecenderungan bahwa kemungkinan terkena OA akan meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Penyakit ini biasanya sebanding jumlah kejadiannya pada pria
dan wanita pada usia 45-55 tahun. Setelah usia 55 tahun, cenderung lebih banyak
terjadi pada wanita
Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30%
pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk osteoartritis lutut
prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien
OA biasanya mengeluh nyeri waktu melakukan aktivitas atau jika ada
pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat nyeri yang berat dan terus
menerus bisa mengganggu mobilitas. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang la njut
usia di Indonesia menderita cacat karena OA(Sawandari et al., 2022).
II.5. Etiologi
Terjadinya osteoartritis dipengaruhi oleh faktor resiko yaitu umur (proses
penuaan), jenis kelamin, genetik, berat badan, cedera sendi, dan
olahraga(Sawandari et al., 2022).
1. Faktor genetik
Genetik diduga juga berperan pada kejadian Osteoarthritis Genu, hal tersebut
berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang
bersifat diturunkan.
2. Berat badan

13
Berat badan yang berlebihan ternyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya Osteoartritis baik pada wanita maupun pria. Kegemukan
ternyata tak hanya berkaitan dengan Osteoarthritis pada sendi yang
menanggung beban. Semakin besar beban lemak tubuh, semakin besar trauma
pada sendi seiring dengan waktu(Ini et al., 2020).
3. Usia
Prevalensi darn insiden Osteoarthritis radiografi dan gejala sangat meningkat
dengan usia. Hubungan anatara usia dan resiko Osteoarthritis kemungkinan
banyak faktor, yaitu kerusakan oksidatif, penipisan kartilago, melemahnya
otot. Selain itu, ada stres mekanik pada sendi sekunder akibat kelemahan otot,
perubahan proprioception dan perubahan gaya berjalan. Orangtua memiliki
perkembangan radiologis cepat terhadap osteoarthritis.
II.6. Patofisiologi
Ruang sendi pada tulang rawan mengalami penyempitan, dan munculnya
tulang baru pada lapisan sendi (osteofit). Imobilisasi menyebabkan terganggunya
mekanisme nutrisi tulang rawan. Terganggunya mekanisme nutrisi tulang rawan
disebabkan oleh kurang nya pembuluh darah untuk menyalurkan nutrisi Selain
nutrisi terganggu, zat sisa dalam tubuh akan kembali ke cairan sinovial dan
berakhir ke aliran darah. Imobilisasi dipercepat dan berkontak langsung pada
permukaan articular sekunder untuk imobilisasi. Jika terjadi dengan waktu yang
lama akan menyebabkan perubahan struktural(Dr.Zaki Achamad, M.Epid., 2015).
II.7. Tanda dan Gejala
1. Nyeri dapat meningkat ketika beraktivitas karena tumpuan berat badan yang
terus-menerus dan juga timbul saat istirahat(Sawandari et al., 2022)
2. Muscle Spasm Spasme merupakan respon protektif dari tubuh ketika
bergerak kemudian timbul nyeri, maka tubuh mencoba untuk berhenti
bergerak sehingga spasme terjadi. Spasme juga terjadi karena proses
metabolisme tubuh yang terganggu sehingga otot merasa lelah dan
menyebabkan keterbatasan gerak sendi.
3. Morning Stiffness Pada penderita osteoarthritis knee salah satu ciri yang
khas adalah terdapat morning stiffness yaitu kekakuan sendi yang terjadi di
pagi hari dan dalam waktu 30 menit juga pada malam hari sebelum tidur.

14
Keadaan tersebut terjadi ketika lutut tidak digerakan sama sekali(Sawandari
et al., 2022)
4. Muscle Atrophy Respon patologi atau inhibisi nyeri membuat sendi lutut
takut untuk digerakan, sehingga dapat terjadi kelemahan otot yang
menyebabkan muscle atrophy.
5. Swelling (bengkak) dan deformitas (perubahan struktur tulang) Swelling
terjadi secara intermittent, dan adanya deformitas berbentuk varus (lutut
berbentuk huruf “X”) dan valgus (lutut berbentuk huruf “O”) pada sendi
lutut menandakan adanya kontraktur pada kapsul sendi dan joint instability
yang berhubungan dengan osteoarthritis.
6. Joint locking / unstable Unstable joint merupakan keadaan patologis yang
terjadi pada penderita osteoarthritis sehingga dapat mengganggu pergerakan
sendi(Sawandari et al., 2022).
7. Krepitasi Krepitasi terjadi akibat adanya penekanan pada cartilage (tulang
rawan) yang mengindikasikan sinovitis(Sawandari et al., 2022).
8. Joint Instability Ketidak stabilan sendi terjadi karena ketidakmampuan
respon proprioseptif
dan ketidakmampuan kontrol ligamen(Sawandari et al., 2022).
9. Loss of Function Gejala pada penderita osteoarthritis yang sering terlihat
yaitu seperti gangguan pola jalan, kesulitan menaiki anak tangga, kegiatan
rekreasi dan sosial(Sawandari et al., 2022).
II.8. Klasifikasi
Klasifikasi merupakan suatu proses pengelompokan artinya memisahkan
benda/entitas yang tidak sama (Suhendri dan Rahayu, 2019). Pada penderita
osteoarthritis dapat diketahui derajatnya melalui grade yang sudah ditetapkan oleh
sistem Kellgren dan Lawrence. Pada sistem Kellgren dan Lawrence merupakan
sistem yang telah ditetapkan oleh WHO sejak tahun 1961, dan masih diterapkan
sampai sekarang. Pada penderita osteoarthritis grade dapat diketahui dari
pemeriksaan fisik, pemeriksaan spesifik atau data penunjang(Dr.Zaki Achamad,
M.Epid., 2015).

15
II.9. Prognosis
Karena osteoartritis adalah penyakit degeneratif, dapat dimengerti bahwa
penyakit ini berkembang seiring bertambahnya usia. Namun, jika didiagnosis
sejak dini dan belum menimbulkan deformitas, seperti valgus atau varus, maka
penjalanan penyakit dapat dihentikan dengan membangun atau berusaha
memperbaiki stabilitas sendi.
1. Quo ad vitam baik, karena penyakitnya tidak membahayakan jiwa secara
langsung.
2. Quo ad sanam ragu-ragu, karena fisioterapi tidak dapat menyembuhkan
osteoartritis sendi lutut karena sifat simpthomatiknya, yaitu mengurangi
gejala.
3. Quo ad funcionam ragu-ragu, karena bergantung pada seberapa nyeri pasien.
4. Quo ad cosmeticam buruk, karena deformitas varus telah muncul. Kita tahu
bahwa bentuk sendi, ligamen, dan kapsul berpengaruh pada stabilitas mereka,
dan otot yang memainkan peran penting juga berperan. Formasi ligament dan
sendi.
Kapsul tidak mempengaruhi apa pun selain menjaga agar otot tidak terlalu
terbebani dan stres. Dengan latihan, otot dapat diperkuat, yang berarti kunci dan
stabilitas yang masih dapat dikendalikan adalah mengurangi rasa sakit dan
membangun kekuatan otot.

16
II.10. Pemeriksaan
1. Tes Lachman

Pada tahun-tahun terakhir ini tes Drawer lachman telah menjadi lebih disukai
oleh banyak orang karena adanya tes Drawer lachman pada fleksi 90 derajat. Hal
ini benar, khususnya untuk pemeriksaan segera setelah cedera, satu alasan untuk
menggunakan tes tersebut segera setelah cedera adalah bahwa tes tersebut tidak
memaksa lutut kedalam posisi yang menyakitkan (sangat nyeri) pada sudut 90
derajad, tetapi mengetesnya lebih nyaman pada sudut 15 derajad. Alasan lain pada
peningkatan popularitas tes ini adalah bahwa tes ini mengurangi kontraksi dari
otot hamstring. Kontraksi tersebut menyebabkan kekuatan pensetabilan lutut
sekunder cenderung untuk menutupi ekstensi yang nyata dari cedera. Tes Drawer
lachman dikelola dengan meletakkan lutut pada posisi fleksi kira-kira dalam sudut
30 derajad, dengan tungkai diputar secara eksternal. Satu tangan dari pemeriksaan
mestabilkan tungkai bawah dengan memegang bagian akhir atau ujung distal dari
tungkai atas, dan tangan yang lain memegang bagian proksimal dari tulang tibia,
kemudian usahakan untuk digerakkan ke arah anterior(Priyonoadi, 2015).
2. Tes Ballotement

Ballotement test adalah suatu bentuk pemeriksaan khusus pada sendi lutut yang
bertujuan untuk mengetahui cairan pada sendi lutut dengan cara ressesus patellaris
dikosongkan dengan menekan menggunakan satu tangan, sementara jari-jari

17
tangan lainnya menekan patella kebawah. Bila banyak cairan dalam lutut maka
patella akan terangkat dan memungkinkan sedikit ada cairan.
3. ROM (Range of Motion)

Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan untuk
menilai gerakan dan untuk gerakan awal ke dalam suatu program intervensi
terapeutik. Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot atau
pun gaya ekternal lain dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi
gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan
terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah
dan saraf.
Range of motion (ROM) diukur dalam rentang gerak aktif (AROM) dan
rentang gerak pasif (PROM). AROM didefinisikan sebagai rentang gerak ketika
seseorang menggunakan kekuatan otot untuk mempengaruhi gerakan pada sendi.
Sementara PROM adalah rentang gerak yang dicapai ketika pemeriksa
menerapkan kekuatan eksternal ke anggota tubuh seseorang. Perbedaan antara
AROM dan pengukuran PROM menunjukkan perlekatan tendon, kelemahan
(kekuatan menurun relatif terhadap jaringan artikular yang ketat), keterlibatan
saraf, atau nyeri.
4. Pengukuran Nyeri Visual Analogue Scale (VAS)

Visual Analogue Scale (VAS) merupakan alat pengukuran intensitas nyeri yang
dianggap paling efisien yang telah digunakan dalam penelitian dan pengaturan

18
klinis. VAS umumnya disajikan dalam bentuk garis horisontal. Dalam
perkembangannya VAS menyerupai NRS yang cara penyajiannya diberikan
angka 0-10 yang masing-masing nomor dapat menunjukkan intensitas nyeri yang
dirasakan oleh pasien. Dalam beberapa penelitian yang dilakukan untuk menilai
intensitas nyeri pasca operasi, skala yang digunakan adalah rekombinasi antara
VAS dan NRS. VAS juga sering digunakan untuk menilai nyeri pada pasien untuk
dapat memperoleh sensitivitas obat pada uji coba obat analgetik.Dalam
penggunaan VAS terdapat beberapa keuntungan. metode pengukuran intensitas
nyeri paling sensitif, murah dan mudah dibuat. VAS mempunyai korelasi yang
baik dengan skalaskala pengukuran yang lain dan dapat diaplikasikan pada semua
pasien serta VAS dapat digunakan untuk mengukur semua jenis nyeri. Namun
kekurangan dari skala ini adalah VAS memerlukan pengukuran yang lebih teliti
dan sangat bergantung pada pemahaman pasien terhadap alat ukur tersebut.
II.11. Diagnosa
Tiga kategori diagnosis osteoarthritis lutut terdiri dari klinis, radiologis,
laboratoris. Jika mengalami nyeri sendi lutut secara klinis dan memenuhi salah
satu dari tiga kriteria berikut(Sawandari et al., 2022).
1. Klinis
- Lebih dari lima puluh tahun.
- Kaku sendi tidak lebih dari tiga puluh menit.
- Krepitasi
- Nyeri tekan tepi tulang.
- Pembesaran tulang lutut.
2. Nyeri sendi secara klinis dan radiologis dengan memenuhi paling sedikit 1
dari 3 kriteria berikut:
- Umur lebih dari lima puluh tahun.
- Kaku sendi kurang dari tiga puluh menit.
- Krepitus bersama osteofit.
3. Adanya lima dari kriteria berikut untuk nyeri sendi klinis dan laboratoris:
- Usia lebih dari lima puluh tahun
- Kaku sendi kurang dari tiga puluh menit
- Krepitus

19
- Nyeri tekan tepi tulang
- Pembesaran tulang
- Tidak teraba hangat pada sendi yang terkena

II.12. Intervensi fisioterapi


1. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS adalah salah satu modalitas atau teknik Fisioterapi untuk mengurangi
nyeri dengan menggunakan energi listrik yang sudah dimodifikasi untuk
merangsang sistem saraf. TENS mampu mengaktivasi serabut saraf, baik serabut
saraf berdiameter besar maupun kecil yang akan menyampaikan berbagai
informasi sensoris ke sistem saraf pusat (Stephan, Abdul Qudus and Ika Rahman,
2023). Efektivitas TENS dapat diterangkan lewat teori “Gerbang Kontrol “ dari
Melzack dan Wall. TENS yang diaplikasikan dengan intensitas komfortabel akan
mengaktivasi serabut saraf tipe Aά dan Aβ yang selanjutnya memfasilitasi
interneuron substansia gelatinosa sehingga nyeri akan diblokir oleh stimulasi
listrik lewat penutupan gerbang yang berakibat terhentinya masukan afferent
diameter kecil(Vionita et al., 2022).
Indikasi
a. Fibromyalgia (nyeri pada otot dan sendi di seluruh tubuh disertai rasa lelah
dan gangguan tidur).
b. Cedera olahraga
c. Tendinitis.
d. Bursitis.
e. Nyeri sendi.

20
f. Adanya pembengkakan local pada anggota gerak.
g. Otot yang memendek atau perlengketan.
Kontraindikasi
a. Pasien yang tidak dapat memahami instruksi fisioterapis.
b. Pasian dengan alat pacu jantung.
c. Luka terbuka atau terdapat iritasi kulit.
d. Gangguan sensibilitas.
e. Jaringan yang terinfeksi seperti kasus osteomyelitis atau tuberculosis kulit.
Tata Cara Penggunaan TENS
a. Persiapan Alat, perhatikan kabel – kabel agar tidak kontak dengan lantai
atau pasien, elektroda tidak boleh menggantung diatas pasien.
b. Persiapan Pasien, sebelum terapi dimulai, pastikan pasien tidak kontra
indikasi dengan TENS. Pasien harus terbebas dari logam, dan berikan
pasien posisi senyaman mungkin agar tetap rileks selama terapi.
c. Persiapan Terapis , Terapis berada di samping pasien, dan terapis
menjelaskan tujuan dari terapi, jelaskan tentang efek yang dihasilkan dari
penggunaan TENS.
d. Penatalaksanaan Pemasangan elektroda dengan mengikuti dermatom, yaitu
penempatan di punggung sekitar dermatom L4 - S1 Menggunakan pain
management dengan bentuk gelombang biphasic. Waktu treatment 15
menit, phase duration 100 mikro detik, frekuensi pulsa 33 Hz, dan burst
frequency 2 Hz . Dengan intensitas stimulasi sensoris.
2. Microwave Diathermy (MWD)
Microwave Diathermy (MWD) merupakan elektro dan sumber fisis yang
gelombang electromagnetic dengan frekuensi 2450 Hz. Electromagnetic akan
masuk kedalam jaringan, lalu membuat suara reaksi. Reaksi yang terjadi osilaci,
rotasi, dan vibrasi sehingga akan menghasilkan panas di jaringan. Metode ini
termasuk pelayanan fisioterapi jika terjadi kelainan-kelainan patah tulang sendi
dan otot atau pada syaraf perifer.
a. Indikasi
1. Kelainan-kelainan patah tulang sendi dan otot. Misalnya, rhematoid
artritis, post traumatik, low back pain.

21
2. Kelainan-kelainan pada syaraf perifer. Seperti, neuropati dan neuralgia.
3. Relaksasi otot.
4. Myofascial trigger points.
5. Post acute musculoskeletal injuries.
6. Mengurangi stiffness joint.
b. Kontraindikasi
1. Logam dalam jaringan.
2. Penderita dengan alat pacu jantung.
3. Daerah yang terkena tumor ganas.
4. Infeksi akut.
5. Menstruasi.
6. Inflamasi akut tulang dan sendi.
7. Osteoporosis
c. Mekanisme Penggunaan MWD
1. Pastikan pasien tidak termasuk kondisi kontraindikasi.
2. Cek sensasi pasien terutama sensasi panas dingin.
3. Pastikan tangan, kaki, yang akan ditreatment bersih dari obat salep,
kotoran, lepaskan baju dan kalung/jam tangan.
4. Palpasi area yang akan diberikan MWD, lalu tranducer MWD
posisikan di area tersebut, beri jarak sekitar 10 cm dari kulit, jangan
sampai menempel di kulit.
5. Setiap 5 menit di cek sensasi pasien.
6. Minimal penggunaan MWD 20-30 menit.
7. Pastikan tidak ada kabel yang terlilit atau tertekut terutama kabel dari
alat ke tranducer kepala MWD.
3. Quadriceps Setting Exercise

22
Latihan quadriceps setting yang bersifat isometric adalah suatu jenis
latihan kontraksi pada otot tanpa adanya perubahan panjang otot serta tidak diikuti
oleh adanya perubahan gerakan sendi. Latihan jenis isometric ini sering disebut
statik kontraksi yaitu kontraksi otot dimana sendi dalam keadaan static.Latihan
quadriceps setting exercise (QSE) adalah latihan kunci untuk menjaga kesehatan
ekstensormechaism. Aktivitas ini melumasi sendi patellofemoral, meningkatkan
glide superior dari patella (diperlukan untuk ekstensi lutut penuh), dan
meningkatkan atau mempertahankan kekuatan otot paha depan. Perluasan lutut
penuh dengan aktivasi paha depan diperlukan untuk gaya berjalan normal(Siswi,
2022).
a. Mekanisme QSE
1. Posisi pasien dalam kondisi semifleksi dengan tujuan untuk
memperoleh stabilisasi pada sendi lutut maka dapat mengontrol
pembebanan sehingga tidak akan menimbulkan rasa nyeri dan peningkatan
aktivitas fungsional.
2. Duduklah di lantai dengan kaki yang cedera lurus di depan Anda.
3. Kencangkan otot di atas paha Anda dengan menekan bagian belakang
lutut hingga rata ke lantai.
4. Tahan sekitar 6 detik, lalu istirahat hingga 10 detik.
4. Resisted active exercise
Pada latihan ini terdapat kekuatan dari suatu tahanan yang diberikan pada
otot- otot yang sedang bekerja untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk membentuk efisiensi otot pads waktu
kerjanya yaitu kekuatan otot, daya tahan otot, besarnya otot kecepatan kontraksi
dan koordinasi gerakan(Sawandari et al., 2022). Efek yang diperoleh dari latihan
ini antaranya adalah:
a. Meningkatkan kekuatan dan daya otot.
b. Meningkatkan koordinasi gerakan.
c. Memperbaiki kondisi untuk pasien.
Teknik latihan ini harus memperhatikan posisi awal, pola gerak, stabilitasi,
traksi kekuatan tahanan, sifat gerakan pengulangan gerak dan kerjasama terapis
dengan pasien. Apabila otot tersebut berkontraksi melawan tahanan maka

23
ketegangan (tension) dalam otot ini akan bertambah, maka untuk memperkuat otot
harus menggunakan maximal resistance yaitu suatu tahanan maksimal yang
diberikan pada otot yang sedang berkontraksi dimana otot masih bisa bekerja
dengan full ROM dan dengan koordinasi gerakan yang baik. Pemberian resisted
atau tahanan secara progresif dapat menstimulasi sejumlah motor unit untuk
berkontraksi. Kekuatan otot ditentukan oleh banyaknya motor unit yang bekerja
dan tidak dipengaruhi oleh masa otot. Semakin banyak motor unit yang bekerja
maka kekuatan otot dapat meningkat (Sawandari et al., 2022).

24
BAB III
LAPORAN KASUS

III.1. Data Umum Pasien


Nama: Ny. H
Usia: 67 tahun
Alamat: Jl. Belimbing, Jagakarsa
Agama: Islam
Pekerjaan: Pensiunan guru
Hobi: Menari
Diagnosa Medis: Ostheoarthritis Genu Billateral
Asal Rujukan: Dokter Orthopedi
Tanggal pemeriksaan: 25 Januari 2024
III.2. Anamnesa
1. Riwayat Penyakit Sekarang (autoanamnesa, 25 Januari 2024)
Pasien mengeluhkan sakit pada lutut kanan dan kiri. Keluhan dialami sejak
bulan Mei 2023 dan semakin parah sejak 4 bulan yang lalu. Pasien telah
melakukan rontgen pada bulan Oktober 2023 dengan hasil OA Genu grade
2. Pasien sudah menjalankan fisioterapi sejak ….
a. apa yang memperberat & memperingan?
b. Sudah dibawa kemana dan diapain aja?

2. Riwayat Penyakit Dahulu/Penyerta


Hipertensi, jantung, diabetes melitus tipe 2.
3. Riwayat Pengobatan
Obat diabetes, hipertensi, dan jantung.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga.
III.3. Pemeriksaan Fisik
1. Vital Sign
a. Blood pressure : 130/100 mmHg
b. Heart rate : 70 x/menit
c. Respiratory rate : 20 x/menit

25
d. Suhu : 36 C
e. Tinggi badan : 152 cm
f. Berat badan : 70 kg
2. Inspeksi
a. Adanya flat foot
b. Adanya varus knee
c. Pasien memakai monopod
3. Palpasi
a. Adanya nyeri tekan pada lateral knee dextra.
b. Adanya spasme pada m. vastus lateralis.
4. Antropometri kanan kiri
Panjang tungkai 35 cm 35 cm
5. Lingkup Gerak Sendi kanan kiri
Pasif S 0 – 0 – 135 S 0 – 0 – 125
Aktif S 0 – 0 – 130 S 0 – 0 – 90
6. Kekuatan Otot kanan kiri
a. Ekstensor (m. quadriceps) : 3/5 4/5
b. Fleksor (m. hamstring) : 4/5 3/5
7. Nyeri (Skala VAS)
a. Nyeri diam : 0/10
b. Nyeri tekan : 3/10
c. Deskripsi nyeri : Nyeri seperti ditusuk
d. Onset nyeri : Tidak menentu
8. Tes khusus
a. Tes ballottement : + (positif)
b. Tes krepitasi : + (positif)
III.4. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen : Knee dextra
a. Osteoartritis Genu dextrs grade 2
b. Adanya osteofit condyles lateral et medial os femur dan os tibis kanan
serta os patella kanan.
c. Eminentia intercondiloidea meruncing.

26
d. Sela sendi patelofemoral joint menyempit.
e. Tampak kalsifikasi pada poplitea.
f. Tidak tampak fraktur.
III.5. Diagnosa Fisioterapi
a. Impairment
1. Adanya nyeri pada genu lateral dextra dan medial sinistra.
2. Adanya spasme pada m. vastus lateralis.
3. Adanya keterbatasan lingkup gerak sendi.
4. Adanya pemendekan otot m. quadriceps.
b. Functional Limitation
1. Tidak dapat berjalan jarak jauh.
2. Tidak dapat naik dan turun tangga.
c. Participant Restriction
1. Pasien tidak dapat melanjutkan hobinya (menari).
2. Adanya keterbatasan dalam mengikuti kegiatan di lingkungan rumah.
III.6. Rencana program Fisioterapi
a. Tujuan jangka pendek
Mengurangi nyeri dan penguatan otot
b. Tujuan jangka panjang
Pengembalian fungsional lutut secara optimal dan mengembalikan activity
daily living
III.7. Intervensi Fisioterapi
a. Rencana Intervensi
TENS, MWD, Exercise
1. Modalitas Terpilih: TENS
Prosedur :
a. Hubungkan alat dengan sumber arus listrik
b. Posisikan pasien senyaman mungkin sesuai dengan area yang akan
diterapi
c. Bebaskan area yang akan diterapi dari pakaian atau benda lainnya
d. Atur posisi pad elektroda pada area yang akan diterapi. fiksasi pad
dengan strap atau sand pack

27
e. Atur waktu (10-15 menit)
f. Tekan tombol “ON” untuk menghidupkan alat
g. Tentukan intensitas
h. Start pelaksanaan dan monitor pasien selama terapi
i. Treatment selesai
j. Tekan tombol “OFF” untuk mematikan alat
k. Merapikan alat lepaskan hubungan sumber arus listrik.
Dosis :
F : 2x seminggu
I : 30.0 mA dan 3,7 mA
T : Burst
T : 12 Menit
2. Modalitas Terpilih : MWD
Dosis :
F : 2x/ minggu
I : 45w
T : continous
T : 12 Menit
3. Exercise : Quadriceps setting
F : 2x/ minggu
T : srengrhening
T : 55 detik
R : 8 rep
S : 5 set
RI : 1:2
III.8. Edukasi / Home program
a. Penggunaan knee brace untuk menstabilisasi sendi, mengurahi keluhan
nyeri, dan limitasi pergerakan pada OA genu.
b. Penggunaan insole untuk flat foot untuk mendukung lengkung kaki gua
menghindari tekanan berlebihan saat beraktivitas, menghindari cedera,
dan menstabilkan posisi kaki dengan benar.
c. Penurunan berat badan

28
d. Olahraga yang tidak mengakibatkan tumpuan pada lutut (berenang dan
bersepeda).

29

Anda mungkin juga menyukai