OSTEOARTHRITIS KNEE
Pembimbing:
dr. Hidayat Kussugiharso Wibowo, Sp.OT
Disusun Oleh:
Abdul Aziz Asyhari
G4A021045
2022
i
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
OSTEOARTHRITIS KNEE
Disusun Oleh:
Abdul Aziz Asyhari G4A021045
Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang
berjudul “Osteoarthritis Genu”. Penulisan referat ini merupaka salah satu syarat
untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Bedah RSUD
Ajibarang. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat untuk kepentingan
pelayanan kesehatan, Pendidikan, penelitian dan dapat dipergunakan dengan
sebaik-baiknya oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Terima kasih penulis
ucapkan kepada dr. Hidayat Kussugiharso Wibowo, Sp.OT selaku dosen
pembimbung yang telah memberikan saran dan motivasi dalam penyusunan
referat ini. Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
referat ini. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun sangat di
harapkan.
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
i
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Osteoarthritis adalah penyakit pada sendi sinovial yang ditandai dengan
degradasi kartilago dan pertumbuhan berlebih tulang dalam bentuk osteofit dan
penebalan subkondral. Osteoarthritis juga dikaitkan dengan berbagai derajat sinovitis
dan kerusakan pada struktur sendi lainnya, termasuk ligamen dan meniskus.
Osteoarthritis genu merupakan osteoarthritis kronik pada lutut yang umum dijumpai
pada usia lanjut dan sering menyebabkan nyeri sendi, keterbatasan aktivitas ataupun
penurunan kualitas hidup (Coryell et al., 2021; Wang et al., 2021). Lokasi predileksi
sendi yang terkena adalah weight-bearing joint: sendi leher, vertebra lumbosacral,
panggul, lutut, pergelangan kaki dan sendi metatarsal phalangeal pertama, serta
sendi tangan carpometacarpal (CMC), procimal interphalangeal (PIP) dan distal
interphalangeal (DIP) (Rosani dan Isbangio, 2014).
Osteoarthritis Genu adalah penyakit degeneratif pada sendi genu karena
adanya abrasi tulang rawan sendi dan pembentukan tulang baru pada permukaan
persendian yang mampu menyebabkan kelemahan otot dan tendon sehingga
membatasi gerak dan menyebabkan nyeri. Penyakit degeneratif pada genu dapat
menyebabkan permukaan sendi genu menjadi tidak teratur dan kasar, ini akan
menyebabkan rasa sakit dan bengkak pada genu (Pratama, 2019).
B. Anatomi
Sendi lutut merupakan sendi terbesar dan paling superfisial dengan
gerakan utama fleksi dan ekstensi. Permukaan sendi lutut dicirikan oleh
ukurannya yang besar dan terdiri dari tiga artikulasio yaitu dua artikulasi
femorotibial (lateral dan medial) antara condylus femoral dan tibial lateral dan
medial serta satu artikulasio femoropatellar antara patella dan femur. Stabilisasi
sendi lutut bergantung pada kekuatan otot dan tendon sekitar serta ligamen
yang menghubungkan femur dan tibia. Otot yang paling penting dalam
menstabilkan sendi lutut adalah m. quadriceps femoris terutama serabut
inferior m. vastus medialis dan lateralis (Moore et al., 2017).
ii
Gambar 2.1 Tulang dan Otot pada Sendi Lutut (Moore et al., 2017)
Kapsul sendi lutut terdiri dari lapisan fibrosa eksternal kapsul (kapsula
fibrosa) dan membrana sinovial internal yang melapisi semua permukaan
internal rongga artikular. Lapisan fibrosa memiliki beberapa bagian menebal
dan membentuk ligamen intrinsik. Lapisan fibrosa melekat pada femur di
superior tepat di proksimal margin artikular kondilus. Di posterior, lapisan
fibrosa membungkus kondilus dan fossa interkondilus. Lapisan fibrosa
memiliki bukaan atau celah di posterior kondilus tibia lateral untuk
memungkinkan tendon popliteus keluar dari kapsul sendi untuk menempel
pada tibia. Di bagian inferior, lapisan fibrosa menempel pada tepi permukaan
artikular superior tibia kecuali tendon popliteus menyilang tulang. Tendon
quadriceps, patella dan ligamen patella menggantikan lapisan fibrosa anterior
yaitu lapisan fibrosa terus menerus dengan margin lateral dan medial dari
struktur ini dan tidak ada lapisan fibrosa terpisah di wilayah struktur ini (Moore
et al., 2017).
Membran sinovial yang luas melapisi semua permukaan yang membatasi
rongga artikular (ruang yang berisi cairan sinovial) yang tidak ditutupi oleh
kartilago artikular dan melekat pada pinggir tulang rawan artikular yang
menutupi kondilus femoralis dan tibialis serta tepi meniskus. Membran sinovial
melapisi permukaan internal lapisan fibrosa secara lateral dan medial tetapi
iii
secara sentral menjadi terpisah dari lapisan fibrosa. Sedangkan pada bagian
iv
posterior terdapat lipatan alar lateral dan medial yang berisi lemak menutupi
bagian dalam bantalan lemak dan menempati ruang di setiap sisi ligamen
patella internal ke lapisan fibrosa. Di atas patella, rongga sendi lutut meluas
jauh ke dalam vastus intermedius sebagai bursa suprapatellar. Membran
sinovial kapsul sendi berlanjut dengan lapisan sinovial bursa ini (Moore et al.,
2017).
Gambar 2.2 Kapsul dan Ligamen Sendi Lutut (Moore et al., 2017)
Gambar 3.2 Kapsul Sendi Lutut tampak Superior (Moore et al., 2017)
Kapsul sendi diperkuat oleh lima ligamen ekstrakapsuler yaitu
ligamentum patella, ligamentum kolateral fibula, ligamentum kolateral tibialis,
ligamentum poplitea oblique dan ligamentum poplitea arcuata. Sedangkan
ligamentum intra artikular di dalam sendi lutut terdiri dari ligamentum
cruciatum dan menisci (Moore et al., 2017).
v
Gambar 4.2 Ligamentum Ekstrakapsuler (Moore et al., 2017)
vii
Gambar 7.2 Persarafan Sendi Lutut (Moore et al., 2017)
Bursa di sekitar lutut terdiri dari bursa suprapatellar, popliteus, anserine,
gastrocknemius, semimebranosus, subcutaneous prepatellar, subcutaneous
infrapatellar dan infrapatellar profunda. Bursa subcutaneous infrapatellar dan
prepatellar terletak di permukaan cembung sendi dan memungkinkan kulit dapat
bergerak bebas selama pergerakan lutut. Bursa suprapatellar, popliteus, anserine
dan gastrocknemius berhubungan dengan rongga sinovial sendi lutut (Moore et
al., 2017).
vii
i
D. Faktor Risiko
Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA lutu yaitu fakro
predisposisi dan faktor biomekanis. Faktir predisposisi merupakan faktor yang
memudahkan seseorang untuk terserang OA lutut. Sedangkan faktor biomekanik
lebih cenderung kepada faktor mekanis/gerak tubuh yang memberikan beban atau
tekanan pada sendi lutu sebagai alat gerak tubuh, sehingga meningkatkan risiko
terjadinya OA lutut.
1. Faktor Predisposis
a. Faktor Demografi
1) Usia dan Gender
Usia merupakan faktor risiko paling kuat. Mekanismenya
masih belum jelas, namun sangat berkaitan dengan proses biologis
pada sendi, proses penuaan akan menurunkan jumlah kondrosit di
kartilago sendi dan akan berkorelasi langsung dengan derajat
kerusakan kartilago. Prevalensi pada wanita lebih besar daripada pria,
tingkat keparahan OA juga lebih besar pada wanita. Penelitian
menunjukkan bahwa hormon berperan dalam mekanisme terjadinya
OA (Wijaya, 2018).
Seiring bertambahnya usia, mekanisme seluler dasar yang
mempertahankan homeostasis jaringan menurun dan menyebabkan
respons yang tidak memadai terhadap stres atau cedera sendi. Hal ini
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sendi yang dapat berlanjut
menjadi osteoarthritis (Shanmugam & Kumar, 2021).
2) Ras/Etnik
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan
Amerika tidak berbeda, sedangkan suatu penelitian membuktikan
bahwa ras Afrika – Amerika memiliki risiko menderita OA lutut 2
kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga
memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan
Kaukasia.15,28 Suatu studi lain menyimpulkan bahwa populasi kulit
berwarna lebih banyak terserang OA dibandingkan kulit putih (4).
b. Faktor Genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA lutut, hal
ix
tersebut berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis
kolagen yang bersifat diturunkan.
c. Faktor Gaya Hidup
- Kebiasaan Merokok
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif
antara merokok dengan OA lutut. Merokok meningkatkan kandungan
racun dalam darah dan mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen,
yang memungkinkan terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat
merusakkan sel tulang rawan sendi. Hubungan antara merokok dengan
hilangnya tulang rawan pada OA lutut dapat dijelaskan sebagai berikut 1.
Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan
sendi. 2. Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang
mempengaruhi hilangnya tulang rawan. 3. Merokok dapat meningkatkan
kandungan karbon monoksida dalam darah, menyebabkan jaringan
kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan.
Di sisi lain, terdapat penelitian yang menyimpulkan bahwa merokok
memiliki efek protektif terhadap kejadian OA lutut. Hal tersebut diperoleh
setelah mengendalikan variabel perancu yang potensial seperti berat badan
(15)
- Konsumsi Vitamin D
Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung
vitamin D memiliki peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA lutut.
d. Faktor Metabolik
1) Obesitas
Seseorang dengan obesitas berisiko 2,96 kali lebih tinggi
terkena OA daripada orang dengan indeks massa tubuh normal,
sedangkan overweight memiliki risiko 2 kali lebih tinggi terkena OA.
Obesitas meningkatkan risiko OA dengan beberapa mekanisme, di
antaranya meningkatkan beban sendi terutama pada weight-bearing
joint, mengubah faktor perilaku seperti menurunnya aktivitas fisik
yang akhirnya menghilangkan kemampuan dan kekuatan protektif
otot sekitar sendi. Pada OA lutut, obesitas menyebabkan kelemahan
otot–otot di sekitar sendi lutut dan meningkatkan kasus artroplasti.
Pada pasien obesitas, jaringan lemak dapat juga ditemukan di
x
belakang patella di area sendi lutut, biasa disebut infrapatellar fat
pad, jaringan lemak dapat enghasilkan adipokin, yaitu sitokin yang
dihasilkan sel lemak, seperti leptin, adiponektin, resistin, dan visfatin.
Adipokin ini dapat mengalami disregulasi yang dapat mensekresikan
factor – faktor proinflamasi (Wijaya, 2018).
2) Osteoporosis
Hubungan antara OA dan osteoporosis mendudukung teori
bahwa gerakan mekanis yang abnormal tulang akan mempercepat
kerusakan tulang rawan sendi (Wijaya, 2018).
3) Penyakit lain
OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus,
hipertensi dan hiperurikemi, dengan catatan pasien tidak mengalami
obesitas (Wijaya, 2018).
2. Faktor Biomekanis
a. Riwayat Trauma Lutut
Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum
krusiatum dan meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA
lutut.Studi Framingham menemukan bahwa orang dengan riwayat
trauma lutut memiliki risiko 5 – 6 kali lipat lebih tinggi untuk
menderita OA lutut. Hal tersebut biasanya terjadi pada kelompok
usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan kecacatan yang
lama dan pengangguran (Wijaya, 2018).
b. Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal
pada sendi lutut seperti genu varum, genu valgus, Legg – Calve –
Perthes disease dan displasia asetabulum. Kelemahan otot
kuadrisep dan laksiti ligamentum pada sendi lutut termasuk
kelainan lokal yang juga menjadi faktor risiko OA lutut (Wijaya,
2018).
c. Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat,
terutama yang banyak menggunakan kekuatan yang bertumpu pada
lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita OA lutut ditemukan pada
kuli pelabuhan, petani dan penambang dibandingkan pada pekerja
xi
yang tidak banyak menggunakan kekuatan lutut seperti pekerja
administrasi.4,16 Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan
yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut (Wijaya,
2018).
d. Aktivitas fisik Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau
lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari),
mengangkat barang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih
setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg – 50 kg
selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap
hari merupakan faktor risiko OA lutu (Wijaya, 2018).
e. Kebiasaan olah raga
Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti
sepak bola, lari maraton dan kung fu memiliki risiko meningkat
untuk menderita OA lutut. Kelemahan otot kuadrisep primer
merupakan faktor risiko bagi terjadinya OA dengan proses
menurunkan stabilitas sendi dan mengurangi shock yang menyerap
materi otot.15 Tetapi, di sisi lain seseorang yang memiliki aktivitas
minim sehari-hari juga berisiko mengalami OA lutut. Ketika
seseorang tidak melakukan gerakan, aliran cairan sendi akan
berkurang dan berakibat aliran makanan yang masuk ke sendi juga
berkurang. Hal tersebut akan mengakibatkan proses degeneratif
menjadi berlebihan (Wijaya, 2018).
xii
E. Klasifikasi
Osteoarthritis genu diklasifikasikan menjadi dua tipe berdasarkan
penyebabnya yaitu osteoarthritis primer dan osteoarthritis sekunder. Osteoarthritis
primer adalah osteoarthritis yang diakibatkan oleh fenomena penuaan yang
idiopatik. Osteoarthritis sekunder terjadi pada individu yang berusia lebih muda
akibat adanya kondisi yang merupakan faktor predisposisi dari osteoarthritis
seperti cedera sendi, deformitas sendi akibat kecelakaan dan karena penyakit
sistemik seperti diabetes, nekrosis avaskular atau obesitas (Sibarani et al., 2021).
1. Osteoartritis primer
Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya dan
tidak berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal
pada sendi. Meski demikian, osteoartritis primer banyak dihubungkan pada
penuaan. Pada orang tua, volume air dari tulang muda meningkat dan
susunan protein tulang mengalami degenerasi. Akhirnya, kartilago mulai
degenerasi dengan mengelupas atau membentuk tulang muda yang kecil.
Pada kasus- kasus lanjut, ada kehilangan total dari bantal kartilago antara
tulang-tulang dan sendi-sendi. Penggunaan berulang dari sendi-sendi yang
terpakai dari tahun ke tahun dapat membuat bantalan tulang mengalami
iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri dan pembengkakan sendi.
Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan gesekan antar tulang, menjurus
pada nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari kartilago dapat
juga menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru yang terbentuk di
sekitar sendi-sendi.
2. Osteoartritis sekunder
Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau
kondisi lainnya, seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan
pertumbuhan (baik lokal maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi,
penyakit akibat deposit kalsium, kelainan endokrin, metabolik, inflamasi,
imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko lainnya seperti obesitas,
operasi yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan sebagainya
xii
i
Tabel 2.2. Klasifikasi Gambaran Radiologi (Armstrong & Hubbard, 2016).
xi
v
Gambar 10.2 Kriteria Keligren-Lawrence
F. Fisiologi
Fleksi dan ekstensi adalah gerakan lutut utama. Ketika lutut ekstensi
penuh ketika berdiri, lutut secara pasif mengunci karena rotasi medial dari
kondilus femoral pada tibial plateau. Posisi ini membuat tungkai bawah menjadi
kokoh dan lebih disesuaikan untuk menahan beban. Saat lutut terkunci, otot
paha dan kaki dapat rileks tanpa membuat sendi lutut terlalu tidak stabil. Untuk
membuka kunci lutut, popliteus berkontraksi dan memutar tulang paha ke lateral
sekitar 5o pada tibial plateau sehingga fleksi lutut dapat terjadi (Moore et al.,
2017).
Meskipun gerakan rolling dari kondilus femoralis selama fleksi dan
ekstensi dibatasi oleh ligamentum cruciatum, beberapa rolling terjadi dan titik
kontak antara femur dan tibia bergerak ke posterior dengan fleksi dan kembali
ke anterior dengan ekstensi. Selanjutnya selama rotasi lutut, satu kondilus
femoralis bergerak ke anterior pada kondilus tibia yang sesuai sementara
kondilus femoralis lainnya bergerak ke posterior berputar sekitar ligamentum
cruciatum (Moore et al., 2017).
G. Patofisiologi
Osteoarthritis dapat mempengaruhi seluruh sendi, termasuk kartilago,
jaringan sinovial, tulang subkondral dan kapsul sendi, serta ligamen dan otot
xv
periartikular. Kartilago memberikan lapisan lubrikasi penting pada permukaan
tulang di mana femur, tibia dan patella berartikulasi satu sama lain dan
menyerap stres yang diciptakan selama gerakan untuk gerakan sendi yang
efisien. Cairan lubrikasi terdiri dari matriks ekstraseluler (ECM) yang sebagian
besar terdiri dari kolagen tipe II dan proteoglikan aggrecan dan berperan dalam
kekuatan dan fleksibilitas ke jaringan (Thomson & Hilkens, 2021).
Pada osteoarthritis, keseimbangan ini bergeser ke katabolisme dan
kondrosit mengadopsi keadaan teraktivasi yang ditandai dengan peningkatan
proliferasi sel, perubahan molekuler, dan produksi enzim pendegradasi ECM.
Hal ini menyebabkan kerusakan kartilago. Protein MMP dan aggrecanase
merupakan enzim yang mampu mendegradasi kolagen dan aggrecan pada ECM.
Kerusakan ECM ini menyebabkan perkembangan fisura di dalam lapisan
kartilago dan sebagai akibatnya tulang subkondral yang terletak tepat di bawah
terpapar ke rongga artikular. Oleh karena itu, sendi menjadi tidak dapat
berfungsi secara normal dan tidak mampu menyerap tekanan mekanis secara
efektif. Perubahan struktural pada tulang subkondral juga dapat dilihat pada
osteoarthritis termasuk peningkatan regenerasi tulang, perkembangan fraktur
mikro dan peningkatan angiogenesis. Sklerosis tulang, osteofit, kista tulang, dan
lesi sumsum tulang, yang dideteksi melalui MRI juga dapat dilihat (Thomson &
Hilkens, 2021).
Mediator inflamasi telah lama diketahui berperan dalam degradasi ECM
tulang rawan. Secara khusus, pasien osteoarthritis mengalami peningkatan kadar
IL-1b, TNF-a dan IL-6. IL-1b adalah mediator penting dari peradangan sendi
dan ekspresi berlebihnya oleh kondrosit dapat dilihat pada kartilago osteoartritis
awal. Peningkatan tersebut menyebabkan fenotipe kondrosit abnormal, yang
secara langsung mengganggu sintesis kolagen ECM dan protein aggrecan.
Peningkatan pelepasan terkait enzim MMP dan agracanase seperti MMP-1,
MMP-3 dan MMP-13 juga terlihat, dengan efek destruktif pada
komponerulangn rawan. IL-1b secara autokrin dapat menginduksi sekresinya
sendiri dan merangsang sintesis mediator inflamasi lainnya, seperti TNF-a dan
IL-6. Sinergi dengan IL1b, pengikatan TNF-a pada reseptornya menginduksi
kaskade pensinyalan NF-kB yang serupa untuk meningkatkan peradangan dan
katabolisme melalui peningkatan ekspresi molekul adhesi, sintesis sitokin lebih
lanjut, dan mempromosikan ekspresi lebih banyak enzim MMP yang mampu
xv
i
untuk degradasi ECM. Sitokin lain seperti IL-8, IL-18, IL-17 dan IL-22
meningkat pada jaringan sinovial yang meradang. Secara khusus sitokin tersebut
terkait dengan sel Th17 dan NK22 bersama dengan perekrutan neutrofil ke
dalam jaringan menyebabkan sinovitis. IL-6 yang diproduksi oleh sel-sel seperti
kondrosit, osteoblas, fibroblas, makrofag dan adiposit juga dapat bersinergi
dengan sitokin lain untuk mempengaruhi ECM dimana IL-6 adalah sitokin
kunci untuk mempengaruhi lapisan tulang subkondral sendi dengan
pembentukan osteoklas untuk meningkatkan penyerapan tulang di dalam sendi.
TGF-b tinggi menyebabkan produksi osteofit, serta meningkatkan hipertrofi
kondrosit melalui jalur sinyal alternatif (Thomson & Hilkens, 2021).
xv
ii
H. Penegakkan DiaDiagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis meliputi perjalanan penyakit termasuk tanda dan gejala serta
faktor risiko yang ditemukan pada pasien. Gejala utama yang sering dikeluhan
pasien osteoarthritis adalah nyeri pada sendi baik selama ataupun setelah
digunakan. Nyeri bersifat gradual/progresif yang dapat bersifat hilang-timbul
di awal penyakit. Selain itu terdapat kekakuan sendi terutama ketika berdiri
duduk serta berbunyi ketika berjalan. Gejala lain berupa krepitasi saat gerak
aktif, keterbatasan gerak (Kumar & Iyer, 2021).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien OA meliputi indeks massa tubuh (IMT)
dan status lokalis meliputi (Winagun, 2019) :
a. Inspeksi : ada/tidak deformitas sendi(varus), tanda-tanda inflamasi di atau
sekitar sendi (oedem), penonjolan tulang (nodul bouchard dan/atau
heberden), krepitasi saat gerak aktif, nyeri saat gerak aktif, dan swing
movement saat berjalan.
b. Palpasi : ada/tidak perabaan hangat, nyeri tekan, nodul, instabilitas sendi,
penurunan range of motion (ROM), dan krepitasi saat gerak inaktif.
xv
iii
Gambar 11.2 Klasifikasi diagnosis OA
c. Pemeriksaan Radiologi
xi
x
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan seperti Xray dan MRI.
Pada pemeriksaan x-ray tanpa kontras pasien osteoartritis dapat ditemukan
asimetrisitas penipisan ruang sendi, osteofit di tepi sendi, dan
skleroisissubkondral (Winagun, 2019).Pmeriksaan radiologi MRI pasien
osteoarthritis dapat ditemukan lesi pada meniskus. Berdasarkan klasifikasi British
Knee Meniscus Surgery Association, lesi meniskus diklasifikasikan sebagai lesi
target, kemungkinan lesi target dan bukan lesi target. Lesi target disebabkan oleh
robekan meniskus yang bergeser atau insufisiensi akar meniskus dan biasanya
dapat diobati dengan pembedahan. Kemungkinan lesi target disebabkan oleh
robekan radial, robekan longitudinal pendek, robekan kompleks. Bukan lesi target
disebabkan oleh kelainan kontur dan ekstruksi meniskus yang terisolasi (Kalfaoglu
et al., 2021).
Gambar 11.2 Gambaran Radiologi Pasien Osteoartritis (Sibarani et
al., 2021).
xx
Gambar 12.2 Tanda dan Gejala pada Osteoartritis
I. Tatalaksana
xx
i
Gambar 13.2 Algoritma untuk tatalaksana osteoartritis pada lutut menurut
American Academy of Family Physician (Jones & Covey, 2015)
xx
ii
Sebelum melakukan terapi, edukasi penting pada pasien OA. Dengan
edukasi, pasien mengetahui tujuan terapi OA dan pentingnya perubahan gaya
hidup, latihan, dan pengurangan berat badan yang akan mempengaruhi
perjalanan penyakit. Setelah beberapa sesi latihan fisik dan penguatan otot,
pasien akan dievaluasi skala nyerinya menggunakan skala WOMAC (Western
Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis Index). Jika tidak
menunjukkan perbaikan, perlu diberi obat analgesik. Jika nyeri masih tidak
berubah signifikan, perlu beberapa tindakan seperti injeksi intraartikular,
pemberian tramadol, dan valgus brace. Selanjutnya akan dievaluasi lagi dan
perlu dipertimbangkan pemberian opioid lain atau pembedahan jika tidak ada
perubahan signifikan rasa nyeri dan fungsi sendi (Wijaya, 2018). Pendekatan
terapeutik terhadap kerusakan kartilago
xx
iii
2. Pendekatan terapeutik terhadap remodelling tulang
a. Biphosponates
Biphosponates adalah obat antiresorptive yang memperlambat
remodelling tulang dengan inhibisi osteoklas. Alendronate dengan
menginhibisi kehilangan tulang subkondral menyebabkan perbaikan
terhadap struktur kartilago artikular. Hasil penelitian menujukkan
peningkatan densitas tulang dan penurunan marker destruksi tulang
setelah pemberian alendronate selama 2 tahun (Rezus et al., 2021).
b. Kalsitonin
Kalsitonin merupakan hormon yang disekresikan oleh sel tiroid
parafolikular dan berikatan dengan reseptor spesifik osteoklas untuk
inhibisi (Rezus et al., 2021).
3. Pendekatan terapeutik terhadap inflamasi sinovial
a. Inhibitor Asam Arakhidonat
Asam arakhidunan menghasilkan enzim siklooksigenase sehingga
menyebabkan produksi prostaglandin proinflamasi. Hal ini merupakan
sebab bahwa OAINS diresepkan sebagaikan pengobatan simptomatik
pada osteoarthritis. Terapi OAINS memiliki efek dalam menurunkan
marker inflamasi pada cairan sendi pasien (Rezus et al., 2021).
b. Glukokortikoid
Glukokortikoid menunjukkan efek anti-inflamasi yang kuat dan
telah terbukti mengurangi nyeri dan gangguan fungsional terkait nyeri
pada pasien dengan OA. Akan tetapi perlu pertimbangan risiko untuk
penggunaan jangka panjang (Rezus et al., 2021).
c. Asam Hyaluronat
Penggunaan asam hyaluronat dapat menurunkan secara signifikan
tingkat TNF, IL-1 dan IL-1, IL-6, IL-17, IFN (Rezus et al., 2021).
d. Olahraga, Diet
Perubahan diet dan gaya hidup dapat berperan dalam menurunkan
inflamasi pada osteoarthritis genu. Pada saat BMI normal maka kadar
marker inflamasi secara signifikan berkurang (Rezus et al., 2021).
xx
iv
4. Penatalaksanaan osteoarthritis berdasarkan PAPDI (2019)
a. Tahap pertama : Terapi non farmakologi
1) Modifikasi gaya hidup
2) Bila berat badan berlebih (BMI > 25) maka penurunan minimal 5%
dari berat badan dengan target BMI 18,5 – 25
3) Terapi fisik berupa latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan
otot dan aat bantu gerak sendi
4) Terapi okupasi berupa proteksi sendi dan konservasi energi
b. Tahap kedua : Terapi farmakologi
1) Pendekatan terapi awal
a) Untuk osteoarthritis dengan gejala nyeri ringan hingga sedang
maka dapat diberikan acetaminophen (< 4 gram/hari) atau OAINS
b) Untuk osteoarthritis dengan gejala nyeri ringan hingga sedang yang
memiliki risiko pada sistem pencernaan maka dapat diberikan
acetaminophen (< 4 gram/hari) atau OAINS non selektif dengan
pemberian obat pelindung gaster
c) Untuk nyeri sedang hingga berat dan disertai pembengkakan sendi
maka dilakukan aspirasi dan tindakan injeksi glukokortikoid
intraartikuler (misal triamsinolone hexatonide 40 mg) untuk
penanganan nyeri jangka pendek
2) Pendekatan terapi alternatif. Bila dengan terapi awal tidak
memberikan respon yang adekuat
a) Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat dan
memiliki kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik dan
OAINS dapat diberikan Tramadol (200-300 mg dalam dosis
terbagi).
b) Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan atau
kortikosteroid jangka pendek pada osteoarthritis lutut
3) Injeksi intraartikular
a) Kortikosteroid (triamsinolone hexacetonide dan methyl
prednisolone)
Dapat diberikan pada osteoarthritis genu jika mengenai satu
atau dua sendi dengan keluhan nyeri sedang hingga berat yang
xx
v
kurang responsif terhadap pemberian OAINS. Diberikan juga pada
osteoarthritis lutut dengan efusi sendi atau secara pemeriksaan fisik terdapat
tanda inflamasi lainnya. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi.
b) Viskosuplemen: Hyaluronan
Penyuntikan intra artikular viskosuplemen ini dapat diberikan untuk
sendi lutut. Karakteristik dari penyuntikan hyaluronan ini adalah onsetnya
lambat namun berefek jangka panjang dan dapat mengendalikan gejala klinis
lebih lama. Cara pemberian dengan diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali
dengan interal 1 minggu 2-
2,5 ml.
Non-farmakologi
a. Latihan fisik (sangat direkomendasikan)
Olahraga/latihan fisik pada pasien dengan OA lutut dapat
dibedakan berdasarkan lokasi latihan fsiik menjadi land based exercises
dan aquatic exercises (hydrotherpy - contoh : berenang) (Yusuf, 2016).
Olahraga/latihan fisik harus dilakukan secara perlahan dan hati-
hatidiawali dengan pemanasan dan diakhir dengan pendinginan , jika
muncul rasa nyeri maka istirahat hingga nyeri berkurang sebelum
memulai kembali. Secara ideal, latihan fisik dilakukan 3x/minggu dengan
melakukan 3-4 latihan di setiap sesinya. Latihan fisik diawali dan
diakhiri dengan cara berjalan selama 3-4 menit. Teknik latihan fisik
dibedakan menjadi 2 yaitu (NHS, 2021) :
1) Strengthening
a) Fleksi dan ekstensi genu
Posisi supinasi/terlentang dengan kedua lutut lurus, secara perlahan
tekuk/fleksi lutut yang mengalami OA sampai posisi nyaman
xx
vi
pasien. Tahan posisi sampai 10 detik, lalu turunkan/ekstensi secara
perlahan, ulangi 10x.
xx
vii
Gunakan kursi untuk keseimbangan, lakukan squat secara perlahan
dengan posisi kedua lutut menumpu dan pastikan punggung lurus
(sudut ≤ 45⁰). Ulangi 10x.
xx
vii
Gambar 7.14 Clam
2) Stretching
a) Harmstring stretch
Berdiri tegak dan letakkan kaki yang sakit di pijakan. Perlahan
condong ke depan di panggul sampai terasa regangan di belakang
paha (pastikan punggung lurus), tahan selama 20-30 detik, ulangi
5x.
xx
ix
Gambar 7.17 Calf Stretch
b. Penurunan BB (pada pasien obesitas – sangat direkomendasikan)
c. Self-efficacy and self management programs (sangat
direkomendasikan)
d. Tai-chi (sangat direkomendasikan)
e. Yoga (direkomendasikan di kondisi tertentu)
f. Cognitive behavioral therapy (CBT)
(direkomendasikan di kondisi tertentu)
g. Penggunaan cane/tongkat sangat direkomendasikan
pada pasien OA dengan keterlibatan ≥1 sendi yang
menimbulkan efek signifikan terhadap ambulasi,
stabilitas sendi, ataupun nyeri.
h. Braces
1) Tibiofemoral sangat direkomendasikan pada pasien
dengan keterlibatan ≥1 sendi yang menimbulkan
efek signifikan terhadap ambulasi, stabilitas sendi,
ataupun nyeri dan nyaman dengan penggunaan
braces.
2) Patellofemoral dapat direkomendasikan pada pasien
OA patellofemoral di satu/kedua lutut yang
menimbulkan efek signfikan terhadap ambulasi,
stabilitas sendi, maupun nyeri.
i. Penggunaan knesio-taping direkomendasikan pada kasus tertentu
j. Akupuntur direkomendasikan pada OA genu/lutut
xx
dengan nyeri kronik sedang-berat yang berindikasi
artroplasti total namun menolak/kontraindikasi
tindakan tsb. Namun, American Academy of
Orthopedic Surgeons (AAOS) tidak merekomendasik
akupuntur pada pasien OA lutut simtomatik (Jevsevar
et al., 2013).
k. Intervensi thermal (kompres dingin/hangat)
xx