DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3 :
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya karena penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa salawat serta
salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
kepada keluarganya, sahabatnya, hingga kepada kita selaku umatnya hingga akhir
zaman.
Pembuatan makalah ini tiak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan
dorongan, baik materi maupun moral dari pihak-pihak tertentu. Kami ucapkan
terima kasih kepada Allah SWT, kedua orang tua yang sudah mendoakan dan
memberi semangat kepada kami, teman-teman kelompok 3 yang sudah bekerja
sama dalam mnyelesikan tugas ini dengan baik, Penulis mengharapkan kritik dan
saran sebagai bahan pembelajaran pada masa depan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Cover.......................................................................................................
Kata Pengantar........................................................................................
Daftar Isi..................................................................................................
Bab I Pendahuluan..................................................................................
10.1.........................................................................................................Osteoporos
is Pada Lansia...................................................................................
10.2.........................................................................................................Asuhan
Keperawatan Osteoporosis Pada Lansia.........................................
10.3.........................................................................................................Osteoartriti
s Pada Lansia....................................................................................
10.4.........................................................................................................Asuhan
Keperawatan Osteoartritis Pada Lansia...........................................
3.1 Kesimpulan......................................................................................
Daftar Pustaka........................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
A. Osteoporosis Pada Lansia
Usia lanjut (lansia) merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya (WHO, 2004). Jumlah
populasi lansia di Indonesia meningkat amat pesat dari 4,48% pada tahun
1971 menjadi 9,77% pada tahun 2010 dan diprediksi akan sebesar 11,34%
satu kemunduran fisik yang terjadi adalah gangguan masalah sistem tulang
tulang menurun, akibatnya tulang menjadi rapuh dan berlubang seperti spons
tulang, sehingga pada lansia rawan terjadi osteoporosis (Lukman dan Neti,
2009).
sehingga tulang menjadi lemah, rapuh dan mudah patah jika terkena sedikit
benturan. Penurunan kekuatan tulang ini tanpa disadari, oleh sebab itu
Osteoporosis kini telah menjadi salah satu penyebab penderitaan dan cacat
4
bahkan timbul komplikasi hingga terjadi kematian. Resiko patah tulang akan
tulang dan berat badan, menurunnya hormon seks, obat-obatan atau penyakit
tertentu, gaya hidup, dan keturunan (Misnadiarly, 2013). Faktor resiko yang
disebabkan olah gaya hidup adalah aktifitas fisik, merokok, konsumsi kafein
Djoko, 2004).
organ dan penurunan perkembangan fisik yang tidak dapat dihindari. Jumlah
lansia di Indonesia berjumlah 18.781 juta jiwa dan pada tahun 2025
Indonesia, 2014).
5
Osteoartritis (OA) adalah penyakit rematik yang paling sering
suatu patologi yang dimulai dari kartilago hialin sendi lutut, dimana terjadi
sendi dan tulang subchondral, capsul sendi yang membungkus sendi dan
otot-otot yang melekat berdekatan dengan sendi. Akibat dari semua itu akan
menimbulkan keluhan berupa adanya nyeri pada lutut terutama pada bagian
medial lutut, kekakuan atau keterbatasan gerak dalam pola capsular pattern
sendi lutut, gangguan stabilitas sendi dan menurunnya fungsi lutut yaitu
Nedyo waras dan Ngudi waras Kelurahan Jebres pada bulan agustus,
penderita osteoarthritis yang paling banyak terdapat pada rentang usia 60-72
tahun. Pada penderita osteoarthritis ini banyak pada masuk grade 1 sebanyak
6
1.2 Rumusan Masalah
7
BAB II
TINJAUAN TEORI
10.5 Osteoporo
sis Pada Lansia
A. Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porous berarti berlubang – lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah
tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang
dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang (Tandra, 2009).
B. Epidemiologi
8
lebih dari 80 th. Diperkirakan 30% dari wanita diatas usia 50 th mendapat
satu atau lebih patah tulang vertebrata. Diperkirakan 1 dari 5 pria diatas 50 th
mendapat patah tulang akibat osteoporosis dalam hidupnya. Angka kematian
5 th pertama meningkat sekitar 20% pada patah tulang vertebrata maupun
pada panggul.
C. Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu :
9
ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal
(trauma tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (misalnya
kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormonal tiroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk
keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang memiliki kadar dan fungsi hromon yang normal, kadar
vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang.
D. Patofisiologi
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan
matrik ekstra selular, 5% sel korosit. Fungsinya sebagai penyangga juga
pelumas sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi.
10
Pathway Osteoporosis
Usia Lanjut
↓Reabsorpsi
Ca di ginjal
Hiperparatiroidisme
↓Sekresi GH ↓Aktivitas ↓Sekresi sekunder
dan GF-1 fisik estrogen
Gangguan fungsi
↑Turnover tulang
osteoblas
↑ Risiko jatuh
↓ Kekuatan otot
↓ Aktivitas oto, medikasi Gangguan
Osteoporosis Fraktur keseimbangan, Gangguan
pengelihatan Dan lain – lain
E. Klasifikasi Osteoporosis
Secara garis besar, osteoporosis diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok
yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer
terjadi karena proses idiopatik, sedangkan osteoporosis sekunder terjadi
karena adanya penyakit atau kelainan tertentu yang mendasari.
11
kehilangan 1-3% massa tulang dan terus mengalami penurunan sampai
kehilangan 35-50% massa tulangnya. Sedangkan pada tipe 2, osteoporosis
terjadi baik pada pria maupun wanita yang berusia sekitar 70 tahun.
Terjadinya osteoporosis primer tipe 2 diinduksi oleh menurunnya kadar
kalsium dan sel-sel pembentuk vitamin D.
penyakit kronik dan konsumsi zat atau obat-obatan yang mempercepat proses
pengeroposan tulang. Pemberian obat-obatan seperti steroid, antikejang, obat
hormonal antiseks, heparin, litium, metroteksat, obat sitotoksik lain, vitamin
D, tiroksin, dan konsumsi alkohol atau tembakau dapat mengakibatkan
terjadinya osteoporosis. Penyakit kronik yang menyebabkan pembatasan gerak
tubuh seperti artritis reumatoid dan penyakit kronik yang menyebabkan
menurunnya kadar kalsium tubuh seperti gagal ginjal, intoleransi terhadap
susu, dan beberapa penyakit traktus digestivus lainnya juga dapat
memunculkan penyakit osteoporosis.
F. Manifestasi Klinis
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologik
12
dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan tampak pada tulang-tulang
vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa
sumber energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda
guna mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat
dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai
struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.
c. Sonodensitometri
13
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan
menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
e. Biopsi
tulang dan Histomorfometri
g. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus
vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan
hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung
dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
h. CT-Scan
H. Pemeriksaan Laboratorium
14
1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi
ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
I. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Pengobatan:
Penatalaksanaan keperawatan:
J. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa
muda, hal ini bertujuan:
15
K. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas,
rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa
terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum
femoris dan daerah trokhanter, dan frakturcolles pada pergelangan tangan
L. Prognosis
Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada
pria dan wanita. Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa
tidak nyaman dan mengganggu pernafasan.
1. Identitas
Pasien
Umur :
Jenis Kelamin :
a. Keluhan Utama:
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
d. Riwayat Psikososial :
16
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
2. Pemeriksaan fisik
a. B1 (breathing )
b. B2 (blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan
pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh
darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat
c. B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien
dapat mengeluh pusing dan gelisah
d. B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem
perkemihan
e. B5 (bowel)
17
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu
dikaji juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses
f. B6 (Bone)
3. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum,
fosfatase alkali, eksresi kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED)
b. Pemeriksaan x-ray
c. Pemeriksaan absorpsiometri
d. Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)
e. Pemeriksaan biopsy
4. Diagnosis/kriteria diagnosis
a. Radiology
b. Pengukuran massa tulang
c. Pemeriksaan lab kimiawi
d. Pengukuran densitas tulang
e. Pemeriksaan marker biokemis
f. Biospi
g. memperhatikan factor resiko (wanita, umur, ras, dsb)
5. Terapi/penatalaksanaan
a. Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup,
dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan
dapat melindungi terhadap demineralisasi tulang
18
b. Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan
estrogen dan progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan
mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkan.
c. Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani
osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat
d. Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi
nyeri punggung
19
fisiologis (mis. nyeri
Inflamasi, iskemia, -
neoplasma) pengetahuan dan
2. keyakinan tentang
Agen pencedera nyeri
kimiawi (mis. Terbakar, -
bahan kimia iritan) pengaruh budaya
3. terhadap respon
Agen pencedera fisik nyeri
(mis. Abses, amputasi, -
terbakar, terpotong, pengaruh nyeri
mengangkat berat, pada kualitas
prosedur operasi, hidup
trauma, latihan fisik -
berlebihan) keberhasilan
Gejalan dan Tanda Mayor terapi
komplementar
Subjektif yang sudah
diberikan
1.
-
Mengeluh nyeri
samping
Objektif
penggunan
1. analgetik
Tampak meringis Terapeutik
2.
-
Bersikap protektif (mis.
nonfarmakologis
Waspada, posisi
untuk mengurangi
menghindari nyeri)
rasa nyeri (mis.
3.
TENS, hipnosis,
Gelisah
akupresur, terapi
4.
musik,
Frekuensi nadi
niofeedback,
meningkat
terapi pijat,
5.
aromaterapi,
Sulit tidur
teknik imajinasi
Gejala dan Tanda Minor
terbimbing,
Subjektif kompres
hangat/dingin,
(tidak tersedia) terapi bermain)
-
Objektif lingkungan yang
1. memperberat rasa
Tekanan darah nyeri (mis. Suhu
meningkat ruangan,
2. pencahayaan,
Pola napas berubah kebisingan)
3. -
20
Nafsu makan berubah dan tidur
4. -
Proses berpikir jenis dan sumber
terganggu nyeri dalam
5. pemilihan strategi
Menarik diri meredakan nyeri
6. Edukasi
Berfokus pada diri
sendiri -
7. penyebab,
Diaforesis periode, dan
Kondisi Klinis Terkait pemicu nyeri
-
1. meredakan nyeri
Kondisi pembedahan -
2. memonitor nyeri
Cedera traumatis secara mandiri
3. -
Infeksi menggunakan
4. analgetik secara
Sindrom koroner akut tepat
5. -
Glaukoma nonfarmakologis
untuk mengurangi
Setelah dilakukan rasa nyeri
tindakan keperawatan Kolaborasi
selama 1x24 jam maka -
eliminasi fekal membaik pemberian
dengan kriteria hasil : analgetik, jika
- perlu
pengeluaran feses
membaik
- I.04151 (Manajemen
frekuensi defeksi Eliminasi Fekal)
peristaltik usus
membaik Tindakan
Observasi
-
masalah usus dan
pengunaan obat
pencahar
-
pengobatan yang
berefek pada
kondisi
gastrointestinal
21
D.0149 (Konstipasi) -
air besar (mis.
Kategori : Fisiologis Warna, frekuensi,
konsistensi,
Subkategori : Eliminasi
volume)
Devinsi -
dan gejala diare,
Penurunan defeksi normal yang konstipasi, atau
disertai pengeluaran feses sulit impaksi
dan tidak tuntas serta feses Terapeutik
kering dan banyak
-
Penyebab hangat setelah
makan
Fisiologis -
1. defekasi bersama
Penurunan motilitas pasien
gastrointestinal -
2. makanan tinggi
Ketidakadekuatan serat
pertumbuhan gigi Edukasi
3. -
Ketidakcukupan diet makanan yang
4. membantu
Ketidaksukupan asupan meningkatkan
serat keteraturan
5. peristaltik usus
Ketidakcukupan asupan -
cairan mencatat warna,
6. frekuensi,
Aganglionik (mis. konsistensi,
Penyakit hircsprung) volume feses
7. -
Kelemahan otot meningkatkan
abdomen aktifitas fisik,
Psikologis sesuai toleransi
1. -
Konfusi pengurangan
2. asupan makanan
Depresi yang
3. meningkatkan
Gangguan emosional pembentukan gas
Situasional -
mengkonsumsi
1. makanan yang
Perubahan kebiasaan mengandung
makan (mis. Jenis tinggi serat
makanan, jadwal -
22
2. makan) meningkatkan
2. asupan cairan, jika
Ketidakadekuatan tidak ada
toileting kontraindikasi
3. Kolaborasi
Aktivitas fisik harian
kurang dari yang -
dianjurkan pemberian obat
4. supositoria anal,
Penyalahgunaan laksatif jika perlu
5.
Efek agen farmakologis
6.
Ketidakaturan kebiasaan
defekasi
7.
Kebiasaan menahan
dorongan defekasi
8.
Perubahan lingkungan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1.
Defekasi kurang dari 2
kali seminggu
2.
Penggeluaran feses yang Setelah dilakukan
lama dan sulit tindakan keperawatan
Objektif selama 1x24jam maka
tingkat pengetahuan
1. membaik dengan kriteria
Feses keras hasil :
2.
Peristaltik usus menurun -
Gejala dan Tanda Minor anjuran meningkat
-
Subjektif dalam belajar
1. meningkat
Mengejan saat defeksi -
Objektif menjelaskan
pengetahuan
1. tentang suatu I.12409 (Edukasi
Distensi abdomen topik meningkat Pencegahan
2. - Osteoporosis)
Kelemahan umum menggambarkan
3. pengalaman Tindakan
Teraba massa pada sebelumnya yang
23
rektal sesuai dengan Observasi
Kondisi Klinis Terkait topik
- -
1. dengan kesiapan,
Lesi/cedera pada medula pengetahuan kemampuan
spinalis meningkat menerima
2. informasi dan
Spina brifida presepsi terhadap
3. resiko
Stroke osteoporosis
4. Terapeutik
Sklerosis multipel
5. -
Penyakit parkinson materi, media
6. tentang faktor-
Demensia faktor penyebab,
7. cara identifikasi
Hiperparatiroidisme dan pencegahan
8. risiko osteoporosis
Hipoparatiroidisme -
9. yang tepat untuk
Ketidakseimbangan memberikan
elektrolit pendidikan
10. kesehatan sesuai
Hemoroid kesepakatan
11. dengan pasien dan
Obesitas keluarga
12. Edukasi
Pasca operasi obstruksi
-
bowel
dan proses,
13.
pemeriksaan
Kehamilan
diagnostik,
14.
konsekuensi dan
Pembesaran prostat
terapi osteoporosis
15.
-
Abses rektal
pencegahan
16.
3. osteoporosis
Fisura anorektal
melalui nutrisi
17.
(mis.
Strikura anorektal
Meningkatkan
18.
asupan kalsium)
Prolaps rektal
-
19.
pencegahan
Ulkus rektal
osteoporosis
20.
melalui olahraga
Rektokel
-
21.
pencegahan
Tumor
osteoporosis
24
22. melalui modifikasi
Penyakit hircsprung faktor risiko
23.
Impkasi feses
25
Menanyakan masalah
yang dihadapi
Objektif
1.
Menunjukan perilaku
tidak sesuai anjuran
2.
Menunjukan presepsi
yang keliru terhadap
masalah
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1.
Menjalani pemeriksaan
yang tidak tepat
2.
Menunjukan perilaku
berlebihan (mis. Apatis,
bermusuhan, agitasi,
histeria)
Kondisi Klinis Terkait
1.
Kondisi klinis yang baru
dihadapi oleh klien
2.
Penyakit akut
3.
Penyakit kronis
26
antara proses degradasi dan sintesis dari kondrosit matriks ektraseluler tulang
rawan sendi dan tulang subkondral.
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif
atau osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi
yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan
ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer, 2002)
B. Epidemiologi
Angka kejadian OA sering dijumpai pada orang dengan usia 45 tahun
keatas dengan angka kejadian pada wanita lebih banyak daripada pria.
Diseluruh dunia, diperkirakan 9,6% pria dan 18% wanita berumur 60 tahun
keatas, terkena OA. Insiden OA pada umur kurang dari 20 tahun sekitar 10%
dan meningkat lebh dari 80% pada umur lebih dari 55 tahun (Susanto,2011).
C. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pencetus dari Osteoartritis yang banyak
meyebabkan gejala, meliputi:
1) Umur
Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan
bertambahnya usia dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan
endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2) Pengausan
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak
rawan sendi melalui 2 mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi
karena bahan yang harus dikandungnya.
3) Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat
badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis
mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah
kegemukan
b. Trauma
27
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma
yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik
sendi tersebut.
c. Keturunan
Herbeden node merupakan salah satu bentuk osteortritis yang biasa
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis
sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
d. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid, infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan
reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matrik rawan sendi oleh
membran synovial dan sel- sel radang.
e. Joint mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormone pertumbuhan, maka
rawan sendi akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/
seimbang sehingga memperceat proses degenerasi
f. Penyakit Endokrin
Pada hipertiroidisme terjadi produksi air dan garam- garam
proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehinggga
merusak sifat fisik rawan sendi, ligament. Tendon, synovial, dan kulit pada
diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglandin
menurun.
28
kekakuan sendi pada area – area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi
dan bahkan kelumpuhan.
D. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak
meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses
penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai
dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi
ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur
penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan
dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling
kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang
paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan,
seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan
proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan
terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang
dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang
digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang
mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi
infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya
akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan
ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya
perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang
rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi
penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi,
deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
E. Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi:
a. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis.
29
b. Tipe skunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah mengalami
fraktur.
F. Gejala klinis
a. Nyeri sendi, keluhan utama
b. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan
pelan- pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
c. Kaku pagi
d. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang- kadang dapat terdengar) pada
sendi yang sakit.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
f. Perubahan gaya berjalan
g. Tanda- tanda peradangan, tanda- tanda peradangan pada sendi (nyeri
ekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan)
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu
terjadi deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,
deformitas bautonmere dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan)
kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
(disease modifying antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis.
H. Pemeriksaan diagnostik (Penunjang)
a. Foto sinar X pada sendi- sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang
dapat ditemukan adalah
30
1) Pembengka
kan jaringan lunak
2) Penyempita
n rongga sendi
3) Erosi sendi
4) Osteoporos
is juksta artikuler
I. Tes Serologi
1) BSE Positif
2) Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
J. Pemeriksaan radiologi
1) Periarticular osteopororsis, permulaan persendian erosi
2) Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan
ankilosis
K. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses radang
aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.
L. Terapi/ Tindakan Penanganan
Prinsip utama pengobatan penyakit osteoartritis adalah dengan
mengistirahatkan sendi yang terserang. Karena jika sendi yang terserang terus
digunakan akan memperparah peradangan. Dengan mengistiratakan sendi
secara rutin dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan. Embidaian bisa
digunakan untuk imobilisasi dan mengistiratkan satu atau beberapa sendi.
Tetapi untuk mencegah kekakuan dapat dilakukan beberapa gerakkan yang
sistematis. Obat- obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ini adalah:
1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah
aspirin dan ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan
mengurangi nyeri.
2. Obat slow-acting. Obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti
peradangan non steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan
atau diberikan segera jika penyakitnya berkembang cepat.
31
3. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif
untuk mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid
efektif digunakan pada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif
bila digunakan dalam jangka panjang. Obat ini tidak memperlambat
perjalanan pnyakit ini dan pemakaian jangka panjang mengakibatkan
berbagai efek samping., yang melibatkan hampir setiap orang.
4. Obat Imunosupresif (contoh metotreksat,azatioprin, dan
cyclophosphamide) efektif unuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini
menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari
atau diberikan dengan dosis rendah.
32
c. Latihan- latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan
fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua
sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Kompres panas pada sendi-
sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi
parafin dengan suhu yang bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan
dingin dapat dilakukan di rumah.
d. Tindakan operatif dapat dilakukan apabila tindakan diatas sudah tidak
dapat menolong pasien lagi. Penggantian engsel (artoplasti) dilakukan
dengan mengganti engsel yang rusak dan diganti dengan alat lain yang
terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis. Pembersihan
sambungan (debridemen) dapat dilakukan dengan mengangkat serpihan
tulang rawan yang rusak yang mengganggu pergerakan dan
menyebabkan nyeri saat pergerakan tulang. Penataan tulang dapat
dipilih jika artroplasti tidak dipilih pada kondisi tertentu, seperti
osteoartritis pada anak dan remaja. Penataan ini dilakukan agar
sambungan/ engsel tidakmenerima beban saat melakukan pergerakan.
33
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan warna
g. Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri, dibantu
atau menggunakan alat
h. Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji
penyebabnya
i. Pola kognitif-perseptual
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas nyerinya
seperti apa), Region (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala nyeri 1-10),
Time (kapan nyeri terasa bertambah berat).
j. Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri,
gambaran diri.
k. Pola seksual dan reproduksi
kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Disamping menilai
adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatikan juga hal- hal berikut ini:
1) Keadaan umum: komplikasi steroid, berat badan.
2) Tangan: meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan
3) Lengan: Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar
limfe aksila.
4) Wajah: periksa mata untuk sindroma sjorgen, skleritis, episkelritis,
skleromalasia perforans, katarak anemia dan tanda- tanda
hiperviskositas pada fundus. Kelenjar parotis membesar
5) Mulut: (Kring, karies dentis, ulkus) catatan: artritis rematoid tidak
menyeababkan iritasi.
6) Leher: adanya tanda- tanda terkenanya tulang servikal.
34
7) Toraks: Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi
katup aorta dan mitral).Paru- paru (aadanya efusi pleura, fibrosis, nodul
infark, sindroma caplan)
8) Abdomen: andanya splenomegali dan nyeri tekan epigastrik
9) Panggu dan lutut: tungkai bawah danya ulkus, pembengkakan betis
(kista baker yang ruptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda-
tanda kompresi medula spinalis.
10) Kaki: efusi lutut, maka cairan akan mengisi cekungan medial dan
kantong suprapatelar mengakibatkan pembengkakan diatas dan sekitar
patela yang berbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi pergelangan
kaki akan terjadi pembengkakan pada sisi anterior.
11) Urinalisis: untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk
menentukan adanya darah.
3. Fungsional klien
1) Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas
kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau
bergantung dari klien dalam hal: makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke
kamar mandi, mandi dan berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan
disimpulkan dengan system penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan
orang lain dalam melakukan aktivitas fungsionalnya. Salah satu keuntungan
dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi aktivitas dan
latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilitasi.
Pengukuran pada kondisi ini meliputi:
Termasuk kategori manakah klien?
a) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
b) Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
c) Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
d) Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
35
e) Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi
yang lain
f) Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu
fungsi yang lain
g) Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
4. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
nyeri, ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi,
perubahan bentuk tubuh pada sendi dan tulang.
5. Intervensi Keperawatan
36
5. menurun dan
Agen pencedera kimiawi - memperingan
(mis. Terbakar, bahan dingin nyeri
kimia iritan) menurun -
6. - pengetahuan
Agen pencedera fisik i menelan dan
(mis. Abses, amputasi, menurun keyakinan
terbakar, terpotong, - tentang nyeri
mengangkat berat, s menurun -
prosedur operasi, trauma, pengaruh
latihan fisik berlebihan) budaya
Gejalan dan Tanda Mayor terhadap
respon nyeri
Subjektif -
pengaruh
2.
nyeri pada
Mengeluh nyeri
kualitas
Objektif
hidup
6. -
Tampak meringis keberhasilan
7. terapi
Bersikap protektif (mis. komplementa
Waspada, posisi r yang sudah
menghindari nyeri) diberikan
8. -
Gelisah efek samping
9. penggunan
Frekuensi nadi meningkat analgetik
10.
Sulit tidur
Terapeutik
Gejala dan Tanda Minor
-
Subjektif
teknik
(tidak tersedia) nonfarmakol
ogis untuk
Objektif mengurangi
rasa nyeri
8. (mis. TENS,
Tekanan darah meningkat hipnosis,
9. akupresur,
Pola napas berubah terapi musik,
10. niofeedback,
Nafsu makan berubah terapi pijat,
11. aromaterapi,
Proses berpikir terganggu teknik
12. imajinasi
Menarik diri terbimbing,
13. kompres
37
Berfokus pada diri sendiri hangat/dingin
14. , terapi
Diaforesis bermain)
Kondisi Klinis Terkait -
lingkungan
6. yang
Kondisi pembedahan memperberat
7. rasa nyeri
Cedera traumatis (mis. Suhu
8. ruangan,
Infeksi pencahayaan,
9. kebisingan)
Sindrom koroner akut -
10. istirahat dan
Glaukoma tidur
-
an jenis dan
sumber nyeri
dalam
pemilihan
strategi
meredakan
nyeri
Edukasi
-
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
-
strategi
meredakan
nyeri
-
memonitor
nyeri secara
mandiri
-
menggunaka
n analgetik
secara tepat
-
teknik
nonfarmakol
ogis untuk
mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
38
-
pemberian
analgetik,
jika perlu
I.06171 (Dukungan
Ambulasi)
Tindakan
Observasi
-
adanya nyeri
atau keluhan
fisik lainnya
-
toleransi fisik
melakukan
ambulasi
-
frekuensi
jantung dan
tekanan
darah
sebelum
memulai
ambulasi
-
kondisi
umum
selama
melakukan
ambulasi
Terapeutik
-
aktivitas
ambulasi
dengan alat
bantu (mis.
Tongkat,
Setelah dilakukan kruk)
tindakan -
keperawatan melakukan
selama 1x24 jam mobilisasi
maka mobilitas fisik, jika
39
fisik meningkat perlu
dengan kriteria -
hasil : keluarga
untuk
- membantu
an pasien dalam
ekstremita meningkatka
s n ambulasi
meningka Edukasi
t
- -
otot tujuan dan
2. meningka prosedur
t ambulasi
- -
gerak melakukan
D.0054 (Gangguan Mobilitas (ROM) ambulasi dini
Fisik) meningka -
t ambulasi
Kategori : Fisiologis
sederhana
Subkategori : Aktivitas/Istirahat yang harus
dilakukan
Devinisi (mis.
Berjalan dari
Keterbatasan dalam gerakan fisik tempat tidur
dari satu atau lebih ekstremitas ke kursi roda,
secara mandiri. berjalan dari
Penyebab tempat tidur
ke kamar
1. mandi,
Kerusakan dalam gerakan berjalan
fisik dari satu atau lebih sesuai
ekstremitas secara mandiri toleransi)
2.
Perubahan metabolisme
3.
Ketidakbugaran fisik
4.
Penurunan kendali otot
5.
Penurunan massa otot
6.
Penurunan kekuatan otot
7.
Keterlambatan pergerakan
8.
Kekakuan sendi
9.
40
Kontraktur
10.
Malnutrisi
11.
Gangguan
muskuloskeletal
12.
Gangguan neuromuskular
13.
Indeks massa tubuh diatas
persentil ke-75 sesuai usia
14.
Efek agen farmakologis
15.
Program pembatasan
gerak
16.
Nyeri
17.
Kurang terpapar informasi
tentang aktivitas fisik
18.
Kecemasan
19.
Gangguan kognitif
20.
Keengganan melakukan
pergerakan
21.
Gangguan sensoripersepsi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1.
Mengeluh sulit
menggerakan ekstremitas
Objketif
1.
Kekuatan otot menurun
2.
Rentang gerak (ROM)
menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1.
41
Nyeri saat bergerak Setelah dilakukan
2. tindakan
Enggan melakukan keperawatan
pergerakan selama 1x24 jam
3. maka citra tubuh
Merasa cemas saat meningkat
bergerak dengan kriteria
Objektif hasil
1. - melihat bagian
Sendi kaku tubuh membaik
2.
Gerakan tidak - menyentuh
terkoordinasi bagian tubuh
3. membaik
Gerakan terbatas
Verbalisasi
4.
kecacatan bagian
Fisik lemah
tubuh membaik
Kondisi Klinis Terkait
Verbalisasi
1.
kehilangan
Stroke
bagian tubuh
2.
membaik
3. Cedera medula spinalis
3.
Trauma
4.
Fraktur
5.
Osteoarthritis
6.
Ostemalasia
7.
Keganasan
42
Penyebab
1.
Perubahan struktur/bentuk
tubuh (mis. Amputasi,
trauma, luka bakar,
obesitas, jerawat)
2.
Perubahan fungsi tubuh
(mis. Proses penyakit,
kehamilan, kelumpuhan)
3.
Perubahan fungsi kognitif
4.
Ketidaksesuaian budaya,
keyakinan atau sistem
nilai
5.
Transisi perkembangan
6.
Gangguan psikososial
7.
Efek tindakan/pengobatan
(mis. Pembedahan,
kemoterapi, terapi radiasi)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1.
Menggungkapkan
kecacatan/kehilangan
bagian tubuh
Objektif
1.
Kehilangan bagian tubuh
2.
Fungsi/struktur tubuh
berubah/hilang
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1.
Tidak mau
menggubgkapkan
kecacatan/kehilangan
bagian tubuh
2.
43
Mengungkapkan perasaan
negatif tentang perubahan
tubuh
3.
Mengungkapkan
kekhawatiran pada
penolakan/reaksi orang
lain
4.
Mengungkapkan
perubahan gaya hidup
Objektif
1.
Menyembunyikan/menunj
ukan bagian tubuh secara
berlebihan
2.
Menghindari melihat
dan/atau menyentuh
bagian tubuh
3.
Fokus berlebihan pada
perubahan tubuh
4.
Respon nonverval pada
perubahan dan persepsi
tubuh
5.
Fokus pada penampialn
dan kekuatan masa lalu
6.
Hubungan sosial berubah
Kondisi Klinis Terkait
1.
Mastektomi
2.
Amputasi
3.
Jerawat
4.
Parut atau luka bakar yang
terlihat
5.
Obesitas
6.
Hiperpigmentasi pada
kehamilan
44
7.
Gangguan psikiatrik
8.
Program terapi neoplasma
9.
Alopecia chemically
induced
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
45
DAFTAR PUSTAKA
Price, S.A. dan Lorraine M.Wilson., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Vol.2, diterjemahkan dari: Pathophysiologi:
Clinical Concepts of Disease Processes (6th Edition), oleh H. Hartanto,
Jakarta: EGC
Smeltzer, C.S. dan Bare, B.G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Vol.2 Edisi 8, diterjemahkan dari: Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing (8 th Edition), oleh
Agung Waluyo, dkk., Jakarta: EGC.
Mansjoer, Ariep, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, EGC, Jakarta
http://ilmukeperawatanstikesfaletehancom.blogspot.com/2009/02/sap-
hipertensi_27.html?zx=fd72297fddeab593
http://wayanpuja.blinxer.com/?page_id=239
Sumber: https://umayra.wordpress.com/2010/01/04/sap-osteoporosis/
46