O
L
E
H
FINGKY MAJILI
NIM : C01418054
KELAS A KEPERAWATAN 2018
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
adalah latihan post operatif yaitu ambulasi dini yang dilakukan segera pada
pasien setelah operasi di mulai dari bangun dan duduk disisi tempat tidur
sampai pasien turun dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan
(Roper, 2005). Masaalah yang sering terjadi ketika pasien merasa terlalu sakit
atau nyeri dan faktor lain yang menyebabkan pasien tidak mau melakukan
mobilisasi dini dan memilih untuk istirahat di tempat tidur (Black & Hawks,
pasien paska operasi, seperti kondisi kesehatan pasien, nutrisi, emosi, situasi,
dan kebiasaan. keyakinan dan nilai dukungan sosial, gaya hidup dan
operasi bedah umum pada tahun 2014 sebanyak 1248 kasus. Peneliti juga
terhadap 3 orang pasien pasca operasi sudah bisa melakukan latihan pernafasan
dan batuk efektif kemudian miring ke kanan- kiri dapat di mulai. Ternyata ada
juga 2 orang pasien pasca operasi belum bisa melakukan semua pelaksanaan
latihan post operasi dengan karena adanya rasa sakit dan nyeri yang menjadi
alasan mereka cenderung untuk bergerak menjadi akibatnya susah buang air kecil
pelaksanaan latihan post operasi pada pasien bedah Umum di Rumah sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta.
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada klien Pre dan Post
Operatif system perkemihan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengerti dan memahami berbagai persiapan tindakan operatif yang
meliputi:
b. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan pada klien pre operatif
system perkemihan.
c. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan pada klien post operatif
system perkemihan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PRE OPERATIF
1. Pengertian
1) Kedaruratan
5) Pilihan
1) Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat
resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
2) Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi
lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.
3. Faktor resiko terhadap pembedahan menurut Potter & Perry ( 2005 ) antara lain :
a. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut
mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada
usia tua sudah sangat menurun, sedangkan pada bayi dan anak-anak
disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
b. Nutrisi
c. Penyakit Kronis
1. Pengertian
a. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi.
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi
menurut Brunner & Suddarth ( 2002 ), antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
lain:
B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 DS : - Prosedur pembedahah Risiko infeksi
DO :
a. Dilakukan pembedahan pada Incisi
Appendicytomy
Paparan lingkungan
Risiko infeksi
C. DIAGNOSA
1. Hipotermi berhubungan dengan paparan diruangan yang dingin dan proses
pembedahan terlalu lama
2. Risiko infeksi dengan adanya faktor risiko prosedur infasif pembedahan
3. Resiko injury dengan adanya faktor risiko kelemahan fisik dan efek anaesthesi
D. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi
1 Hipotermi Selama pengaturan pengaturan temperature:
berhubungan dilakukan temperature: intraoperatif
dengan paparan tindakan intraoperatif 1. Sesuaikan temperature
diruangan yang operasi tidak temperatur ruangan kamar operasi dengan
dingin dan proses terjadi nyaman dan tidak efek terapeutik
pembedahan penurunan suhu terjadi hipotermi Lindungi area tubuh
terlalu lama tubuh pada pada klien pasien yang terpapar
klien 2. Tutup tubuh pasien
menggunakan selimut
3. Monitor secara
berkelanjutan suhu
tubuh pasien
2 Risiko infeksi Selama Kontrol infeksi : kontrol infeksi intra
dengan adanya dilakukan Alat dan bahan yang operasi
faktor risiko tindakan dipakai tidak 1. gunakan pakaian
prosedur infasif operasi tidak terkontaminasi khusus ruang operasi
pembedahan terjadi 2. Gunakan universal
transmisi agent precaution
infeksi. 3. Sterilkan ruang
operasi
4. Monitor dan
pertahankan
temperature ruangan
antara20°c dan 24°c
5. Monitor dan
pertahankan
kelembaban relative
antara 40 dan 60%
6. Buka peralatan steril
dengan teknik aseptic
7. Assistensi
penggunaan gowning
dan gloving dari tim
operasi
8. Pertahankan prinsip
aseptic dan antiseptic
9. Disinfeksi area kulit
yang akan dilakukan
pembedahan
10. Tutup daerah tidak
steril menggunakan
duk steril
11. Pertahankan Surgical
Asepsis
12. Batasi dan konrol
pergerakan
13. Monitor penggunaan
nstrument, jarum dan
kasa
14. Pastikan tidak ada
instrument, jarum atau
kasa yang tertinggal
dalam tubuh klien
E. IMPLEMENTASI
No Diagnosa Waktu Implementasi Evaluasi
1 Hipotermi pengaturan temperature: S:
berhubungan intraoperatif Klien mengatakan bahwa
dengan paparan 1. menyesuaikan tubuhnya masih terasa sangat
diruangan yang temperature kamar dingin
dingin dan proses operasi dengan efek O:
pembedahan terlalu terapeutik a. Suhu ruangan 22°c
lama R/ suhu ruangan 22°c b. Klien menggigil
c. Akral klien dingin
d. Tanda vital:
2. menutup tubuh pasien • Suhu : 36°c
dengan menggunakan • Tekanan darah : 130/85
selimut mmHg
R/ klien telah dipasangi • Nadi : 97x/menit
selimut • Respirasi rate: 20x/menit
3. memonitor secara A:
berkelanjutan suhu tubuh Masalah hipotermi belum
pasien teratasi
R/ Suhu : 36°c P:
Lanjutkan pemantauan
terjadinya hipotermi pada klien
di recovery room
2 Risiko infeksi kontrol infeksi intra operasi: S:-
dengan adanya 1. Membantu TIM O:
faktor risiko Menggunakan universal a. Luka operasi dijahit dengan
prosedur infasif precaution prinsip steril
pembedahan R/ Petugas telah b. Luka operasi ditutup
melakukan universal dengan balutan steril
precaution c. Semua peralatan steril yang
2. Menggunakan pakaian telah digunakan, lengkap
khusus ruang operasi d. Tanda vital:
R/ Petugas telah • Suhu : 36°c
Menggunakan pakaian • Tekanan darah : 130/85
khusus ruang operasi mmHg
3. Memonitor dan • Nadi : 97x/menit
mempertahankan • Respirasi rate: 20x/menit
temperature ruangan R/
20°c dan 24°c A:
4. Memonitor dan Risiko terjadinya infeksi masih
mempertahankan rentan terjadi
kelembaban relative R/ P:
40 dan 60% Kontrol faktor risiko post
5. Membuka peralatan steril operatif
dengan teknik aseptic
R/ peralatan dalam
keadaan masih
terbungkus dan
bertanda garis 3 yg
artinya telah
disterilkan
6. Mengasisteni
penggunaan gowning dan
gloving dari tim operasi
R/ petugas melakukan
gowning dan gloving
7. Membantu Menutup
daerah tidak steril
menggunakan duk steril
R/ telah dilakukan
penutupan pada area
yang tidak steril
8. Memonitor penggunaan
instrument, jarum dan
kasang yang digunakan
R/ menghitung jumlah
alat
Pengkajian yaitu tahap pertama dari proses keperawatan dan untuk dan untuk
mengumpulkan data secara sistematis dan lwngkap dimulai dari pengumpulan data,
identifikasi dan evaluasi status kesehatan pasien (Nursala, 2011)
a. Identitas pasien
Pengkajian identitas pasien meliputi nama inisial, umur, jenis
kelamin, agama, pekerjaan, alamat, suku bangsa, tanggal masuk RS, cara
masuk, keluhan utama, alasan dirawata dan diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan pertama pada pasien appendicitis yaitu rasa nyeri. Bisa nyeri akut
ataupun kronis tergantung tergantung dari lamanya serangan. Menurut wahid
(2013) untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri digunakan :
• Provoking incident : apakah peristiwa yang menjadi faktor
• Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan dan digambarkan
oleh pasien. Apakah seperti menusuk-nusuk, terbakar, atau berdenyut
• Region : dimana rasa nyeri terjadi, apakah rasa sakit bisa beda, apakah rasa
sakit mnjalar atau menyebar
• Severty (scale)of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien,
bisa berdasarakan skala nyeri atau pasien yang menerangkan seberapa jauh
rasa sakit memperngaruhi kemampuan fungsinya
• Time : berapa lama durasi nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk.
c. Pengkajian fungsional
1) Pola persepsi dan penangan penyakit
Pada kasus apendisitis biasanya timbul kecemasan akan kondisinya saat ini
dan tindakan dilakukannya operasi.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pasien yang mengalami apendisitis akan terganggu pola nutrisinya, nafsu
makan menjadi berkurang sehingga mengakibatkan penurunan berat badan. Selain
itu disertai mual dan muntah pada pasien akan mengakibatkan berkurangnya cairan
dan elektrolit. Studi epidemiologi juga menyebutkan bahwa ada peranan dari
kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat yang mempengaruhi konstipasi,
sehingga terjadi apendisitis (Kumar, 2010).
3) Pola eliminasi
Pasien akan mengalami gangguan selama beraktivitas, disebabkan nyeri
semakin buruk ketika bergerak.
4) Pola tidur dan istrahat
Semua pasien apendisitis akan merasa nyeri dan susah untuk bergerak karena
dapat memperburuk nyeri, sehingga mengganggu pola dan kebutuhan tidur pasien.
Pengkajian yang dilaksanakan berupa lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, kesulitan tidur, serta penggunaan obat.
5) Pola kognitif dan persepsi
Biasanya pada pasien apendisitis tidak mengalami gangguan pada pola
kognitif dan persepsi. Namun perlu juga untuk dilakukan, apakah nyeri nya akan
berpengaruh terhadap pola kognitif dan persepsinya.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Pola persepsi dan konsep diri menggambarkan persepsi saat dirawat di RS. Pola ini
mengkaji ketakutan, kecemasan dan penilaian terhadap diri sendiri serta sakit
terhadap diri pasien. Emosi pasien biasanya tidak stabil karena pasien merasa
cemas saat mengetahui harus dilakukan tindakan operasi.
7) Pola peran hubungan
Pasien dengan apendisitis biasanya tidak mengalami gangguan dalam peran
dan hubungan sosial, akan tetapi harus dibandingkan peran dan hubungan pasien
sebelum sakit dan saat sakit.
8) Pola seksual dan repreduksi
Pada pola seksual dan reproduksi biasanya pada pasien apendisitis tidak
mengalami gangguan.
9) Pola koping dan toleransi stress
Secara umum pasien dengan apendisitis tidak mengalami penyimpangan pada
pola koping dan toleransi stres. Namun tetap perlu dilakukan mengenai toleransi
stress pasien terhadap penyakitnya maupun tindakan perawatan yang didapatkan.
10) Pola nilai dan keyakinan
Pada umumnya pasien yang menjalani perawatan akan mengalami
keterbatasan dalam aktivitas begitu pula dalam beribadah. Perlu dikaji keyakinan
pasien terhadap keadaan sakit dan motivasi untuk kesembuhannya.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan pasien biasanya bisa baik ataupun buruk
2) Tanda-tanda vital
- Tekanan darah : biasanya normal
- Nadi : biasanya terjdi peningkatan denyut nadi
- Pernafasan : biasanya terjadi peningkatan nafas atau normal
- Suhu : terjadi peningkatan suhu akibat infeksi apendiks
3) Head to toe
• Kepala
Normochepal, pada pasien apendisitis biasanya tidak memiliki
gangguan pada kepala.
• Mata
- Inspeksi : mata simetsis, refleks cahaya baik, konjungtiva biasanya anemis,
sklera tidak ikteris, dan ukuran pupil isokor.
- Palpasi : tidak ada edema di palpebra.
• Hidung
- Inspeksi : tidak ada sekret dan simetris.
- Palpasi : tidak adanya benjolan atau masa pada hidung.
• Telinga
- Inspeksi : simetris kedua telinga,tidak ada sekret, tidak ada
pengeluaran darah atau cairan dari telinga.
- Palpasi : tidak adanya edema dibagian telinga.
• Mulut
- inspeksi : simetris, biasanya membran mukosa kering pada pasien apendisitis
karena kurangnya cairan yang masuk akibat muntah atau puasa pre/post
operasi, lidah bersih, gigi lengkap, caries tidak ada, tonsil tidak ada, tidak ada
kesulitan menelan.
• Leher
Tidak adanya pembesaran kelenjar getah bening dan tyroid.
• Thoraks atau paru-paru
- Inspeksi : dinding dada simetris.
- Palpasi : fremitus kiri dan kanan simetris. Perkusi : sonor.
- Auskultasi : tidak adanya bunyi nafas tambahan.
• Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat. Palpasi : ICS V mid klavikula sinistra.
- Perkusi : batas jantung normal.
- Auskultasi : reguler, tidak adanya bunyi tambahan.
• Abdomen
- Inspeksi :pada apendicitis sering ditemukan adany adbominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
- Palpasi : nyeri tekan dititik Mc Burney disebut mc burney sign, salah satu
tanda dari apenditicitis. Titik mc burney adalah titik imajiner yang dipergunakan
untuk memperkirakan letak apendiks, yaitu 1/3 lateral dari garis yang dibentuk
dari umbilikus dan SIAS (spinan ichiadica anterior superior) dextra. Nyeri
dititk ini disebabkan oleh inflamasi dari apendiks dan persentuhannya dengan
peritoneum
- Perkusi : pada appenditis sering ditemukan radup karena adanya penumpukan
feses pada apendiks, namun pada apendisitis juga didapati normal
- Auskultasi : bising usus normal atau meningkatkan pada awal apendicitis,
dan bising usus melemah (hipoaktif) jika terjadi perforasi
• Genitiali
Mengobservasi adanya penggunaan alat bentu perkemihan, biasanya pada
pasien apendicitis tidak mengalami gangguan pada genitalia
• Ekstremitas
Pada pasien apendicitis tidak mengalami gangguan pada ektremitas atas dana
bawah
• Kulit
Adanya luka post operasi pada abdomen, tidak lecet, turgor kulit biasanya kering
karena kekurangan cairan akibat muntah atau puasa pre/post operasi, pengisian
kapiler refil dapat normal atau >2 detik
.
e. Pemeriksaan diagnostik
• Laboratorium : pada pasien apendisitis biasanya terjadi peningkatan leukosit di
atas 10.000/mL
• Foto polos abdomen : dapat berupa bayangan apendikolit (radioopak), distensi
atau obstruksi usus halus, deformitas sekum, adanya udara bebas, dan efek
massa jaringan lunak.
• USG : menunjukkan adanya edema apendiks yang disebabkan oleh reaksi
peradangan.
• Barium enema : terdapat non-filling apendiks, efek massa kuadran kanan bawah
abdomen, apendiks tampak tidak bergerak, pengisian apendiks tidak rata atau
tertekuk dan adanya retensi barium setelah 24-48 jam.
• CT Scan : untuk mendeteksi abses periapendiks.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang timbul biasanya berdasarkan data yang didapatkan saat
pengkajian, diagnosa keperawatan yang mungkin dapat diangkat pada pasien
appendicitis yaitu nyeri akut akibat inflamasi pada apenditiks, ansietas berhubungan
dilakukan operasi, ketidak seimbangan utrisi kurang dari kebutuhan tubuh akibat mual
dan muntah yang menyeb apendiks akibat fecalith (Nuraruf, 2015)
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien appendiktomi yaitu :
- Nyeri akut yang berhubungan dengan cedera fisik : prosedur operasi
- Resiko infeksi berhubungan kerusakan pertahanan primer ( luka post operasi )
- Defisit pengetahuan berhubungan dengan kondisi klinik yang baru dihadapi
3. Rencana Keperawatan Teoritas
Menurut Nursalam (2013) perencanaan yaitu meliputi usaha dalam mengatasi,
mencegah, dan mengurangi suatu masalah keperawatan. Komponen dalam
mengevaluasi tindakan keperawatan diantaranya adalah menentukan prioritas, kriteria
hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi (Herdman, 2015). rencana
keperawatan disusun sesuai dengan diagnosa SDKI, SLKI dan SIKI (3S)
4. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan suatu bentuk pengelolaan dan perwujudan dari dari
setiap intervensi atau rencana keperawatan yang telah disusun sebelumnya.
Implementasi adalah tahap proses keperawatan dimana perawat memberikan
intervensi terhadap pasien
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi yaitu tahap akhir yang bertujuan untuk menilai tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak
untuk mengatasi suatu masalah pada pasien apendisitis diharapkan setelah dilakukan
asuhan keperawatan didapatkan, penurunan intensitas nyeri, tidak ada tanda-tanda
infeksi, serta memiliki pengetahuan luas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif
yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan
berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan.
Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan
berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan. Perawatan post operasi
merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra operatif yang dimulai
saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi dan berakhir sampai
evaluasi selanjutnya.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan yang
harus diperbaiki. Namun untuk meningkatkan pemahaman tentang tindakan kolaboratif
persiapan operasi, maka penulis berkeinginan menyumbangkan beberapa pemikiran
yang dituangkan dalam bentuk saran sebagai berikut :
1. Bagi pembaca
Bisa menambah pengetahuna tentang tindakan kolaboratif persiapan sebelu dan
sesudah perasi. Sehingga, dapat dijadikan sebagai penmbahan ilmu dalam bidang
keperawatan
2. Bagi Pendidikan
Untuk meningkatkan dan memperlancar dalam proses pembuatan makalah,
hendaknya pihak pendidikan menambah literature-literatur di perpustakaan khususnya
tindakan kolaboratif persiapan sebelum dan sesudah operasi dan menambah kapasitas
jaringan internet yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Bhangu, A., Soreide, K., Saverlo, Salomone Di., dkk. (2017). Acute Appendicitis
: Modern Understanding of Pathogenesis, Diagnosis, and Management.
Article, 386(10000), 1278-1287.
Indri, Ummami Vanesa., Karim, Darwin., Elita, Veny. (2014). Hubungan antara
Nyeri, Kecemasan dan Lingkungan dengan Kualitas Tidur pada Pasien
Post Operasi Apendisitis. Jurnal JOM PSIK, 2(1), 1-8.