Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN

OSTEOPOROSIS DAN OSTEOARTHTISIS PADA LANSIA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3 :

1. ABD RAHMAT MUTHALIB


2. MOHAMAD ARIYANTO TUNA
3. FINGKY MAJILI
4. MUTIA PUTRI KALU
5. WAN SUTRILA TUNA
6. SHINTA NURIA KOHONGIA
7. SRI MULIYANI RAJAWALI
8. CICI APRILANI MAHMUD
9. KEZIA

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya karena penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa salawat serta
salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
kepada keluarganya, sahabatnya, hingga kepada kita selaku umatnya hingga akhir
zaman.

Pada makalah ini penulis membahas mengenai Asuhan Keperawatan Osteoporosis


Dan Osteoarthtisis Pada Lansia. Dalam menyusun makalah ini, penulis
menggunakan beberapa sumber sebagai revensi, penulis mengambil revensi dari
internet.

Pembuatan makalah ini tiak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan
dorongan, baik materi maupun moral dari pihak-pihak tertentu. Kami ucapkan
terima kasih kepada Allah SWT, kedua orang tua yang sudah mendoakan dan
memberi semangat kepada kami, teman-teman kelompok 3 yang sudah bekerja
sama dalam mnyelesikan tugas ini dengan baik, Penulis mengharapkan kritik dan
saran sebagai bahan pembelajaran pada masa depan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Gorontalo, 23 Oktber 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Cover ....................................................................................................... 1

Kata Pengantar ........................................................................................ 2

Daftar Isi .........................................................................................................3

Bab I Pendahuluan .................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 4


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 7
1.3 Tujuan Makalah ................................................................................ 7

Bab II Tinjauan Teori .............................................................................. 8

9.1 Osteoporosis Pada Lansia ................................................................ 8


9.2 Asuhan Keperawatan Osteoporosis Pada Lansia ............................ 17
9.3 Osteoartritis Pada Lansia ................................................................. 26
9.4 Asuhan Keperawatan Osteoartritis Pada Lansia ............................. 33

Bab III Penutp ........................................................................................ 44

3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 44

Daftar Pustaka ........................................................................................ 45

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

A. Osteoporosis Pada Lansia


Usia lanjut (lansia) merupakan kelompok umur pada manusia yang

telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya (WHO, 2004). Jumlah

populasi lansia di Indonesia meningkat amat pesat dari 4,48% pada tahun 1971

menjadi 9,77% pada tahun 2010 dan diprediksi akan sebesar 11,34% pada

tahun 2020 (Fatmah, 2010).

Masa lansia menyebabkan penurunan fisik yang lebih besar dibanding

masa sebelumnya. Proses penuaan akan mengakibatkan kemunduran

kemampuan fisik dan mental seseorang (Masfufah, 2015). Salah satu

kemunduran fisik yang terjadi adalah gangguan masalah sistem tulang yaitu

osteoporosis. Osteoporosis merupakan suatu kondisi dimana kepadatan tulang

menurun, akibatnya tulang menjadi rapuh dan berlubang seperti spons

sehingga akan meningkatkan resiko patah tulang. Semakin bertambahnya usia

maka akan terjadi pengeroposan tulang karena kehilangan mineral tulang,

sehingga pada lansia rawan terjadi osteoporosis (Lukman dan Neti, 2009).

Osteoporosis menghilangkan kekuatan mineral tulang tanpa disadari,

sehingga tulang menjadi lemah, rapuh dan mudah patah jika terkena sedikit

benturan. Penurunan kekuatan tulang ini tanpa disadari, oleh sebab itu

penyakit ini dikenal juga sebagai silent epidemic (Gomez, 2006). Osteoporosis

kini telah menjadi salah satu penyebab penderitaan dan cacat bagi lansia.

Osteoporosis dapat mengakibatkan patah tulang, cacat tubuh, bahkan timbul

komplikasi hingga terjadi kematian. Resiko patah tulang akan meningkat

4
seiring bertambahnya usia (Tandra, 2009).

Kejadian osteoporosis dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, struktur

tulang dan berat badan, menurunnya hormon seks, obat-obatan atau penyakit

tertentu, gaya hidup, dan keturunan (Misnadiarly, 2013). Faktor resiko yang

disebabkan olah gaya hidup adalah aktifitas fisik, merokok, konsumsi kafein

dan alkohol yang berlebihan (Rapuri,et all,2003). Selain itu kelebihan

konsumsi protein, fosfor, dan natrium juga mempengaruhi kejadian

osteoporosis (Kim, 2008).

Kalsium merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian

osteoporosis karena kalsium merupakan salah satu mineral utama yang sangat

berkontribusi terhadap pembentukan tulang (Almatsier, 2004). Penyerapan

dan keseimbangan kalsium dapat dipengaruhi oleh natrium. Natrium

meningkatkan kehilangan kalsium dalam urin yang selanjutnya menyebabkan

berkurangnya retensi kalsium dalam tubuh (Soekatri dan Djoko, 2004).

B. Osteoartritis pada lansia

Proses menua merupakan proses dimana terjadinya penurunan fungsi

organ dan penurunan perkembangan fisik yang tidak dapat dihindari. Jumlah

lansia dari tahun ke tahun terus bertambah seiring dengan meningkatnya

jumlah harapan hidup. Menteri Kesehatan padatahun 2014 mencatat jumlah

lansia di Indonesia berjumlah 18.781 juta jiwa dan pada tahun 2025 jumlahnya

akan mencapai 36 juta jiwa (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2014).

Osteoartritis (OA) adalah penyakit rematik yang paling sering

mengenai lansia akibat gangguan metabolisme yang diikuti oleh beberapa

5
perubahan pada sistem muskuloskeletal pada lansia. Osteoathritis merupakan

suatu patologi yang dimulai dari kartilago hialin sendi lutut, dimana terjadi

pembentukan osteofit pada tulang rawan sendi dan jaringan subchondral yang

menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi. Selain permukaan sendi (tulang

rawan sendi) osteoathritis juga mengenai daerah-daerah sekitar sendi dan

tulang subchondral, capsul sendi yang membungkus sendi dan otot-otot yang

melekat berdekatan dengan sendi. Akibat dari semua itu akan menimbulkan

keluhan berupa adanya nyeri pada lutut terutama pada bagian medial lutut,

kekakuan atau keterbatasan gerak dalam pola capsular pattern sendi lutut,

gangguan stabilitas sendi dan menurunnya fungsi lutut yaitu sebagai penerima

beban tubuh dan juga fungsionalnya dalam berjalan. Akibat dari itu maka

osteoarthritis dapat mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas

kehidupan sehari-hari. Aktivitas sehari – hari yang dimaksud adalah seperti

makan, minum, berjalan, tidur, mandi, berpakaian, BAK, dan BAB.

Menurut survey pendahuluan yang dilakukan di posyandu lansia

Nedyo waras dan Ngudi waras Kelurahan Jebres pada bulan agustus, penderita

osteoarthritis yang paling banyak terdapat pada rentang usia 60-72 tahun. Pada

penderita osteoarthritis ini banyak pada masuk grade 1 sebanyak 33 orang dan

grade 2 sebanyak 31 orang. Dengan permaslahan tersebut maka peneliti

mengangkat judul tentang “Hubungan Antara Nyeri Lutut Osteoarthritis

Dengan Aktivitas Fisik Pada Lansia”.

6
1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana Osteoporosis Bisa Terjadi Pada Lansia?


b. Bagaimana Asuhan Keperawatan Osteoporosis Pada Lansia?

c. Bagaimana Osteoartritis Bisa Terjadi Pada Lansia?

d. Bagaimana Asuhan Keperawatan Osteoartritis Pada Lansia?

1.3 Tujuan Makalah

Untuk Mengetahui Hubungan Osteoporosis Dan Osteoartritis Pada Lansia.

7
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Osteoporosis Pada Lansia
A. Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porous berarti berlubang – lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah
tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan
penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang
(Tandra, 2009).

Menurut WHO pada International Consensus Development


Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-
sifat khas berupa massa tulang rendah, disertai dengan perubahan mikro-
arsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya
menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya
patah tulang (Suryati, 2006).

Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah


kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan
dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan
merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas
tulang (Junaidi, 2007)

B. Epidemiologi

Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita di bandingkan laki-laki


dan merupakan problem pada wanita pasca monopause. Osteoporosis di klinik
menjadi penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai
trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.

Diperkirakan lebih 200 juta orang di seluruh dunia terkena


osteoporosis, sepertiganya terjadi pada usia 60-70 th, 2/3 nya terjadi pada usia
lebih dari 80 th. Diperkirakan 30% dari wanita diatas usia 50 th mendapat satu
atau lebih patah tulang vertebrata. Diperkirakan 1 dari 5 pria diatas 50 th

8
mendapat patah tulang akibat osteoporosis dalam hidupnya. Angka kematian 5
th pertama meningkat sekitar 20% pada patah tulang vertebrata maupun pada
panggul.

Di Amerika pada tahun 1995 pata tulang akibat osteoporosis


menduduki peringkat 1 dibanding penyakit lain, jumlah 1,5 juta pertahun
dengan patah tulang vertebrata terbanyak (750 ribu), hip (250 ribu), wrist (250
ribu), fraktur lain (250 ribu), dengan anggaran meningkat sebesar 13,8 miliar
dollar per tahun (kebanyakan biaya untuk patah tulang hip meningkat
bermakna 240% pada wanita dan 320% pada pria. Perkiraan pada tahun 2050
menjadi 6,3 juta terbanyak di Asia.

C. Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu :

1. Osteoporosis pasca menopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen


(hormon utama pada wanita), yang membatu mengatur pengankutan
kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang
berusia antara 51-75 th, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat.
Hormom estrogen produksinya menurun 2-3 th sebelum monopause dan
terus berlangsung 3-4 th setelah monopause. Hal ini berakibat menurunnya
massa tulang 1-3% dalam waktu 5-7 th pertama setelah monopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan anatara
kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru
(osteoblast). Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 th
dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis
senilis dan pasca monopause

9
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder yang disebabkan keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit
ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (trauma
tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (misalnya kortikosteroid,
barbiturat, anti kejang, dan hormonal tiroid yang berlebihan). Pemakaian
alkohol yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang memiliki kadar dan fungsi hromon yang normal, kadar vitamin
yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

D. Patofisiologi

Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik
ekstra selular, 5% sel korosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas
sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi.

Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya


untuk memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas
sehingga kedua tulang akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri
pada sendi lutut. Setelah terjadi kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut
berubah.

10
Pathway Osteoporosis

Usia
Lanjut
Definisi vitamin D ↓Aktivitas ↓Absorpsi
1-ɋ hidroksilase Resistensi Ca di usus
terhadap vitamin D

↓Reabsorpsi
Ca di ginjal

Hiperparatiroidisme
↓Sekresi GH ↓Aktivitas ↓Sekresi sekunder
dan GF-1 fisik estrogen

Gangguan fungsi
↑Turnover tulang
osteoblas
↑ Risiko jatuh
↓ Kekuatan otot
↓ Aktivitas oto, medikasi Gangguan
Osteoporosis Fraktur keseimbangan, Gangguan
pengelihatan Dan lain – lain

E. Klasifikasi Osteoporosis
Secara garis besar, osteoporosis diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok
yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer
terjadi karena proses idiopatik, sedangkan osteoporosis sekunder terjadi karena
adanya penyakit atau kelainan tertentu yang mendasari.

Osteoporosis primer kemudian diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok


yaitu osteoporosis primer tipe 1 (osteoporosis pascamenopause) dan tipe 2
(osteoporosis senilis). Pada tipe 1, osteoporosis terjadi karena fase menopause
yang mengakibatkan terjadinya penurunan kadar estrogen sehingga terjadi

11
pengeroposan tulang. Kadar estrogen mulai menurun sekitar 2-3 tahun sebelum
menopause dan terus menurun sampai 3-4 tahun setelah menopause. Pada masa
awal terjadinya osteoporosis primer tipe 1, penderita akan kehilangan 1-3%
massa tulang dan terus mengalami penurunan sampai kehilangan 35-50% massa
tulangnya. Sedangkan pada tipe 2, osteoporosis terjadi baik pada pria maupun
wanita yang berusia sekitar 70 tahun. Terjadinya osteoporosis primer tipe 2
diinduksi oleh menurunnya kadar kalsium dan sel-sel pembentuk vitamin D.

Osteoporosis sekunder terjadi karena sebab yang jelas diketahui seperti


penyakit kronik dan konsumsi zat atau obat-obatan yang mempercepat proses
pengeroposan tulang. Pemberian obat-obatan seperti steroid, antikejang, obat
hormonal antiseks, heparin, litium, metroteksat, obat sitotoksik lain, vitamin D,
tiroksin, dan konsumsi alkohol atau tembakau dapat mengakibatkan terjadinya
osteoporosis. Penyakit kronik yang menyebabkan pembatasan gerak tubuh
seperti artritis reumatoid dan penyakit kronik yang menyebabkan menurunnya
kadar kalsium tubuh seperti gagal ginjal, intoleransi terhadap susu, dan
beberapa penyakit traktus digestivus lainnya juga dapat memunculkan penyakit
osteoporosis.

F. Manifestasi Klinis

Osteoporosis dimanifestasikan dengan :

1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata


2. Nyeri timbul mendadak
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang
4. Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika akan
melakukan aktivitas
6. Deformitas vertebra thorakalis (penurunan tinggi badan)

12
G. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan radiologik

Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif.


Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan tampak pada tulang-tulang
vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.

b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)

Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk


menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis
apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada dibawah -2,5 dan dikatakan
mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD
berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.

Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:

1. Single-Photon Absortiometry (SPA)

Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon


rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan
hanya untuk bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak
tebalseperti distal radius dan kalkaneus.

2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)

Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa
sumber energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda
guna mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat
dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai
struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.

13
3. Quantitative Computer Tomography (QCT)

Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang


secara volimetrik.

4. Sonodensitometri

Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan


menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.

5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu
pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta
kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur
trabekula.

6. Biopsi tulang dan Histomorfometri


Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan
metabolisme tulang.
7. Radiologis

Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus
vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan
hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung
dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.

14
8. CT-Scan

CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang


mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral
vertebra diatas 110 mg/cm3baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau
penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir
semua klien yang mengalami fraktur.

H. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi
ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
I. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Pengobatan:

1. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan


pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi
tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.

Penatalaksanaan keperawatan:

1. Membantu klien mengatasi nyeri.


2. Membantu klien dalam mobilitas.
3. Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.

15
J. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda,
hal ini bertujuan:

1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal


2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b. Latihan teratur setiap hari
c. Hindari :
− Makanan tinggi protein
− Minum alkohol
− Merokok
− Minum kopi
3. Minum antasida yang mengandung aluminium

K. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas,
rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa
terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum
femoris dan daerah trokhanter, dan frakturcolles pada pergelangan tangan

L. Prognosis
Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada
pria dan wanita. Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa
tidak nyaman dan mengganggu pernafasan.

16
2.2 Asuhan Keperawatan Osteoporosis Pada Lansia
A. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Umur :

Jenis Kelamin :
a. Keluhan Utama:

Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.

b. Riwayat Penyakit Dahulu :

Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.

c. Riwayat Penyakit Keluarga :

Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.

d. Riwayat Psikososial :

Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang


mengalami stress yang berkepanjangan.

e. Riwayat Pemakaian Obat :

Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit,


atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.

17
2. Pemeriksaan fisik

a. B1 (breathing )

Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang

Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru

Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki

b. B2 (blood)

Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan
pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah
atau edema yang berkaitan dengan efek obat

c. B3 (brain)

Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien
dapat mengeluh pusing dan gelisah

d. B4 (Bladder)

Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem
perkemihan

e. B5 (bowel)

Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji
juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses

f. B6 (Bone)

Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis


sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan
tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length
inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra
torakalis 8 dan lumbalis 3

18
3. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum,
fosfatase alkali, eksresi kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED)
b. Pemeriksaan x-ray
c. Pemeriksaan absorpsiometri
d. Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)
e. Pemeriksaan biopsy

4. Diagnosis/kriteria diagnosis

Diagnosis osteoporosis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan :

a. Radiology
b. Pengukuran massa tulang
c. Pemeriksaan lab kimiawi
d. Pengukuran densitas tulang
e. Pemeriksaan marker biokemis
f. Biospi
g. memperhatikan factor resiko (wanita, umur, ras, dsb)

5. Terapi/penatalaksanaan
a. Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan
peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat
melindungi terhadap demineralisasi tulang
b. Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen
dan progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah
terjadinya patah tulang yang diakibatkan.
c. Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani
osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat
d. Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi
nyeri punggung

19
2.2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri b.d adanya fraktur


2. Konstipasi b.d imobilitas
3. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi

2.3 Intervensi Keperawatan

No Standar Diagnosa Standar Luaran r


Keperawatan (SDKI) Keperawatan Indonesia
(SLKI)

D.0077 (Nyeri Akut) Setelah dilakukan I.08238 (Manajemen


tindakan keperawatan Nyeri)
Kategori : psikologis selama 1x24 jam maka
Tindakan
Subkategori : Nyeri dan tingkat nyeri menurun
dengan kriteria hasil :
Kenyamanan Observasi
- Keluhan muntah
Devinisi - Identifikasi lokasi,
menurun
karakteristik,
Pengalaman sensorik atau - Perasaan ingin
durasi, frekuensi,
emosional yang berkaitan muntah menurun
kualitas, intensitas
dengan kerusakan jaringan - Perasaan asam di
nyeri
aktual atau fungsional, dengan mulut menurun
- Identifikasi skala
onset mendadak atau lambat dan - Sensasi panas
nyeri
berintensitas ringan hingga berat menurun
- Identifikasi
yang berlangsung kurang dari 3 - Sensasi dingin
respons nyeri non
bulan. menurun
verbal
- Frekuensi
- Identifikasi faktor
Penyebab menelan menurun
yang memperberat
- Diaforesis
1. Agen pencedera dan memperingan
menurun
fisiologis (mis. nyeri
Inflamasi, iskemia, - Identifikasi
neoplasma) pengetahuan dan
2. Agen pencedera keyakinan tentang
kimiawi (mis. Terbakar, nyeri
bahan kimia iritan) - Identifikasi
3. Agen pencedera fisik pengaruh budaya
(mis. Abses, amputasi, terhadap respon
terbakar, terpotong, nyeri
mengangkat berat, - Identifikasi
prosedur operasi, pengaruh nyeri
trauma, latihan fisik pada kualitas
berlebihan) hidup
Gejalan dan Tanda Mayor - Monitor
keberhasilan
terapi

20
Subjektif komplementar
yang sudah
1. Mengeluh nyeri diberikan
Objektif - Monitor efek
samping
1. Tampak meringis
penggunan
2. Bersikap protektif (mis.
analgetik
Waspada, posisi
Terapeutik
menghindari nyeri)
3. Gelisah - Berika teknik
4. Frekuensi nadi nonfarmakologis
meningkat untuk mengurangi
5. Sulit tidur rasa nyeri (mis.
Gejala dan Tanda Minor TENS, hipnosis,
akupresur, terapi
Subjektif
musik,
(tidak tersedia) niofeedback,
terapi pijat,
Objektif aromaterapi,
teknik imajinasi
1. Tekanan darah terbimbing,
meningkat kompres
2. Pola napas berubah hangat/dingin,
3. Nafsu makan berubah terapi bermain)
4. Proses berpikir - Kontrol
terganggu lingkungan yang
5. Menarik diri memperberat rasa
6. Berfokus pada diri nyeri (mis. Suhu
sendiri ruangan,
7. Diaforesis pencahayaan,
Kondisi Klinis Terkait kebisingan)
1. Kondisi pembedahan - Fasilitas istirahat
2. Cedera traumatis dan tidur
3. Infeksi - Pertimbangkan
4. Sindrom koroner akut jenis dan sumber
5. Glaukoma nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri

21
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

D.0149 (Konstipasi) I.04151 (Manajemen


Setelah dilakukan
tindakan keperawatan Eliminasi Fekal)
Kategori : Fisiologis
selama 1x24 jam maka
Tindakan
Subkategori : Eliminasi eliminasi fekal membaik
dengan kriteria hasil : Observasi
Devinsi
- Kontrol - Identifikasi
Penurunan defeksi normal yang pengeluaran feses masalah usus dan
disertai pengeluaran feses sulit membaik pengunaan obat
dan tidak tuntas serta feses - Konsistensi feses pencahar
kering dan banyak frekuensi defeksi - Identifikasi
peristaltik usus pengobatan yang
Penyebab
membaik berefek pada
Fisiologis kondisi
gastrointestinal
1. Penurunan motilitas - Monitor buang air
gastrointestinal besar (mis. Warna,
2. Ketidakadekuatan frekuensi,
pertumbuhan gigi konsistensi,
3. Ketidakcukupan diet volume)
4. Ketidaksukupan asupan - Monitor tanda dan
serat gejala diare,
5. Ketidakcukupan asupan konstipasi, atau
cairan impaksi
6. Aganglionik (mis. Terapeutik
Penyakit hircsprung)
7. Kelemahan otot - Berikan air hangat
abdomen setelah makan
Psikologis
1. Konfusi
2. Depresi

22
3. Gangguan emosional - Jadwalkan waktu
Situasional defekasi bersama
pasien
1. Perubahan kebiasaan - Sediakan makanan
makan (mis. Jenis tinggi serat
makanan, jadwal Edukasi
makan)
2. Ketidakadekuatan - Jelaskan jenis
toileting makanan yang
3. Aktivitas fisik harian membantu
kurang dari yang meningkatkan
dianjurkan keteraturan
4. Penyalahgunaan laksatif peristaltik usus
5. Efek agen farmakologis - Anjurkan
6. Ketidakaturan kebiasaan mencatat warna,
defekasi frekuensi,
7. Kebiasaan menahan konsistensi,
dorongan defekasi volume feses
8. Perubahan lingkungan - Anjurkan
Gejala dan Tanda Mayor meningkatkan
aktifitas fisik,
Subjektif sesuai toleransi
- Anjurkan
1. Defekasi kurang dari 2
pengurangan
kali seminggu
asupan makanan
2. Penggeluaran feses yang
yang
lama dan sulit
meningkatkan
Objektif
pembentukan gas
1. Feses keras - Anjurkan
2. Peristaltik usus menurun mengkonsumsi
Gejala dan Tanda Minor makanan yang
mengandung
Subjektif tinggi serat
- Anjurkan
1. Mengejan saat defeksi meningkatkan
Objektif asupan cairan, jika
1. Distensi abdomen tidak ada
2. Kelemahan umum kontraindikasi
3. Teraba massa pada Kolaborasi
rektal - Kolaborasi
Kondisi Klinis Terkait pemberian obat
1. Lesi/cedera pada medula supositoria anal,
spinalis jika perlu
2. Spina brifida
3. Stroke
4. Sklerosis multipel
5. Penyakit parkinson

23
6. Demensia
7. Hiperparatiroidisme
8. Hipoparatiroidisme
9. Ketidakseimbangan
elektrolit
10. Hemoroid
11. Obesitas
12. Pasca operasi obstruksi
bowel
13. Kehamilan
14. Pembesaran prostat
15. Abses rektal
16. Fisura anorektal
17. Strikura anorektal
18. Prolaps rektal
19. Ulkus rektal
20. Rektokel
21. Tumor
22. Penyakit hircsprung
23. Impkasi feses

D.0111 (Defisit Pengetahuan) Setelah dilakukan I.12409 (Edukasi


tindakan keperawatan Pencegahan Osteoporosis)
Kategori : perilaku
selama 1x24jam maka
tingkat pengetahuan Tindakan
Subkategori : penyuluhan dan
pembelajaran membaik dengan kriteria Observasi
hasil :
Devinsi - Identifikasi
- Perilaku sesuai kesiapan,
Ketiadaan atau kurangnya anjuran meningkat kemampuan
informasi kognitif yang - Verbalisasi minat menerima
berkaitan dengan topik tertentu dalam belajar informasi dan
meningkat presepsi terhadap
Penyebab
- Kemampuan resiko
1. Keteratasan kognitif menjelaskan osteoporosis
2. Gangguan fungsi pengetahuan Terapeutik
kognitif tentang suatu
3. Kekeliruan mengikuti topik meningkat - Persiapkan materi,
anjuran - Kemampuan media tentang
4. Kurang terpapar menggambarkan faktor-faktor
informasi pengalaman penyebab, cara
5. Kurang minat dalam sebelumnya yang identifikasi dan
belajar sesuai dengan
topik

24
6. Kurang mampu - Perilaku sesuai pencegahan risiko
mengingat dengan osteoporosis
7. Ketidaktahuan pengetahuan - Jadwalkan waktu
menemukan sumber meningkat yang tepat untuk
informasi memberikan
Gejala dan Tanda Mayor pendidikan
kesehatan sesuai
Subjektif kesepakatan
dengan pasien dan
1. Menanyakan masalah
keluarga
yang dihadapi
Edukasi
Objektif
- Jelaskan gejala
1. Menunjukan perilaku
dan proses,
tidak sesuai anjuran
pemeriksaan
2. Menunjukan presepsi
diagnostik,
yang keliru terhadap
konsekuensi dan
masalah
terapi osteoporosis
Gejala dan Tanda Minor
- Jelaskan strategi
Subjektif pencegahan
osteoporosis
(tidak tersedia) melalui nutrisi
(mis.
Objektif Meningkatkan
1. Menjalani pemeriksaan asupan kalsium)
yang tidak tepat - Jelaskan strategi
2. Menunjukan perilaku pencegahan
berlebihan (mis. Apatis, osteoporosis
bermusuhan, agitasi, melalui olahraga
histeria) - Jelaskan strategi
Kondisi Klinis Terkait pencegahan
osteoporosis
1. Kondisi klinis yang baru melalui modifikasi
dihadapi oleh klien faktor risiko
2. Penyakit akut
3. Penyakit kronis

25
2.3 Osteoartritis Pada Lansia
A. Definisi
Osteoartritis adalah kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi
ringan yang timbul karena gesekan ujung- ujung tulang penyusun sendi (
Soenarwo, 2011)
Osteoartritis didefinisikan sebagai penyakit yang diakibatkan oleh
kejadian biologis dan mekanik yang menyebabkan gangguan keseimbangan
antara proses degradasi dan sintesis dari kondrosit matriks ektraseluler tulang
rawan sendi dan tulang subkondral.
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang
paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan
(disabilitas). (Smeltzer, 2002)
B. Epidemiologi
Angka kejadian OA sering dijumpai pada orang dengan usia 45 tahun
keatas dengan angka kejadian pada wanita lebih banyak daripada pria.
Diseluruh dunia, diperkirakan 9,6% pria dan 18% wanita berumur 60 tahun
keatas, terkena OA. Insiden OA pada umur kurang dari 20 tahun sekitar 10%
dan meningkat lebh dari 80% pada umur lebih dari 55 tahun (Susanto,2011).
C. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pencetus dari Osteoartritis yang banyak meyebabkan
gejala, meliputi:
1) Umur
Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan
bertambahnya usia dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar
air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2) Pengausan
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak
rawan sendi melalui 2 mekanisme yaitu pengikisan dan proses
degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.
3) Kegemukan

26
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang
berat badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh
osteoartritis mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan
dapat menambah kegemukan
b. Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma
yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi
tersebut.
c. Keturunan
Herbeden node merupakan salah satu bentuk osteortritis yang biasa
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis
sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
d. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid, infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan
reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matrik rawan sendi oleh
membran synovial dan sel- sel radang.
e. Joint mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormone pertumbuhan, maka
rawan sendi akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/
seimbang sehingga memperceat proses degenerasi
f. Penyakit Endokrin
Pada hipertiroidisme terjadi produksi air dan garam- garam
proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehinggga
merusak sifat fisik rawan sendi, ligament. Tendon, synovial, dan kulit pada
diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglandin
menurun.
g. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis,penyakit wilson, akronotis, kalsium pirofosfat
dapat mengendapkan homosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis,
kristal monosodium urat/ pirofosfat dalam rawan sendi.

27
h. Faktor Presipitasi
Mereka yang terdiagnosis osteoartritis, sangatlah diperlukan adanya
perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan. Ketika lingkungan
sekitarnya yang tidak mendukung. Maka kemungkinan besar klien akan
merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu
lingkungan sekitar klien yang cukup dingin, maka klien akan merasa ngilu,
kekakuan sendi pada area – area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi
dan bahkan kelumpuhan.

D. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak
meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses
penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai
dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi
ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur
penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya
polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit
sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering
terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul
lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan
terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami
atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi
tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena
peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas
congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan
trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga
menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme
sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan

28
kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi
yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau
nodulus.

E. Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi:
a. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis.
b. Tipe skunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah mengalami
fraktur.
F. Gejala klinis
a. Nyeri sendi, keluhan utama
b. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan
pelan- pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
c. Kaku pagi
d. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang- kadang dapat terdengar) pada sendi
yang sakit.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
f. Perubahan gaya berjalan
g. Tanda- tanda peradangan, tanda- tanda peradangan pada sendi (nyeri
ekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan)
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu
terjadi deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,
deformitas bautonmere dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan)
kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease
modifying antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab
morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.

29
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis.

H. Pemeriksaan diagnostik (Penunjang)


a. Foto sinar X pada sendi- sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang
dapat ditemukan adalah
1) Pembengkakan jaringan lunak
2) Penyempitan rongga sendi
3) Erosi sendi
4) Osteoporosis juksta artikuler
b. Tes Serologi
1) BSE Positif
2) Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
c. Pemeriksaan radiologi
1) Periarticular osteopororsis, permulaan persendian erosi
2) Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan
ankilosis
d. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses radang
aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.
e. Terapi/ Tindakan Penanganan
Prinsip utama pengobatan penyakit osteoartritis adalah dengan
mengistirahatkan sendi yang terserang. Karena jika sendi yang terserang terus
digunakan akan memperparah peradangan. Dengan mengistiratakan sendi
secara rutin dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan. Embidaian bisa
digunakan untuk imobilisasi dan mengistiratkan satu atau beberapa sendi.
Tetapi untuk mencegah kekakuan dapat dilakukan beberapa gerakkan yang
sistematis. Obat- obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ini adalah:

30
1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah
aspirin dan ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan
mengurangi nyeri.
2. Obat slow-acting. Obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti
peradangan non steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan
atau diberikan segera jika penyakitnya berkembang cepat.
3. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif untuk
mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif
digunakan pada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif bila
digunakan dalam jangka panjang. Obat ini tidak memperlambat
perjalanan pnyakit ini dan pemakaian jangka panjang mengakibatkan
berbagai efek samping., yang melibatkan hampir setiap orang.
4. Obat Imunosupresif (contoh metotreksat,azatioprin, dan
cyclophosphamide) efektif unuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini
menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari
atau diberikan dengan dosis rendah.

Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk


mencapai tujuan- tujuan ini. Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi,
gizi dan obat- obatan.
a. Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan
pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada pasien, keluarganya dan
siapa saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan yang di berikan
meliputi pengertian tentang patofisiologis, penyebab, dan prognosis
penyakit ini, semua kompnen program penatalaksanaan termasuk
regimen obat yang kompleks, sumber- sumber bantuan untuk mengatasi
penyakit ini, dan metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang
diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan
secara terus menerus. Bantuan dapat diperoleh melalui club penderita.
Badan- badan kemasyarakatan dan dari orang- orang lain yang juga
pendeita artritis reumatoid serta keluarga mereka.

31
b. Istirahat penting karena osteartiritis biasanya disertai rasa lelah yang
hebat. Walaupun rasa lelah dan kekakuan sendi itu bisa timbul setiap hari,
tetapi ada masa- masa ketika pasien merasa lebih baik atau lebih berat.
Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat,
hal ini berarti bahwa pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada
malam hari karena nyeri.
c. Latihan- latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan
fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua
sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Kompres panas pada sendi-
sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi
parafin dengan suhu yang bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan
dingin dapat dilakukan di rumah.
d. Tindakan operatif dapat dilakukan apabila tindakan diatas sudah tidak
dapat menolong pasien lagi. Penggantian engsel (artoplasti) dilakukan
dengan mengganti engsel yang rusak dan diganti dengan alat lain yang
terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis. Pembersihan
sambungan (debridemen) dapat dilakukan dengan mengangkat serpihan
tulang rawan yang rusak yang mengganggu pergerakan dan
menyebabkan nyeri saat pergerakan tulang. Penataan tulang dapat dipilih
jika artroplasti tidak dipilih pada kondisi tertentu, seperti osteoartritis
pada anak dan remaja. Penataan ini dilakukan agar sambungan/ engsel
tidakmenerima beban saat melakukan pergerakan.

32
2.4 Asuhan Keperawatan Osteoartritis Pada Lansia
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa kaku
d. Pola fungsi Gordon
1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan yang
dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
e. Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan, dan
volume minuman perhari, makanan kesukaan.
f. Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan warna
g. Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri,
dibantu atau menggunakan alat
h. Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji
penyebabnya
i. Pola kognitif-perseptual
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas nyerinya
seperti apa), Region (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time
(kapan nyeri terasa bertambah berat).
j. Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri,
gambaran diri.
k. Pola seksual dan reproduksi
kaji manupouse, kaji aktivitas seksual

33
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Disamping menilai
adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatikan juga hal- hal berikut ini:
1) Keadaan umum: komplikasi steroid, berat badan.
2) Tangan: meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan
3) Lengan: Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar
limfe aksila.
4) Wajah: periksa mata untuk sindroma sjorgen, skleritis, episkelritis,
skleromalasia perforans, katarak anemia dan tanda- tanda hiperviskositas
pada fundus. Kelenjar parotis membesar
5) Mulut: (Kring, karies dentis, ulkus) catatan: artritis rematoid tidak
menyeababkan iritasi.
6) Leher: adanya tanda- tanda terkenanya tulang servikal.
7) Toraks: Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi
katup aorta dan mitral).Paru- paru (aadanya efusi pleura, fibrosis, nodul
infark, sindroma caplan)
8) Abdomen: andanya splenomegali dan nyeri tekan epigastrik
9) Panggu dan lutut: tungkai bawah danya ulkus, pembengkakan betis (kista
baker yang ruptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda- tanda
kompresi medula spinalis.
10) Kaki: efusi lutut, maka cairan akan mengisi cekungan medial dan
kantong suprapatelar mengakibatkan pembengkakan diatas dan sekitar
patela yang berbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi pergelangan
kaki akan terjadi pembengkakan pada sisi anterior.
11) Urinalisis: untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk
menentukan adanya darah.

34
3. Fungsional klien
1) Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas
kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau
bergantung dari klien dalam hal: makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke
kamar mandi, mandi dan berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan
disimpulkan dengan system penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan
orang lain dalam melakukan aktivitas fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari
alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi aktivitas dan
latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilitasi.
Pengukuran pada kondisi ini meliputi:
Termasuk kategori manakah klien?
a) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
b) Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
c) Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
d) Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
e) Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi yang
lain
f) Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi
yang lain
g) Ketergantungan untuk semua fungsi diatas

4. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
nyeri, ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi,
perubahan bentuk tubuh pada sendi dan tulang.

35
5. Intervensi Keperawatan

N Standar Diagnosa Standar Standar Intervensi


o Keperawatan Indonesia Luaran Keperawatan
(SDKI) Keperawatan Indonesia (SIKI)
Indonesia
(SLKI)

D.0077 (Nyeri Akut) Setelah I.08238 (Manajemen


dilakukan Nyeri)
Kategori : psikologis tindakan
Tindakan
Subkategori : Nyeri dan keperawatan
selama 1x24
Kenyamanan Observasi
jam maka
Devinisi tingkat nyeri - Identifikasi
menurun lokasi,
Pengalaman sensorik atau dengan kriteria karakteristik,
emosional yang berkaitan dengan hasil : durasi,
kerusakan jaringan aktual atau frekuensi,
fungsional, dengan onset - Keluhan
kualitas,
mendadak atau lambat dan muntah
intensitas
berintensitas ringan hingga berat menuru
nyeri
yang berlangsung kurang dari 3 n
- Identifikasi
bulan. - Perasaa
skala nyeri
n ingin
- Identifikasi
Penyebab muntah
respons nyeri
menuru
4. Agen pencedera non verbal
n
fisiologis (mis. Inflamasi, - Identifikasi
- Perasaa
iskemia, neoplasma) faktor yang
n asam
5. Agen pencedera kimiawi memperberat
di mulut
(mis. Terbakar, bahan dan
menuru
kimia iritan) memperinga
n
6. Agen pencedera fisik n nyeri
- Sensasi
(mis. Abses, amputasi, - Identifikasi
panas
terbakar, terpotong, pengetahuan
menuru
mengangkat berat, dan
n
prosedur operasi, trauma, keyakinan
- Sensasi
latihan fisik berlebihan) tentang nyeri
dingin
Gejalan dan Tanda Mayor - Identifikasi
menuru
pengaruh
Subjektif n
budaya
- Frekuen
terhadap
2. Mengeluh nyeri si
respon nyeri
Objektif menelan
- Identifikasi
menuru
6. Tampak meringis pengaruh
n
7. Bersikap protektif (mis. nyeri pada
- Diafores
Waspada, posisi kualitas
is
menghindari nyeri) hidup

36
8. Gelisah menuru - Monitor
9. Frekuensi nadi n keberhasilan
meningkat terapi
10. Sulit tidur komplementa
Gejala dan Tanda Minor r yang sudah
diberikan
Subjektif - Monitor efek
samping
(tidak tersedia)
penggunan
Objektif analgetik

8. Tekanan darah
meningkat Terapeutik
9. Pola napas berubah
- Berika teknik
10. Nafsu makan berubah
11. Proses berpikir terganggu nonfarmakol
ogis untuk
12. Menarik diri
mengurangi
13. Berfokus pada diri
rasa nyeri
sendiri
(mis. TENS,
14. Diaforesis
hipnosis,
Kondisi Klinis Terkait
akupresur,
6. Kondisi pembedahan terapi musik,
7. Cedera traumatis niofeedback,
8. Infeksi terapi pijat,
9. Sindrom koroner akut aromaterapi,
10. Glaukoma teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingi
n, terapi
bermain)
- Kontrol
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri
(mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitas
istirahat dan
tidur
- Pertimbangk
an jenis dan
sumber nyeri
dalam

37
pemilihan
strategi
meredakan
nyeri

Edukasi
- Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
- Anjurkan
memonitor
nyeri secara
mandiri
- Anjurkan
menggunaka
n analgetik
secara tepat
- Ajarkan
teknik
nonfarmakol
ogis untuk
mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi
pemberian
analgetik,
jika perlu

38
D.0054 (Gangguan Mobilitas Setelah I.06171 (Dukungan
Fisik) dilakukan Ambulasi)
tindakan
Kategori : Fisiologis keperawatan Tindakan
selama 1x24
Subkategori : Aktivitas/Istirahat Observasi
jam maka
Devinisi mobilitas fisik - Identifikasi
meningkat adanya nyeri
Keterbatasan dalam gerakan fisik dengan kriteria atau keluhan
dari satu atau lebih ekstremitas hasil : fisik lainnya
secara mandiri. - Identifikasi
- pergerak
toleransi fisik
Penyebab an
melakukan
ekstremi
1. Kerusakan dalam ambulasi
tas
gerakan fisik dari satu - Monitor
meningk
atau lebih ekstremitas frekuensi
at
secara mandiri jantung dan
- kekuata
2. Perubahan metabolisme tekanan
n otot
3. Ketidakbugaran fisik darah
meningk
4. Penurunan kendali otot sebelum
at
5. Penurunan massa otot memulai
- rentang
6. Penurunan kekuatan otot ambulasi
gerak
7. Keterlambatan - Monitor
(ROM)
pergerakan kondisi
meningk
8. Kekakuan sendi umum
at
9. Kontraktur selama
10. Malnutrisi melakukan
11. Gangguan ambulasi
muskuloskeletal
12. Gangguan neuromuskular
Terapeutik
13. Indeks massa tubuh
diatas persentil ke-75 - Fasilitasi
sesuai usia aktivitas
14. Efek agen farmakologis ambulasi
15. Program pembatasan dengan alat
gerak bantu (mis.
16. Nyeri Tongkat,
17. Kurang terpapar kruk)
informasi tentang - Fasilitasi
aktivitas fisik melakukan
18. Kecemasan mobilisasi
19. Gangguan kognitif fisik, jika
20. Keengganan melakukan perlu
pergerakan - Libatkan
21. Gangguan keluarga
sensoripersepsi untuk
Gejala dan Tanda Mayor membantu

39
Subjektif pasien dalam
meningkatka
1. Mengeluh sulit n ambulasi
menggerakan ekstremitas
Objketif
Edukasi
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) - Jelaskan
menurun tujuan dan
Gejala dan Tanda Minor prosedur
ambulasi
Subjektif - Anjurkan
melakukan
1. Nyeri saat bergerak
ambulasi dini
2. Enggan melakukan
- Ajarkan
pergerakan
ambulasi
3. Merasa cemas saat
sederhana
bergerak
yang harus
Objektif
dilakukan
1. Sendi kaku (mis.
2. Gerakan tidak Berjalan dari
terkoordinasi tempat tidur
3. Gerakan terbatas ke kursi roda,
4. Fisik lemah berjalan dari
Kondisi Klinis Terkait tempat tidur
ke kamar
1. Stroke mandi,
2. Cedera medula spinalis berjalan
3. Trauma sesuai
4. Fraktur toleransi)
5. Osteoarthritis
6. Ostemalasia
7. Keganasan

40
D.0083 (Gangguan Citra Tubuh) Setelah I.09305 (Promosi
dilakukan Citra Tubuh)
Kategori : Psikologis tindakan
keperawatan Tindakan
Subkategori : Integritas Ego
selama 1x24
Observasi
Devinisi jam maka citra
tubuh - Identifikasi
Perubahan presepsi tentang meningkat harapan citra
penampilan, strukutr dan fungsi dengan kriteria tubuh
fisik individu hasil berdasarkan
tahap
Penyebab - melihat bagian
perkembanga
tubuh membaik
1. Perubahan n
struktur/bentuk tubuh - menyentuh - Identifikasi
(mis. Amputasi, trauma, bagian tubuh budaya,
luka bakar, obesitas, membaik agama, jenis
jerawat) kelamin, dan
2. Perubahan fungsi tubuh Verbalisasi umur terkait
(mis. Proses penyakit, kecacatan citra tubuh
kehamilan, kelumpuhan) bagian tubuh - Identifikasi
3. Perubahan fungsi membaik perubahan
kognitif citra tubuh
Verbalisasi yang
4. Ketidaksesuaian budaya,
kehilangan mengakibatk
keyakinan atau sistem
bagian tubuh an isolasi
nilai
membaik sosial
5. Transisi perkembangan
6. Gangguan psikososial - Monitor
7. Efek apakah
tindakan/pengobatan pasien bisa
(mis. Pembedahan, melihat
kemoterapi, terapi bagian tubuh
radiasi) yang
Gejala dan Tanda Mayor berubah.

Subjektif
1. Menggungkapkan Terapeutik
kecacatan/kehilangan
- Diskusikan
bagian tubuh
perubahan
Objektif
tubuh dan
1. Kehilangan bagian tubuh fungsinya
2. Fungsi/struktur tubuh - Diskusikan
berubah/hilang perbedaan
Gejala dan Tanda Minor penampilan
fisik terhadap
Subjektif harga diri
- Diskusikan
perubahan

41
1. Tidak mau akibat
menggubgkapkan pubertas,
kecacatan/kehilangan kehamilan
bagian tubuh dan penuaan
2. Mengungkapkan - Diskusikan
. perasaan negatif tentang kondisi stress
perubahan tubuh yang
3. Mengungkapkan mempengaru
kekhawatiran pada hi citra tubuh
penolakan/reaksi orang (mis. Luka,
lain penyakit,
4. Mengungkapkan pembedahan)
perubahan gaya hidup - Diskusikan
Objektif cara
mengembang
1. Menyembunyikan/menun kan harapan
jukan bagian tubuh citra tubuh
secara berlebihan secara
2. Menghindari melihat realistis
dan/atau menyentuh - Diskusikan
bagian tubuh persepsi
3. Fokus berlebihan pada pasien dan
perubahan tubuh keluarga
4. Respon nonverval pada tentang
perubahan dan persepsi perubahan
tubuh citra tubuh
5. Fokus pada penampialn
dan kekuatan masa lalu Edukasi
6. Hubungan sosial berubah
Kondisi Klinis Terkait - Jelaskan
kepada
1. Mastektomi keluarga
2. Amputasi tentang
3. Jerawat perawatan
4. Parut atau luka bakar perubahan
yang terlihat citra tubuh
5. Obesitas - Anjurkan
6. Hiperpigmentasi pada mengungkap
kehamilan kan
7. Gangguan psikiatrik gambaran
8. Program terapi duru terhadap
neoplasma citra tubuh
9. Alopecia chemically - Anjurkan
induced menggunaka
n alat bantu
(mis.
Pakaian, wig,
kosmetik)

42
- Anjurkan
mengikuti
kelompok
pendukung
(mis.
Kelompok
sebaya)
- Latih fungsi
tubuh yang
dimiliki
- Latih
peningkatan
penanpilan
diri (mis,
berdandan)
- Latih
pengungkapa
n
kemampuan
diri kepada
orang lain
maupun
kelompok.

43
BAB III
PENUTUP
5.3 Kesimpulan

Osteoporosis menghilangkan kekuatan mineral tulang tanpa disadari,


sehingga tulang menjadi lemah, rapuh dan mudah patah jika terkena sedikit
benturan. Penurunan kekuatan tulang ini tanpa disadari, oleh sebab itu penyakit
ini dikenal juga sebagai silent epidemic (Gomez, 2006). Osteoporosis kini telah
menjadi salah satu penyebab penderitaan dan cacat bagi lansia. Sedangkan
Osteoartritis (OA) adalah penyakit rematik yang paling sering mengenai lansia
akibat gangguan metabolisme yang diikuti oleh beberapa perubahan pada
sistem muskuloskeletal pada lansia. Osteoathritis merupakan suatu patologi
yang dimulai dari kartilago hialin sendi lutut, dimana terjadi pembentukan
osteofit pada tulang rawan sendi dan jaringan subchondral yang menyebabkan
penurunan elastisitas dari sendi.

44
DAFTAR PUSTAKA

Agatha, D.R., 2014, Laporan Pendahuluan Osteoatritis (online), available:


http://davvhieedreeo.blogspot.com/2014/03/laporan-pendahuluan-
osteoartritis-oa.html, (24 Maret 2015)

Anonim, 2013, Askep Gerontik Pasien dengan Rematik, (online), available:


rhizaners.blogspot.com/2013/02/askep-gerontik-pasien-dengan-
rematik.html, (24 Maret 2015)

Carpenito, L.J., 2012, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC

Price, S.A. dan Lorraine M.Wilson., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Vol.2, diterjemahkan dari: Pathophysiologi:
Clinical Concepts of Disease Processes (6 th Edition), oleh H. Hartanto,
Jakarta: EGC

Puspita, E.D., 2014, Asuhan Keperawatan Osteoatritis, (online), available:


http://awlianteka.blogspot.com/2014/06/asuhan-keperawatan-
osteoartritis.html, (24 Maret 2015)

Smeltzer, C.S. dan Bare, B.G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Vol.2 Edisi 8, diterjemahkan dari: Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing (8th Edition), oleh
Agung Waluyo, dkk., Jakarta: EGC.
Mansjoer, Ariep, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, EGC, Jakarta

Sylvia A. Price. 2000. Patofisiologi. EGC. Jakarta.

http://ilmukeperawatanstikesfaletehancom.blogspot.com/2009/02/sap-
hipertensi_27.html?zx=fd72297fddeab593

http://wayanpuja.blinxer.com/?page_id=239

Sumber: https://umayra.wordpress.com/2010/01/04/sap-osteoporosis/

45

Anda mungkin juga menyukai