Oleh :
Kelompok 3
1. Nadia Karomah (701180017)
2. Rita Supita
3. Indri Prafitriani
4. Mila Permata
5. Neng Fitri Widia
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami berbagai
macam nikmat, sehingga aktivitas hidup ini banyak diberikan keberkahan. Dengan
kemurahan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Ucapkan terima kasih tidak lupa kami hanturkan kepada dosen dan teman-teman yang
banyak membantu dalam penyusunan makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Post
Bedah Mayor”. Kami menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi tata bahasa
maupun dalam hal perbuatan.
Oleh karena itu, kami meminta maaf atas ketidaksempurnaan dalam pembuatan
makalah ini dan juga memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa lebih baik lagi dalam
membuat karya tulis ini. Harapan kami mudah-mudahan apa yang akan kami susun ini bisa
memberikan manfaat untuk diri kami sendiri, teman-teman, maupun orang lain.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..ii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………….1
1.3 Tujuan………………………………………………………………………2
2.2 Etiologi………………………………………………..……………………3
2.3 Klasifikasi…………………………………………………………………..3
2.4 Patofisiologi…………………….…………………………………………. 4
2.5 Pathway…………………….………………………………………………5
2.7 Komplikasi…………………….……………………………………………6
1.3 Tujuan………………………………………………………………………2
BAB 3 PENUTUP……………………………………………………………………20
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………….20
3.2 Saran………………………………………………………………………20
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..21
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama periode pasca operatif, proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan
kembali equibrium fisiologi pasien, menghilangkan nyeri, dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien dalam kembali pada
fungsi optimalnya dengan cepat, aman, dan senyaman mungkin.
Upaya yang besar diharapkan pada mengantisipasi dan mencegah masalah pada
periode pascaoperatif. Pengkajian yang tepat mencegah komplikasi yang memperlama
perawatan dirumah sakit atau membahayakan pasien.
Perawatan pasca operasi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada
kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi. Monitoring lebih ketat dilakukan
pada pasien dengan risiko tinggi seperti kelainan organ, syok yang lama, dehidrasi berat,
sepsis, dan gangguan organ penting, seperti otak. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan
tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta
pemulangan ( Baradero et al, 2008).
Tindakan keperawatan yang dilakukan pasca operasi terdiri dari ( tindakan yang
meliputi pengelolaan jalan napas, monitor sirkulasi, monitoring cairan dan elektrolit,
monitoring suhu tubuh, menilai dengan aldrete score,pengelolan keamanan dan
kenyamanan pasien, serah terima dengan petugas ruang operasi dan serah terima dengan
petugas ruang perawatan ( bangsal ) ( Rothrock, 1990).
B. Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah :
1. Tujuan Umum : Agar mahasiswa dapat mengungkapkan pola pikir yang ilmiah
dalam melaksanakan asuhan keperawatan pascaoperatif.
2. Tujuan khusus : Agar mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menganalisa data,
menetapkan diagnosa keperawatan, merencanakan tindakan, mengimplementasikan
tindakan sesuai rencana dan mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien pasca
operatif.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akanditangani. Pembukaan tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer and
Bare,2002). Pembedahan merupakan suatu tindakan yang dilakukan di ruang operasi
rumah sakit dengan prosedur yang sudah ditetapkan (Smeltzer dan Bare, 2002).
Klasifikasi operasi terbagi manjadi dua, yaitu operasi minor dan operasi mayor.
Operasi minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan untuk
memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki deformitas,
contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak, dan
arthoskopi. Operasi mayor adalah operasi yang bersifat selektif, urgen dan emergensi.
Tujuan dari operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau
memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan,
contohnya kolesistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi, mastektomi, amputasi
dan operasi akibat trauma (Brunner & Sudarth 2001).
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah &
Hidayat, 2008).
Proses keperawatan pascaoperatif pada praktiknya akan dilaksanakan secara
berkelanjutan baik di ruang pemulihan, ruang intensif, dan ruang rawat inap bedah. Fase
pascaoperatif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah masuk di ruang pulih sadar
sampai pasien dalam kondisi sadar betul untuk dibawa keruang rawat inap.
B. Etiologi
Prosedur bedah pada dasarnya terbagi dalam tiga kelompok besar, yang di dalamnya
masih akan terbagi lagi sesuai kategorinya. Berikut rinciannya.
1. Kelompok operasi berdasarkan tujuan
Kelompok pertama ini menggolongkan prosedur bedah berdasarkan tujuan dari
tindakan medis ini dilakukan. Pada dasarnya operasi dianggap sebagai metode
pengobatan, namun tindakan medis ini juga dapat digunakan untuk:
a) Mendiagnosis.
Operasi yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tertentu, seperti operasi
biopsi yang sering dilakukan untuk memastikan dugaan adanya kanker padat
atau tumor pada bagian tubuh tertentu.
b) Mencegah
Tak hanya mengobati, bedah dilakukan juga untuk mencegah suatu kondisi
yang lebih buruk lagi. Misalnya, operasi pengangkatan polip usus yang bila tak
ditangani akan dapat tumbuh menjadi kanker.
c) Menghilangkan.
Operasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat sejumlah jaringan dalam
tubuh. Biasanya, operasi jenis ini memiliki akhiran –ektomi. Misalnya saja
mastektomi (pengangkatan payudara) atau histerektomi (pengangkatan rahim).
d) Mengembalikan.
Operasi juga dilakukan untuk dapat mengembalikan suatu fungsi tubuh menjadi
normal kembali. Contohnya, pada rekonstruksi payudara yang dilakukan oleh
orang yang telah melakukan mastektomi.
e) Paliatif.
Jenis operasi ini ditujukan untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh
pasien yang biasanya mengalami penyakit kronis stadium akhir.
2. Kelompok operasi berdasarkan tingkat risiko
Setiap operasi bedah pasti memiliki risiko, tetapi tingkat risikonya tentu berbeda-
beda. Berikut adalah pengelompokkan operasi berdasarkan tingkat risikonya:
a. Bedah mayor
Merupakan operasi yang dilakukan di bagian tubuh seperti kepala, dada, dan
perut. Salah satu contoh operasi ini adalah operasi cangkok organ, operasi tumor
otak, atau operasi jantung. Pasien yang menjalani operasi ini biasanya
membutuhkan waktu yang lama untuk kembali pulih.
b. Bedah minor
Kebalikan dari tindakan bedah mayor, operasi ini tidak membuat pasiennya
harus menunggu lama untuk pulih kembali. Bahkan dalam beberapa jenis
operasi, pasien diperbolehkan pulang pada hari yang sama. Contoh operasinya
seperti biopsi pada jaringan payudara.
3. Kelompok operasi berdasarkan teknik
Pembedahan itu sendiri dapat dilakukan dengan beragam teknik berbeda, tergantung
dari bagian tubuh mana yang harus dioperasi dan penyakit apa yang diderita oleh
pasien.
Operasi bedah terbuka
Metode ini biasanya disebut dengan operasi konvensional, yaitu tindakan medis
yang membuat sayatan pada bagian tubuh dengan menggunakan pisau khusus.
Contohnya adalah operasi jantung, dokter menyayat bagian dada pasien dan
membukanya agar organ jantung terlihat jelas.
Laparaskopi
Jika sebelumnya operasi dilakukan dengan menyayat bagian tubuh, pada
laparaskopi, ahli bedah hanya akan menyayat sedikit dan membiarkan alat
seperti selang masuk ke dalam lubang yang telah dibuat, untuk mengetahui
masalah yang terjadi di dalam tubuh
C. Patofisiologi
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan menimbulkan perubahan
faal, sebagai respon terhadap trauma. Gangguan faal tersebut meliputi tanda- tanda vital
serta organ-organ vital seperti sistem respirasi, sistem kardiovaskular, panca indera
(SSP), sistem urogenital, sistem pencernaan dan luka operasi.
1. Sistem Kardiovaskuer
Pasien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan darah secara
aktual dan potensial dari tempat pembedahan, balans cairan, efek samping anastesi,
ketidakseimbangan elektrolit dan depresi mekanisme resulasi sirkulasi normal.
Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah terjadi secara
eksternal melalui drain atau insisi atau secara internal luka bedah. Pendarahan dapat
menyebabkan turunnya tekanan darah: meningkatnya kecepatan denyut jantung dan
pernafasan (denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah). Apabila
pendarahan terjadi secara eksternal, memperhatikan adanya peningkatan drainase
yang mengandungi darah pada balutan atau melalui drain.
2. Sistem Pernafasan
Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan sehingga perlu
waspada terhadap pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah.
Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding
dada, bunyi nafas dan membrane mukosa dimonitor.
3. Sistem Persyarafan
Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat kesadaran yang
berbeda. Oleh karena itu, seorang harus memonitor tingkat respon pasien dengan
berbagai cara. Misalnya dengan memonitor fungsi pendengaran atau penglihatan.
Apakah pasien dapat berespon dengan baik ketika diberi stimulus atau tidak sama
sekali. Ataupun juga dapat memonitor tingkat kesadaran dengan menentukan Skala
Koma Glasgow / Glasgow Coma Scale (GCS). GCS ini memberikan 3 bidang fungsi
neurologik: memberikan gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat
digunakan dalam mengevaluasi motorik pasien, verbal, dan respon membuka mata
4. Sistem Perkemihan
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus,
vagina, herniofari dan pembedahan pada daerah abdomen bawah. Penyebabnya
adalah adanya spasme spinkter kandung kemih.
5. Sistem Gastrointestinal
Setelah pembedahan, harus dipantau apakah pasien telah flatus atau belum.
Intervensi untuk mencegah komplikasi gastrointestinal akan mempercepat
kembalinya eleminasi normal dan asupan nutrisi. Pasien yang menjalani bedah pada
struktur gastrointestinal membutuhkan waktu beberapa hari agar diitnya kembali
normal. Peristaltik normal mungkin tidak akan terjadi dalam waktu 2-3 hari.
Sebaliknya pasien yang saluran gastrointestinalnya tidak dipengaruhi langsung oleh
pembedahan boleh mengkonsumsi makanan setelah pulih dari pengaruh anastesi,
tindakan tersebut dapat mempercepat kembalinya eliminasi secara normal.
6. Luka Operasi
Prosedur pembedahan biasanya dilakukan dengan meminimalisasi resiko infeksi
dengan menggunakan alat yang steril. Maka, kemungkinan luka tersebut untuk
terjadi infeksi adalah juga minimal. Namun, jika ada risiko diidentifikasi luka
tersebut bermasalah, seperti ada luka yang masih basah dan ada pengumpulan
cairan, maka hal tersebut mungkin dapat disebabkan beberapa faktor. Antaranya
adalah seperti diabetes mellitus, imunosupresi, keganasan dan malnutrisi, cara
penutupan luka, infeksi dan apa pun yang mungkin menyebabkan penekanan
berlebihan pada luka
D. Manifestasi Klinis
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Perdarahan :
Tekanan darah menurun
Meningkatnya denyut jantung dan pernafassan
Denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah
Eksternal : peningkatan drainase yang mengandungi darah pada balutan atau
melalui drain.
b. Hipoksia (capillary refill).
2. Sistem Pernafasan
a. Depresi pernafasan : pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah
b. Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding
dada, bunyi nafas abnormal dan membrane mukosa
3. Sistem Persyarafan
a. Tingkat kesadaran ( GCS ) : Coma
4. Sistem Traktus Urinarius
a. Retensi urine (pasme spinkter kandung kemih )
5. Sistem Gastrointestinal
a. Mual, muntah
b. Belum Flatus atau Defekasi
6. Luka Operasi
a. Infeksi : luka yang masih basah dan ada pengumpulan cairan (mungkin dapat
disebabkan beberapa factor adalah seperti diabetes mellitus, imunosupresi,
keganasan dan malnutrisi )
E. Pengkajian Fokus Kegawatan
1. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan
nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi.
Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
2. Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai,
maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase
tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan
(Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
b. Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda
sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds,
dan penggunaan otot bantu pernafasan.
c. Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
d. Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
e. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
f. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai
karakter dan kualitas pernafasan pasien.
g. Penilaian kembali status mental pasien.
h. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
i. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang
benar), jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
j. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan
terapi sesuai kebutuhan.
3. Pengkajian Circulation
G. PENATALAKSANAAN KEGAWATAN
Komplikasi yang muncul pada pasien pasca-operasi Menurut Rothrock (1999)
komplikasi yang akan muncul saat pascaoperasi diantaranya:
1. Pernapasan
Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak
terdeteksi, atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti
pulmonal hipostatik, plurisi, dan superinfeksi (Smeltzer & Bare, 2001). Gagal
pernapasan merupakan fenomena pasca-operasi, biasanya karena kombinasi kejadian.
Kelemahan otot setelah pemulihan dari relaksan yang tidak adekuat, depresi sentral
dengan opioid dan zat anestesi, hambatan batuk dan ventilasi alveolus yang tak
adekuat sekunder terhadap nyeri luka bergabung untuk menimbulkan gagal
pernapasan restriktif dengan retensi CO2sertakemudian narkosis CO2, terutama jika
PO2 dipertahankan dengan pemberian oksigen.
2. Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi,
aritmia jantung, dan payah jantung (Baradero et al, 2008). Hipotensi didefinisikan
sebagai tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari
nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan
oleh perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark
miokard, aritmia, hipertensi, dan reaksi hipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh
otot, dan reaksi transfusi. Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan
pemulihan anestesia. Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesik dan hipnosis
yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang
tidak adekuat (Baradero et al, 2008).
3. Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan
posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat
tidur sementara lutut harus di jaga tetap lurus. Penyebab perdarahan harus dikaji
dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Jika
perdarahan terjadi, kassa st eril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat
perdarahan ditinggikan pada posisi ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid
disesuaikan dengan kondisi pasien (Majid et al, 2011).Manifestasi klinis meliputi
gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi
meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat
dan pasien melemah. Penatalaksanaan pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien
syok, sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi, inspeksi luka bedah, balut
kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi dan transfusi darah atau produk darah
lainnya.
4. Hipertermia maligna
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga diperlukan penatalaksanaan
yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan
oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan
relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
5. Hipotermia
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi :
36,6oC-37,5oC). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien
sebagai akibat suhu rendah di kamar operasi (25oC-26,6oC), infus dengan cairan yang
dingin, inhalasi gas-gas dingin, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-
obatan yang digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).Pencegahan
yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan adalah
atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 oC - 26,6 oC), janganlebih
rendah dari suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37 oC,
gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun dan
selimut yang kering.
H. PATHWAYS KEPERAWATAN
Pascaoperatif
21
paradoksis )
• Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
• Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama
• Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya
22
perawatan alami
3 Nyeri b/d incisi NOC : Pain Level, Pain NIC
pembedahan dan control, Comfort level
posisi selama Setelah dilakukan tindakan Pain Management
23
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi
nyeri Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi Ajarkan
tentang teknik non
farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
24
keamanan pasien, sesuai
injury/cedera
dengan kondisi fisik dan
Klien mampu menjelaskan
fungsi kognitif pasien dan
factor resiko dari
riwayat penyakit
lingkungan/perilaku
terdahulu pasien
personal
Menghindarkan
Mampu memodifikasi
lingkungan yang
gaya hidup untuk
berbahaya (misalnya
mencegah injury
memindahkan perabotan)
Menggunakan fasilitas
Memasang side rail
kesehatan yang ada
tempat tidur
Mampu mengenali
Menyediakan tempat
perubahan status kesehatan
tidur yang nyaman dan
bersih
Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau pasien.
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan
yang cukup.
Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
25
penyakit.
26
Berikan O2 dengan
(mampu mengeluarkan menggunakan nasal untuk
sputum, mampu bernafas memfasilitasi suksion
nasotrakeal
dengan mudah, tidak ada
Gunakan alat yang steril
pursed lips) sitiap melakukan
Menunjukkan jalan nafas tindakan
yang paten (klien tidak Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam
merasa tercekik, irama
setelah kateter
nafas, frekuensi pernafasan dikeluarkan dari
dalam rentang normal, nasotrakeal Monitor
status oksigen pasien
tidak ada suara nafas
Ajarkan keluarga
abnormal) bagaimana cara
Mampu melakukan suksion
mengidentifikasikan dan Hentikan suksion dan
berikan oksigen apabila
mencegah factor yang pasien menunjukkan
dapat menghambat jalan bradikardi, peningkatan
nafas saturasi O2
Airway Management
• Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
• Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
• Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
• Pasang mayo bila perlu
• Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
• Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
• Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
• Lakukan suction pada mayo
• Berikan bronkodilator bila
perlu
• Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
• Atur intake untuk cairan
27
mengoptimalkan keseimbangan.
• Monitor respirasi dan status O2
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Nama :Ny.S
No MR :522587
Status :Menikah
Agama :Islam
Pekerjaan :IRT
Pendidikan :SMA
Penanggung Jawab
Nama :Antoni
28
Hub.keluarga :Adik Kandung
Pekerjaan :Wiraswasta
2. Alasan masuk
Klien masuk IGD RSAM rujukan dari RSI yarsi pasaman timur dengan abortus
imminens + KET,dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 1 bulan yang
3. Riwayat kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat melakukan pengkajian pada hari kamis tanggal 20 Juni 2019 jam
08.45, klien post operasi Laparatomi atas indikasi KET (Kehamilan
dengan keluhan nyeri pada luka bekas operasi, nyeri yang hilang
29
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien pertama kali dirawat di rumah sakit di operasi Laparatomi,
hipertensi.
GENOGRAM
Keterangan:
: Perempuan
30
: Laki-laki
: Pasien
: Meninggal
4. Riwayat Menstruasi
5. Riwayat Kehamilan
HPHT :27 -03-2019
Kehamilan :Post Op Laparatomi atas indikasi KET
6. Riwayat Persalinan
Anak :3 orang
ANAK PERSALINAN
31
Anak 1 Normal
Anak 2 Normal
Anak 3 Normal
Anak 4 Laparatomi indikasi KET
Suhu :36,6
Pernafasan :20x/menit
Nadi :70x/menit
TD :90/50 mmHg
1) Kepala
• Rambut
Kepala normochepal, rambut klien panjang berwarna hitam, tampak
• Mata
Mata tampak simetris kiri dan kanan sklera tidak ikterik, konjungtiva
anemis, tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan, mata bersih,
klien tampak tidak memakai alat bantu penglihatan dan ukuran pupil
2mm/2mm.
• Telinga
32
Telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tidak ditemukan
• Hidung
Hidung tampak simetris, tidak tampak adanya secret, tidak ada sinus dan
mulut, klien tidak memakai gigi palsu, gigi utuh tidak ada yang
berlobang, gigi klien tampak kurang bersih dan berbau, tidak ada
2) Leher
• Tampak tidak ada pembesaran kelenjar tyroid pada bagian leher pasien,tampak
3) Thorak
• Payudara
Bentuk payudara simetris kiri dan kanan, belahan payudara tampak
• Paru-paru
I : Simetris kiri-kanan, pengembangan/pergerakan dinding
33
I :Simetris kiri dan kanan, pergerakan jantung normal, dinding dada
P : Tympani
Fundus Uteri
Tinggi :2 Jari dibawah pusat Posisi
:Tengah
Kontraksi :Teraba Keras
4) Ekstemitas
• Atas :
Pasien keadaan lengkap kiri dan kanan, terpasang RL/Transfusi sebelah
• Bawah :
Pasien keadaan lengkap kiri dan kanan, simetris kiri kanan, tidak
kelainan.
5) Genitalia
Klien terpasang kateter dengan jumlah urine pengeluaran dari jam
08:00 – 12:00 400 cc dan klien memakai pembalut.
6) Integumen
34
Keadaann turgor kulit baik, tidak ada lesi, kulit tampak berkeringat, kaki tampak
b. Data biologis
35
1. Nutrisi
Makan
- Menu -Nasi,lauk pauk -Nasi,sayur,buah,lauk
- Porsi - 1 piring habis -½ porsi yang ada
- Makanan kesukaan Sate
- Pantangan - Tidak ada -Makanan berminyak
Minum
- Jumlah - 7 gelas/hari -4 gelas/hari
- Minum Kesukaan - Jus
- Pantangan - Tidak ada
Eliminasi
2.
BAB
- Frekuensi -1 x/hari
- Warna -Kuning kecoklatan -Semenjak post op
- Bau - Khas klien belum ada BAB
- Konsistensi - Padat
- Kesulitan - Tidak ada
BAK -5 x/hari
-Frekuensi - Kuning
- Warna - 400 Ml
- Khas
-Bau - Kuning
- Cair
- Konsiestensi - Khas
- Tidak ada`
- Kesulitan - Cair
Istirahat & tidur - Nyeri pada bagian
- Jam 22.00 abdomen
- Waktu tidur - 7 jam
- Lama Tidur - Jam 21.00
Personal Hygiane -8 jam
-2x/hari
- Mandi - 1x/2hari
-Cuci Rambut -3x/hari
-Gosok Gigi -1x/minggu
-Potong kuku
c. Riwayat alergi
Klien mengatakan tidak ada alergi makana,minuman.
d. Data psykologis
36
Pada tahap ini klien mampu menerima kenyataan bahwa anaknya sudah
meninggal, Klien awalnya merasa bersalah karna pada saat hamil pasien tidak
mengetahui bahwa klien sedang hamil. Namun sekarang klien maupun keluarga
f. Data spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan rajin beribadah. Klien tidak
melaksanakan sholat seperti biasa karena keadaannya saat sekarang ini. Klien
g. Data penunjang
Tanggal Pemeriksaan 20-06-2019
37
Tanggal Pemeriksaan 21-06-2019
h. Data pengobatan
1 CEFTRIAXONE 2 gr 1x1
2019
38
i. Data fokus
DS:
• Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi.
• Klien mengatakan nyeri seperti di sayat- sayat dan terasa hilang timbul.
• Klien mengatakan susah untuk istirahat dan tidur karena nyeri pada luka Post
Operasi Laparatomi.
39
• S : 36,60C
• N : 75 kali / menit
• R : 20 kali / men
• HB :3,5
• Klien dalam keadaan badrest.
• Wajah klien tampak berminyak.
• Klien tampak terpasang infus.
• Klien tampak terpasang kateter.
• Badan klien tampak berkeringat.
40
ANALISA DATA
1. DS:
• Pasien mengatakan
nyeri pada luka
41
• Post Operasi laparatomi Nyeri Agen pencedera
• Klien mangatakan fisik
DO: kurang nyaman
• Pasien Post Operasi
Laparatomi
tanggal 19juni 2019 jam
09:00 atau 1 hari yang lalu
Skala nyeri 4-5 nyeri
sedang.
Post op hari ke-2
Ekspresi wajah meringis
Terdapat bekas
operasi pada
perut, tepatnya
dibawah pusat
memanjang
kebawah
panjang ±10
cm,masihh
tertutup perban.
TTV:
TD : 90/50mmHg
S : 36,60C
N : 75 kali / menit
R : 20 kali / menit
2 DS:
42
• Klien mangatakan Gangguan Mobilitas Penurunan
• susah mengangkat Fisik Kekuatan Otot
• kedua tungkai
DO: bawahnya
• Klien mengatakan
• ••
nyeri kalau
•
memeringkan
badannya atau
berktifitas
Klien mangatakan post
operasi tanggal 19 juni
2019 atau 1 hari yang
lalu
Klien terlihat terbaring lemah
ditempat tidur
Post op hari ke-2
Klien tampak lemah
Tampak luka insisi operasi
pada daerah abdomen 10 cm.
Tampak kekuatan otot +3
dapat melawan gravitasi tetapi
lemah
43
3. DS: Klien mangatakan nafsu Defisit
• makan menurun Perawatan
• Klien mengatakan badan Risiko Peningkatan
DO: terasa lemah Nutrisi Kebutuhan
• Metabolisme
Klien tampak tidak mampu
• menghabiskan 1 porsi
• makanan
DS: Klien tampak lesu
• Klien tampak lemah
•
•
Klien mengatakan belum
DO:
• • mandi sejak 2 hari yang
4. lalu.
•
Klien mengatakan
bandannya berkeringat dan
lengket.
Klien mengatakan tidak
bisa kekamar mandi.
44
2) Gangguan mobilitas fisik b.d Penurunan Kekuatan Otot d.d fisik lemah, kekuatan
otot +3.
45
3.3 Intervensi
(SLKI)
1. Nyeri b/d Agen pencedera fisik d/d ekspresi Setelah dilakukan intervensi O:
keperawatan selama 1x 8 jam maka Manajemen Nyeri
wajah meringis • •
ekspetasi membaik dengan kriteria • T:
hasil : Manajemen Kenyamanan Lingkungan
• Pemantauan Nyeri
• Tingkat Nyeri
• Kontrol nyeri
• Status kenyamanan Latihan Pernapasan
• E: Terapi Relaksasi
46
2. Gangguan mobilitas fisik b/d Penurunan Setelah dilakukan intervensi O: Dukungan Ambulasi
Kekuatan Ototd/d fisik lemah. keperawatan selama 1x 8 jam maka • •
ekspetasi membaik dengan kriteria hasil : • Dukungan Mobilisasi
• Mobilitas Fisik • T: Manajemen Lingkungan
• Toleransi Aktivitas
Pengaturan Posisi
• E: Terapi Aktivitas
• K: Edukasi Nutrisi
47
• Kolaborasi Dengan Ahli Gizi
48
3.4 Implementasi
49
• Pemberian Obat
• Intervensi dilanjutkan
• Dukungan Ambulasi
• Terapi Aktivitas
3. 20-06-2019 Resiko deficit nutrisi 11.00 O: Melakukan pemantauan Nutrisi S: Klien mangatakan nafsu makan
berhubungan dengan • • menurun
Mengindetifikasi asupan makanan •
peningkatan kebutuhan • • O: Klien mengatakan badan terasa lemah
metabolism
Melakukan Pemantauan Tanda
•
50
• A:
T: Vital Klien tampak tidak mampu
• P:
•
Memberikan Makanan yang tinggi menghabiskan 1 porsi makanan
E: protein
Klien tampak lesu
• K:
• Ajarkan diet yang di programkan
• Intervensi dilanjutkan
•
Observasi pemberian makan klien
sedikit tapi sering
• Pantau intake dan output
4. 20-06-2019 Defisit perawatan diri 12.00 O: S: Klien mengatakan belum mandi sejak
b/d kelemahan d/d • Memberikan Dukungan Perawatan • 2 hari yang lalu.
Diri Mandi •
kebutuhan masih dibantu Klien mengatakan bandannya
T:
Melakukan Perawatan Tubuh O: berkeringat dan lengket.
•
• E: Mengatur Posisi • •
51
• • A:
Klien dalam keadaan badrest.
Mengajarkan bagaimana cara
Klien tidak mampu mandi
Perawatan Diri yang benar
Wajah klien tampak berminyak.
• P: Masalah belum teratasi.
• Intervensi dilanjutkan.
1. 21-06-2019 Nyeri b/d Agen 08.00 O: Membantu Klien Mangindetifikasi S: Klien mengatakan sudah tidak nyeri
pencedera fisikd/d • nyeri • pada luka post Op Laparatomi
ekspresi wajah • • • O:
meringis • Mambatasi Pengunjung • Klien mangatakan badan terasa santai
52
•
T: Melakukan Pemantauan Nyeri Ekspresi wajah rileks
• •
E: Melakukan Perawatan Luka pada A: Terdapat bekas operasi pada perut sudah
•
luka post Op Laparatomi kering dan bersih, tepatnya dibawah pusat
• • P:
memanjang kebawah panjang ±10 cm
• •
Melakukan Pemberian Obat
K: Masalah teratasi
Latihan Pernapasan
•
Intervensi dihentiksn
Terapi Relaksasi
53
•
Melakukan Terapi Aktivitas
• P: Masalah teratasi
• Intervensi dihentikan
3. 21-06-2019 Resiko deficit nutrisi 10.00 O: Melakukan pemantauan Nutrisi S: Klien mangatakan nafsu makan
berhubungan dengan • •
Mengindetifikasi asupan makanan • meningkat
peningkatan kebutuhan •
metabolism
54
T: Melakukan Pemantauan Tanda O: Klien tampak mampu menghabiskan 1
• porsi makanan
Vital •
E:
Memberikan Makanan yang tinggi
• K: A: Masalah teratasi
• protein
• P:
Ajarkan diet yang di programkan
55
4. 21-06-2019 Defisit perawatan diri 11:00 O: S: Klien mengatakan sudah mandi
b/d kelemahan d/d • Memberikan Dukungan Perawatan • sebelum pulang dari RS.
Diri Mandi T: •
kebutuhan masih dibantu • Melakukan Perawatan Tubuh Klien mengatakan bandannya sudah
• Mengatur Posisi E: O: segar.
• Mengajarkan bagaimana cara •
• A: Klien tampak sudah bersih
Perawatan Diri yang benar
Wajah klien tampak segar
• P: Masalah teratasi.
• Intervensi dihentikan
56
57