Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATAN

POST OPERASI BEDAH MAYOR

Kelompok 4 :

Bayu Dwimulyo 18006


Dhea Nuraini 18010
Eka Puspita Sari 18013
Gilang Prasetyo.U 18020
Istiqomah Fajar.R 18023
M.Nur Riski.A 18030
Nita Aulia.H 18032
Rika Okana 18035
Vina Ervina 18045
Vira Hania 18046
Yunita Putri .A 18049

AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN


TAHUN 2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................2
A. LATAR BELAKANG....................................................................................2
B. TUJUAN PENULISAN.................................................................................2
C. METODE PENULISAN................................................................................3
D. SISTEMATIKA PENULISAN......................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
A. PENGERTIAN...............................................................................................4
B. ETIOLOGI / PREDISPOSISI........................................................................5
C. PATOFISIOLOGI..........................................................................................6
D. MANIFESTASI KLINIK...............................................................................8
E. PENGKAJIAN FOKUS KEGAWATAN......................................................9
F. PENGKAJIAN YANG DIFOKUSKAN PADA KASUS............................12
G. PENATALAKSANAAN KEGAWATAN...................................................14
H. PATHWAYS KEPERAWATA...................................................................17
I. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL..................................................18
BAB III............................................................................................................................26
A. Askep Post Op Bedah Mayor Jantung Koroner............................................26
BAB IV............................................................................................................................45
A. Kesimpulan...................................................................................................45
B. Saran.............................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................46

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Selama periode pasca operatif, proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan


kembali equibrium fisiologi pasien, menghilangkan nyeri, dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien dalam kembali pada
fungsi optimalnya dengan cepat, aman, dan senyaman mungkin.
Upaya yang besar diharapkan pada mengantisipasi dan mencegah masalah pada
periode pascaoperatif. Pengkajian yang tepat mencegah komplikasi yang memperlama
perawatan dirumah sakit atau membahayakan pasien.
Perawatan pasca operasi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada
kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi. Monitoring lebih ketat dilakukan
pada pasien dengan risiko tinggi seperti kelainan organ, syok yang lama, dehidrasi
berat, sepsis, dan gangguan organ penting, seperti otak. Aktivitas keperawatan
kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi
serta pemulangan ( Baradero et al, 2008).
Tindakan keperawatan yang dilakukan pasca operasi terdiri dari ( tindakan yang
meliputi pengelolaan jalan napas, monitor sirkulasi, monitoring cairan dan elektrolit,
monitoring suhu tubuh, menilai dengan aldrete score,pengelolan keamanan dan
kenyamanan pasien, serah terima dengan petugas ruang operasi dan serah terima dengan
petugas ruang perawatan ( bangsal ) ( Rothrock, 1990).

B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan laporan ini adalah :


1. Tujuan Umum : Agar mahasiswa dapat mengungkapkan pola pikir yang ilmiah
dalam melaksanakan asuhan keperawatan pascaoperatif.
2. Tujuan khusus : Agar mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menganalisa data,
menetapkan diagnosa keperawatan, merencanakan tindakan, mengimplementasikan

3
tindakan sesuai rencana dan mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien pasca
operatif.

C. METODE PENULISAN

Dalam penulisan asuhan keperawatan ini, kelompok mengunakan metode literatur


dan studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan mempelajari sumber buku dan
jurnal sebagai sumber yang berkaitan dengan masalah Post Operasi Bedah Mayor
D. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian
B. Etiologi / Presdiposisi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klnik
E. Pengkajian Fokus Kegawatan
F. Pengkajian fokus pasa kasus
G. Penatalaksanaan Kegawatan
H. Pathways Keperawatan
I. Fokus Intervensi dan rasional

BAB III

Asuhan Keperawatan pada Pasien Post Op Bedah Mayor Jantung Koroner

BAB IV

Penutup

Daftar Pustaka

4
BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif


dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akanditangani. Pembukaan
tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan
ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan
penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer
and Bare,2002). Pembedahan merupakan suatu tindakan yang dilakukan di ruang
operasi rumah sakit dengan prosedur yang sudah ditetapkan (Smeltzer dan Bare,
2002).
Klasifikasi operasi terbagi manjadi dua, yaitu operasi minor dan operasi mayor.
Operasi minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan untuk
memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki deformitas,
contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak, dan
arthoskopi. Operasi mayor adalah operasi yang bersifat selektif, urgen dan
emergensi. Tujuan dari operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat
atau memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan
kesehatan, contohnya kolesistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi,
mastektomi, amputasi dan operasi akibat trauma (Brunner & Sudarth 2001).
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya
(Uliyah & Hidayat, 2008).
Proses keperawatan pascaoperatif pada praktiknya akan dilaksanakan secara
berkelanjutan baik di ruang pemulihan, ruang intensif, dan ruang rawat inap bedah.

5
Fase pascaoperatif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah masuk di ruang pulih
sadar sampai pasien dalam kondisi sadar betul untuk dibawa keruang rawat inap.

B. ETIOLOGI / PREDISPOSISI

Prosedur bedah pada dasarnya terbagi dalam tiga kelompok besar, yang di
dalamnya masih akan terbagi lagi sesuai kategorinya. Berikut rinciannya.
1. Kelompok operasi berdasarkan tujuan
Kelompok pertama ini menggolongkan prosedur bedah berdasarkan tujuan dari
tindakan medis ini dilakukan. Pada dasarnya operasi dianggap sebagai metode
pengobatan, namun tindakan medis ini juga dapat digunakan untuk:
a) Mendiagnosis.
Operasi yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tertentu, seperti operasi
biopsi yang sering dilakukan untuk memastikan dugaan adanya kanker padat
atau tumor pada bagian tubuh tertentu.
b) Mencegah
Tak hanya mengobati, bedah dilakukan juga untuk mencegah suatu kondisi
yang lebih buruk lagi. Misalnya, operasi pengangkatan polip usus yang bila tak
ditangani akan dapat tumbuh menjadi kanker.
c) Menghilangkan.
Operasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat sejumlah jaringan
dalam tubuh. Biasanya, operasi jenis ini memiliki akhiran –ektomi. Misalnya
saja mastektomi (pengangkatan payudara) atau histerektomi (pengangkatan
rahim).
d) Mengembalikan.
Operasi juga dilakukan untuk dapat mengembalikan suatu fungsi tubuh
menjadi normal kembali. Contohnya, pada rekonstruksi payudara yang
dilakukan oleh orang yang telah melakukan mastektomi.
e) Paliatif.
Jenis operasi ini ditujukan untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh
pasien yang biasanya mengalami penyakit kronis stadium akhir.
2. Kelompok operasi berdasarkan tingkat risiko

6
Setiap operasi bedah pasti memiliki risiko, tetapi tingkat risikonya tentu berbeda-
beda. Berikut adalah pengelompokkan operasi berdasarkan tingkat risikonya:
a. Bedah mayor
Merupakan operasi yang dilakukan di bagian tubuh seperti kepala, dada, dan
perut. Salah satu contoh operasi ini adalah operasi cangkok organ, operasi
tumor otak, atau operasi jantung. Pasien yang menjalani operasi ini biasanya
membutuhkan waktu yang lama untuk kembali pulih.
b. Bedah minor
Kebalikan dari tindakan bedah mayor, operasi ini tidak membuat pasiennya
harus menunggu lama untuk pulih kembali. Bahkan dalam beberapa jenis
operasi, pasien diperbolehkan pulang pada hari yang sama. Contoh operasinya
seperti biopsi pada jaringan payudara.
3. Kelompok operasi berdasarkan teknik
Pembedahan itu sendiri dapat dilakukan dengan beragam teknik berbeda,
tergantung dari bagian tubuh mana yang harus dioperasi dan penyakit apa yang
diderita oleh pasien.
 Operasi bedah terbuka
Metode ini biasanya disebut dengan operasi konvensional, yaitu tindakan medis
yang membuat sayatan pada bagian tubuh dengan menggunakan pisau khusus.
Contohnya adalah operasi jantung, dokter menyayat bagian dada pasien dan
membukanya agar organ jantung terlihat jelas.
 Laparaskopi
Jika sebelumnya operasi dilakukan dengan menyayat bagian tubuh, pada
laparaskopi, ahli bedah hanya akan menyayat sedikit dan membiarkan alat
seperti selang masuk ke dalam lubang yang telah dibuat, untuk mengetahui
masalah yang terjadi di dalam tubuh

C. PATOFISIOLOGI

Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan


cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang
akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan dengan

7
membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan,
dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).

Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan


menimbulkan perubahan faal, sebagai respon terhadap trauma.
Gangguan faal tersebut meliputi tanda- tanda vital serta organ-organ
vital seperti sistem respirasi, sistem kardiovaskular, panca indera (SSP),
sistem urogenital, sistem pencernaan dan luka operasi.

1. Sistem Kardiovaskuer
Pasien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan darah secara
aktual dan potensial dari tempat pembedahan, balans cairan, efek samping
anastesi, ketidakseimbangan elektrolit dan depresi mekanisme resulasi sirkulasi
normal. Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah terjadi
secara eksternal melalui drain atau insisi atau secara internal luka bedah.
Pendarahan dapat menyebabkan turunnya tekanan darah: meningkatnya kecepatan
denyut jantung dan pernafasan (denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat,
serta gelisah). Apabila pendarahan terjadi secara eksternal, memperhatikan adanya
peningkatan drainase yang mengandungi darah pada balutan atau melalui drain.
2. Sistem Pernafasan
Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan sehingga perlu
waspada terhadap pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah.
Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding
dada, bunyi nafas dan membrane mukosa dimonitor.
3. Sistem Persyarafan
Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat kesadaran yang berbeda.
Oleh karena itu, seorang harus memonitor tingkat respon pasien dengan berbagai
cara. Misalnya dengan memonitor fungsi pendengaran atau penglihatan. Apakah
pasien dapat berespon dengan baik ketika diberi stimulus atau tidak sama sekali.
Ataupun juga dapat memonitor tingkat kesadaran dengan menentukan Skala
Koma Glasgow / Glasgow Coma Scale (GCS). GCS ini memberikan 3 bidang

8
fungsi neurologik: memberikan gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat
digunakan dalam mengevaluasi motorik pasien, verbal, dan respon membuka mata
4. Sistem Perkemihan
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus,
vagina, herniofari dan pembedahan pada daerah abdomen bawah. Penyebabnya
adalah adanya spasme spinkter kandung kemih.
5. Sistem Gastrointestinal
Setelah pembedahan, harus dipantau apakah pasien telah flatus atau belum.
Intervensi untuk mencegah komplikasi gastrointestinal akan mempercepat
kembalinya eleminasi normal dan asupan nutrisi. Pasien yang menjalani bedah
pada struktur gastrointestinal membutuhkan waktu beberapa hari agar diitnya
kembali normal. Peristaltik normal mungkin tidak akan terjadi dalam waktu 2-3
hari. Sebaliknya pasien yang saluran gastrointestinalnya tidak dipengaruhi
langsung oleh pembedahan boleh mengkonsumsi makanan setelah pulih dari
pengaruh anastesi, tindakan tersebut dapat mempercepat kembalinya eliminasi
secara normal.
6. Luka Operasi
Prosedur pembedahan biasanya dilakukan dengan meminimalisasi resiko infeksi
dengan menggunakan alat yang steril. Maka, kemungkinan luka tersebut untuk
terjadi infeksi adalah juga minimal. Namun, jika ada risiko diidentifikasi luka
tersebut bermasalah, seperti ada luka yang masih basah dan ada pengumpulan
cairan, maka hal tersebut mungkin dapat disebabkan beberapa faktor. Antaranya
adalah seperti diabetes mellitus, imunosupresi, keganasan dan malnutrisi, cara
penutupan luka, infeksi dan apa pun yang mungkin menyebabkan penekanan
berlebihan pada luka

D. MANIFESTASI KLINIK

1. Sistem Kardiovaskuler
a. Perdarahan :
 Tekanan darah menurun
 Meningkatnya denyut jantung dan pernafassan
 Denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah

9
 Eksternal : peningkatan drainase yang mengandungi darah pada balutan atau
melalui drain.
b. Hipoksia (capillary refill).
2. Sistem Pernafasan
a. Depresi pernafasan : pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang
lemah
b. Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan
dinding dada, bunyi nafas abnormal dan membrane mukosa
3. Sistem Persyarafan
a. Tingkat kesadaran ( GCS ) : Coma
4. Sistem Traktus Urinarius
a. Retensi urine (pasme spinkter kandung kemih )
5. Sistem Gastrointestinal
a. Mual, muntah
b. Belum Flatus atau Defekasi
6. Luka Operasi
a. Infeksi : luka yang masih basah dan ada pengumpulan cairan (mungkin dapat
disebabkan beberapa factor adalah seperti diabetes mellitus, imunosupresi,
keganasan dan malnutrisi).
E. PENGKAJIAN FOKUS KEGAWATAN

1. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan
nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi.
Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner, 2000).

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :

10
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
 Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
 Lakukan intubasi
2. Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka
langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan
(Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.

11
b. Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
c. Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
d. Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
e. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
f. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai
karakter dan kualitas pernafasan pasien.
g. Penilaian kembali status mental pasien.
h. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
i. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika
diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
j.Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.
3. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh
karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang
cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan
tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan.
Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension
pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua
perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara
memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :

12
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
4. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bias
dimengerti
c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal
yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun
stimulus verbal.
F. PENGKAJIAN YANG DIFOKUSKAN PADA KASUS

Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat
mereview catatan klien yang berhubungan dengan riwayat klien, status fisik dan emosi,
sebelum pembedahan dan alergi.
Pemeriksaan fisik dan manifestasi klinik ketika klien dimasukan ke PACU :
1. Sistem Pernafasan
a. Potensi jalan nafas
b. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman)
c. RR <
d. Gangguan kardiovaskuler atau rata rata metabolisme yang meningkat.

13
e. Depresi narkotik, respirasi cepat, dangkal 10 x/menit
f. Keadekuatan expansi paru, kesimetrisan
g. Auskultasi paru : efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
h. Inspeksi: pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma,
retraksi sternal Thorax Drain.

2. Sistem Kardiovaskuler
a. Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x).
2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
b. Depresi miokard, shock, perdarahan atau overdistensi.
c. Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung shock, nyeri, hypothermia.
d. Nadi meningkat
e. Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas).
f. Trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema, kemerahan, nyeri).
g. Homan’s saign Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
h. Inspeksi : membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan. NG
tube, out put urine, drainage luka.
i. Ukur cairan
j. Kaji intake / out put.
k. Monitor cairan intravena dan tekanan darah
3. Sistem Persyarafan semua klien dengan anesthesia umum.
a. Kaji fungsi serebral dan tingkat kersadaran depresi fungsi motor.
b. Respon pupil, kekuatan otot, koordinasi.
c. Klien dengan bedah kepala leher
4. Sistem Perkemihan
a. Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia
inhalasi, IV, spinal.
b. Retensio urine. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi abdomen bawah (distensi
buli-buli).
c. Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi kaji warna, jumlah urine, out put urine
d. Dower catheter < komplikasi ginjal 30 ml / jam

14
5. Sistem Gastrointestinal
a. 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan
iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta
TIO meningkat.
b. Mual muntah
c. Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus. suara usus (-), distensi
abdomen, tidak flatus.
d. Kaji paralitic ileus
e. Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung.
f. Meningkatkan istirahat.
g. Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah
h. Memonitor perdarahan
i. Mencegah obstruksi usus.
j. Irigasi atau pemberian obat.
k. Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
6. Sistem Integumen
Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi,
obat-obat steroid. Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun. Ketidak
efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan:
a. Infeksi luka
b. Diostensi dari udema / palitik ileus.
c. Tekanan pada daerah luka.
d. Dehiscence
e. Eviscerasi
f. Drain dan Balutan
Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR (Jumlah,
warna, konsistensi dan bau cairan drain dan tanggal observasi), dan minimal tiap 8
jam saat di ruangan.
7. Pengkajian Nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi intra operative.
Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi,

15
diaphorosis, gelisah, menangis. Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian
analgetika.
8. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk memonitor komplikasi . Pemeriksaan didasarkan pada prosedur
pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi post operative. Test yang lazim
adalah elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap.

G. PENATALAKSANAAN KEGAWATAN

Komplikasi yang muncul pada pasien pasca-operasi Menurut Rothrock (1999)


komplikasi yang akan muncul saat pascaoperasi diantaranya:
1. Pernapasan
Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak
terdeteksi, atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti
pulmonal hipostatik, plurisi, dan superinfeksi (Smeltzer & Bare, 2001). Gagal
pernapasan merupakan fenomena pasca-operasi, biasanya karena kombinasi
kejadian. Kelemahan otot setelah pemulihan dari relaksan yang tidak adekuat,
depresi sentral dengan opioid dan zat anestesi, hambatan batuk dan ventilasi alveolus
yang tak adekuat sekunder terhadap nyeri luka bergabung untuk menimbulkan gagal
pernapasan restriktif dengan retensi CO2sertakemudian narkosis CO2, terutama jika
PO2 dipertahankan dengan pemberian oksigen.
2. Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi,
aritmia jantung, dan payah jantung (Baradero et al, 2008). Hipotensi didefinisikan
sebagai tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari
nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan
oleh perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark
miokard, aritmia, hipertensi, dan reaksi hipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh
otot, dan reaksi transfusi. Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan
pemulihan anestesia. Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesik dan hipnosis

16
yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang
tidak adekuat (Baradero et al, 2008).
3. Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan posisi
terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur
sementara lutut harus di jaga tetap lurus. Penyebab perdarahan harus dikaji dan
diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Jika perdarahan
terjadi, kassa st eril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan
ditinggikan pada posisi ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan
dengan kondisi pasien (Majid et al, 2011).Manifestasi klinis meliputi gelisah,
gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu
turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien
melemah. Penatalaksanaan pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok,
sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi, inspeksi luka bedah, balut kuat
jika terjadi perdarahan pada luka operasi dan transfusi darah atau produk darah
lainnya.
4. Hipertermia maligna
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga diperlukan penatalaksanaan
yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan
oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran)
dan relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
5. Hipotermia
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6oC-
37,5oC). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai
akibat suhu rendah di kamar operasi (25oC-26,6oC), infus dengan cairan yang
dingin, inhalasi gas-gas dingin, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-
obatan yang digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).Pencegahan
yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan adalah
atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 oC - 26,6 oC), janganlebih
rendah dari suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37 oC,

17
gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun
dan selimut yang kering.

18
H. PATHWAYS KEPERAWATAN
Pascaoperatif

Efek anestesi umum


B1 (breathing)
Efek intervensi B6 (bone) Sistem
sistem Pernafasan
B5 (bowel) Sistem moskuloskeletal, integritas
B2 (blood) Sistem B3 (brain) B4 (bladder) Sistem
pencernaan kulit
kardiovaskular Sistem saraf perkemihan
Respon depresi
pernafasan: Kontrol Kontrol Kontrol peristaltik usus
kepatenan jalan nafas Depresi mekanisme Kontrol kesadaran kemampuan menurun Respon resiko posisi
(lidah) menurun masih menurun Otot berkemih bedah (tromboembosis,
regulasi sirkulasi
normal. Perdarahan Kemampuan parastesia, nyeri tekan)
Kontrol batuk efektif
pasca operasi orientasi masih Resiko tinggi Adanya luka bedah,
dan muntah menurun
Penurunan curah menurun aspirasi Muntah Adanya sistem drainase
jantung Perubahan Gangguan Penurunan Penurunan kontrol otot
kemampuan kontrol eliminasi mobilitas usus dan keseimbangan
suhu tubuh Penurunan
Perubahan elektrolit kesadaran,
Nyeri, Ketidakfektifan Kerusakan
dan metabolisme
Ketidak efektifan Kecemasan jalan nafas integritas kulit
Resiko cedera
jalan nafas Mual
vaskular
Resiko Injuri,
Nyeri
Resiko tinggi penurunan perfusi
jaringan, Resiko tinggi CO menurun,
Hipotermi, Hipertermi maligna, Resiko
tinggi trombosis vena provunda, Gangguan pertukaran
Ketidak seimbangan cairan dan gas
19
elektrolit Kekurangan volume
cairan
I. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

N DIAGNOS NOC KRITERIA NIC INTERVENSI


O A HASIL
1 Gangguan NOC : NIC : I. AIRWAY
pertukaran gas b/d . MANAGEMENT
efek sisa anesthesia  Respiratory Status :
Gas exchange • Buka jalan nafas, guanakan
 Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw thrust
ventilation bila perlu
 Vital Sign Status
• Posisikan pasien untuk
Setelah dilakukan memaksimalkan ventilasi
tindakan selama 1x24 jam
• Identifikasi pasien perlunya
tidak terjadi gangguan
pemasangan alat jalan nafas
bersihan jalan nafas
buatan
dengan KH:
• Pasang mayo bila perlu
- Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan • Lakukan fisioterapi dada jika
oksigenasi yang adekuat perlu

- Memelihara kebersihan • Keluarkan sekret dengan batuk


paru paru dan bebas dari atau suction
tanda tanda distress
pernafasan • Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
- Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara • Lakukan suction pada mayo
nafas yang bersih, tidak • Berika bronkodilator bila perlu
ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan • Barikan pelembab udara
sputum, mampu bernafas
• Atur intake untuk cairan
dengan mudah, tidak ada
mengoptimalkan keseimbangan
pursed lips)
Monitor respirasi dan status O2
- Tanda tanda vital dalam
rentang normal   II. RESPIRATORY
MONITORING

• Monitor rata – rata, kedalaman,

20
irama dan usaha respirasi

• Catat pergerakan dada,amati


kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal

• Monitor suara nafas, seperti


dengkur

• Monitor pola nafas : bradipena,


takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot

• Catat lokasi trakea

• Monitor kelelahan otot


diagfragma ( gerakan paradoksis
)

• Auskultasi suara nafas, catat


area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan

• Tentukan kebutuhan suction


dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama

• Auskultasi suara paru setelah


tindakan untuk mengetahui
hasilnya

2 Kerusakan NOC : Tissue Integrity : NIC :


integritas kulit b/d Skin and Mucous
 Pressure Management
luka pemebedahan, Membranes
Anjurkan pasien untuk
drain dan drainage
Setelah dilakukan menggunakan pakaian
tindakan keperawatan yang longgar Hindari
selama 3x24 jam tidak kerutan padaa tempat
terjadi gangguan integritas tidur Jaga kebersihan

21
kulit dengan KH: kulit agar tetap bersih
dan kering Mobilisasi
- Integritas kulit yang baik
pasien (ubah posisi
bisa dipertahankan
pasien) setiap dua jam
(sensasi, elastisitas,
sekali Monitor kulit akan
temperatur, hidrasi,
adanya kemerahan
pigmentasi)
Oleskan lotion atau
- Tidak ada luka/lesi pada minyak/baby oil pada
kulit derah yang tertekan
 Monitor aktivitas dan
- Perfusi jaringan baik
mobilisasi pasien
- Menunjukkan Monitor status nutrisi
pemahaman dalam proses pasien Memandikan
perbaikan kulit dan pasien dengan sabun dan
mencegah terjadinya air hangat
secara berulang

- Mampu melindungi kulit


dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
3 Nyeri b/d incisi NOC : Pain Level, Pain NIC
pembedahan dan control, Comfort level
 Pain Management
posisi selama
Setelah dilakukan Lakukan pengkajian
pembedahan.
tindakan keperawatan nyeri secara
selama 1x24 jam Nyeri komprehensif termasuk
akan berkurang dengan lokasi, karakteristik,
KH: durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor
Mampu mengontrol nyeri
presipitasi
(tahu penyebab nyeri,
 Observasi reaksi
mampu menggunakan
nonverbal dari
tehnik nonfarmakologi

22
untuk mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
mencari bantuan)  Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
Melaporkan bahwa nyeri
untuk mengetahui
berkurang dengan
pengalaman nyeri  pasien
menggunakan manajemen
Kaji kultur yang
nyeri
mempengaruhi respon
Mampu mengenali nyeri nyeri
(skala, intensitas,  Evaluasi pengalaman
frekuensi dan tanda nyeri) nyeri masa lampau
 Evaluasi bersama pasien
Menyatakan rasa nyaman
dan tim kesehatan lain
setelah nyeri berkurang
tentang ketidakefektifan
Tanda vital dalam rentang
kontrol nyeri masa
normal
lampau
 Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
 Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,  pencahayaan
dan kebisingan
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri Pilih
dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan

23
intervensi Ajarkan
tentang teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
4 Risiko injury NOC : Risk Kontrol NIC
berhubungan
Setelah dilakukan  Environment
dengan effect
tindakan selama 1x24 jam Management
anesthesia, sedasi,
tidak ada resiko cedera (Manajemen lingkungan)
analgesi.
dengan KH: Sediakan lingkungan
yang aman untuk pasien
Klien terbebas dari cedera
Identifikasi kebutuhan
Klien mampu
keamanan pasien, sesuai
menjelaskan cara/metode
dengan kondisi fisik dan
untukmencegah
fungsi kognitif pasien
injury/cedera
dan riwayat penyakit
Klien mampu terdahulu pasien
menjelaskan factor resiko  Menghindarkan
dari lingkungan/perilaku lingkungan yang
personal berbahaya (misalnya
memindahkan
Mampu memodifikasi
perabotan)
gaya hidup untuk
 Memasang side rail
mencegah injury
tempat tidur
Menggunakan fasilitas Menyediakan tempat

24
kesehatan yang ada tidur yang nyaman dan
bersih
Mampu mengenali
 Menempatkan saklar
perubahan status
lampu ditempat yang
kesehatan
mudah dijangkau pasien.
 Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan
yang cukup.
 Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
 Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
 Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
5 Kekurangan NOC: Fluid balance NIC
volume cairan b/d Hydration  Nutritional
kehilangan cairan Status : Food and Fluid • Timbang popok/pembalut jika
intra dan post Intake diperlukan
operasi.
Setelah dilakukan • Pertahankan catatan intake dan
tindakan keperawatan output yang akurat

selama 1x24 jam maka • Monitor status hidrasi


kebutuhan intake cairan ( kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah
akan terpenuhi dengan ortostatik ), jika diperlukan
KH:
• Monitor vital sign
Mempertahankan urine • Monitor masukan makanan /

25
output sesuai dengan usia cairan dan hitung intake kalori
dan BB, BJ urine normal, harian

HT normal Tekanan • Lakukan terapi IV


darah, nadi, suhu tubuh • Monitor status nutrisi
dalam batas normal
• Berikan cairan
Tidak ada tanda tanda • Berikan cairan IV pada suhu
dehidrasi, Elastisitas ruangan
turgor kulit baik, • Dorong masukan oral
membran mukosa lembab,
• Berikan penggantian
tidak ada rasa haus yang
nesogatrik sesuai output
berlebihan
• Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan

• Tawarkan snack ( jus buah,


buah segar )

• Kolaborasi dokter jika tanda


cairan berlebih muncul
meburuk 

• Atur kemungkinan tranfusi


6 Ketidak efektifan NOC : Respiratory status : NIC
kebersihan jalan Ventilation Respiratory
Airway suction
nafas berhubungan status : Airway patency
dengan peningkatan Aspiration Control  Pastikan kebutuhan oral /
sekresi. tracheal suctioning
Setelah dilakukan
 Auskultasi suara nafas
tindakan keperawatan
sebelum dan sesudah
selama 1x24 jam bersihan suctioning
jalan nafas efektif dengan  Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
KH:
suctioning
Mendemonstrasikan batuk  Minta klien nafas dalam
sebelum suction
efektif dan suara nafas
dilakukan
yang bersih, tidak ada  Berikan O2 dengan

26
sianosis dan dyspneu menggunakan nasal
(mampu mengeluarkan untuk memfasilitasi
suksion nasotrakeal
sputum, mampu bernafas
  Gunakan alat yang steril
dengan mudah, tidak ada sitiap melakukan
pursed lips) tindakan
 Anjurkan pasien untuk
Menunjukkan jalan nafas istirahat dan napas dalam
yang paten (klien tidak setelah kateter
dikeluarkan dari
merasa tercekik, irama nasotrakeal Monitor
nafas, frekuensi status oksigen pasien
pernafasan dalam rentang   Ajarkan keluarga
bagaimana cara
normal, tidak ada suara
melakukan suksion
nafas abnormal) Hentikan suksion dan
berikan oksigen apabila
Mampu pasien menunjukkan
mengidentifikasikan dan bradikardi,  peningkatan
saturasi O2
mencegah factor yang
dapat menghambat  jalan Airway Management
nafas • Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu

• Posisikan pasien untuk


memaksimalkan ventilasi

• Identifikasi pasien perlunya


pemasangan alat jalan nafas
buatan

• Pasang mayo bila perlu

• Lakukan fisioterapi dada jika


perlu

• Keluarkan sekret dengan batuk


atau suction

• Auskultasi suara nafas, catat


adanya suara tambahan

27
• Lakukan suction pada mayo

• Berikan bronkodilator bila


perlu

• Berikan pelembab udara Kassa


basah NaCl Lembab

• Atur intake untuk cairan


mengoptimalkan keseimbangan.

BAB III

A. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Op Bedah Mayor Jantung Koroner

1. PENGKAJIAN

Unit Rawat : IWB

Tiba di Unit (Tanggal/ Jam) : 19 juli 2020 Jam 10.37

Tanggal Assesmen/ Jam : 19 juli 20120 Jam 11.00

Nama : Tn. A

Umur : 69 tahun

Pendidikan : Universitas

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jl.Gunung raya No.17 RT 03/RW 01 Cirendeu


Tangerang selatan

Berat badan/Tinggi badan : 71Kg/165 cm

Diagnosa Medis : CAD 3 VD EF 32 %+LM,Riwayat stroke tahun 2000

Tindakan Medis : Post CABG 3x LIMALAD,SVGOM,SVG PDA


tanggal 20 juli 2020

2. asessmen awal

28
A.Post Operasi

Saat dilakukan pengkajian,kesadaran pasien komposmentis,keadaan umum sedang


disertai keluhan nyeri pasien secara verbal. Secara nonverbal didapat ekspresi wajah
pasien tampak kesakitan. Pengkajian nyeri secara verbal pada pasien dengan
menggunakan skala nyeri VAS skor nyeri : 5/10.Pasien mengatakan keluhan nyeri
bertambah setelah tindakan aff drain,EKG di monitor berubah awalnya sinus rhytm
menjadi Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel Respon. Riwayat AF sebelumnya tidak ada.
Riwayat Alergi : tidak ada

3. Riwayat Kesehatan :

a. Pasien masuk ke RS ruang intermediate bedah pada tanggal 19 juli 2020 untuk
direncanakan operasi CABG tanggal 20 juli 2020.
b. Riwayat stroke tahun 2000,riwayat gastritis tidak ada.
c. Faktor Resiko : Hipertensi (+),Diabetes Melitus(-)

d. Masalah selama intra operasi : tidak ada

e. Masalah di ICU :Tekanan darah cenderung tinggi,Pasien


diekstubasi tanggal 20 juli 2020 Jam 06.00
f. Masalah IWB : AFRVR(Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel Respon)

4. GENOGRAM KELUARGA

29
: LAKI-LAKI

: PREMPUAN

5. PEMERIKSAAN FISIK

a. Sistem Kardiovaskuler
Tanda-tanda vital(post operasi) :
Tekanan darah saat pengkajian (pk.08.05) 139/79 mmHg, HR 120-130 x/menit,
MAP 75, RR 24 x/menit, saturasi oksigen 100%,nadi teraba kuat akral hangat, suhu
36,5 C capillary refill 2 detik, bunyi jantung I-II normal, tidak ada murmur dan
gallop. Pulsasi arteri carotis kuat.

b. Sistem Pernafasan
Post operasi : Saat ini pasien menggunakan oksigen binasal 3 liter/menit. Auskultasi
suara napas vesikuler, tidak ada ronchi dan wheezing. Saturasi O2 100 %. Saat ini
ada reflek batuk,sputum jumlah sedikit warna jernih, encer. AGDA tanggal 20 juli
2020 dalam batas normal.
c. Sistem Persyarafan
Post operasi: Saat ini pasien dengan kesadaran komposmentis,dengan. GCS 4/6/5.
Pasien tidak mengalami kejang dan tidak ada kelemahan atau parese
d. Sistem Indera

30
Post operasi: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada trauma pada
hidung, tidak ada epistaksis
e. Sistem Gastrointestinal
Post operasi: Pasien tidak ada masalah pada mulut dan tenggorokan. Pasien tidak ada
distensi pada perut. Peristaltik usus terdengar masih sangat lemah. Tidak ada masalah
pada hepar,lien dan ginjal. Tidak ada hepatomegaly, asites, mual (-), muntah(-)  
f. Sistem Perkemihan
Post operasi : Pasien masih menggunakan selang kateter nomor 16. Produksi urine ½
cc/KgBB/jam. Tidak tampak tanda-tanda infeksi pada area pemasangan kateter
g. Sistem Integument
Post operasi :Turgor kulit elastis. Kulit berwarna sawo matang, asianotik. Tidak
terdapat ruam-ruam kemerahan pada kulit. Suhu tubuh 36,2 derajat Celsius. Kuku
warna kemerahan, bersih, tidak ada sianosis. Terdapat luka operasi di sternum
vertical kurang lebih 10 cm tertutup kasa.Terdapat luka post graft di kedua
tungkai.Pasien terpasang central vena line di vena subclavia sinistra dengan line
Nacl 0,9 % 1 kolf/24 jam wire pacemaker lokasi di ventrikel kanan. Tidak terdapat
tanda infeksi pada area insersi pemasangan alat-alat invasif tersebut.
h. Sistem musculoskeletal
Post operasi : Bentuk kepala normal. Pasien masih dalam kondisi bedrest, posisi
semifowler. Ekstremitas motorik atas bawah kondisi baik dan ada pergerakan.
Pasien tidak ada kelemahan/parese.Tampak edema pada ektremitas bawah.  
i. Psikologis
Post operasi : Saat ini pasien tampak tenang, dan orientasi penuh
j. Terapi yang diberikan
Nama Obat Dosis Cara Pemberian Waktu pemberian
Captopril 3x12,5 mg P.O(Per Oral) Jam06.00-13.00-19.00
Laxadine Syr 3xCI P.O(Per Oral) Jam 06.00-13.00-19.00
Ranitidin 2x150 mg P.O(Per Oral) Jam 06.00-18.00
Bisoprolol 1x1,25 mg P.O(Per Oral) Jam 07.00
Furosemide 2x20 mg IV( intra vena) Jam 06.00-18.00
Aptor 1x100 mg P.O(Per Oral) Jam 13.00
Ondansentron 2x80 mg P.O(Per Oral) Jam 06.00-18.00
Paracetamol 3x1 gr P.O(Per Oral) Jam 06.00-13.00-19.00

31
6. Skrining Gizi :
Post operasi : Pasien tidak mengalami penurunan berat badan yang dalam 6 bulan
terakhir .Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan/kesulitan menerima
makanan. Pasien memiliki diagnose khusus selain jantung.Skor gizi : 0,BB : 71 kg,
TB : 165 cm
7. Status Fungsional :
Post operasi :
-Personal hygiene : dibantu total skor =0
-Mandi : dibantu total,skor = 0
-Makan : dibantu sebagian ,skor =5
-Toileting : dibantu total,skor =5
-Menaiki tangga: dibantu total,skor =0
-Memakai pakaian,dibantu sebagian,skor = 5
-BAB ,dibantu sebagian,skor=5
-BAK,dibantu total,skor =0
-Ambulasi,dibantu sebagian,skor =5
-Transfer kursi-Tempat tidur:dibantu sebagian,skor=5
Total skor =30,Pasien dengan kategori dibantu sebagian.

8. Skrining Resiko Jatuh: Modifikasi Ann Hendric


Post Operasi :
a. Disorientasi. Skor 0
b. Gangguan gaya berjalan. Skor 0
c. Riwayat jatuh dalam 12 bulan terakhir : Skor 0
d. Obat-obatan beresiko tinggi,skor 2
e. Gangguan pendengaran dan penglihatan.skor :1
f. Pusing/vertigo,skor : 0
Total skor risiko jatuh : 3 (rendah)

9. Kebutuhan komunikasi dan edukasi:

a. Fungsi bicara pasien normal

32
b. Bahasa sehari-hari yang digunakan : bahasa Indonesia dan bahasa daerah,tidak
perlu penterjemah, tidak menggunakan bahasa isyarat
c. Pasien tidak mengalami hambatan belajar secara fisk, budaya maupun bahasa
d. Pasien perlu diberikan edukasi mengenai obat-obatan, nutrisi setelah operasi,cara
batuk efektif,perawatan luka, manajemen nyeri dan program rehabilitasi paska
operasi.

10. Psiko -sosial- ekonomi- spiritual

a. Pasien dalam keadaan sadar


b. Pasien tidak bekerja menggunakan jaminan perawatan dengan JKN mandiri
c. Saat ini pasien membutuhkan bimbingan rohani islam, informasi tentang
kondisinya saat ini dan berada di samping keluarga.

11. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Electrocardiogram (20 juli 2020 Jam 00.13)


EKG pre op : Irama : Regular, HR 51 x/mnt, gelombang P ada,interval PR 0,16
detik , QRS durasi 0,12 detik, terdapat depresi ST dan Gelombang T inverted
di V5-V6,terdapat gelomban Q di V1 dan V2 . Kesan sinus rhytm dengan
LBBB.
EKG post op (23 juli 2020 jam 16.30) : Irama : Iregular, HR 120-130 x/mnt,
gelombang P tidak ada ,PR tidak ada, QRS durasi 0,08 detik, terdapat depresi
ST dan Gelombang T Segmen inverted di V5-V6.Kesan Atrial Fibrilasi Rapid
Ventrikel Respon
b. Echocardiogram (20 juli 2020)
LV dilatasi.Kontraktilitas global RV menurun dengan EF 30-35%.Hipokinetik
berat basal-mid anteroseptal.Disfungsi diastolic,kontraktilitas RV normal,MR
mild.Echokardiogram post operasi(26/4/16) : EF: 26%,EDD 57,ESD 50,TAPSE
1,4 cm,PE (-)
c. Hasil kateterisasi jantung (RS Binawaluya)
LM : Stenosis non significant proksimal-distal
LAD : Stenosis difus osteal hingga mid dengan stenosis 60-
80%,kalsifikasi(+)D1 stenosis difus dengan stenosis 70-90%.

33
LCx : Stenosis 90% bifurcatioLcx-OM1,stenosis 90% pada OM1.
RCA : Stenosis 90% pada osteal RPDA dan RPL1
Kesan : Ireguler CAD
d. Hasil Foto Toraks (29 juli 2020)
CTR 54%.Apeks tertanam, segmen pulmonal menonjol.Mediastinum superior
tidak melebar.Aorta elongasi ,kalsifikasi.
Paru : hilus kanan dilatasi.Vaskuler paru meningkat.Parenkim paru dalam batas
normal.Sinus costofrenikus dan diafragma baik. Tulang dan soft tissue baik.
Kesan : kardiomegali ec MI-MS,PH. Pulmo dalam batas normal.Aorta kalsifikasi
elongasi.
e. Hasil MSCT ( 20 juli 2020)
-Terdapat plak lunak di distal Left main dengan stenosis 50%
- Terdapat plak lunak di proksimal dan mid LCx dengan stenosis masing- masing
40%
- Terdapat plak padat di LAD,LCx,dan RCA non significant stenosis
f. Hasil MRI ( 22 juli 2020 )
- Menurunnya fungsi sistolik LV dengan LVEF 24,5%
- Menurun fungsi sistolik RV dengan RVEF 37,1 %
- Hipokinetik berat di bagian bawah-mid anteroseptal,apicoseptal. Hipokinetik
sedang di segmen lain.
- Hipoperfusi sedang di mid anterior,mid anteroseptal,mid
inferoseptal,apicoseptal,apicoinferior.Hipoperfusi ringan di segmen lain.
- 1lateral,bawah-mid inferoseptal,bawah-apicoinferior.
- Jaringan parut di mid anteroseptal,diperkirakan volumenya 15 %

g. Hasil Vaskuler Duplex Sonography Ektremitas bawah (22 juli 2020 )


Plaque stabil pada arteri femoralis comunis kanan-kiri. Chronic Venous
Insufficiency (CVI) ringan sampai sedang pada vena – vena dalam kedua tungkai.
Tidak ditemukan thrombosis (DVT) pada vena – vena dalam di kedua tungkai.
Normal flow arteri pada kedua tungkai.
h. Hasil Vaskuler Duplex Sonography Carotis (22 juli 2020)

34
Plaque stabil pada bifurcatio arteri carotis kanan-kiri. Penebalan intima media pada
arteri carotis communis kanan- kiri. Normal flow pada semua level arteri carotis
kanan-kiri. Normal diameter dan flow pada arteri vertebralis kanan-kiri.

i. Hasil Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil


23 juli - Analisa gas darah
2020 PH 7.451
pO2 132,5 mmhg
pCO2 32,1 mmhg
HCO3 22,6 mmol/L
Actual BE 0,0 mmol/L
Saturasi 99.9 %

- Hematologi
Hemoglobin 12,5 g/dl
Hematokrit 36,6 %
Leukosit 7590 /ul
Trombosit 305 ribu/ul
- fungsi renal
Ureum 38,86 mg/dL
Creatinin 1,10 mg/dL
BUN 18
Gula darah sewaktu 81 mg/dL
Natrium 139 mmol/L
Kalium 4,0mmol/L
Calcium ion 1.31mmol/L
Chlorida 97 mmol/L
Magnesium ion 0.52 mg/dL
- Hepatitis B
HBs Ag Non reaktif
- Hepatitis C

35
Anti HCV Non reaktif
CK 175
CKMB 19
- Hematologi
23 juli Hemoglobin 10,0 g/dl
2020 Hematokrit 29,5 %
Leukosit 26320 /ul
- Trombosit 162 ribu/ul
- fungsi renal
Ureum 62,79 mg/dL
Creatinin 0,97 mg/dL
BUN 29
Gula darah sewaktu 210 mg/dL
Natrium 139 mmol/L
Kalium 4,7mmol/L
Calcium total 2,25mmol/L
Chlorida 105 mmol/L

Analisa data

Tanggal NO DATA ETIOLOGI MASALAH


23 juli 1 Data Subjektif : Pasien mengeluh Gangguan Penurunan cardiac
2020
berdebar dan pusing irama jantung output
Data Objektif :
-Tekanan darah139/79 mmHg, HR :
120 x /menit,MAP : 80 RR :
24x/menit,saturasi oksigen
100%,nadi teraba kuat dan tidak
teratur, suhu : 36,5 C,
-EKG (23 juli 2020) : Irama tidak

36
teratur,rate120x/menit,gelombang P
tidak ada, PR interval tidak
ada.Kesan EKG: Atrial Fibrilasi
Rapid Ventrikuler Respon
- kulit terasa dingin dan lembab Echo
post op ( 20 juli 2020 : EF
26%,TAPSE 1,4 cm,tidak ada
PE,efusi pericard tidak ada.
-Urine Output : 200 cc selama 5
jam(1/2 cc/KgBB/jam)

2
Data Subjektif : Pasien mengatakan Injury Nyeri
23 juli
2020 nyeri luka operasi fisik/rusak
jaringan
Data Objektif :
paska
- Tekanan darah 139/79 mmHg, HR : pembedahan
120 x /menit,MAP : 80 RR :
24x/menit,saturasi oksigen
100%,CVP 16,nadi teraba kuat dan
tidak teratur, suhu : 36,5 C.
- Pasien tampak kesakitan dengan
skala nyeri 5/10
-Terdapat luka operasi di sternum
vertical kurang lebih 10 cm tertutup
kasa, tidak terdapat tanda
infeksi.Terdapat luka post graft di
kedua tungkai.
-Pasien mendapat terapi obat :
paracetamol 3 x 1 gr ( P.O)
3
Data Subjektif : tidak ada Faktor-faktor
23 juli Resiko infeksi
2020 Data Objektif : risiko :
- Prosedur
- Tekanan darah di arteri line139/79

37
mmHg, HR : 120 x /menit,MAP : 80 Infasif
RR : 24x/menit,saturasi oksigen - Tidak
100%,CVP 16,nadi teraba kuat dan adekuat
tidak teratur, suhu : 36,5 C. pertahanan
sekunder
- Terdapat luka operasi di sternum (penurunan
vertical kurang lebih 10 cm tertutup Hb,
kasa, tidak terdapat tanda Leukopenia,
penekanan
infeksi.Terdapat luka post graft di respon
kedua tungkai inflamasi)
- Pasien terpasang central vena line di
- Pertahanan
vena subclavia sinistra, wire primer tidak
pacemaker lokasi di ventrikel adekuat
(kerusakan
kanan,Dower kateter hari ke 4
kulit, trauma
-Hasil laboratorium : jaringan)
Hb:10,0,Ht : 29,5 Leukosit 26320,/uL

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnos Rencana keperawatan


a
T NO
Kepera Tujuan dan Intervensi
G
watan/ Kriteria
L
Masalah Hasil

Kolabor
asi

38
23 1 Penuruna NOC : NIC :
jul n cardiac - CardiacPump  Evaluasi adanya nyeri dada
i output effectiveness  Catat adanya disritmia jantung
20 berhubun - Circulation Status  Catat adanya tanda dan gejala
20 gan - Vital Sign Status penurunan cardiac putput
dengan - Tissue perfusion:  Monitor status pernafasan yang
ganggua perifer menandakan gagal jantung
n irama Setelah dilakukan  Monitor balance cairan
jantung asuhan selama 3x24
 Monitor respon pasien terhadap efek
jam penurunan
pengobatan antiaritmia
cardiac output klien
 Atur periode latihan dan istirahat
teratasi dengan
untukmenghindari kelelahan
kriteria hasil:
 Monitor toleransi aktivitas pasien
 Tanda Vital dalam
 Monitor adanya dyspneu,fatigue,
rentangnormal(Te
akipneu dan ortopneu
kanan darah,Nadi,
 Anjurkan untuk menurunkan stress
 respirasi)
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Dapat
 Monitor Vital sign saat pasien
mentoleransi
berbaring, duduk, atau berdiri
aktivitas, tidak ada
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan
kelelahan
bandingkan
 Tidak ada edema
 Monitor TD, nadi, RR,sebelum,
paru,
selama,dan setelah aktivitas
 perifer, dan tidak
 Monitor jumlah, bunyi dan irama
ada asites
jantung
 Tidak ada
 Monitor frekuensi dan irama
penurunan
pernapasan
 kesadaran
 Monitor pola pernapasan abnormal
 AGD dalam
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban
batas normal
kulit
 Tidak ada
 Monitor sianosis perifer
distensi vena

39
 leher  Monitor adanya cushing triad
 Warna kulit (tekanan nadi yang melebar,
normal bradikardi,peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
Perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk
mengurangi stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia,
 inotropik, nitrogliserin dan vasodilator
untuk mempertahankan kontraktilitas
jantung
 Kelola pemberian antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
 Minimalkan stress lingkungan
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi,peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
 Perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari
 pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk
 mengurangi stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia,
 inotropik, nitrogliserin dan vasodilator

40
 untuk mempertahankan kontraktilitas
jantung
 Kelola pemberian antikoagulan untuk
2 mencegah trombus perifer
 Minimalkan stress lingkungan
NOC :
 Pain Level,
 pain control,
23 Nyeri
NIC :
jul berhubungan  comfort level
 Lakukan pengkajian nyeri secara
i denganInjury Setelah dilakukan
komprehensif termasuk lokasi,
20 fisik/rusak tindakankeperawatan
karakteristik, durasi,frekuensi,
20 jaringanpaska selama3x24 jam
kualitasdan faktor presipitasi
pembedahan Pasien tidak
 Observasi reaksi nonverbal dari
mengalami nyeri,
dengan kriteria hasil: ketidaknyamanan

Mampu mengontrol  Bantu pasien dan keluarga untuk

nyeri (tahu penyebab mencari dan menemukan dukungan

nyeri,mampu  Kontrol lingkungan yang dapat

Menggunakan tehnik mempengaruhi nyeri seperti suhu

nonfarmakologi ruangan,pencahayaan dan kebisingan

untuk mengurangi  Kurangi faktor presipitasi nyeri


nyeri,mencari  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
bantuan) menentukan intervensi
- Melaporkan  Ajarkan tentang teknik non
bahwa nyeri farmakologi:napas dalam, relaksasi,
berkurang dengan distraksi, kompres hangat/ dingin
menggunakan  Berikan analgetik untuk mengurangi
manajemen nyeri nyeri
- Mampu mengenali  Tingkatkan istirahat
nyeri(skala,  Berikan informasi tentang nyeri
intensitas,frekuens seperti penyebab nyeri, berapa lama
i dan tanda nyeri) nyeri akan berkurang dan antisipasi

41
- Menyatakan rasa ketidaknyamanan dari prosedur
nyaman setelah  Monitor vital sign sebelum dan
nyeri berkurang sesudah pemberian analgesic
- Tanda vital dalam pertama kali
rentangnormal
- Tidak mengalami
3 gangguan tidur

NOC :
 Immune Status
 Knowledge
:Infection
control NIC :
Resiko infeksi
 Risk control o Pertahankan teknik aseptik
berhubungan
Setelah dilakukan o Batasi pengunjung bila perlu
dengan Faktor-
23
tindakan o Cuci tangan dengan 5 moment
faktor risiko :
jul
Keperawatan selama o Gunakan baju, sarung tangan sebagai
i - Prosedur 3x24 jam alat pelindung diri.
20 Infasif pasien tidak o Ganti letak IV perifer dan dressing
20
- Tidak adekuat mengalami sesuai dengan SPO
pertahanan infeksi dengan o Tingkatkan intake nutrisi
sekunder kriteria hasil: o Berikan terapi antibiotik
(penurunan  Klien bebas dari o Monitor tanda dan gejala infeksi
Hb, tanda dan gejala
sistemik dan lokal
Leukopenia, infeksi
o Pertahankan teknik isolasi k/p
penekanan  Menunjukkan
o Inspeksi kulit dan membrane
respon kemampuan untuk
mukosaterhadap kemerahan,
inflamasi) mencegah
panas,drainase
timbulnya
- Pertahanan o Monitor adanya luka
infeksi
primer tidak o Dorong masukan cairan
 Jumlah leukosit
adekuat  Dorong istirahat
dalam

42
(kerusakan batas normal o Ajarkan pasien dan keluarga tanda
kulit, trauma  Menunjukkan dan gejala infeksi
jaringan) perilaku  Kaji suhu badan pada pasien
hidup sehat neutropenia setiap 4 jam

 Status
imun,gastrointesti
nal,genitourinaria
dalam batas
normal

IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI

DX. TANGGAL/ IMPLEMENTASI RESPON


KEP.
JAM
1 23 juli 2020 -Mengobservasi tanda-tanda S : tidak ada
Jam 08.10 vital O : Tekanan darah
120/60mmHg,HR : 130x
/menit,MAP : 80 RR :
26x/menit,saturasi oksigen
100%,nadi teraba kuat dan tidak
1 23 juli 2020 -Mengkaji adanya keluhan teratur, suhu : 36,5 C
Jam 08.11 nyeri dada S : pasien mengatakan tidak ada
keluhan nyeri : dada
O : Pasien tampak tenang
1 23 juli 2020 -Mencatat adanya disritmia
Jam 08.15 jantung S : Pasien mengatakan detak jantung
berdebar
O : Tekanan darah 120/60mmHg,
HR : 130x /menit,MAP : 80RR :
26x/menit,saturasi oksigen

43
100%,CVP 18,nadi teraba kuat dan
23 juli 2020 -Mengkaji pulsasi arteri tidak teratur, suhu : 36,5 C
1
Jam 09.16 perifer S : tidak ada
O : Pulsasi arteri perifer +/+,tampak
dingin dan lembab
23 juli 2020
1
Jam 09.00 -Memantau adanya perubahan S : tidak ada
EKG O : EKG yang tampak dalam
monitor : Irama tidak teratur,Atrial
Fibrilasi Rapid Ventrikuler Respon
dengan rate 120-140x/menit
23 juli 2020
1
Jam 09.05 -Melakukan kolaborasi untuk S : tidak ada
pemberian obat cordaron O : Pemberian cordaron bolus 150 mg
bolus dan dilanjutkan dengan diberikan selama 15 menit sambil
dengan maintenance memantau hasil EKG di monitor.
1 23 juli 2020
Jam 09.30 -Melakukan kolaborasi untuk S : tidak ada
pengambilan darah untuk O : Pengambilan sampel melalui CV
pemeriksaan elektrolit line
23 juli 2020
1
Jam 12.00
-Memonitor balance cairan S : tidak ada
23 juli 2020 O Intake : 600 cc,output: 800 cc
2 Jam 09.10 -Mengkaji keluhan nyeri
secara komprehensif termasuk S : Pasien mengatakan nyeri di luka
lokasi, karakteristik, durasi, operasi dengan skala nyeri 5/10
frekuensi, kualitas dan faktor O : Pasien tampak kesakitan dan
presipitasi sekali-kali memegang luka daerah
sekitar operasi
23 juli 2020 -Memberikan posisi yang
2
Jam 09.15 nyaman S : tidak ada

44
-Mempertahankan tehnik O: Memberikan posisi
23 juli 2020 aseptik saat pengambilan semifowler,pasien tampak nyaman
3
Jam 09.30 darah S : tidak ada
O : Mencuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan
-Menggunakan sarung tangan saat
.pengambilan darah
23 juli 2020
3
-Mengukur tanda-tanda vital
Jam 10.30 S : tidak ada
O : Tekanan darah 120/60 mmHg, HR
: 130 x /menit,MAP : 80 RR :
24x/menit,saturasi oksigen

23 juli 2020 -Mengajarkan tentang teknik


1
Jam 11.00 mengurangi nyeri non S : tidak ada
farmakologi: napas dalam, O : Pasien tampak menyimak dan
relaksasi, distraksi, kompres mengikuti apa yang diajarkan perawat
hangat/ dingin, batuk efektif

23 juli 2020
2
Jam 08.30 -Menjaga kebersihan S : tidak ada
lingkungan pasien O : Lingkungan sekitar pasien bersih

3 23 juli 2020 -Memantau luka operasi dan


Jam 13.00 patensi alat-alat invasif yang S : tidak ada
masih terpasang pada pasien O : Luka operasi tampak bersih masih
tertutup kasa
-Melakukan observasi tanda
dan gejala infeksi
2 dan
S : tidak ada
3
O : Luka operasi tampak bersih
tertutup kasa yang dilapisi

45
tegaderm,tidak tampak ada tampak
gejala infeksi

EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI

DX. TANGGAL/ EVALUASI


KEP. JAM
1 23 juli 2020 S : Pasien mengatakan masih pusing dan berdebar
Jam 16.00
O : Tekanan darah 120/60 mmHg, HR : 130 x /menit,MAP : 80 RR :
24x/menit,saturasi oksigen 100%,CVP 16 nadi teraba kuat dan
tidak teratur, suhu : 36,C,EKG yang tampak di monitor : Irama
tidak teratur,Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikuler Respon dengan rate

46
130-140x/menit,masih mendapat terapi cordaron drip
A : Penurunan cardiac output belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi keperawatan

S : Pasien mengatakan masih nyeri post operasi dengan skala nyeri


2 23 juli
2020 4/10(skala nyeri sedang)
Jam 16.00
O : Tekanan darah 120/60 mmHg, HR : 130 x /menit, RR :
24x/menit,saturasi oksigen 100%, nadi teraba kuat dan tidak
teratur, suhu : 36,5 C, Terdapat luka operasi di sternum vertical
kurang lebih 10 cm tertutup kasa.

-Pasien mendapat terapi obat : paracetamol 3 x 1 gr ( P.O)

A: Nyeri belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi keperawatan

S : tidak ada
O:Tekanan darah 120/60 mmHg, HR : 130 x /menit,RR :
24x/menit,saturasi oksigen 100%,nadi teraba kuat dan tidak teratur,
3
23 juli 2020 suhu : 36,5 C, Terdapat luka operasi di sternum vertical kurang
Jam 16.00
lebih 10 cm tertutup kasa.
A : Resiko Infeksi belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi keperawatan

47
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi

48
selanjutnya. Perawatan pasca operasi pada setiap pasien tidak selalu sama,
bergantung pada kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi.
Monitoring lebih ketat dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi seperti
kelainan organ, syok yang lama, dehidrasi berat, sepsis, dan gangguan organ
penting, seperti otak.

B. Saran

Kami mengucap syukur pada Tuhan YME dimana dapat terselesaikannya


laporan kegawatan Post Operasi Bedah Mayor. Kami menyadari laporan ini jauh
dari kesempurnaan, untuk itu kami memohon kritik dan saran yang sifatnya
membangun.

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors.
Instructor course manual book 1 - sixth edition. Chicago.
Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing
assessment process: a structured framedwork for a systematic approach. Australasian
Emergency Nursing Journal, 12; 130-136
Delp & manning. (2004) . Major diagnosis fisik . Jakarta: EGC.

49
Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life Support and
Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118.
Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th edition.
St. Louis Missouri : Elsevier Mosby.
Lyer, P.W., Camp, N.H.(2005). Dokumentasi Keperawatan, Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC
Carpenito, Linda Juall-Moyet. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Guyton, Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku
kedokteran, Jakarta, 1987.
Johnson., Mass. 1997. Nursing Outcomes Classification, Availabel on:
www.Minurse.com, 18 Mei 2017
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Glor ia M. 1996. Nursing Intervention
Classsification (NIC). Mosby, St. Louise.
NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001-2002),
Philadelphia.
NANDA. (2010). Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
Prima Medika ACCF/AHA Pocket Guidelne. (2011). Management of Patients
With AtrialFibrillation.American: American College of Cardiology Foundation
and American Heart Association.
American Heart Association Task Force on Practice Guidelines and the European
Society of CardiologyCommittee for Practice Guidelines (Writing Committee to
Revise the (2001) Guidelines forthe Management of Patients With Atrial
Fibrillation): developed in collaboration withthe European Heart Rhythm
Association and the Heart Rhythm Society. Circulation

50
Aranki S.F.,Shaw D.P.,Adams D.H(1996) .Predictors of atrial fibrillation after
coronary artery surgery.Current trends and impact on hospital
resources.Circulation(1996)
Atrial Fibrillation Clinical Presentation.( 2013). (Accessed Sep 27, 2013, at
http://emedicine.medscape.com/article/151066-clinical.)
Creswell L.L,Schuessler R.B Rosenbloom M.,Cox J.L (1993).Hazards of post-
operative atrial arrhythmias.Ann Thorac Surg: 539-549
European Heart Rhythm A, European Association for Cardio-Thoracic S, Camm AJ, et
al.(2010)Guidelines for the management of atrial fibrillation: the Mathew
J.P,Parks R.,Savino J.S(2002) MultiCenter Study of Perioperative Ischemia
research Group Atrial Fibrillation.England
Fuster V, Ryden LE, Cannom DS, et al. ACC/AHA/ESC (2006) Guidelines for the
Managementof Patients with Atrial Fibrillation: a report of the American
College of Cardiology
Kowey PR, Yannicelli D, Amsterdam E(2004). Effectiveness of oral propafenone for
the preventionof atrial fibrillation after coronary artery bypass grafting. The
American journal of cardiology ;94:663-5.
Perhimpunan Dokter Spesialis kardiovaskular Indonesia (2014). Pedoman Tata Laksana
Atrium Fibrilasi (Edisi pertama ). Jakarta : Centra Commnications
Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European Society of
Cardiology (ESC). European heart journal

51

Anda mungkin juga menyukai