Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATAN


OPERASI MAYOR

NAMA : TRIA ARGITA FEBRIANA


NIM : 2017 01 042
KELAS : 4A KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020 - 2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadiran-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah keperawatan kritis tentang ASKEP
Operasi Mayor.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan terlepas dari semua itu, saya menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat
memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ASKEP Operasi Mayor. Dapat
memberikan manfaat inspirasi terhadap pembaca.

DAFTAR ISI
SAMPUL.
KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
B. Tujuan Penulisan.
BAB II KONSEP DASAR.
A. Pengertian.
B. Etiologi / Presdiposisi.
C. Patofisiologi.
D. Manifestasi Klnik.
E. Pengkajian Fokus Kegawatan.
F. Pengkajian fokus pasa kasus.
G. Penatalaksanaan Kegawatan.
H. Pathways Keperawatan.
I. Fokus Intervensi dan rasional.
BAB III PENUTUP.
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Selama periode pasca operatif, proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan
kembali equibrium fisiologi pasien, menghilangkan nyeri, dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien dalam kembali pada fungsi
optimalnya dengan cepat, aman, dan senyaman mungkin.
Upaya yang besar diharapkan pada mengantisipasi dan mencegah masalah pada periode
pascaoperatif. Pengkajian yang tepat mencegah komplikasi yang memperlama perawatan
dirumah sakit atau membahayakan pasien.
Perawatan pasca operasi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada kondisi
fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi. Monitoring lebih ketat dilakukan pada pasien
dengan risiko tinggi seperti kelainan organ, syok yang lama, dehidrasi berat, sepsis, dan
gangguan organ penting, seperti otak. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan
rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ( Baradero et
al, 2008).
Tindakan keperawatan yang dilakukan pasca operasi terdiri dari ( tindakan yang
meliputi pengelolaan jalan napas, monitor sirkulasi, monitoring cairan dan elektrolit,
monitoring suhu tubuh, menilai dengan aldrete score,pengelolan keamanan dan kenyamanan
pasien, serah terima dengan petugas ruang operasi dan serah terima dengan petugas ruang
perawatan ( bangsal ) ( Rothrock, 1990).
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan laporan ini adalah :
1. Tujuan Umum : Agar mahasiswa dapat mengungkapkan pola pikir yang ilmiah dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pascaoperatif.
2. Tujuan khusus : Agar mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menganalisa data,
menetapkan diagnosa keperawatan, merencanakan tindakan, mengimplementasikan
tindakan sesuai rencana dan mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien pasca
operatif.

BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akanditangani. Pembukaan tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer and
Bare,2002). Pembedahan merupakan suatu tindakan yang dilakukan di ruang operasi rumah
sakit dengan prosedur yang sudah ditetapkan (Smeltzer dan Bare, 2002).
Klasifikasi operasi terbagi manjadi dua, yaitu operasi minor dan operasi mayor. Operasi
minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan untuk memperbaiki
fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki deformitas, contohnya
pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak, dan arthoskopi. Operasi
mayor adalah operasi yang bersifat selektif, urgen dan emergensi. Tujuan dari operasi ini
adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau memperbaiki bagian tubuh,
memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan, contohnya kolesistektomi,
nefrektomi, kolostomi, histerektomi, mastektomi, amputasi dan operasi akibat trauma
(Brunner & Sudarth 2001).
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah &
Hidayat, 2008).
Proses keperawatan pascaoperatif pada praktiknya akan dilaksanakan secara
berkelanjutan baik di ruang pemulihan, ruang intensif, dan ruang rawat inap bedah. Fase
pascaoperatif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah masuk di ruang pulih sadar sampai
pasien dalam kondisi sadar betul untuk dibawa keruang rawat inap.

B. ETIOLOGI / PREDISPOSISI
Prosedur bedah pada dasarnya terbagi dalam tiga kelompok besar, yang di dalamnya
masih akan terbagi lagi sesuai kategorinya. Berikut rinciannya.
1. Kelompok operasi berdasarkan tujuan
Kelompok pertama ini menggolongkan prosedur bedah berdasarkan tujuan dari tindakan
medis ini dilakukan. Pada dasarnya operasi dianggap sebagai metode pengobatan,
namun tindakan medis ini juga dapat digunakan untuk:
a) Mendiagnosis.
Operasi yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tertentu, seperti operasi
biopsi yang sering dilakukan untuk memastikan dugaan adanya kanker padat atau
tumor pada bagian tubuh tertentu.
b) Mencegah
Tak hanya mengobati, bedah dilakukan juga untuk mencegah suatu kondisi yang
lebih buruk lagi. Misalnya, operasi pengangkatan polip usus yang bila tak ditangani
akan dapat tumbuh menjadi kanker.
c) Menghilangkan.
Operasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat sejumlah jaringan dalam
tubuh. Biasanya, operasi jenis ini memiliki akhiran –ektomi. Misalnya saja
mastektomi (pengangkatan payudara) atau histerektomi (pengangkatan rahim).
d) Mengembalikan.
Operasi juga dilakukan untuk dapat mengembalikan suatu fungsi tubuh menjadi
normal kembali. Contohnya, pada rekonstruksi payudara yang dilakukan oleh orang
yang telah melakukan mastektomi.
e) Paliatif.
Jenis operasi ini ditujukan untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh pasien
yang biasanya mengalami penyakit kronis stadium akhir.
2. Kelompok operasi berdasarkan tingkat risiko
Setiap operasi bedah pasti memiliki risiko, tetapi tingkat risikonya tentu berbeda-beda.
Berikut adalah pengelompokkan operasi berdasarkan tingkat risikonya:
a. Bedah mayor
Merupakan operasi yang dilakukan di bagian tubuh seperti kepala, dada, dan perut.
Salah satu contoh operasi ini adalah operasi cangkok organ, operasi tumor otak,
atau operasi jantung. Pasien yang menjalani operasi ini biasanya membutuhkan
waktu yang lama untuk kembali pulih.
b. Bedah minor
Kebalikan dari tindakan bedah mayor, operasi ini tidak membuat pasiennya harus
menunggu lama untuk pulih kembali. Bahkan dalam beberapa jenis operasi, pasien
diperbolehkan pulang pada hari yang sama. Contoh operasinya seperti biopsi pada
jaringan payudara.
3. Kelompok operasi berdasarkan teknik
Pembedahan itu sendiri dapat dilakukan dengan beragam teknik berbeda, tergantung
dari bagian tubuh mana yang harus dioperasi dan penyakit apa yang diderita oleh
pasien.
● Operasi bedah terbuka
Metode ini biasanya disebut dengan operasi konvensional, yaitu tindakan medis
yang membuat sayatan pada bagian tubuh dengan menggunakan pisau khusus.
Contohnya adalah operasi jantung, dokter menyayat bagian dada pasien dan
membukanya agar organ jantung terlihat jelas.
● Laparaskopi
Jika sebelumnya operasi dilakukan dengan menyayat bagian tubuh, pada
laparaskopi, ahli bedah hanya akan menyayat sedikit dan membiarkan alat seperti
selang masuk ke dalam lubang yang telah dibuat, untuk mengetahui masalah yang
terjadi di dalam tubuh
C. PATOFISIOLOGI
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan menimbulkan perubahan faal,
sebagai respon terhadap trauma. Gangguan faal tersebut meliputi tanda- tanda vital serta
organ-organ vital seperti sistem respirasi, sistem kardiovaskular, panca indera (SSP), sistem
urogenital, sistem pencernaan dan luka operasi.
1. Sistem Kardiovaskuer
Pasien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan darah secara aktual
dan potensial dari tempat pembedahan, balans cairan, efek samping anastesi,
ketidakseimbangan elektrolit dan depresi mekanisme resulasi sirkulasi normal.
Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah terjadi secara
eksternal melalui drain atau insisi atau secara internal luka bedah. Pendarahan dapat
menyebabkan turunnya tekanan darah: meningkatnya kecepatan denyut jantung dan
pernafasan (denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah). Apabila
pendarahan terjadi secara eksternal, memperhatikan adanya peningkatan drainase yang
mengandungi darah pada balutan atau melalui drain.
2. Sistem Pernafasan
Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan sehingga perlu
waspada terhadap pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah.
Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding dada,
bunyi nafas dan membrane mukosa dimonitor.
3. Sistem Persyarafan
Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat kesadaran yang berbeda.
Oleh karena itu, seorang harus memonitor tingkat respon pasien dengan berbagai cara.
Misalnya dengan memonitor fungsi pendengaran atau penglihatan. Apakah pasien dapat
berespon dengan baik ketika diberi stimulus atau tidak sama sekali. Ataupun juga dapat
memonitor tingkat kesadaran dengan menentukan Skala Koma Glasgow / Glasgow
Coma Scale (GCS). GCS ini memberikan 3 bidang fungsi neurologik: memberikan
gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam mengevaluasi
motorik pasien, verbal, dan respon membuka mata
4. Sistem Perkemihan
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus,
vagina, herniofari dan pembedahan pada daerah abdomen bawah. Penyebabnya adalah
adanya spasme spinkter kandung kemih.
5. Sistem Gastrointestinal
Setelah pembedahan, harus dipantau apakah pasien telah flatus atau belum.
Intervensi untuk mencegah komplikasi gastrointestinal akan mempercepat kembalinya
eleminasi normal dan asupan nutrisi. Pasien yang menjalani bedah pada struktur
gastrointestinal membutuhkan waktu beberapa hari agar diitnya kembali normal.
Peristaltik normal mungkin tidak akan terjadi dalam waktu 2-3 hari. Sebaliknya pasien
yang saluran gastrointestinalnya tidak dipengaruhi langsung oleh pembedahan boleh
mengkonsumsi makanan setelah pulih dari pengaruh anastesi, tindakan tersebut dapat
mempercepat kembalinya eliminasi secara normal.
6. Luka Operasi
Prosedur pembedahan biasanya dilakukan dengan meminimalisasi resiko infeksi
dengan menggunakan alat yang steril. Maka, kemungkinan luka tersebut untuk terjadi
infeksi adalah juga minimal. Namun, jika ada risiko diidentifikasi luka tersebut
bermasalah, seperti ada luka yang masih basah dan ada pengumpulan cairan, maka hal
tersebut mungkin dapat disebabkan beberapa faktor. Antaranya adalah seperti diabetes
mellitus, imunosupresi, keganasan dan malnutrisi, cara penutupan luka, infeksi dan apa
pun yang mungkin menyebabkan penekanan berlebihan pada luka
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Perdarahan :
✔ Tekanan darah menurun
✔ Meningkatnya denyut jantung dan pernafassan
✔ Denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah
✔ Eksternal : peningkatan drainase yang mengandungi darah pada balutan atau
melalui drain.
b. Hipoksia (capillary refill).
2. Sistem Pernafasan
a. Depresi pernafasan : pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah
b. Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding
dada, bunyi nafas abnormal dan membrane mukosa
3. Sistem Persyarafan
a. Tingkat kesadaran ( GCS ) : Coma
4. Sistem Traktus Urinarius
a. Retensi urine (pasme spinkter kandung kemih )
5. Sistem Gastrointestinal
a. Mual, muntah
b. Belum Flatus atau Defekasi
6. Luka Operasi
a. Infeksi : luka yang masih basah dan ada pengumpulan cairan (mungkin dapat
disebabkan beberapa factor adalah seperti diabetes mellitus, imunosupresi,
keganasan dan malnutrisi )
E. PENGKAJIAN FOKUS KEGAWATAN
1. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan
nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011).
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi.
Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi
cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
✔ Adanya snoring atau gurgling
✔ Stridor atau suara napas tidak normal
✔ Agitasi (hipoksia)
✔ Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
✔ Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
✔ Muntahan
✔ Perdarahan
✔ Gigi lepas atau hilang
✔ Gigi palsu
✔ Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
✔ Chin lift/jaw thrust
✔ Lakukan suction (jika tersedia)
✔ Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
✔ Lakukan intubasi
2. Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka
langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan
(Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
b. Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
c. Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema,
perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
d. Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
e. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.

f. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter dan
kualitas pernafasan pasien.
g. Penilaian kembali status mental pasien.

h. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan


i. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
✔ Pemberian terapi oksigen
✔ Bag-Valve Masker
✔ Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika
diindikasikan
✔ Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
j. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai
kebutuhan.
3. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada
temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan
capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi
merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan
langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan.
Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax,
cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata
harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik
(Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan secara
langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
✔ Menentukan ada atau tidaknya
✔ Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
✔ Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
✔ Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).

f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

4. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities


Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bias
dimengerti
c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal yang
digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus
verbal.
F. PENGKAJIAN YANG DIFOKUSKAN PADA KASUS
Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat
mereview catatan klien yang berhubungan dengan riwayat klien, status fisik dan emosi,
sebelum pembedahan dan alergi.
Pemeriksaan fisik dan manifestasi klinik ketika klien dimasukan ke PACU :
1. Sistem Pernafasan
a. Potensi jalan nafas
b. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman)
c. RR <
d. Gangguan kardiovaskuler atau rata rata metabolisme yang meningkat.
e. Depresi narkotik, respirasi cepat, dangkal 10 x/menit
f. Keadekuatan expansi paru, kesimetrisan
g. Auskultasi paru : efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
h. Inspeksi: pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma,
retraksi sternal Thorax Drain.
2. Sistem Kardiovaskuler
a. Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x). 2
jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
b. Depresi miokard, shock, perdarahan atau overdistensi.
c. Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung shock, nyeri, hypothermia.
d. Nadi meningkat
e. Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas).
f. Trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema, kemerahan, nyeri).
g. Homan’s saign Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
h. Inspeksi : membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan. NG
tube, out put urine, drainage luka.
i. Ukur cairan
j. Kaji intake / out put.
k. Monitor cairan intravena dan tekanan darah
3. Sistem Persyarafan semua klien dengan anesthesia umum.
a. Kaji fungsi serebral dan tingkat kersadaran depresi fungsi motor.
b. Respon pupil, kekuatan otot, koordinasi.
c. Klien dengan bedah kepala leher
4. Sistem Perkemihan
a. Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia
inhalasi, IV, spinal.
b. Retensio urine. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi abdomen bawah (distensi
buli-buli).
c. Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi kaji warna, jumlah urine, out put urine
d. Dower catheter < komplikasi ginjal 30 ml / jam
5. Sistem Gastrointestinal
a. 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi
luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO
meningkat.
b. Mual muntah
c. Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus. suara usus (-), distensi
abdomen, tidak flatus.
d. Kaji paralitic ileus
e. Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung.
f. Meningkatkan istirahat.
g. Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah
h. Memonitor perdarahan
i. Mencegah obstruksi usus.
j. Irigasi atau pemberian obat.
k. Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
6. Sistem Integumen
Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi,
obat-obat steroid. Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun. Ketidak
efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan:
a. Infeksi luka
b. Diostensi dari udema / palitik ileus.
c. Tekanan pada daerah luka.
d. Dehiscence
e. Eviscerasi
f. Drain dan Balutan
Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR (Jumlah,
warna, konsistensi dan bau cairan drain dan tanggal observasi), dan minimal tiap 8
jam saat di ruangan.
7. Pengkajian Nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi intra
operative.
Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi,
diaphorosis, gelisah, menangis. Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian
analgetika.
8. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk memonitor komplikasi . Pemeriksaan didasarkan pada prosedur
pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi post operative. Test yang lazim adalah
elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap.
G. PENATALAKSANAAN KEGAWATAN
Komplikasi yang muncul pada pasien pasca-operasi Menurut Rothrock (1999)
komplikasi yang akan muncul saat pascaoperasi diantaranya:

1. Pernapasan
Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak
terdeteksi, atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti
pulmonal hipostatik, plurisi, dan superinfeksi (Smeltzer & Bare, 2001). Gagal
pernapasan merupakan fenomena pasca-operasi, biasanya karena kombinasi kejadian.
Kelemahan otot setelah pemulihan dari relaksan yang tidak adekuat, depresi sentral
dengan opioid dan zat anestesi, hambatan batuk dan ventilasi alveolus yang tak adekuat
sekunder terhadap nyeri luka bergabung untuk menimbulkan gagal pernapasan restriktif
dengan retensi CO2sertakemudian narkosis CO2, terutama jika PO2 dipertahankan
dengan pemberian oksigen.
2. Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi,
aritmia jantung, dan payah jantung (Baradero et al, 2008). Hipotensi didefinisikan
sebagai tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai
sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh
perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard,
aritmia, hipertensi, dan reaksi hipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh otot, dan
reaksi transfusi. Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan
anestesia. Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak
adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak adekuat
(Baradero et al, 2008).
3. Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan
posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat
tidur sementara lutut harus di jaga tetap lurus. Penyebab perdarahan harus dikaji
dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Jika perdarahan
terjadi, kassa st eril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan
ditinggikan pada posisi ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan
kondisi pasien (Majid et al, 2011).Manifestasi klinis meliputi gelisah, gundah, terus
bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan
cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah. Penatalaksanaan
pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok, sedatif atau analgetik diberikan
sesuai indikasi, inspeksi luka bedah, balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka
operasi dan transfusi darah atau produk darah lainnya.
4. Hipertermia maligna
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga diperlukan penatalaksanaan yang
adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen
anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan
otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
5. Hipotermia
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6oC-
37,5oC). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat
suhu rendah di kamar operasi (25oC-26,6oC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi
gas-gas dingin, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang
digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).Pencegahan yang dapat
dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan adalah atur suhu
ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 oC - 26,6 oC), janganlebih rendah dari
suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37 oC, gaun operasi
pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun dan selimut yang
kering.
H. PATHWAYS KEPERAWATAN
Pascaoperatif

Efek anestesi umum Efek


B1 (breathing)
intervensi B6 (bone) Sistem
sistem Pernafasan
moskuloskeletal, integritas
B5 (bowel) Sistem
B2 (blood) Sistem B3 (brain) B4 (bladder) Sistemkulit
pencernaan
kardiovaskular Sistem saraf perkemihan
Respon depresi
pernafasan: Kontrol Kontrol
Kontrol peristaltik usus
kepatenan jalan nafas kemampuan
Respon resiko posisi bedah
Depresi mekanisme Kontrol kesadaran menurun
(lidah) menurun Otot berkemih
(tromboembosis, parastesia,
regulasi sirkulasi masih menurun
Kontrol batuk efektif dan normal. Perdarahan Kemampuan nyeri tekan) Adanya luka
muntah menurun pasca operasi orientasi masih bedah, Adanya sistem
Resiko tinggi aspirasi
Penurunan curah menurun drainase Penurunan kontrol
Muntah Penurunan
jantung Perubahan otot dan keseimbangan
Gangguan mobilitas usus
kemampuan kontrol
eliminasi
suhu tubuh Perubahan
Penurunan
elektrolit dan
kesadaran, Nyeri,
metabolisme Resiko Kerusakan
Kecemasan Ketidakfektifan
Ketidak efektifan cedera vaskular jalanintegritas
nafas kulit
jalan nafas Mual

Resiko Injuri,
Nyeri
Resiko tinggi penurunan perfusi jaringan,
Resiko tinggi CO menurun, Hipotermi,
Hipertermi maligna, Resiko tinggi trombosis
vena provunda, Ketidak seimbangan cairan
Gangguan pertukaran gas
dan elektrolit
Kekurangan volume
cairan
I. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
NO DIAGNOSA NOC KRITERIA HASIL NIC INTERVENSI
1 Gangguan pertukaran NOC : NIC : I. AIRWAY MANAGEMENT
gas b/d . efek sisa ● Respiratory Status : • Buka jalan nafas, guanakan teknik
anesthesia Gas exchange chin lift atau jaw thrust bila perlu

● Respiratory Status : • Posisikan pasien untuk


memaksimalkan ventilasi
ventilation
• Identifikasi pasien perlunya
● Vital Sign Status
pemasangan alat jalan nafas buatan
Setelah dilakukan tindakan
• Pasang mayo bila perlu
selama 1x24 jam tidak terjadi
• Lakukan fisioterapi dada jika perlu
gangguan bersihan jalan nafas
• Keluarkan sekret dengan batuk
dengan KH:
atau suction
- Mendemonstrasikan
• Auskultasi suara nafas, catat
peningkatan ventilasi dan
adanya suara tambahan
oksigenasi yang adekuat
• Lakukan suction pada mayo
- Memelihara kebersihan paru
• Berika bronkodilator bila perlu
paru dan bebas dari tanda
• Barikan pelembab udara
tanda distress  pernafasan
• Atur intake untuk cairan
- Mendemonstrasikan batuk
mengoptimalkan keseimbangan
efektif dan suara nafas yang
Monitor respirasi dan status O2
bersih, tidak ada sianosis dan
II. RESPIRATORY MONITORING
dyspneu (mampu
• Monitor rata – rata, kedalaman,
mengeluarkan sputum,
irama dan usaha respirasi
mampu bernafas dengan
• Catat pergerakan dada,amati
mudah, tidak ada pursed lips)
kesimetrisan, penggunaan otot
- Tanda tanda vital dalam
tambahan, retraksi otot
rentang normal  
supraclavicular dan intercostal
• Monitor suara nafas, seperti
dengkur
• Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
• Catat lokasi trakea
• Monitor kelelahan otot diagfragma
( gerakan paradoksis )
• Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
• Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas utama
• Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya

2 Kerusakan integritas NOC : Tissue Integrity : Skin NIC :


kulit b/d luka and Mucous Membranes ● Pressure Management
pemebedahan, drain Setelah dilakukan tindakan Anjurkan pasien untuk
dan drainage keperawatan selama 3x24 jam menggunakan pakaian
tidak terjadi gangguan
yang longgar Hindari
integritas kulit dengan KH:
kerutan padaa tempat
- Integritas kulit yang baik bisa
tidur Jaga kebersihan
dipertahankan (sensasi,
kulit agar tetap bersih dan
elastisitas, temperatur,
kering Mobilisasi pasien
hidrasi, pigmentasi)
(ubah posisi pasien)
- Tidak ada luka/lesi pada kulit
- Perfusi jaringan baik setiap dua jam sekali
- Menunjukkan pemahaman Monitor kulit akan
dalam proses perbaikan kulit adanya kemerahan
dan mencegah terjadinya Oleskan lotion atau
secara berulang minyak/baby oil pada
- Mampu melindungi kulit dan derah yang tertekan
mempertahankan ● Monitor aktivitas dan
kelembaban kulit dan
mobilisasi pasien Monitor
perawatan alami
status nutrisi pasien
Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat
3 Nyeri b/d incisi NOC : Pain Level, Pain control, NIC
pembedahan dan posisi Comfort level ● Pain Management
selama pembedahan. Setelah dilakukan tindakan Lakukan pengkajian nyeri
keperawatan selama 1x24 jam secara komprehensif
Nyeri akan berkurang dengan
termasuk lokasi,
KH:
karakteristik, durasi,
Mampu mengontrol nyeri
frekuensi, kualitas dan
(tahu penyebab nyeri, mampu
faktor presipitasi
menggunakan tehnik
● Observasi reaksi
nonfarmakologi untuk
nonverbal dari
mengurangi nyeri, mencari
bantuan) ketidaknyamanan
Melaporkan bahwa nyeri ● Gunakan teknik
berkurang dengan komunikasi terapeutik
menggunakan manajemen untuk mengetahui
nyeri pengalaman nyeri  pasien
Mampu mengenali nyeri Kaji kultur yang
(skala, intensitas, frekuensi mempengaruhi respon
dan tanda nyeri)
nyeri
Menyatakan rasa nyaman
● Evaluasi pengalaman
setelah nyeri berkurang Tanda
nyeri masa lampau
vital dalam rentang normal
● Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
● Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
● Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,  pencahayaan
dan kebisingan
● Kurangi faktor presipitasi
nyeri Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
● Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi Ajarkan
tentang teknik non
farmakologi
● Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
● Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
● Tingkatkan istirahat
● Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
4 Risiko injury NOC : Risk Kontrol NIC
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan ● Environment
effect anesthesia, selama 1x24 jam tidak ada Management
sedasi, analgesi. resiko cedera dengan KH: (Manajemen lingkungan)
Klien terbebas dari cedera
Klien mampu menjelaskan Sediakan lingkungan
cara/metode untukmencegah yang aman untuk pasien
injury/cedera Identifikasi kebutuhan
Klien mampu menjelaskan
keamanan pasien, sesuai
factor resiko dari
dengan kondisi fisik dan
lingkungan/perilaku personal
fungsi kognitif pasien dan
Mampu memodifikasi gaya
riwayat penyakit
hidup untuk mencegah injury
terdahulu pasien
Menggunakan fasilitas
● Menghindarkan
kesehatan yang ada
Mampu mengenali perubahan lingkungan yang
status kesehatan berbahaya (misalnya
memindahkan  perabotan)
● Memasang side rail
tempat tidur
Menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan
bersih
● Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau pasien.
● Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan
yang cukup.
● Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
● Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
● Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
5 Kekurangan volume NOC: Fluid balance Hydration NIC
cairan b/d kehilangan Nutritional Status : Food and • Timbang popok/pembalut jika
cairan intra dan post Fluid Intake diperlukan
operasi. Setelah dilakukan tindakan • Pertahankan catatan intake dan
keperawatan selama 1x24 jam output yang akurat
maka kebutuhan intake cairan • Monitor status hidrasi
akan terpenuhi dengan KH: ( kelembaban membran mukosa,
Mempertahankan urine nadi adekuat, tekanan darah
output sesuai dengan usia dan ortostatik ), jika diperlukan
BB, BJ urine normal, HT • Monitor vital sign
normal Tekanan darah, nadi, • Monitor masukan makanan / cairan
suhu tubuh dalam batas dan hitung intake kalori harian
normal • Lakukan terapi IV
Tidak ada tanda tanda • Monitor status nutrisi
dehidrasi, Elastisitas turgor • Berikan cairan
kulit baik, membran mukosa • Berikan cairan IV pada suhu
lembab, tidak ada rasa haus ruangan
yang berlebihan • Dorong masukan oral
• Berikan penggantian nesogatrik
sesuai output
• Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
• Tawarkan snack ( jus buah, buah
segar )
• Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk 
• Atur kemungkinan tranfusi
6 Ketidak efektifan NOC : Respiratory status : NIC
kebersihan jalan nafas Ventilation Respiratory Airway suction
berhubungan dengan status : Airway patency ● Pastikan kebutuhan oral /
peningkatan sekresi. Aspiration Control tracheal suctioning
Setelah dilakukan tindakan ● Auskultasi suara nafas
keperawatan selama 1x24 jam
sebelum dan sesudah
bersihan jalan nafas efektif
suctioning
dengan KH:
● Informasikan pada klien
Mendemonstrasikan batuk
dan keluarga tentang
efektif dan suara nafas yang
suctioning
bersih, tidak ada sianosis dan
● Minta klien nafas dalam
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, sebelum suction
mampu bernafas dengan dilakukan
mudah, tidak ada pursed lips) ● Berikan O2 dengan
Menunjukkan jalan nafas yang menggunakan nasal untuk
paten (klien tidak merasa memfasilitasi suksion
tercekik, irama nafas, nasotrakeal
frekuensi pernafasan dalam ●  Gunakan alat yang steril
rentang normal, tidak ada
sitiap melakukan
suara nafas abnormal)
tindakan
Mampu mengidentifikasikan
● Anjurkan pasien untuk
dan mencegah factor yang
istirahat dan napas dalam
dapat menghambat  jalan
setelah kateter
nafas
dikeluarkan dari
nasotrakeal Monitor
status oksigen pasien
●  Ajarkan keluarga
bagaimana cara
melakukan suksion
Hentikan suksion dan
berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan
bradikardi,  peningkatan
saturasi O2
Airway Management
• Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
• Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
• Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
• Pasang mayo bila perlu
• Lakukan fisioterapi dada jika perlu
• Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
• Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
• Lakukan suction pada mayo
• Berikan bronkodilator bila perlu
• Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
• Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
• Monitor respirasi dan status O2

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Perawatan pasca
operasi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada kondisi fisik pasien, teknik
anestesi, dan jenis operasi. Monitoring lebih ketat dilakukan pada pasien dengan risiko
tinggi seperti kelainan organ, syok yang lama, dehidrasi berat, sepsis, dan gangguan organ
penting, seperti otak.
B. Saran
Kami mengucap syukur pada Tuhan YME dimana dapat terselesaikannya laporan
kegawatan Post Operasi Bedah Mayor. Kami menyadari laporan ini jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/36361274/ASKEP_KEGAWATAN_POST_OP_BEDAH_MAYOR?auto=download.
Diakses pada tanggal 06 Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai