Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik: 

 Operasi

Sub Topik:

 Persiapan Pre Operasi dan Post Operasi 

Sasaran:

 Pasien dan keluarga

Hari, Tanggal:

Tempat:

Pelaksana:

 Perawat Ruang Operasi RSUD Jagakarsa

Waktu:


A. Tujuan
1. Tujuan Umum

 Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, diharapkan para peserta


penyuluhan mengerti dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan
persiapan pre operasi dan post operasi.

2. Tujuan Khusus

 Setelah mengikuti penyuluhan selama 1 x 30 menit, diharapkan peserta


penyuluhan kesehatan mampu:
o Mengetahui pengertian operasi
o Mengetahui tujuan persiapan pre operasi
o Mengetahui persiapan pasien sebelum operasi
o Mengetahui perawatan pasien setelah operasi

B. Pokok Bahasan
1. Menjelaskan pengertian operasi
2. Menjelaskan tujuan persiapan pre operasi
3. Menjelaskan persiapan pasien sebelum operasi
4. Menjelaskan persiapan dan perawatan pasien setelah operasi

C. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab

D. Media
1. LCD Proyektor
2. Leaflet
E. Job Description
1. Penyaji
o Menggali pengetahuan peserta penyuluhan
tentang pre dan post operasi
o Menyampaikan materi untuk peserta penyuluhan agar bisa memahami
hal-hal tentang isi, makna, dan maksud dari penyuluhan
2. Moderator
o Bertanggung jawab atas kelancaran acara
o Membuka dan menutup acara
o Mengatur waktu penyajian sesuai dengan rencana kegiatan
3. Fasilitator
o Membantu kelancaran acara penyuluhan
o Mendorong peserta untuk bertanya kepada penyaji
o Membagikan leaflet kepada semua peserta penyuluhan
4. Observer dan Notulen
o Mengamati jalannya acara penyuluhan
o Mencatat pertanyaan peserta
o Mengevaluasi serangkaian acara penyuluhan mulai dari awal hingga
akhir
F. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
o Kontrak waktu dan tempat diberikan satu hari sebelum acara
dilaksanakan
o Pengumpulan SAP dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan
penyuluhan
o Peserta hadir pada tempat yang telah ditentukan
o Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh team perawat RSUD
Jagakarsa
o Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum
dan saat penyuluhan dilaksanakan
2. Kriteria Proses
o Acara dimulai tepat waktu
o Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
o Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah
dijelaskan
o Peserta mendengarkan dan memperhatikan penyuluhan
o Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan POA (Plan of Action)
o Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description
3. Kriteria Hasil
o Peserta yang datang sejumlah 5-7 orang atau lebih
o Ada umpan balik positif dari peserta, seperti dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh pemateri (penyaji)
o Peserta mampu menjawab dengan benar sebanyak 75% dari
pertanyaan penyaji
Materi Penyuluhan

A. Pengertian Operasi
 Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh yang
mencakup fase pra-operatif, intra-operatif, dan pasca-operatif (post-
operatif) yang pada umumnya merupakan suatu peristiwa kompleks yang
menegangkan bagi individu yang bersangkutan.
 Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh. Individu
dengan masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan
mencakup pula pemberian anastesi lokal, regional, atau umum (Smeltzer &
Bare, 2008). 
 Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian
tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya
dilakukan dengan membuat sayatan, setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan
penutupan dan penjahitan luka. Perawatan selanjutnya akan termasuk dalam
perawatan pasca bedah. Tindakan pembedahan atau operasi dapat
menimbulkan berbagai keluhan dan gejala (Sjamsuhidajat, 2010).
 Pre-operatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi
atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja
operasi (Smeltzer & Bare, 2008).
 Post-operatif dimulai saat penyembuhan klien selesai ((Kozier dan Erb,
2009).

B. Tipe Operasi
 Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan sebagai berikut (Smeltzer dan
Bare, 2008):

1. Diagnostik
o Seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
2. Kuratif
o Seperti ketika meng-eksisi massa tumor atau mengangkat apendiks
yang inflamasi 
3. Reparatif
o Seperti memperbaiki luka yang multipel
4. Rekonstruktif atau Kosmetik
o Seperti perbaikan wajah
5. Paliatif
o Seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah,
contoh ketika sedang gastrostomi dipasang untuk meng-kompensasi
terhadap kemampuan menelan makanan

 Menurut Smeltzer dan Bare (2008), pembedahan dibagi menjadi 3 macam,


yaitu pembedahan menurut faktor risiko yang ditimbulkan, pembedahan
menurut tujuannya dan berdasarkan urgensinya

1. Pembedahan menurut faktor risiko yang ditimbulkan:


o Minor
 Pembedahan yang menimbulkan trauma fisik yang minimal
dengan risiko kerusakan yang minimal
 Contoh: insisi, drainase kandung kemih, dan sirkumsisi
o Mayor
 Pembedahan yang dapat menimbulkan trauma fisik yang luas,
risiko kematian yang serius
 Contoh: laparatomi total, bedah caesar, mastektomi, bedah
torak, dan bedah otak
2. Pembedahan menurut tujuannya:
o Mengetahui penyakit yang diderita seperti ketika dilakukan biopsi
atau laparatomi eksplorasi
o Pengobatan untuk menyembuhkan penyakit seperti ketika meng-
eksisi massa tumor atau mengangkat apendiks yang mengalami
inflamasi
o Memperbaiki deformitas atau menyambung daerah yang terpisah
o Mengurangi gejala tetapi tidak menyembuhkan seperti ketika
menghilangkan nyeri
o Memperbaiki bentuk tubuh seperti ketika melakukan perbaikan wajah

C. Persiapan Pasien Pre-Operasi
 Persiapan yang baik selama periode operasi membantu menurunkan risiko
operasi dan meningkatkan pemulihan pasca bedah. Tujuan tindakan
keperawatan pre-operasi dimaksudkan untuk kebaikan bagi pasien dan
keluarganya, yang meliputi:

1. Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik


ungkapan secara verbal maupun ekspresi muka)
2. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang
dilakukan setelah tindakan operasi
3. Terpelihara keseimbangn cairan, elektrolit, dan nutrisi
4. Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh
anastesi
5. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah
tindakan operasi
6. Mendapatkan istirahat yang cukup
7. Menjelaskan tentang prosedur operasi, jadwal operasi, serta
menandatangani informed consent
8. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung

 Tindakan keperawatan pre-operatif merupakan tindakan yang dilakukan


oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan
pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intra-
operatif
 Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental
sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien
berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan
 Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan pre-operatif apapun
bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap selanjutnya. Untuk itu
diperlukan kerjasama yang baik antara masing-masing komponen yang
berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan
pasien secara paripurna
 Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis
dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi.
 Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi menurut Brunner dan Suddarth (2008), antara lain:
1. Persiapan fisik
 Status kesehatan fisik secara umum

 Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan


pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi
identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa
lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan pemeriksaan fisik
lengkap seperti status hemodinamika, kardiovaskuler,
pernafasan, fungsi ginjal, fungsi hepatik, fungsi
endokrin, fungsi imunologi, dll.
 Pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan
mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks. Sehingga bagi
pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan
darahnya dapat stabil, dan bagi pasien wanita akan
memicu terjadinya haid lebih awal

 Kebersihan lambung dan kolon


 Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu
sebelum melakukan pembedahan. Refluks esofagus
mudah terjadi terutama pada permulaan anesthesia,
sehingga dapat terjadi aspirasi isi lambung yang
merupakan suatu penyulit
 Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya
adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan
pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enema/lavement.
 Lamanya puasa berkisar antara 7 - 8 jam (biasanya
puasa dilakukan sejak pukul 24.00
 Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah
untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung
ke paru-paru dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan, sehingga menghindarkan terjadinya
infeksi pasca pembedahan 
 Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas,
maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan
cara pemasangan NGT (Naso Gastric Tube)
 Keseimbangan cairan dan elektrolit
 Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya
dengan input dan output cairan, demikian juga kadar
elektrolit serum harus berada dalam rentang normal
 Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan
diantaranya adalah kadar natrium serum (normal: 135-
145 mmol/l), kadar kalium serum (normal:3,5-5 mmol/l)
dan kadar kreatinin serum (0,70-1,50 mg/dl)
 Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan
fungsi ginjal, dimana ginjal berfungsi mengatur
mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-
obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik, maka operasi
dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguria/anuria, insufisiensi
renal akut, nefritis, akut, maka operasi harus ditunda
menunggu perbaikan fungsi ginjal (kecuali pada kasus
yang mengancam jiwa)
 Pada penderita Diabetes Mellitus, jika perlu dilakukan
koreksi kadar gula darah dan ketonuria. Penyulit pasca
bedah paling banyak terjadi di paru. Perokok harus
berhenti merokok sekurang-kurangnya satu minggu
sebelum rencana operasi
 Status nutrisi
 Kebutuan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi
badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan
atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk desifisiensi
nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan
jaringan
 Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien
mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan
mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di
rumah sakit
 Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi
pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehinga
luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan
luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat
mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian
 Pencukuran daerah operasi
 Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk
menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang
dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak
dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan
juga menghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka
 Ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pasien luka insisi
pada lengan
 Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan
hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah
yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan
untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih
nyaman
 Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada
jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya
daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan
pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah
sekitar perut dan paha. Contoh: apendiktomi,
herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate
pada fraktur femur, hemoroidektomi
 Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum
pembedahan, sedangkan operasi pada daerah kepala
dilakukan pencukuran sekitar 1,5-2 cm dari daerah yang
akan dilakukan operasi
 Personal hygiene
 Kebersihan tubuh  pasien sangat penting untuk
persiapan operasi, karena tubuh yang kotor dapat
merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan
infeksi pada daerah yang dioperasi. Kulit tubuh harus
bersih, penderita harus mandi atau dimandikan dengan
larutan sabun atau antiseptik, seperti Chlorhexidine atau
larutan yang mendandung yodium
 Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk
mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan
lebih seksama. Sebaiknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri,
maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene
 Pengosongan kandung kemih
 Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan
melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengosongan isi bladder, tindakan kateterisasi juga
diperlukan untuk mengobservasi balance cairan
 Latihan pre-operasi
 Latihan nafas dalam, untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga
pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat
meningkatkan kualitas tidur. Selain itu, teknik ini juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah
setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik
nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat
segera mempraktikkan hal ini segera setelah operasi
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien
 Latihan batuk efektif
 Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi
klien terutama yang mengalami operasi dengan
anastesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam
kondisi ter-anastesi sehingga ketika sadar pasien
akan mengalami rasa tidak nyaman pada
tenggorokan dengan banyaknya lendir di
tenggorokan
 Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi
pasien setelah operasi untuk mengeluarkan lendir
(sekret). Pasien dapat dilatih dengan cara: pasien
condong ke depan dari posisi semifowler,
jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang di
atas incisi sebagai bebat ketika batuk kemudian
pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5
kali)
 Latihan gerak sendi
 Latihan gerak sendi merupakan hal yang sangat
penting bagi pasien hingga setelah operasi, pasien
dapat segera melakukan berbagai pergerakan
yang diperlukan untuk mempercepat proses
penyembuhan
 Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai
pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien
setelah operasi, pasien banyak yang tidak berani
menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi
sobek atau takut luka operasinya lama sembuh
 Pasien setelah operasi yang segera bergerak, akan
lebih cepat merangsang peristaltik usus, sehingga
pasien akan lebih cepat kentut/flatus
 Keuntungan lainnya adalah menghindarkan
penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan
terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya
dekubitus.
 Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi
untuk mencegah stasis vena dan menunjang
fungsi pernafasan optimal
 Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh
dan juga Range of Motion (ROM)

                2. Persiapan penunjang

 Pemeriksaan radiologi dan diagnostik, seperti foto thoraks


abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono
Grafi), CT Scan (Computerized Tomography Scan), MRI
(Magnetic Resonanse Imagine), BNO-IVP, Renogram,
Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG
(Electro Cardio Graphy), ECHO, EEG (Electro Encephalo
Grafi), dll
 Pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan darah seperti
hemoglobin, leukosit, limfosit, LED (laju endap darah), jumlah
trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit,
(kalium, natrium, dan chlorida), CT BT, ureum kreatinin,
BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum
tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah
 Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan
bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien
sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan
apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis
saja
 Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD), dilakukan untuk
mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalam rentang
normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa
10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi)
dan juga 2 jam PP (post prandial)
 Pemeriksaan Status Anastesi, pemeriksaan status fisik
dilakukan sebelum pembiusan untuk keselamatan selama
pembedahan. Sebelum dilakukan asnastesi demi kepentingan
pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik
yang diperlukan untuk menilai sejauh mana risiko pembiusan
terhadap diri pasien Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah
pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American
Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena
obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu
fungsi pernafasan, peredaran darah, dan sistem saraf pusat
 Informed Consent, baik pasien maupun keluarganya harus
menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun
mempunyai risiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan
menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan
persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan
anastesi). Meskipun mengandung risiko tinggi, tetapi
seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan
merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien
 Persiapan mental/psikis, masalah yang biasa muncul pada
pasien pre-operasi adalah kecemasan, maka perawat harus
mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi pasien. Perawat
perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh
pasien dalam menghadapi stres, disamping itu perawat perlu
mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien
dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan pre-
operasi

D. Perawatan Pasien Post-Operasi
 Selama fase post-operasi, aktivitas keperawatan meliputi mengkaji respon
klien (fisiologis dan psikologis) terhadap pembedahan, melakukan
intervensi untuk memfasilitasi penyembuhan dan mencegah komplikasi,
memberikan penyuluhan dan memberikan dukungan kepada klien dan
individu pendukungnya, serta merencanakan perawatan di rumah. Tujuan
dari fase ini adalah membantu klien untuk mencapai status kesehatan paling
optimal yang dapat diraih
 Tahapan perawatan pasca operasi (Majid et al 2011):
1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan
 Pemindahan pasien ke ruang pemulihan harus
mempertimbangkan posisi agar pasien tidak berbaring pada
posisi yang menyumbat drain atau selang drainase
2. Perawatan pasien di ruang pemulihan
 Pasien dirawat sementara di ruang pemulihan sampai kondisi
pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan
memnuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang
perawatan/bangsal. Alat monitoring digunakan untuk menilai
kondisi pasien yang meliputi pemantauan hemodinamika. 
 Kriteria penilaian yang digunakan untuk pemindahan pasien ke
ruang perawatan/bangsal meliputi fungsi pulmonal yang tidak
terganggu, hasil oksimetri menunjukkan saturasi oksigen
adekuat, tanda-tanda vital stabil, orientasi pasien pada tempat,
waktu dan orang, urin output tidak kurang dari 30 ml/jam,
mual dan muntah terkontrol, nyeri minimal (Majid et al, 2011)
3. Perawatan pasien di ruang rawat/bangsal
 Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien,
drainase, tube/selang dan komplikasi
 Manajemen luka
 Mobilisasi dini
 Dapat dilakukan ROM (Range of Motion), nafas dalam,
dan batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan
kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret
dan lendir
 Tujuannya adalah mempertahankan fungsi tubuh,
memperlancar peredaran darah, membantu pernafasan
menjadi lebih baik, mempertahankan tonus otot,
memperlancar eliminasi alvi (buang air besar) dan urin,
mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat
kembali memenuhi kebutuhan harian
 Rehabilitasi
 Diperlukan untuk memulihkan kondisi pasien kembali,
dapat berupa latihan spesifik yang diperlukan untuk
memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala
 Discharge Planning
 Nutrisi
 Karena tidak adanya kontra indikasi, pemberian
nutrisi secara enteral lebih dipilih dibanding rute
parenteral, khususnya jika terdapat komplikasi
infeksi
 Mobilisasi bertahap
 Makin cepat pasien beraktivitas seperti biasa
semakin bagus, seperti mandi 2 kali sehari,
kontrol secara teratur, dan minum obat sesuai
anjuran dokter

E. Komplikasi Pasca Operasi


1. Pernafasan
o Komplikasi pernafasan yang dapat muncul termasuk hipoksemia yang
tidak terdeteksi, bronkhitis, bronkopneumonia, pneumonia lobaris,
kongesti pulmonal hipostatik
2. Kardiovaskuler
o Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi misalnya hipotensi.
Hipotensi merupakan tekanan darah systole kurang dari 90 mmHg
atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya. Hipotensi dapat
disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan,
penyakit kardiovaskuler, dan reaksi obat maupun reaksi transfusi
3. Perdarahan
o Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien
diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk
sudut 20 derajat dari tempat tidur, sementara lutut harus dijaga tetap
lurus
o Manifestasi klinis meliputi gelisah, gundah, terus bergerak, merasa
haus, kulit dingin, basah dan pucat, nadi meningkat, suhu turun,
pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat, serta
keadaan umum lemah
4. Hipertermi maligna
o Hal ini terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen
anastetik. Selama anastesi, agen anastetik inhalasi (haloten, enfluran)
dan relaksasi otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi
maligna
5. Hipotermi
o Hipotermi yang tidak diinginkan dapat terjadi akibat suhu rendah di
kamar operasi, infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas
dingin, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut, atau obat-obatan
yang digunakan
Daftar Pustaka

Baradero, Mary, et al. 2008. Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC.


Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah:
Preoperatif Nursing. Yogyakarta: (tidak dipublikasikan).
Gruendeman, Barbara & Femsebner, Bilie. 2006. Buku Ajar Keperawatan
Perioperatif, Volume 2. Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Pemulihan Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.
Majid, Abdul et al. 2011. Keperawatan Perioperatif , Edisi 1. Yogyakarta: Goysen
Publishing.
Sjamsuhidajat & De Jong,W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta:
EGC.
Smeltzer S. C. & Bare, B. G. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito.
Yogyakarta: (tidak dipublikasikan).

Anda mungkin juga menyukai