Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

BEDAH PERIOPERATIF

Oleh:
Desi Widariani

2006539430

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2023
LAPORAN PENDAHULUAN PERIOPERATIF

Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUP Persahabatan

Desi Widariani, 2006539430

A. DEFINISI

Keperawatan perioperatif adalah layanan keperawatan terintegrasi pada rangkaian total


pembedahan mulai dari waktu sebelum pembedahan atau pra-operasi, periode intra-
operasi, dan periode setelah pembedahan selesai atau paska operasi (Black & Hawks,
2014). Periode perioperatif terdapat tiga jenis yaitu :
1. Pre-operatif: waktu sebelum tindakan operasi. Saat pre-operatif ini pasien disiapkan
secara fisiologis dan psikologis untuk tindakan pembedahan. Aspek penting dalam
perawatan pre-operatif adalah pendidikan kesehatan terhadap apa yang perlu dia
ketahui.

2. Operative atau Intraoperative adalah waktu pembedahan. Dimulai saat pemberian


anestesi dan berakhir saat pembedahan komplit. Fungsi perawatan intraoperatif
adalah membantu tim operasi.

3. Post-operatif (Post Surgical) merupakan waktu setelah pembedahan. Fungsi utama


keperawatan post-operatif adalah membantu kesembuhan klien dari anesthesi,
memelihara sistem tubuh klien, mencegah komplikasi post-operasi dan mencegah
timbulnya ketidaknyamanan. Periode post-operatif dapat pula dibagi menjadi :
• Periode Awal Post-operatif (Initial Postoperative), Saat pasien sembuh dari
anesthesi
• Periode Lanjutan Post-operatif (Continuing Postoperative), setelah klien
kembali ke unit keperawatan.(Black & Hawks, 2014).

B. TUJUAN PERAWATAN PERIOPERATIF

1. Menciptakan hubungan yang baik dengan pasien atau tim bedah yang lain.
2. Mengkaji, merencanakan dan memenuhi kebutuhan pasien perioperatif
3. Memahami dan mengetahui daerah dan prosedur pembedahan

2
4. Mengetahui akibat pembedahan dan pembiusan yang dilakukan terhadap pasien.
5. Mengobservasi kesulitan yang timbul
6. Mengevaluasi pengadaan, pemeliharaan alat serta tindakan secara
berkesinambungan

C. AKTIVITAS KEPERAWATAN DALAM PERAN PERAWAT PERIOPERATIF


1. Pengkajian
a. Rumah Klinik
 Melakukan pengkajian perioperatif awal
 Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
 Melibatkan keluarga dalam wawancara.
 Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif
 Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca
operatif
b. Unit Bedah
 Melengkapi pengkajian praoperatif
 Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
 Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang
diperkirakan terjadi.
 Membuat rencana asuhan keperawatan
c. Ruang operasi
 Mengkaji tingkat kesadaran klien.
 Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis)
 Mengidentifikasi pasien
 Memastikan daerah pembedahan
d. Perencanaan
 Menentukan rencana asuhan
 Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim
Operasi).
e. Dukungan psikologis
 Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
 Menentukan status psikologis

3
 Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan,
seperti : nyeri.
 Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan
yang lain yang berkaitan.

D. INDIKASI PEMBEDAHAN
Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah :
1. Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi
2. Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami inflamasi
3. Reparatif : Memperbaiki luka multiple
4. Rekonstruktif/Kosmetik : mammoplasty, atau bedah platik
5. Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh :
pemasangan selang gastrostomi yang dipasang untuk mengkomponsasi terhadap
ketidakmampuan menelan makanan.

E. TINDAKAN PEMBEDAHAN
Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat
diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
1. Kedaruratan/Emergency
Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa.
Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat, obstruksi
kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka
bakar sanagat luas.
2. Urgen
Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30
jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
3. Diperlukan
Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam
beberapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung
kemih,Gangguan tyroid, katarak.
4. Elektif
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan

4
pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia
sederhana, perbaikan vaginal.
5. Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien.
Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika.
Contoh : bedah kosmetik.

KEPERAWATAN PERIOPERATIF

Preoperatif adalah merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan yang


dimulai sejak ditentukannya persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien berada di
meja bedah.

PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN

A. PERSIAPAN FISIK
1. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa
lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status
hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik,
fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat
yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan
mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki
riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak
akan memicu terjadinya haid lebih awal
2. Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan,
lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin)
dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi
sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan
jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai
komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di
rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi,
dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan

5
penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami
sepsis yang bisa mengakibatkan kematian
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output
cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal.
Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar
natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 - 5
mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 - 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan
elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur
mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi
ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut
maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada
kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4. Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan
yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan
pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya
puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul
24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari
kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi
pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung
dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
5. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi
pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat
menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi
tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada
pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan
dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur.
Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien

6
merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis
operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin
(pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar
perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi
pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah
pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus
sebelum pembedahan.
6. Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh
yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi
pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan
untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama.
Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene
secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan
personal hygiene.
7. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter.
Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk
mengobservasi balance cairan.
8. Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi,
seperti, nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:
a. Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri
setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih
mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur.
Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi
darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam
secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini
segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan
nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

7
 Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler)
dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
 Letakkan tangan diatas perut
 Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam
kondisi mulut tertutup rapat
 Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan,
udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
 Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
 Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif
b. Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika
sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan
terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat
bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret
tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
 Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan
dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk
 Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
 Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan
tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena
bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan
ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi.
 Ulangi lagi sesuai kebutuha
 Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan
dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut
untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat
mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
c. Latihan Gerak Sendi
Keuntungan:
 Lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih
cepat kentut/flatus

8
 Menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar
dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus
 memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi
pernafasan optimal.

B. PERSIAPAN PENUNJANG
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada
pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien,
namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien).
Pemeriksaan penunjang antara lain :
1. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto
tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram,
Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio
Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin
dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum kretinin,
BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit
terkaut dengan kelainan darah.
3. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh
untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan
untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis
saja.
4. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
5. Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien
dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10
jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan
pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).

C. PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI


Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode
ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat

9
dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran
darah dan sistem saraf.
Berikut pemeriksaan ASA :
1. ASA grade I
Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri.
Misal : penderita dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua
sehat, bayi muda yang sehat.
Mortality (%) : 0,05
2. ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan
oleh penyakit yang akan dibedah.
Misal : penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan penderita
dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi
Mortality (%) : 0,4
3. ASA grade III
Status fisik : Penyakit sistemik berat;
misal : penderita diabetes mellitus dengan komplikasi pembuluh darah dan
datang dengan appendisitis akut.
Mortality (%) : 4,5.
4. ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang
tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan
misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 25
5. ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang
tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan
misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 50

D. INFORM CONSENT
setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan
persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi). Inform Consent
sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka

10
pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk
menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang
dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya

E. PERSIAPAN MENTAL/ PSIKIS


Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara
lain:
 Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat
mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga
operasi bisa dibatalkan
 Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi
lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda.

Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam


menghadapi pembedahan antara lain :
 Takut nyeri setelah pembedahan
 Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body
image)
 Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
 Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai
penyakit yang sama.
 Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
 Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
 Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya
perubahan-perubahan fisik seperti :
 Meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan
 Gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol
 Telapak tangan yang lembab
 Gelisah
 Menayakan pertanyaan yang sama berulang kali
 Sulit tidur

11
 Sering berkemih
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal
yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
 Pengalaman operasi sebelumnya
 Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi
 Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun
penunjang
 Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas
kamar operasi
 Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
 Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan
harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM,
dll.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai
cara:
 Membantupasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien
sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal
yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar
operasi, dll.
 Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien
mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak
menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi
yang akan dialami pasien
 Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi
sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa
dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu
diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan
dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien
akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik
 Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang
segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga
untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.

12
 Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain
karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti
valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan
pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
 Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas
kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih
tenang.
 Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatan
untuk mengantar pasien sampai ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk
menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.

F. OBAT – OBATAN PREMEDIKASI


1. Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat
yang cukup
2. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam.
3. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi.
4. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2
jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali.
5. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai
indikasi pasien.

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh. Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 2010) meliputi:

1. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer,
atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus.
2. Integritas ego

13
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple,
misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi
simpatis.
3. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ;
malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan
pemasukkan / periode puasa pra operasi).
4. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi
immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ;
Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia
malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-
obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik
glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic,
antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau
obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang
mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan
diri pasca operasi).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith,
2006) meliputi:
1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang
berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping
penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan
penampilan.

14
3. Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan,
keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
4. Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks,
hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan
penampilan.
5. Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker),
ketidakberdayaan.
6. Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kerusakan saraf/otot, dan nyeri.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith,
2006) adalah :
1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang
berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil :
 klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat
stress.
 klien mampu mempertahankan penampilan peran.
 klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
 klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
 tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan
Intervensi dan implementasi
 Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
R : memudahkan intervensi.
 Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di
masa lalu.
R : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan
mengontrol ansietas.
 Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.

15
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan
kecemasan yang dirasakan.
 Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapa-
harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.
 Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari
meskipun dalam keadaan cemas.
R : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu
mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang
dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.
 Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
R : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
 Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga
menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
R : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
 Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
R : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.

2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping


penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan
penampilan.
Kriteria hasil :
 pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
 memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
 menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh
Intervensi dan Implementasi
 Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang
tubuhnya.
R : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra
tubuh.
 Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
R : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga
pasien tidak menyukai keadaan fisiknya.

16
 Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya perhatian
terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
R : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping, mengurangi
kecemasan.
 Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan
martabat pasien.
R : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan perasaan
berarti dalam diri pasien.

3. Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan,


keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil :
 pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi waktu luang.
 mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat mengembangkan koping
yang efektif.
 menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
 berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
Intervensi dan Implementasi :
 Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan
pandangan pemberi pelayanan kesehatan.
R : mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kondisinya.
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
R : menghindari ketakutan dan menciptakan hubungan saling percaya,
memudahkan intervensi
 Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang
realitas.
R : memberikan arahan pada persepsi pasien tentang kondisi nyata yang ada
saat ini.
 Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang lain.
R : meningkatkan perasaan berarti, memberikan penguatan yang positif.
 Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan
dukungan emosional untuk pasien dan keluarga.

17
R : menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti, dan mengurangi
kecemasan.

4. Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks,


hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan
penampilan.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran
keluarga.
Kriteria hasil :
 pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping
 paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan berhubungan
dengan perawatan setelah rawat inap.
Intervensi dam Implementasi:
 Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
 Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat
pengobatan.
R : mempengaruhi pilihan intervensi.
 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping
yang digunakan.
R : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif yang tepat .
 Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak yang
normal pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu.
R : memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota
keluarga.

5. Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker),


ketidakberdayaan.
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil :
 mencari informasi untuk menurunkan ketakutan
 menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
 mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.
Intervensi dam Implementasi :

18
 Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
 Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat
menurunkan atau mengurangi takut.
R : mempertahankan perilaku koping yang efektif.
 Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan
kecemasan yang dirasakan.
 Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.

6. Mobilitas fisik, hambatan adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,


pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
 penampilan yang seimbang
 melakukan pergerakkan dan perpindahan.
 mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik:
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan
pengajaran.
3 =membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 =ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dam Implementasi
 Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
 Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

19
 Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
R : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
 Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
 Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

D. EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Tumor adalah :
1. Ansietas berkurang/terkontrol.
2. Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
3. Pasien menunjukkan koping yang efektif.
4. Pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
5. Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
6. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

PERAWATAN PERIOPERATIF

Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah
dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan mencakup :
 pemasangan IV cath
 pemberian medikasi intaravena
 melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien
 Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertinda
k sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja
operasi denganmenggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Perawat yang bekerja di kamar bedah harus telah mengambil program proregristation
education courses in anasthetic and operating theater nursing. Dalam pembedahan
perawat disebut  scrubbed nurse yang bertindak sebagai asisten ahli bedah.
Perawat bertanggung jawab akan pemeliharaan sterilitas daerah pembedahan dan

20
instrument dan menjamin ketersediaan peralatan ahli bedah untuk terlaksananya
pembedahan yangdirencanakan. Circulating nurse bertanggung jawab untuk menjamin
terpenuhinya perlengkapanyang dibutuhkan oleh scrubbed nurse dan bertanggung jawab
terhadap observasi dan perawatan pasien tanpa menimbulkan kontaminasi daerah steril.

TAHAP INTRA OPERATIF

1. Ruang Sementara (Holding area)


Perawat dapat menjelakan tahap-tahap yang akan dilaksanakan untuk menyiapkan
klien menjalani pembedahan. Perawat diruang tahanan sementara biasanya adalah
bagian dari petugas ruang oprasi dan menggunakan pakaian, topi, dan alas kaki
khusus ruang oprasi sesuai dengan kebijakan pengontrolan infeksi rumah sakit. Pada
beberapa tempat bedah sehari, perawat primer perioperatif menerima kedatangan
klien, menjadi perawat sirkulator selama prosedur berlangsung, dan mengelola
pemulihan serta kepulangan klien.

Di dalam ruangan tahanan sementara, perawat, anestesi, atau ahli anestesi memasang
kateter infus ke tangan klien untuk memberikan prosedur rutin penggantian cairan dan
obat-obatan melalui intravena. Biasanya menggunakan kateter IV yang berukuran
besar agar pemasukan cairan menjadi lebih mudah. Perawat juga memasang manset
tekanan darah. Manset juga terpasang pada lengan klien selama pembedahan
berlangsung sehingga ahli anestesi dapat mengkaji tekanan darah klien.
2. Kedatangan ke Ruang Operasi
Perawat ruang opersi identifikasi dan kardeks klien, melihat kembali lembar
persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil
pemeriksaan. Pastikan bahwa alat prostese dan barang berharga telah dilepas dan
memeriksa kembali rencana perawatan preoperatif yang berkaitan dengan
intraoperatif.
3. Pemberian Anestesi
a. Anastesi Umum
Klien yang mendapat anestesi umum akan kehilangan seluluh sensasi dan
kesadarannya. Relaksasi mempermudah manipulasi anggota tubuh. Klien juga
mengalami amnesia tentang seluruh proses yang terjadi selama pembedahan yang

21
menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor, yang membutuhkan
manipulasi jaringan yang luas.
Ahli anestesi memberi anestesi umum melalui jalur IV dan inhalasi melalui empat
tahap anestesi. Tahap 1 dimulai saat klien masih sadar. Klien menjadi pusing dan
kehilangan kesadaran secara bertahap, dan status analgesic dimulai. Tahap 2
adalah eksitasi. Otot kilen kadang-kadang menegang dan hampir kejang. Reflek
menelan dan mudah tetap ada, dan pola nafas klien mungkin menjadi tidak teratur.
Tahap 3 dimulai pada saat irama pernafasan mulai teratur. Fungsi vital terdepresi.
Tahap 4 adalah tahap depresi pernafasan lengkap.
b. Anastesi Regional
Induksi anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah tubuh
tertentu. Selama pembedaan berlangsung klien dengan anestesi regional akan
tetap sadar kecuali jika dokter memprogramkan pemberian tranquilizer yang dapat
menyebabkan klien tidur. Perawat harus ingat bahwa luka bakar dan cidera
lainnya dapat terjadi pada bagian tubuh yang berada dibawah pengaruh anestesi
tanpa disadari oleh klien. Oleh karena itu posisi ekstermitas dan kondisi kulit
klien perlu sering observasi.
c. Anastesi Lokal
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan (mis,
adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (mis, lidokain )
menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi kedalam sirkulasi. Klien akan
kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktifitas motorik, dan otonom.
4. Pengaturan Posisi Klien Selama Pembedahan
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan posisi
karena posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan
keadaan psikologis pasien.

Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
 Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
 Umur dan ukuran tubuh pasien.
 Tipe anaesthesia yang digunakan.
 Nyeri/Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi :
a. Kesejajaran fungsional

22
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang
berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh :
 Supine (dorsal recumbent) : hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi,
appendiktomi, mastectomy atau pun reseksi usus.
 Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal : Lamninectomy
 Trendelenburg : dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen, sering
digunakan untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau pelvis.
 Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya
digunakan untuk operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan pembedahan rectal
seperti : Hemmoiroidektomy
 Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul.
b. Pemajanan area pembedahan
Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan
tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat
mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus dipertahankan
sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses pembedahan juga
sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis
dan mencegah terjadinya injury.

5. Peran Perawat Selama Pembedahan


a. Perawat instrumentator (scrub nurse)
Perawat instrumentator (scrub nurse) atau perawat sirkulator memberikan intrumen
dan bahan-bahan yang di butuhkan oleh dokter bedah selam pembedahan
berlangsung dengan menggunakn tehnik aspek pembedahan yang ketat dan
terbiasa dengan intrumen pembedahan.
b. Perawat Sirkulator
Perawat Sirkulator adalah asisten perawat intrumentator dan dokter bedah. Perawat
sirkulator membantu mengatur posisi klien dan menyediakan alat dan duk bedah
yang di butuhkan dalam pembedahan. Perawat sirkulator menyediakan bahan-
bahan yang di butuhkan perawat instrumentator, membuang alat dan spon kasa
yang telah kotor, serta tetap hitung instrument jarum dan spon kasa yang telah di
gunakan. Perawat sirkulator juga dpat membantu mengubah posisi klien atau

23
memindahkan posisi lampu opersi. Perawat sirkulator juga menggunakan teknik
aseptik bedah. Apabila teknik aseptik telah hilang, Perawat sirkulator membantu
anggota tim bedah dengan mengganti dan memakai gaun dan sarung tangan steril.
Prosedur ini mencegah tertinggalnay bahan-bahan tersebut di dalam luka bedah
klien.

ASUHAN KEPERAWATAN INTRAOPERATIF

1. Pengkajian Keperawatan
Salah satu hal yang perlu di kaji dalam intra bedah adalah pengaturan posisi pasien.
Berbagai masalah yang terjadi selama pembedahan mencakup aspek pemantauan
fisiologis, perubahan tanda vital, system, kardiovaskular keseimbnagan cairan, dan
pernafasan.
2. Diagnosis Keperawatan
Risiko terjadinya cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan.
3. Perencanaan Keperawatan
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperwatan selam 1 x 24 jam, masalah resiko terjadinya
cidera pada pasien dapat tertasi.
Kriteria Hasil
 Tidak terjadinya resiko cedera pada pasien
 Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman dan aman
Rencana tindakan
 Gunakan semua alat atau instrument untuk tindakan pembedahan seperti
pemakaian baju bedah, tutup kepala, masker, penutup sepatu, celemek, dan sarung
tangan, serta penyucian tangan.
 Lakukan Persiapan pelaksanaan anestesi sebelum tindakan pembedahan
 Lakukan pemantauan selama masa tindakan pembedahan

4. Pelaksanaan (tindakan ) keperawatan


a. Menggunakan baju seragam
Penggunaan baju seragam bedah didesain secara khusus dengan harapan dapat
mencegah kontaminasi dari luar, berprinsip bahwa semua baju dari luar diganti
dengan baju bedah yang steril, atau baju harus dimasukan kedalam celana, atau

24
harus menutupi pinggang untuk mengurangi menyebarnya bakteri, dan gunakan
tutup kepala, masker, sarung tangan, serta celemek steril.
b. Mencuci Tangan Sebelum Pembedahan
 Gunakan air mengalir dari kran
 Sikat tangan secara sistemati, satu per satu jari dicuci
 Sikat kuku dan lengan bahwa sampai siku
 Ulangi lagi beberapa kali : dengan selam 10 menit ; dengan larutan
desinfektan standar selama 3-5 menit
 Tutup kran dengan siku (buka seperti biasanya menutup kran)
 Posisikan tangan selau lebih tinggi dari siku
 Ambil handuk tangan steril, keringkan urut mulai tangan, pergelangan,
hingga siku, lalu jatuhkan handuk.
c. Menerima Pasien di Daerah Bedah
Sebelum memasuki wialyah bedah, pasien harus melakukan pemeriksaan ulang di
ruang penerimaan untuk megecek kembali nama, bedah yang akan dilakukan,
nomor status registrasi pasien, berbagi hasil laboratorium dan x-ray, persiapan
darah setelah dilakukan pemerikasaan silang dan golongan darah, alat protesa, dan
lain-lain.
d. Pengiriman dan Pengaturan Posisi ke Kamar Bedah
Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah telentang, telungkup, trendelenburg,
lithotomi, lateral, dan lain-lain.
e. Pembersihan dan Persiapan Kulit
Pelaksanaan ini bertujuan untuk membuat daerah yang akan dibedah bebas dari
kotoran dan lemak kulit serta mengurangi adanya mikroba. Bahan yang digunakn
dalam pembersihan kulit ini harus memiliki spectrum khasiat, memiliki kecepatan
khasiat, atau memiliki potensi yang baik serta tidak menurun bila adanya kadar
alcohol, sabun detergen, atau bahan organik lainya.
f. Penutupan daerah Steril
Penutupan daerah steril dilakukan dengan menggunakan doek steril agar daerah
seputar bedah tetap steril dan mencegah berpindahnya mikroorganisme antara
daerah yang steril dan tidak.
g. Pelaksanaan Anestesi
Terdiri dari anestesi umum, anestesi regional, dan anestesi lokal.
h. Pelaksanaan Pembedahan

25
Setelah dilakukan anestesi, timbedah akan melaksanakan pembedahan sesuai
dengan ketentuan pembedahan.

 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah intrabedah secara umum dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam mempertahankan status kesehatan, seperti normalnya tanda vital,
kardiovaskular, pernapasan, ginjal, dan lain-lain.

PERAWATAN POST OPERATIF

Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama
periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan
equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi
optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.

TAHAPAN KEPERAWATAN POST OPERATIF

Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :


 Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery
room),
 Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room)
 Transportasi pasien ke ruang rawat,
 Perawatan di ruang rawat.

1. PEMINDAHAN PASIEN DARI KAMAR OPERASI KE RUANG PEMULIHAN


Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan pasca
anastesi (PACU: post anasthesia care unit) memerlukan pertimbangan-pertimbangan
khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah letak incisi bedah, perubahan vaskuler dan
pemajanan. Letak incisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca
operatif dipidahkan. Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap
upaya dilakukan untuk mencegah regangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien

26
diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang
drainase.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi ke
posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke posisi
terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke brankard dapat
menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien harus dipindahkan secara
perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat tidur,
gaun pasien yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus segera diganti dengan
gaun yang kering untuk menghindari kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut
pasien diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus
dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Selain hal tersebut diatas untuk
mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien. Selang dan peralatan drainase harus
ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi dengan optimal. Proses transportasi ini
merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari
dokter anastesi yang bertanggung jawab.

2. PERAWATAN POST ANASTESI DI RUANG PEMULIHAN (RECOVERY


ROOM)
Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang pulih
sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi
operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan
untuk mempermudah akses bagi pasien untuk :
a. perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi)
b. ahli anastesi dan ahli bedah
c. alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.

Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian
terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan
: oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator
mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat yang
digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi
permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral,
plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet.

27
Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan
peralatan drainase.
Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan pada tempat
tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien, seperti :
pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan untuk
mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak
penyimpanan catatan medis dan perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih
sepenuhnya dari pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat,
saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik. Kriteria penilaian yang
digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari PACU adalah :
a. Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
b. Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
c. Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
d. Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
e. Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
f. Mual dan muntah dalam kontrol
g. Nyeri minimal

3. TRANSPORTASI PASIEN KE RUANG RAWAT


Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat dengan
mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer pasien, pastikan
score post anastesi 7 atau 8 yang menunjukkan kondisi pasien sudah cukup stabil.
Waspadai hal-hal berikut : henti nafas, vomitus, aspirasi selama transportasi.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien :


a. Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari sumber daya
manusia sampai dengan peralatannya.
b. Sumber daya manusia (ketenagaan)
Bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang boleh
melakukan proses transfer pasien adalah orang yang bisa menangani keadaan
kegawatdaruratan yang mungkin terjadi sselama transportasi. Perhatikan juga
perbandingan ukuran tubuh pasien dan perawat. Harus seimbang.
c. Equipment (peralatan)

28
Peralatan yang dipersiapkan untuk keadaan darurat, misal : tabung oksigen, sampai
selimut tambahan untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan dengan lengkap dan
dalam kondisi siap pakai.
d. Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan sebagainya.
Sehingga hendaknya sekali jalan saja. Prosedur-prosedur pemindahan pasien dan
posisioning pasien harus benar-benar diperhatikan demi keamanan dan kenyamanan
pasien.
e. Passage (jalur lintasan)
Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat. Ekstra
waspada terhadap kejadian lift yang macet dan sebagainya.

4. PERAWATAN DI RUANG RAWAT


Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan, yaitu :
a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan
komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. Pemerikasaan
ini merupakan pemeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal setelah post operasi.
b. Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan
abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen
luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
c. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif
yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan
sekret dan lendir.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali.
Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk
memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
e. Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan
keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan
kondis/penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :

29
1. Untuk perawat
Berisi poin-poin discharge planning yang di berikan kepada klien (sebagai
dokumentasi).
2. Untuk pasien
Dengan bahasa yang bias dimengerti pasien dan lebih detail
Merencanakan kepulangan pasien mempertimbngkan beberapa hal:
1. Home Care Preparation
Memodifikasi lingkungan rumah sehingga tidak mengganggu kondisi klien
2. Client/Family Education
Beri edukasi tentang kondisi klien. Cara merawat luka dan hal-hal yang harus
dilakukan atau dihindari
3. Psychososial Preparation
Memastikan hubungan interpersonal social dan aspek psikososial klien tetp terjaga.
4. Health Care Resources
Pastikan bahwa klien dn keluarga mengetahui adanya pusat pelayanan kesehatan
yang terdekat dari ruma klien, jadi jika dalam keadaan darurat bias segera ada
pertolongan.

ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERATIF

A. PENGKAJIAN
Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan diantaranya adalah
kesadaran, kualitas jalan nafas, sirkulasi, dan perubahan tanda vital yang lain,
keseimbangan elektrolit , kardiovaskuler, lokasi daerah pembedahan dan sekitarnya,
serta alat yang digunkan dalm pembedahan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d efek samping dari anaesthesi.
2. Kerusakan integritas kulit b.d luka post operasi
3. Nyeri akut b.d proses pembedahan

C. TUJUAN, KRITERIA HASIL DAN INTERVENSI


1. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas b.d efek samping dari anaesthesi.
Tujuan : kerusakan per-tukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasil :

30
 Status neurologis DBN
 Dispnea tidak ada
 PaO2, PaCO2, pH arteri dan SaO2 dalam batas normal
 Tidak ada gelisah, sianosis, dan keletihan
intervensi :
 Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman dan usaha nafas.
 Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan
adanya bunyi tambahan
 Pantau hasil gas darah dan kadar elektrolit
 Pantau status mental
 Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut
 Pantau status pernapasan dan oksigenasi
 Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen,
pengisap,spirometer)
 Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi
 Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian data (misal: bunyi
napas, pola napas, sputum,efek dari pengobatan)
 Berikan oksigen atau udara yang dilembabkan sesuai dengan keperluan

2. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit b.d luka post operasi


Tujuan : kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil :
 Kerusakan kulit tidak adaEritema kulit tidak ada
 Luka tidak ada pus
 Suhu kulit DBN
Intervensi :
 Ganti balutan plester dan debris
 Cukur rambut sekeliling daerah yang terluka, jika perlu
 Catat karakteristik luka bekas operasi
 Catat katakteristik dari beberapa drainase
 Bersihkan luka bekas operasi dengan sabun antibakteri yang cocok
 Rendam dalam larutan saline yang sesuai

31
 Berikan pemeliharaan lokasi IV
 Sediakan pemeliharaan luka bekas operasi sesuai kebutuhan
 Berikan pemeliharaan kulit luka bernanah sesuai kebutuhan
 Gunakan unit TENS (Transcutaneous Elektrikal Nerve Stimulation) untuk
peningkatan penyembuhan luka bekas operasi yang sesuai
 Gunakan salep yang cocok pada kulit/ lesi, yang sesuai
 Balut dengan perban yang cocok
 Pertahankan teknik pensterilan perban ketika merawat luka bekas operasi
 Periksa luka setiap mengganti perban
 Bandingkan dan mencatat  secara teratur perubahan-perubahan pada luka
 Jauhkan tekanan pada luka
 Ajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur perawatan luka

3. Diagnosa : Nyeri akut b.d proses pembedahan\


Tujuan : Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
 Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3
 Ekspresi wajah tenang
 klien dapat istirahat dan tidur
Intervensi :
 Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi ).
 Observasi  reaksi NV dr ketidak nyamanan.
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
klien
 Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).
 Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri.
 Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.
 Evaluasi tindakan pengurang nyeri

32
 Monitor TTV

D. EVALUASI
Evaluasi terhadap masalah pascabedah secara umum dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam mempertahnkan status kesehatan , seperti adanya peningkatan
proses penyembuhan luka, system sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit,
system eliminasi, serta tidak ditemukn tanda kecemasan lanjutan.

REFERENCE

Black, J.M & Hawks, J. H. (2014). Keperwatan medikal bedah. Jakarta: Salemba Media

Doenges, M E dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.

Malley, A., Kenner, C., Faan, K., T., & Blakeney, B. (2015). The role of the nurse and the
preoperative assessment in patient transitions. AORN Journal. 102 (2). 181-
189. DOI: 10.1016/j.aorn.2015.06.004.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2010). Brunner & suddarth’s
textbook of

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Jakarta: EGC.

33

Anda mungkin juga menyukai