Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


ANAK DENGAN BRONKOPNEUMONIA

Disusun untuk memenuhi tugas laporan individu

Praktek Klinik Keperawatan Gawat Darurat

Di Unit Perawatan Intensif

RS Wava Husada

Oleh:

Nama :

NIM :

PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pasien dengan Bronkopneumonia
Di Unit Perawatan Intensif, RS Wava Husada periode 5 Desember 2022 s/d 10
Desember 2022 Tahun Ajaran 2022/2023

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal Bulan Tahun

Malang,

Preceptor Klinik Preceptor Akademik

LAPORAN PENDAHULUAN
I. KONSEP BRONKOPNEUMONIA
A. Definisi
Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk menyatakan
peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di sekitarnya.
Bronkopeumonia dapat disebut sebagai pneumonia lobularis karena peradangan
yang terjadi pada parenkim paru bersifat terlokalisir pada bronkiolus berserta
alveolus di sekitarnya (Muhlisin, 2017).
Bronkopneumonia adalah peradangan umum dari paru-paru, juga disebut
sebagai pneumonia bronkial, atau pneumonia lobular. Peradangan dimulai dalam
tabung bronkial kecil bronkiolus, dan tidak teratur menyebar ke alveoli
peribronchiolar dan saluran alveolar (PDPI & Bengkulu, 2017).
B. ETIOLOGI
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) secara umum bronkopneumonia
diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen. Orang normal dan sehat memiliki mekanisme pertahanan
tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas reflek glotis dan batuk, adanya
lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ dan
sekresi humoral setempat. Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri
virus dan jamur, antara lain :
a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella
b. Virus : Legionella Pneumoniae
c. Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans
d. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru
e. Terjadi karena kongesti paru yang lama
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh
virus penyebab Bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga
terjadi peradangan bronkus dan alveolus. Inflamasi bronkus ini ditandai dengan
adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi
positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka
komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan
napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan
produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga
fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak
lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas,
hipoksemia, acidosis 14 respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan
kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas.
C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah
mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk melalui
percikan ludah (droplet) invasi ini dapat masuk kesaluran pernafasan atas dan
menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh yang menyebabkan peradangan,
sehingga tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret
semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit dan
pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul dibronkus lama-kelamaan
sekret dapat sampai ke alveolus paru dan mengganggu sistem pertukaran gas di
paru.Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat menginfeksi
saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora
normal dalam usus menjadi agen patogen sehingga timbul masalah pencernaan.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri didalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan
tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan
timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas
dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara,
aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan
langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran secara hematogen (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan.
PATHWAY
D. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik secara mendadak sampai 37,6-40°C
dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Selain itu, anak bisa
menjadi sangat gelisah, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping
hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Sedangkan, batuk biasanya tidak
dijumpai pada awal penyakit, seorang anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif. Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
a. Inspeksi: Pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut,
retraksi sela iga.
b. Palpasi: Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
c. Perkusi: Sonor memendek sampai beda.
d. Auskultasi: Suara pernapasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki
basah gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya
daerah yang terkena. Pada perkusi thoraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.
Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai
sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada
perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernapasan pada auskultasi
terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa
pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu (PDPI
& Bengkulu, 2017).
E. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi bronkopneumonia yang mungkin terjadi, termasuk :
a. Infeksi Darah
Kondisi ini terjadi karena bakteri memasuki aliran darah dan menginfeksi
organ lain. Infeksi darah atau sepsis dapat menyebabkan kegagalan organ.
b. Abses Paru-paru
Abses paru-paru dapat terjadi ketika nanah terbentuk di rongga paru-paru.
Kondisi ini biasanya dapat diobati dengan antibiotik. Tetapi kadang-kadang
diperlukan pembedahan untuk menyingkirkannya.
c. Efusi Pleura
Suatu kondisi di mana cairan mengisi ruang di sekitar paru-paru dan rongga
dada. Cairan yang terinfeksi biasanya dikeringkan dengan jarum atau tabung
tipis. Dalam beberapa kasus, efusi pleura yang parah memerlukan intervensi
bedah untuk membantu mengeluarkan cairan.
d. Gagal Napas
Kondisi yang disebabkan oleh kerusakan parah pada paru-paru, sehingga
tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen karena gangguan fungsi
pernapasan. Jika tidak segera diobati, gagal napas dapat menyebabkan organ
tubuh berhenti berfungsi dan berhenti bernapas sama sekali. Dalam hal ini,
orang yang terkena harus menerima bantuan pernapasan melalui mesin
(respirator).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) untuk dapat menegakkan diagnosa
keperawatan dapat digunakan cara :
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah : akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah
neutrofil)
2) Pemeriksaan sputum, untuk mendeteksi agen infeksius.
3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa.
4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia.
5) Sampel darah, sputum dan urine untuk tes imunologi untuk mendeteksi
antigen mikroba
b. Pemeriksaan radiologi
1) Ronthenogram thoraks
Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada
infeksi stafilokokus dan haemofilus
2) Laringoskopi/bronskopi
Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat oleh benda padat.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan bronkopneumonia yaitu:
a. Pemberian obat antibiotik penisilin ditambah dengan kloramfenikol 50- 70
mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotic yang memiliki spectrum luas seperti
ampisilin, pengobatan ini diberikan sampai bebas demam 4-5 hari. Antibiotik
yang direkomendasikan adalah antibiotik spectrum luas seperti kombinasi
beta laktam/klavulanat dengan aminoglikosid atau sefalosporin generasi
ketiga (Ridha, 2014),
b. Pemberian terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi O2, terapi cairan
dan, antipiretik. Agen antipiretik yang diberikan kepada pasien adalah
paracetamol. Paracetamol dapat diberikan dengan cara di tetesi (3x0,5 cc
sehari) atau dengan peroral/ sirup. Indikasi pemberian paracetamol adalah
adanya peningkatan suhu mencapai 38ºC serta untuk menjaga kenyamanan
pasien dan mengontrol batuk.
c. Terapi nebulisasi menggunakan salbutamol diberikan pada pasien ini dengan
dosis 1 respul/8 jam. Hal ini sudah sesuai dosis yang dianjurkan yaitu 0,5
mg/kgBB. Terapi nebulisasi bertujuan untuk mengurangi sesak akibat
penyempitan jalan nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi mukus.
Salbutamol merupakan suatu obat agonis beta- 2 adrenegik yang selektif
terutama pada otot bronkus. Salbutamol menghambat pelepas mediator dari
pulmonary mast cell. Namun terapi nebulisasi bukan menjadi gold standar
pengobatan dari bronkopneumonia. Gold standar pengobatan
bronkopneumonia adalah penggunaan 2 antibiotik (Anggraeni, 2017).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
a. Biodata
Usia klien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedan dan kekhasan bronkopneumonia anak, terutama dalam spektrum
etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan (Price, 2012). Anak
yang menderita infeksi saluran pernapasan paling banyak adalah jenis
kelamin laki-laki dikarenakan diameter saluran pernapasan anak laki-laki
memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan anak perempuan atau adanya
perbedaan dalam daya tahan tubuh anak laki-laki dan perempuan
(Kaunang, 2016).
b. Keluhan Utama
Sebagian besar keluhan utama pada klien dengan bronkopneumonia
adalah sesak napas. Sesak napas yang muncul akibat dari adanya eksudat
yang menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus selain itu juga akan
muncul keluhan batuk yang tidak efektif (tidak dapat mengeluarkan dahak
secara maksimal) dan terdapatnya suara napas tambahan (Riyadi &
Sukarmin, 2009).
c. Riwayat Penyakit Saat Ini
Kaji deskripsi mengenai penyakit dan keluhan utama saat ini. Catat
awitan dan perkembangan gejala. Tanda dan gejala yang umum
dilaporkan selama pengkajian riwayat kesehatan meliputi:
1) Infeksi saluran napas atas anteseden akibat virus
2) Demam
3) Batuk (catat tipe dan apakah batuk produktif atau tidak)
4) Peningkatan frekuensi pernapasan
5) Riwayat letargi, tidak mau makan, muntah, atau diare pada bayi
6) Menggigil, sakit kepala, dispnea, nyeri dada, nyeri abdomen, dan
mual atau muntah pada anak yang lebih besar (Kyle, 2014).
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Kaji riwayat medis anak dimasa lampau dan saat ini untuk
mengidentifikasi faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan
peningkatan keparahan bronkopneumonia, seperti:
1) Prematuritas
2) Malnutrisi
3) Pajanan pasif terhadap asap rokok
4) Status sosioekonomi rendah
5) Penyakit jantung-paru, imun ata system saraf yang mendasari (Kyle,
2014).
e. Riwayat Pengkajian Keluarga
Perlu dicari riwayat keluarga yang dapat memberikan predisposisi
keluhan seperti adanya riwayat sesak nafas, batuk dalam jangka waktu
yang lama, dan batuk darah dari generasi darah tinggi, kedua penyakit itu
juga akan mendukung atau memperberat keluhan klien (Muttaqin, 2012).
Selain itu, faktor lingkungan juga mempengaruhi angka kejadian
bronkopneuomonia pada anak seperti pajanan pasif rokok terhadap anak
(Kyle, 2014).
f. Psiko-social
Terdiri dari beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien
tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini.
g. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
2) Pola metabolisme atau nutrisi
Anak dengan bronkopneumonia sering muncul anoreksia akibat
respon sistemik melalui kontrol saraf pusat, mual dan muntah (karena
peningkatan rangangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik
mikroorganisme).
3) Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan melalui proses evaporasi karenan demam.
4) Pola tidur-istirahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur
karena sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap,
mata merah, anak juga sering menangis pada malam hari karena
ketidaknyamanan tersebut.
5) Pola aktivitas-latihan
Anak tampak menurun aktifitas dan latihannya sebagai dampak
kelemahan fisik. Anak tampak lebih banyak minta digendong
orangtuanya atau bedrest.
6) Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada
otak. Pada saat dirawat, anak tampak bingung jika ditanya tentang hal-
hal yang baru disampaikan.
7) Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran orangtua terhadap yang anak diam, kurang
bersahabat, tidak suka bermain, ketakutan terhadap orang lain
meningkat.
8) Pola peran-hubungan
Anak tampak malas jika diajak bicara baik oleh teman sebaya atau
yang lebih besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersama dengan
orang terdekat (orangtua).
9) Pola seksualitas-reproduksi
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang
sudah mengalami masa pubertas mungkin terjadi gangguan menstruasi
pada wanita tetapi bersifat sementara dan biasanya penundaan.
10) Pola toleransi stres-koping
Aktifitas yang sering tampak saat menghadapi stres adalah anak sering
menangis, jika sudah remaja saat sakit yang dominan adalah mudah
tersinggung dan suka marah.
11) Pola nilai-keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk
mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT.
h. Pemeriksaan Fisik Per Sistem
1) Keadaan umum : lemah, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran
klien yang terdiri dari composmentis, apatis, somnolen, stupor,
soorokoma, atau koma. Pemeriksaan umum didapatkan peningkatan
frekuensi pernapasan 60x/menit dan demam dimana temperatur 38,5ºC
(Fadhila, 2013).
2) B1 (breathing)
a. Inspeksi
Sering ditemukan takipnea, dispnea progresif, pernafasan dangkal,
pektus ekskavatum/dada corong (bentuk dada ini terjadi ketika
adanya gangguan (defek) perkembangan tulang paru yang
menyebabkan depresi ujung bawah sternum (tulang tengah di
dada)), paktus karinatum/dada burung (bentuk dada ini terjadi
ketika ada pergeseran yang menyebabkan "lengkungan keluar"
pada sternum dan tulang iga), dan barel chest (bentuk dada yang
menyerupai barel
b. Palpasi : nyeri tekan, massa, peningkatan vokal fremitus pada
daerah yang terkena (Sujono & Sukarmin, 2009).
c. Perkusi : didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang
paru.
d. Auskultasi : suara bronkovesikuler atau bronkial pada daerah yang
terkena dan adanya suara pernafasan tambahan (ronki) pada
sepertiga akhir respirasi (Sujono & Sukarmin, 2009).
3) B2 (Blood)
Pada anak dengan bronkopneumonia ditemukan leukopenia yang
menandakan prognosis buruk dan juga ditemukan adanya anemia ringan
atau sedang. Frekuensi nadi meningkat (takikardi) dan juga terjadi
hipertensi (Sujono & Sukarmin, 2009).
4) B3 (Brain)
Klien dengan bronkopneumonia yang berat biasanya mengalami
penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis,
menangis, merintih, meregang dan menggeliat (Muttaqin, 2012).
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan
(Muttaqin, 2012). Penderita sering mengalami penurunan produksi urin
akibat perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam (Sujono
& Sukarmin, 2009). 6) B5 (Bowel) Klien biasanya mengalami mual,
muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan (Muttaqin,
2012).
7) B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan
aktifitas sehari-hari (Muttaqin, 2012).
B. Diagnosis Keperawataan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus-kapiler
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolism
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
g. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
h. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
i. Resiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan diare
j. Resiko gangguan tumbuh kembang dibuktikan dengan ketidakmampuan
fisik (PPNI, 2017)
C. Inervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas Tujuan : Teraupetik
tidak efektif Setelah dilakukan tindakan - Atur posisi semi fowler atau fowler
keperawatan selama 3x24 diharapkan - Berikan minum hangat
bersihan jalan napas (L.01001) - Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
meningkat. Dengan kriteria hasil : - Berikan oksigen, jika perl
a) Batuk efektif Edukasi :
b) Produksi sputum menurun - Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
c) Frekuensi napas membaik - Ajarkan teknik batuk efektif
d) Pola napas membaik - Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
- Pemberian bronkodilator, mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu
Observasi :
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Auskultasi bunyi napas
2. Hipertermia Tujuan : Teraupetik
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan - Sediakan lingkungan yang dingin
proses penyakit keperawatan selama 3x24 jam - Longgarkan atau lepaskan pakaian
diharapkan termoregulasi (L.14134) - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
membaik dengan kriteria hasil : - Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
a)Menggigil menurun - Berikan cairan oral
b) Kulit merah menurun - Ganti linen setiap hari jika mengalami keringat berlebih
c) Pucat menurun - Lakukan pendinginan eksternal (mis. kompres dingin
d) Takikardi menurun pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila
e) Suhu tubuh membaik Edukasi
f) Suhu kulit membaik - Anjurkan tirah baring
- Anjurkan memperbanyak minum
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu b)
Kolaborasi pemberisn antibiotik, jika perlu
Observasi
- Identifikasi penyebab hipertermia
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika perlu
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor komplikasi akibat hipertermia
3. Risiko Jatuh Tujuan : Pencegahan jatuh (I.14540)
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 3x24 jam, - Identifikasi faktor resiko jatuh (Mis.usia >65 tahun,
diharapkan tingkat jatuh (L.14138)
pasien menurun dengan kriteria hasil : penurunan tingkat kesadaran, hipotensiortostatik
a) Jatuh dari tempat tidur menurun. - Hitung resiko jatuh dengan menggunakan skala (Mis.
b) Jatuh saat dipindahkan menurun. Fall morse scale) jika perlu
Terapeutik :
- Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah.
- Gunakan alat antu berjalan (Mis. Kursi roda, walker)
Edukasi :
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan
tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, A. &. (2017). Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada Anak di


Rumah Sakit Abdul Moeloek. Jurnal Kedokteran.
Paramitha, Intan W. 2020. Asuhan Keperawatan pada Klien Anak dengan
Bronkopneumonia yang dirawat di Rumah Sakit. samarinda: Poltekkes
kemenkes Samarinda
Nurarif, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediaAction.
PDPI, L., & Bengkulu. (2017). Penyakit Bronkopnemonia. From
http://klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=7896.
Price. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Bronchopneumonia . Jakarta:
EGC.
Ridha. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai