Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


( KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT )

Pembimbing :

Ns. Awaluddin, M. Kep

Disusun Oleh:

NURHAMIDAH, S. Kep
NIM. 1941232

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN DASAR


STIKes TENGKU MAHARATU PEKANBARU
2020
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

1. Defenisi
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik
karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap untuk
berespon terhadap stressor fisiologi dan lingkungan. Cairan dan
elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan yang berdiri sendiri
jarang terjadi dalam bentuk kelebihan dan kekurangan (Tarwoto &
Wartonah, 2010). Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan
dasar manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam
bagian tubuh, hampir 90% dari total berat badan. Sementara itu, sisanya
merupakan bagian padat dari tubuh. Elektrolit terdapat pada seluruh
cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrien, dan sisa
metabolisme, seperti karbondioksida, yang semuanya disebut dengan ion
(Hidayat, 2016).
Cairan adalah volume air bisa berupa kekurangan atau kelebihan
air. Air tubuh lebih banyak meningkat tonisitus adalah terminologi guna
perbandingan osmolalitas dari salah satu cairan tubuh yang normal. Cairan
tubuh terdiri dari cairan eksternal dan cairan internal. Sedangkan Elektrolit
adalah substansi yang menyebabkan ion kation (+) dan anion (-).

2. Volume Cairan Tubuh


Total jumlah volume cairan tubuh (total body water) kira-kira
60% dari berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah
volume ini tergantung pada kandungan lemak badan dan usia. Lemak
jaringan sangat sedikit menyimpan cairan, lemak pada wanita lebih
banyak dari pria sehingga jumlah volume cairan wanita lebih rendah dari
pria. Usia juga berpengaruh terhadap jumlah volume cairan, semakin tua
usia semakin sedikit kandungan airnya. Sebagai contoh, bayi baru lahir
jumlah cairan tubuhnya 70-80% dari

BB, usia 1 tahun 60% dari BB, usia pubertas sampai dengan usia 39
tahun untuk pria 60% dari BB dan wanita 52% dari BB, usia 40-60 tahun
untuk pria 55% dari BB dan wanita 47% dari BB, sedangkan pada usia
di atas 60 tahun untuk pria 52% dari BB dan wanita 46% dari BB
(Tarwoto & Wartonah, 2010).

2
3

3. Distribusi Cairan Tubuh


Cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen yaitu
pada intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler kira-kira 2/3 atau
40% dari BB, sedangkan cairan ekstraseluler 20% dari BB, cairan ini
terdiri atas plasma (cairan intravaskuler) 5%, cairan interstisial (cairan di
sekitar tubuh seperti limfe) 10-15%, dan transeluler (misalnya, cairan
serebrospinalis, sinovia, cairan dalam peritonium, cairan dalam rongga
mata, dan lain-lain) 1- 3% (Tarwoto & Wartonah, 2010).

4. Fungsi Cairan
Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), fungsi cairan bagi tubuh
adalah sebagai berikut :
a. Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperatur tubuh
b. Transpor nutrien ke sel
c. Transpor hasil sisa metabolisme
d. Transpor hormon
e. Pelumas antar-organ
f. Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam sistem kardiovaskuler.

5. Keseimbangan Cairan
Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake (masukan) cairan
dan output (pengeluaran) cairan. Pemasukan cairan berasal dari
minuman dan makanan. Kebutuhan cairan setiap hari antara 1.800-2.500
ml/hari. Sekitar
1.200 ml berasal dari minuman dan 1.000 ml dari makanan. Sedangkan
pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urine 1.200-1500
ml/hari, feses 100 ml, paru-paru 300-500 ml, dan kulit 600-800 ml
(Tarwoto & Wartonah, 2010).

6. Pengaturan Keseimbangan Cairan


Menurut Hidayat (2010), pengaturan keseimbangan cairan dapat
dilakukan melalui mekanisme tubuh. Mekanisme tubuh tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Rasa dahaga
Mekanisme rasa dahaga yang dialami setiap individu adalah
sebagai berikut:
1 ). Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada
akhirnya menimbulkan produksi angiotensin II yang dapat
merangsang hipotalamus untuk melepaskan substrat neural yang
4

bertanggung jawab terhadap sensasi haus.

2 ). Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan


osmotik dan mengaktivasi jaringan saraf yang dapat
mengakibatkan sensasi rasa dahaga.
b. Anti-diuretik hormon (ADH)
ADH dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis
dari hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah
peningkatan osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel. Hormon ini
meningkatkan reabsorpsi air pada duktus koligentes, dengan demikian
dapat menghemat air.

c. Aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus
ginjal untuk meningkatkan absorpsi natrium. Pelepasan aldosteron
dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium , natrium serum, dan
sistem angiotensin renin serta sangat efektif dalam mengendalikan
hiperkalemia.

7. Pengaturan Keseimbangan Elektrolit


Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen kimiawi.
Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan
negatif (anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh,
termasuk fungsi neuromuskular dan keseimbangan asam basa. Pada
fungsi neuromuskular, elektrolit memegang peranan penting terkait
dengan transmisi impuls saraf (Asmadi, 2008).
Menurut Hidayat (2012), elektrolit tubuh dibagi menjadi:
a. Natrium
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi sebagai
pengaturan osmolaritas serta volume cairan tubuh. Pengaturan
konsentrasi ekstrasel diatur oleh ADH dan aldosteron. Aldosteron
dihasilkan oleh

korteks suprarenal dan berfungsi untuk mempertahankan


keseimbangan konsentrasi natrium dalam plasma dan prosesnya
dibantu oleh ADH. ADH mengatur sejumlah air yang diserap ke
dalam ginjal dari tubulus renalis. Aldosteron juga mengatur
keseimbangan jumlah natrium yang diserap kembali oleh darah.
Ekskresi dari natrium dapat dilakukan melalui ginjal atau sebagian
kecil melalui tinja, keringat, dan air mata. Normalnya sekitar 135-148
mEq/lt.
5

b. Kalium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel
yang berfungsi sebagai exitability neuromukuler dan kontraksi otot.
Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme
perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal dan sekresi aldosteron.
Aldosteron juga berfungsi mengatur keseimbangan kadar kalium
dalam plasma (cairan ekstrasel). Nilai normalnya sekitar 3,5-5,5
mEq/lt.
c. Kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi,
penghantar impuls kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah)
dan membantu beberapa enzim pankreas. Kalsium diekresi melalui
urine, keringat. Konsentrasi kalsium dalam tubuh diatur langsung
oleh hormon paratiroid pada reabsorbsi tulang. Jika kadar kalsium
darah menurun, kelenjar paratiroid akan merangsang pembentukan
hormon paratiroid yang langsung meningkatkan jumlah kalsium
darah.
d. Magnesium
Magnesium merupakan kation terbanyak kedua pada cairan intrasel.
Keseimbangan magnesium diatur oleh kelenjar parathyroid, dan
magnesium diabsorbsi dari saluran pencernaan. Magnesium dalam
tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium. Jika magnesium dalam
plasma darah kadarnya menurun, maka ginjal akan mengeluarkan
kalium lebih banyak, dapat terjadi pada pasien alkoholisme kronis,
muntah-muntah, diare, gangguan ginjal. Nilai normalnya sekitar 1,5-
2,5 mEq/lt.
e. Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Fungsi
klorida biasanya bersatu dengan natrium yaitu mempertahankan
keseimbangan tekanan osmotik dalam darah. Normalnya sekitar 95-
105 mEq/lt.
f. Bikarbonat
Bikarbonat adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada
cairan ekstrasel dan intrasel. Bikarbonat diatur oleh ginjal.
g. Fosfat
Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel.
Fosfat berfungsi untuk meningkatkan kegiatan neuromuskular,
6

metabolisme kabohidrat, pengaturan asam basa.

8. Mekanisme Pergerakan Cairan dan Elektrolit


Cairan dan elektrolit dalam tubuh selalu bergerak di antara ketiga
tempat cairan tersebut, yaitu intraseluler, interstitial, dan intravaskuler
(Asmadi, 2008).

Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), mekanisme pergerakan


cairan tubuh melalui tiga proses, yaitu:
a. Difusi
Difusi merupakan proses perpindahan partikel cairan dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan
elektrolit didifusikan menembus membran sel. Kecepatan difusi
dipengaruhi oleh ukuran molekul, konsentrasi larutan, dan
temperatur.
b. Osmosis
Osmosis merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui
membran semipermeabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih
rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi yang sifatnya menarik.
c. Transpor Aktif
Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena adanya
daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung.

9. Cara Pengeluaran Cairan


Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), pengeluaran cairan terjadi
melalui organ-organ seperti:
a. Ginjal
Ginjal merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang
menerima 170 liter darah untuk disaring setiap hari. Hasil
penyaringan ginjal tersebut dikeluarkan dalam bentuk urine. Produksi
urine untuk semua usia 1 ml/kg/jam. Pada orang dewasa produksi
urine sekitar 1500 ml/hari. Jumlah urine yang diproduksi oleh ginjal
dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron.
b. Kulit
Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang
merangsang aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan kelenjar keringat
dapat dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur lingkungan yang
meningkat, dan demam. Hilangnya cairan melalui kulit disebut juga
dengan Isensible Water Loss (IWL), yaitu sekitar 15-20 ml/24 jam.
c. Paru-paru
Paru-paru menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari. Meningkatnya
7

cairan yang hilang sebagai respon terhadap perubahan kecepatan dan


kedalaman napas akibat pergerakan atau demam.
d. Gastrointestinal
Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal
(melalui feses) setiap hari sekitar 100-200 ml. Perhitungan IWL
secara keseluruhan adalah 10-15 cc/kg BB/24 jam, dengan kenaikan
10% dari IWL pada setiap kenaikan suhu 1 derajat celsius.

10. Masalah Keseimbangan Cairan


Menurut Hidayat (2010), masalah keseimbangan cairan terdiri
dari dua bagian yaitu:
a. Hipovolemik
Hipovolemik adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan
ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan
melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, pendarahan sehingga
menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme kompensasi pada
hipovolemik adalah

peningkatan rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi


jantung, kontraksi jantung, dan tekanan vaskuler), rasa haus,
pelepasan hormon ADH dan aldosteron. Hipovolemik yang
berlangsung lama dapat menimbulkan gagal ginjal akut.
Gejala: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus,
gangguan mental, konstipasi dan oliguri, penurunan tekanan darah,
HR meningkat, suhu meningkat, turgor kulit menurun, lidah kering
dan kasar, mukosa mulut kering. Tanda-tanda penurunan berat badan
akut, mata cekung, pengosongan vena jugularis. Pada bayi dan anak-
anak adanya penurunan jumlah air mata. Pada pasien syok tampak
pucat, HR cepat dan halus, hipotensi, dan oliguri.
b. Hipervolemik
Hipervolemik adalah penambahan/kelebihan volume CES, dapat
terjadi pada saat stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan
air, fungsi ginjal abnormal dengan penurunan ekskresi natrium dan
air, kelebihan pemberian cairan, dan perpindahan cairan dari
interstisial ke plasma. Gejala yang mungkin terjadi adalah sesak
napas, peningkatan dan penurunan tekanan darah, nadi kuat, asites,
edema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher, dan irama
gallop.

11. Masalah Kebutuhan Elektrolit


Menurut Hidayat (2012), masalah kebutuhan elektrolit terdiri dari :
8

a. Hiponatremia
Hiponatremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium
dalam plasma darah ditandai dengan adanya rasa kehausan yang
berlebihan, rasa cemas, takut dan bingung, kejang perut, denyut nadi
cepat dan lembab, hipotensi, konvulsi, membran mukosa kering,
kadar natrium dalam plasma kurang dari 135 mEq/lt. Dapat terjadi
pada pasien yang mendapat obat diuretik dalam jangka waktu yang
lama tanpa terkontrol, diare jangka panjang.
b. Hipernatremia
Hipernatremia merupakan suatu keadaan kadar natrium dalam plasma
tinggi yang ditandai dengan adanya mukosa kering, rasa haus, turgor
kulit buruk dan permukaan kulit membengkak, kulit kemerahan,
konvulsi, suhu badan naik, kadar natrium dalam plasma lebih dari 148
mEq/lt. Dapat terjadi pasien dehidrasi, diare, pemasukan air yang
berlebihan sedang intake garam sedikit.
c. Hipokalemia
Hipokalemia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar kalium
dalam darah ditandai dengan denyut nadi lemah, tekanan darah
menurun, tidak nafsu makan dan muntah-muntah, perut kembung,
otot lemah dan lunak, denyut jantung tidak beraturan (aritmia),
penurunan bising usus, kadar kalium plasma menurun kurang dari 3,5
mEq/lt.
d. Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kadar
kalium dalam darah tinggi yang ditandai dengan adanya mual,
hiperaktivitas

sistem pencernaan, aritmia, kelemahan, jumlah urine sedikit sekali,


diare, kecemasan, dan irritable, kadar kalium dalam plasma lebih dari
5,5 mEq/lt.
e. Hipokalsemia
Hipokalsemia merupakan kekurangan kadar kalsium dalam plasma
darah yang ditandai dengan adanya kram otot dan kram perut, kejang,
bingung, kadar kalsium dalam plasma kurang dari 4,3 mEq/lt dan
kesemutan pada jari dan sekitar mulut yang dapat disebabkan oleh
pengaruh pengangkatan kelenjar gondok, kehilangan sejumlah
kalsium karena sekresi intestinal.
f. Hiperkalsemia
Hiperkalsemia merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium
dalam darah, yang ditandai dengan adanya nyeri pada tulang,
relaksasi otot, batu ginjal, mual-mual, koma dan kadar kalsium dalam
9

plasma lebih dari 4,3 mEq/lt. Dapat dijumpai pada pasien yang
mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan makan vitamin D yang
berlebihan.
g. Hipomagnesia
Hipomagnesia merupakan kekurangan kadar magnesium dalam darah
yang ditandai dengan adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki
tangan, takikardi, hipertensi, disoriensi dan konvulsi. Kadar
magnesium dalam darah kurang dari 1,5 mEq/lt.
h. Hipermagnesia
Hipermagnesia merupakan kadar magnesium yang berlebihan dalam
darah yang ditandai dengan adanya, koma, gangguan pernapasan dan
kadar magnesium lebih dari 2,5 mEq/lt.

12. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan


dan Elektrolit
Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), faktor-faktor yang
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adalah sebagai
berikut:
a. Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme
yang diperlukan, dan berat badan.
b. Temperatur Lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat
kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari

c. Diet
Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan
energi, proses ini menimbulkan pergerakan cairan dari interstisial ke
intraseluler.
d. Stres
Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi
darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi
sodium dan air. Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan
menurunkan produksi urine.
e. Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung,
gangguan hormon akan mengganggu keseimbangan cairan.
13. Kebutuhan Cairan Menurut Usia dan Berat Badan

No. Umur BB (Kg) Cairan (ml/24jam)


10

1 3 hari 3,0 250 ─ 300


2 1 tahun 9,5 1150 ─ 3000
3 2 tahun 11,8 1350 ─ 1500
4 6 tahun 20 1800 ─ 2000
5 10 tahun 28,7 2000 ─ 2500
6 14 tahun 45 2200 ─ 2700
7 16 tahun (adult) 54 2200 ─ 2700

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Untuk mengidentifikasi masalah gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit serta mengumpulkan data guna menyusun suatu rencana
keperawatan, perawat perlu melakukan pengkajian keperawatan.
Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), hal-hal yang perlu dikaji adalah
sebagai berikut:

1. Riwayat Keperawatan
a. Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral, parenteral)
b. Tanda umum masalah elektrolit
c. Tanda kekurangan dan kelebihan cairan
d. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan
dan elektrolit
e. Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu
status cairan
f. Status perkembangan seperti usia atau situasi sosial
g. Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu
pengobatan.
2. Pengukuran Klinik
a. Berat badan
Kehilangan/bertambahnya berat badan menunjukan adanya
masalah keseimbangan cairan. Masalah keseimbangan cairan
akibat kehilangan/bertambahnya berat badan dikategorikan ke
dalam tiga kelompok, yaitu:

1) ± 2% : ringan
2) ± 5% : sedang
3) ± 10% : berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
b. Keadaan umum
Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi,
11

pernafasan dan suhu, pengukuran tingkat kesadaran.


c. Pengukuran pemasukan cairan
Pemasukan cairan yang perlu dihitung adalah cairan yang
diberikan melalui NGT dan oral, cairan parenteral termasuk obat-
obatan IV, makanan yang cenderung mengandung air yang
dikonsumsi oleh klien, dan cairan yang digunakan untuk irigasi
kateter atau NGT.
d. Pengukuran pengeluaran cairan
Pengeluaran yang perlu diukur meliputi volume dan
kejernihan/kepekatan urine, jumlah dan konsistensi feses, muntah,
tube drainase, dan IWL (Insensible Water Loss)
e. Ukur keseimbangan cairan dengan akurat, normalnya sekitar ± 200
cc.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan pada :
a. Integumen
Pada pemeriksaan integumen yang peru diperhatikan adalah
keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani,
dan sensasi rasa.
b. Kardiovaskuler
Pada pemeriksaan kardiovaskuler yang perlu diperhatikan adalah
distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan bunyi
jantung.
c. Mata
Pada pemeriksaan mata perlu diperhatikan mata cekung atau tidak,
air mata kering atau tidak.
d. Neurologi
Pada pemeriksaan neurologi yang perlu diperhatikan adalah
refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
e. Gastrointestinal
Pada pemeriksaan gastrointestinal yang perlu diperhatikan adalah
keadaan mukosa mulut dan lidah, muntah-muntah, dan bising usus.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang bisa berupa pemeriksaan elektrolit, darah
lengkap, PH, berat jenis urine, dan analisis gas darah.
1. Pemeriksaan darah lengkap : pemeriksaan ini meliputi jumlah sel
darah, hemoglobin (Hb), dan hematokrit (Ht).
a). Ht naik : adanya dehidrasi berat dan gejala syok
b). Ht turun : adanya pendarahan akut, masif, dan reaksi hemolitik
c). Hb naik : adanya hemokonsentrasi
12

d). Hb turun : adanya pendarahan hebat, reaksi hemolitik


2. Pemeriksaan elektrolit serum : pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui kadar natrium, kalium, klorida, ion bikarbonat.
3. pH dan berat jenis urin : berat jenis menunjukkan kemampuan
ginjal untuk mengatur konsentrasi urine, normalnya pH urine adalah
4,5-8 dan berat jenisnya 1,003-1,030.
4. Analisa gas darah : biasanya yang biasa diperiksa adalah pH, PO,
HCO, PCO, dan saturasi O2.
a) . PCO2 normal : 35-40 mmHg
b). PO2 normal : 80-100 Hg
c) . HCO3 normal : 25-29 mEq/l
d) Saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan
jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri
(95%-98%) dan vena (60%-85%) (Tarwoto & Wartonah, 2010)

2. Diagnosis Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa yang
muncul dari masalah yang ditemukan pada pasien. Diagnosa yang dapat
ditemukan oleh perawat pada klien yang mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, antara lain:

1.Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif


2. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
3. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare

1. Hipovolemia
Defenisi: Penurunan cairan intravascular, interstisial , dan / atau
intraseluler.

Penyebab :

1. Kehilangan cairan aktif

2. Kegagalan mekanisme regulasi

3. Peningkatan permeabilitas kapiler

4. Kekurangan intake cairan

5. Evaporasi

Gejala dan Tanda Mayor

• Subjektif ( tidak tersedia)

• Objeltif :

1. Frekuensi nadi meningkat

2. Nadi teraba lemah


13

3. Tekanan darah menurun

4. Tekanan nadi menyempit

5. Turgor kulit menurun

6. Membrane mukosa kering

7. Volume urin menurun

8. Hematokrit meningkat

Gejala dan Tanda Minor

• Subjektif :

1. Merasa lemah

2. Mengeluh haus

• Objektif :

1. Pengisian vena menurun

2. Status mental berubah

3. Suhu tubuh meningkat

4. Konsentrasi urine meningkat

5. Berat badan turun tiba tiba

Kondisi Klinis terkait

1. Penyakit Addison

2. Trauma perdarahan

3. Luka bakar

4. AIDS

5. Penyakit crohn

6. Muntah

7. Diare

8. Kolitis ulseratif

9. Hipoalbuminemia

6. Hypervolemia
Definisi: Peningkatan cairan intravascular, interstisial , dan / atau
intraseluler.
14

Penyebab : 1. Gangguan mekanisme regulasi


2. Kelebihan asupan cairan
3. Kelebihan asupan Natrium
4. Gangguan aliran balik vena
5. Efek agen farmakologi ( mis. Kortikosteroid,
chlorpropamide, tolbutamide, vincristine )

Gejala dan tanda Mayor


• Subjektif :
1. Ortopnea
2. Dispnea
3. Paroxymal nocturnal dyspnea ( PND )
• Objektif :
1. Edema anasarca dan/ atau edema perifer
2. Berat badan meningkat dalam waktu singkat
3. Jugular Venous Pressure ( JVP ) dan/atau central Venous
Pressure ( CVP) meningkat
4. Refleks hepatojugular positif
Gejala dan Tanda Minor
• Subjektif ( tidak ada )
• Objektif :
1. Distensi vena jugularis
2. Terdengar suara nafas tambahan
3. Hepatomegali
4. Kadar Hb/Ht turun
5. Oligouri
6. Intake lebih banyak dari out put
7. Kongesti paru
Kondisi Klinis Terkait
1. Penyakit ginjal : gagal ginjal akut/ kronis. Sindrom nefrotik
2. Hipoalbuminemia
3. Gagal jantung kongestif
4. Kelainan hormone
5. Penyakit hati ( sirosis, asites, kanker hati )
6. Penyakit vena perifer ( varises vena, thrombus vena, phlebitis )
15
16

2. Rencana Keperawatan

Perencanaan adalah pengembangan strategi untuk mencegah, mengurangi, mengatasi masalah – masalah yang telah
diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan
cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien. (Rohmah & Walid, 2009).

Tabel 2.1

Rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan Gastroenteritis terdapat pada tabel
berikut:

No Diagnosa keperawatan Nursing Outcomes Nursing Interventions Classification


Classification
Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia
1 2 3 4
1 Hipovolemia berhubungan dengan Hidrasi (0602) Manajemen hipovolemi (I.03116)
1). Observasi
kehilangan cairan aktif 1. Turgor kulit (5)
• Periksa tanda dan gejala hypovolemia ( mis, frekuensi
2. Membran mukosa lembab (5)
Tanda gejala mayor: nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah
3. Intake cairan (5)
1. Nadi teraba lemah dan cepat menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
4. Output cairan (5)
2. Turgor kulit menurun
menurun, membrane mukosa kering, volume urine
5. Nadi lemah dan cepat (5)
3. Membran mukosa kering menurun, hematokrit meningkat, haus dan lemah )
• Monitor intake dan out put cairan
Tanda gejala minor: Keseimbngan cairan (0601) 2). Terapeutik
17

1. Klien mengeluh lemah • Hitung kebutuhan cairan


6. Denyut nadi radial (5)
• Berikan posisi modified Trendelenburg
7. Keseimbangan intake dan
output dalam 24 jam • Berikan asupan cairan oral
8. Turgor kulit (5) 3). Edukasi
9. Kelembaban membbran • Anjurkan memperbanyak asupan oral
mukosa (5)
• Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
4). Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (cairan
NaCL, RL )
• Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
( glukosa 2,5 %, NaCL 0,4 % )

Pemantauan elektrolit (I.03122)

1. Identifikasi kemungkinan penyebab ketidak


seimbangan elektrolit

2. Monitor mual, muntah dan diare


3. Monitor kehilangan cairan
4. Atur intervensi waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
18

5. Dokumentasikan hasil pemantauan


6. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan jika perlu

1 2 3 4
2 Keseimbngan cairan (0601) Manajemen Hipervolemia
Hipervolemia berhubungan dengan
1. Denyut nadi radial (5) ( I.03114)
kelebihan asupan cairan
2. Keseimbangan intake dan output 1) Observasi
19

• Periksa tanda dan gejala


dalam 24 jam (5)
3. Turgor kulit (5) hypervolemia
Tanda gejala mayor:
• Subjektif : 4. Kelembaban membran mukosa (5) • Identifikasi penyebab hypervolemia
1. Ortopnea 5. Haluaran urine ( 5 ) • Monitor status hemodinamik , tekanan
2. Dispnea 6. Edema ( 5 ) darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO
3. Paroxymal nocturnal dyspnea 7. Asites ( 5 ) jika tersedia
( PND ) 8. Berat badan ( 5 ) • Monitor intake dan output cairan
• Objektif : • Monitor tanda hemokonsentrasi 9 kadar
1. Edema anasarca dan/ atau Status Cairan natrium, BUN, hematokrit, berat jenis
edema perifer 1. Frekuensi nadi ( 5 ) urine )
2.Berat badan meningkat dalam 2. Edema anasarka dan ferifer ( 5 ) • Monitor tanda peningkatan tekanan
waktu singkat 3. Ortopnea ( 5 ) onkotik plasma
7. Jugular Venous Pressure 4. Dipsnea ( 5 ) • Monitor kecepatan infus secara tepat
( JVP ) dan/atau central Venous 5. PND ( 5 ) • Monitor efek samping deuretik
Pressure ( CVP) meningkat 6. JVP ( 5 ) 2) Therapeutik
8. Refleks hepatojugular positif 7. Kadar Hb, Ht ( 5 ) • Timbang berat bdan setiap hari pada
8. Hepatomegaly ( 5 ) waktu yang sama
Gejala dan Tanda Minor 9. CVP (5 ) • Batasi asupan cairan dan garam
• Subjektif ( tidak ada ) • Tinggikan kepala tempat tidur 30-40
• Objektif : derajat
20

1. Distensi vena jugularis 3) Edukasi


2. Terdengar suara nafas • Anjurkan melapor jika Haluan urine <
tambahan 0.5 ml/kg/jam dalam 6 jam
3. Hepatomegali • Anjurkan melapor jika berat badan
4. Kadar Hb/Ht turun bertambah > 1 kg dalam sehari
5. Oligouri • Ajarkan cara mengukur dan mencatat
6. Intake lebih banyak dari out asupan dan Haluan urine cairan
put • Ajarkan cara membatasi cairan
7. Kongesti paru 4) Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian deuretik
• Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat deuretik
• Kolaborasi pemberian kontinuous renal
replacemen therapy

Pemantauan cairan (I.03121)


1) Observasi
21

• Monitor frekuensi dan kekuatan nadi


• Monitor frekuensi nafas
• Monitor tekanan darah
• Monitor berat badan
• Monito waktu pengisian kapiler
• Monitor elastisitas atau turgor kulit
• Monitor jumlah, waktu dan berat jenis
urine
• Monitor kadar albumin dan protein total
• Monitor hasil pemeriksaan serum ( mis,
osmolaris serum, hematokrit, natrium,
kalium, BUN)

Monitor hasil pemeriksaan serum ( mis,


osmolaris serum, hematokrit, natrium,
kalium, BUN)
• Identifikasi tanda tanda hypovolemia
( mis, frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit
22

menurun,membrane mukosa kering,


volume urine menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah, konsentrasi
urine meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
• Identifikasi tanda tanda hypervolemia
( mis, dypsnoe, edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat, CVP
meningkat, reflex hepatojugular positif,
berat badan menurun dalam waktu
singkat)
• Identifikasi factor resiko ketidak
seimbangan cairan ( mis, prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan,
luka bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan pangkreas,
penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi
intestinal )
2) Terapeutik
• Atur interval waktu pemantauan sesuai
23

dengan kondisi pasien


• Dokumentasikan hasil pemantauan
3) Edukasi
• Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
• Imformasikan hasil pemantauan jika
perlu
24

Keseimbangan Elektrolit, (606) Monitor Elektrolit (2020)


Resiko Ketidakseimbangan elektrolit
Kriteria hasil : 1. Monitor serum elektrolit
b.d diare
1. Penurunan serum sodium (5) 2. Kenali dan laporkan adanya
3 ketidakseimbangan elektrolit
2. Peningkatan serum sodium (5)
3. Monitor adanya kehilangan cairan dan
3. Penurunan serum kalsium (5)
elektrolit, jika diperlukan.
Peningkatan serum kalsium (5)
4. Monitor adanya mual, muntah dan diare
Berikan suplemen elektrolit sesuai resep, jika
diperlukan
25

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas
perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus
mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan.
Perawat harus yakin bahwa:
4) Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan
tindakan yang sudah direncanakan
5) Dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai
dengan kondisi klien
6) Selalu dievaluasi apakah sudah efektif
7) Selalu didokumentasikan menurut urutan waktu. (Doenges dkk.
2005).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Tujuan dari evaluasi ini adalah
untuk mengakhiri rencana tindakan keperawatan, memodifikasi
rencana tindakan keperawatan, dan meneruskan rencana tindakan
keperawatan (Rohmah & Walid, 2009)
26

DAFTAR PUSTAKA

Kozier, dkk. 2010. Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan
praktik Volume 2, Edisi 7. Jakarta : EGC.

Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses


Keperawatan Edisi 4. Salemba Medika: Jakarta

Wilkinson, J. M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Kriteria Hasil


(NOC ) dan Intervensi (NIC). EGC: Jakarta

TIM Pokja SDKI DPP PPNI, ( 2016 ), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
( SDKI ), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

TIM Pokja SIKI DPP PPNI, ( 2016 ), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
( SIKI ), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

TIM Pokja SLKI DPP PPNI, ( 2016 ), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
( SLKI ), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai