Oleh:
AGIETA SUNDARI
113063C114001
1) Gangguan Pencernaan
2) Tidak Nafsu Makan
3) Mual-mual dan Muntah
4) Berat badan turun dan lesu
5) Gatal-gatal
6) Gangguan tidur
7) Hipertensi dan Vena di leher melebar
8) Cairan di selaput jantung dan paru-paru
9) Otot-otot mengecil
10) Gerakan-gerakan tak terkendali, kram
11) Kulit kasar
12) Sesak napas dan confusion
2.1.2 Pemeriksaan fisik
Pengkajian fisik memungkinkan perawat untuk
menentukan keberadaan dan tingkat keparahan masalah
eleminasi urine.organ utama yang ditinjau kembali meliputi
kulit, ginjal, kandung kemih, dan uretra.
a. Pengkajian urine
Pengkajian urine dilakukan dengan mengukur
asupan cairan dan haluaran urine serta mengobservasi
karakteristik urine klien.
1) Asupan dan haluaran
2) Karatekristik urine
3) Pemeriksaan urine
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
Tes diagnostik pada inkontinensia urin (Menurut
Ouslander) perlu dilakukan untuk mengetahui faktor yang
potensial mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi
kebutuhan klien dan menentukan tipe inkontinensia.
a. Mengukur sisa urine setelah berkemih
Dilakukan dengan cara: Setelah buang air kecil,
pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur
atau menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa
urin > 100 cc berarti pengosongan kandung kemih tidak
adekuat. Urinalisis, dilakukan terhadap spesimen urine
yang bersih untuk mendeteksi adanya factor yang berperan
terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti hematuri,
piouri, bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes
diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan bila evaluasi awal
didiagnosis belum jelas.
b. Tes lanjutan tersebut adalah:
1) Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood
urea nitrogen, creatinin, kalsium glukosa sitologi. Tes
urodinamik adalah untuk mengetahui anatomi dan
fungsi saluran kemih bagian bawah.
2) Tes tekanan urethra adalah mengukur tekanan di
dalam urethra saat istirahat dan saat dinamis
c. Imaging
Merupakan tes terhadap saluran perkemihan bagian
atas dan bawah. Pemeriksaan penunjang Uji urodinamik
sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat
mahal. Sisa-sisa urine pasca berkemih perlu diperkirakan
pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat
dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urine.
Merembesnya urin pada saatdilakukan penekanan dapat
juga dilakukan.
Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan ketika
kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk
berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa
dalam posisi litotomi atau berdiri. Merembesnya urin
sering kali dapat dilihat. Informasi yang dapat diperoleh
antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau
tidak adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan
kapasitas kandung kemih.
d. Laboratorium Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan
kalsium serum dikaji untuk menentukan fungsi ginjal dan
kondisi yang menyebabkan poliuri.
e. Catatan berkemih (voiding record)
Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola
berkemih. Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan
jumlah urin saat mengalami inkontinensia urin dan tidak
inkontinensia urin, dan gejala berkaitan dengan
inkontinensia urin. Pencatatan pola berkemih tersebut
dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat
digunakan untuk memantau respon terapi dan juga dapat
dipakai sebagai intervensi terapeutik karena dapat
menyadarkan pasien faktor-faktor yang memicu terjadinya
inkontinensia urin pada dirinya.
f. Urinalisis digunakan untuk melihat apakah ada bakteri,
darah dan glukosa dalam urine.
g. Uroflowmeter
Digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan
menunjukkan obstruksi pintu bawah kandung kemih
dengan mengukur laju aliran ketika pasien berkemih.
h. Cysometry
Digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular
kandung kemih dengan mengukur efisiensi refleks otot
destrusor, tekana dan kapasitas intravesikal, dan reaksi
kandung kemih terhadap rangsangan panas.
i. Urografi ekskretori bawah kandung kemih dengan
mengukur laju aliran ketika pasien berkemih :
1) Urografi ekskretorik
Disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk
mengevaluasi struktur dan fungsi ginjal, ureter dan
kandung kemih.
2) Kateterisasi residu pascakemih
Digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan
kandung kemih dan jumlah urine yang tersisa dalam
kandung kemih setelah pasien berkemih.
j. Sistometrogram dan elektromiogram. Dilakukan untuk
mengevaluasi otot detrusor, spingter dan otot perineum.
k. USG kandung kemih, sistoskopi dan IVP. Dilakukan untuk
mengkaji struktur dan fungsi saluran kemih.
2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1: Retensi urine
2.2.1 Definisi
Yakni pengosongan kandung kemih tidak komplet.
2.2.2 Batasan karakteristik
a. Tidak ada haluaran urine
b. Distensi kandung kemih
c. Menetes
d. Disuria
e. Sering berkemih
f. Inkotinensia aliran berlebih
g. Residu urine
h. Sensasi kandung kemih penuh
i. Berkemih sedikit
2.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Sumbatan
b. Tekanan ureter tinggi
c. Inhibisi arkus refleks
d. Sfingter kuat
Kemungkinan data yang ditemukan :
a. Gangguan neuromuskuler
b. Spasme bladder
c. Trauma pelvic
d. Infeksi saluran kemih
e. Trauma medulla spinalis
Diagnosa 2: Inkonteninsia urin stress
2.2.4 Definisi
Rembesan urine tiba-tiba karena aktivtas yang
meningkatkan tekanan intra abdomen
2.2.5 Batasan karakteristik
a. Rembesan involunter sedikit urine (mis. Pada saat batuk ,
tertawa, bersin, atau olahraga)
b. Rembesan involunter sedikit urine pada tidak adanya
kontraksi detrusor
c. Rembesan involunter sedikit urine pada tidak adanya
overdistensi kandung kemih
2.2.6 Faktor yang berhubungan
a. Difisiensi sfingter uretra intrinsik
b. Kelemahan otot pelvik
c. Peningkatan tekanan intraabdomen
d. Perubahan degeneratif pada otot-otot pelvik
2.3 Perencanaan
NO Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
Keperawatan hasil (NOC) (NIC)
1 Retensi urin Selama perawatan a. Urinary
berhubungan klien menunjukkan Retention Care
dengan: eliminasi urin b. Monitor intake
Tekanan uretra dengan kriteria dan output
tinggi, blockage, hasil: c. Monitor
hambatan reflek, a. Kandung kemih penggunaan
spingter kuat kosong secara obat
penuh antikolinergik
DS: b. Tidak ada d. Monitor derajat
a. Disuria residu urine distensi bladder
b. Bladder >100-200 cc e. Instruksikan
terasa c. Intake cairan pada pasien dan
penuh dalam rentang keluarga untuk
DO : normal mencatat output
a. Distensi d. Bebas dari ISK urine
bladder e. Tidak ada f. Sediakan
b. Terdapat spasme bladder privacy untuk
urine f. Balance cairan eliminasi
residu seimbang g. Stimulasi reflek
c. Inkontin bladder dengan
ensia tip kompres dingin
e luapan pada abdomen.
d. Urin h. Kateterisaai jika
output perlu
sedikit/ti i. Monitor tanda
dak ada dan gejala ISK
(panas,
hematuria,
perubahan bau
dan konsistensi
urine)